UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (Penelitian Di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung
Kabupaten Cirebon)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Oleh :
DEDEH MARYATI 2016.4.4.1.00521
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
TAHUN 2020
i
NOTA DINAS
Kepada Yth :
Ketua Program Studi IAI Bunga Bangsa di
Cirebon Assalamu’alaikum, Wr.Wb.
Setelah melakukan bimbingan, telaah, arahan dan koreksi terhadap penulisan skripsi dari DEDEH MARYATI Nomor Induk Mahasiswa : 2016.4.4.1.00521 dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Penelitian Di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon)” bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada ketua prodi untuk dimunaqosah.
Wassalamu’alaikum Wr.Wr
Menyetujui, Pembimbing I
Drs. Sulaiman, M.MPd NIDN. 2118096201
Pembimbing II
Eman Sulaiman, M.Ag NIDN.
ii
PERSETUJUAN
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (Penelitian Di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung
Kabupaten Cirebon) Oleh :
DEDEH MARYATI NIM. 2016.4.4.1.00521
Menyetujui,
Pembimbing I
Drs. Sulaiman, M.MPd NIDN. 2118096201
Pembimbing II
Eman Sulaiman, M.Ag NIDN.
iii
iv ABSTRAK
Dedeh Maryati, NIM : 2016.4.4.1.00521, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Penelitian Ini Bertempat Di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon)”.
Abstrak : Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak melalui model pembelajaran berbasis proyek pada Kelompok B2 RA Nurul Huda Pilangsari Kedawung Cirebon. Model pembelajaran digunakan dibatasi pada model pembelajaran berbasis proyek.
Jenis penelitian yang digunakan adalah tindakan kelas dengan subjek yaitu anak didik kelompok B2 RA Nurul Huda Pilangsari Kedawung Cirebon yang berjumlah 15 anak. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan metode dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui observasi, wawancara, dokumentasi, catatan chek list dan catatan anekdot.
Kegiatan pra tindakan yang mengawali penelitian ini menghasilkan data bahwa nilai rata-rata kemampuan kerjasama anak baru mencapai nilai 59%.
Tindakan dalam penelitian kemampuan kerjasama ini dilakukan dalam dua siklus. Berdasarkan hasil dari siklus II, nilai rata-rata kemampuan anak telah mencapai nilai 96%. Perkembangan ini telah mencapai indikator keberhasilan dimana penelitian dikatakan berhasil apabila telah mencapai nilai 80%.
Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan berhasil.
Kata kunci: kemampuan kerjasama, model pembelajaran berbasis proyek, penelitian tindakan.
Abstract : This class action research aims to improve children's collaboration skills through a project-based learning model in B2 RA Nurul Huda Pilangsari Kedawung Cirebon. The learning model used is limited to the project based learning model. This type of research is a classroom action with a subject that is students of B2 RA Nurul Huda Pilangsari Kedawung Cirebon, amounting to 15 children. Data collection methods used are observation and documentation methods. The data analysis technique used is descriptive qualitative through observation, interviews, documentation, check list notes and anecdotal notes.
The pre-action activities that started this study produced data that the average value of children's collaboration skills reached 59%. The action in this collaboration capability study was carried out in two cycles. Based on the results of the second cycle, the average value of children's abilities has reached 96%. This development has reached an indicator of success where the research is said to be successful if it has reached 80%. Thus, this research can be said to be successful.
Keywords: collaboration ability, project-based learning, action research.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada jungjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah Prodi PIAUD IAI BUNGA BANGSA Cirebon.
Terselesaikannya skripsi ini, tidak lepas dari bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis mengucapkan syukur dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak H. Oman Fathurohman, M.A., Rektor IAI Bunga Bangsa Cirebon.
2. Bapak Drs. Sulaiman, M.MPd., Dekan Fakultas Tarbiyah IAI Bunga Bangsa Cirebon sekaligus pembimbing I.
3. Ibu Suzanna, M.Pd, Ketua Prodi PIAUD IAI Bunga Bangsa Cirebon.
4. Bapak Eman Sulaiman, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing 2.
5. Bapak/Ibu Dosen dan staf Tata Usaha Fakultas Tarbiyah PIAUD IAI Bunga Bangsa Cirebon.
6. Kepada RA Nurul Huda dan semua guru RA Nurul Huda Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.
7. Siswa dan siswi RA Nurul Huda Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.
8. Ibu dan keluargaku yang selalu mendukung
9. Semua sahabat-sahabatku terutama yang telah memberikan motivasi dan do’a.
vi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan penulisan ke depannya.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga ilmu yang telah penulis peroleh di kampus ini dapat bermanfaat. Amin.
Cirebon, Juni 2020
Penulis
vii DAFTAR ISI
NOTA DINAS ... i
PERSETUJUAN...ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ...vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A. Kajian Pustaka... 6
1. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini ... 6
2. Anak Usia Dini ... 13
3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 18
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 23
C. Kerangka Berpikir ... 25
D. Hipotesis Tindakan ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Desain Penelitian ... 29
1. Jenis Penelitian ... 29
2. Tempat Penelitian ... 30
3. Waktu Penelitian ... 30
B. Subjek Penelitian ... 31
C. Prosedur Tindakan ... 32
viii
D. Teknik Pengumpulan Data ... 34
E. Teknik Analisis Data ... 35
F. Teknik Instrumen Penelitian ... 36
G. Indikator Keberhasilan ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Deskripsi Data Penelitian ... 43
1. Lokasi Penelitian ... 43
2. Subjek Penelitian ... 43
3. Deskripsi Kondisi Awal Anak Sebelum Tindakan ... 44
B. Hasil Penelitian ... 46
1. Siklus I ... 47
2. Siklus II ... 55
C. Pembahasan ... 63
D. Keterbatasan Penelitian ... 65
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Simpulan ... 66
B. Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 70
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 30
Tabel 3.2 Daftar Anak Kelompok B2 ... 31
Tabel 3.3 Tabel Konversi Persentase ... 36
Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Observasi ... 37
Tabel 3.5 Rubrik Pedoman Observasi Kemampuan Kerjasama ... 37
Tabel 3.6 Kriteria Indikator Penilaian ... 39
Tabel 3.7 Rubrik Observasi Kemampuan Kerjasama Anak ... 39
Tabel. 3.8 Rekapitulasi Kemampuan Kerjasama Anak ... 40
Tabel 4.1 Kemampuan Kerjasama Anak Pra Tindakan ... 44
Tabel 4.2 Rekapitulasi Kemampuan Kerjasama Anak Pra Tindakan ... 45
Tabel 4.3 Kemampuan Kerjasama Anak Siklus I... 52
Tabel 4.4 Rekapitulasi Perbandingan Pra Tindakan dan Siklus I ... 53
Tabel 4.5 Kemampuan Kerjasama Anak Siklus II ... 61
Tabel 4.6 Rekapitulasi Perbandingan Hasil Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II dalam Kemampuan Kerjasama Anak... 62
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek ... 22
Gambar 2.2 Kerangka berfikir dalam Penelitian Tindakan Kelas ... 27
Gambar 3.1 PTK Model Kurt Lewin ... 32
Gambar 4.1 Grafik Kemampuan Kerjasama Pra Tindakan ... 47
Gambar 4.2 Grafik Kemampuan Kerjasama Anak Siklus I ... 54
Gambar 4.3 Grafik Rekapitulasi Rata-rata Persentase Kemampuan Kerjasama Anak Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II ... 62
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagian terpenting pada sebuah negara adalah Pendidikan, dalam undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa : pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan sudah dilakukan sejak anak usia dini dengan melalui jalur formal seperti TK atau RA, jalur nonformal seperti KB atau TPA dan jalur informal yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Islam juga menganjurkan pendidikan yang dilakukan mulai sejak dini. Pendidikan usia dini merupakan upaya pembinaan yang dilakukan kepada anak dari sejak lahir sampai usia 6 tahun dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga anak memliki kesiapan untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Tujuan pendidikan usia dini yaitu membentuk anak yang berkualitas, anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar.
Pada hakikatnya anak usia dini dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 adalah sekelompok manusia yang berusia 0 sampai dengan 6 tahun, ini merupakan masa golden age karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Oleh karena itu, anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan sesuai dengan usianya agar anak menjadi unggul dalam bidang agama maupun intelektualnya.
Menurut (Al-Hasan, 2017) umat islam sepatutnya memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dan pembinaan individu untuk mencapai predikat “umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya :
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Q.S. Ali Imran : 110)
Secara umum perkembangan anak usia dini mencakup berbagai aspek diantaranya perkembangan fisik, sosial, emosi dan kognitif. Di dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 146 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013 pendidikan anak usia dini pada pasal 5 dinyatakan bahwa aspek-aspek pengembangan dalam kurikulum PAUD mencakup nilai agama, nilai moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional dan seni.
Dalam mengembangkan beberapa aspek di atas, anak belajar melalui panca indranya, seperti indra penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, kekuatan motorik halus dan kasarnya serta kemampuan berfikir, bernalar, mengingat, dan memproses segala informasi yang diperolehnya dari lingkungan.
Kemampuan– kemampuan itu akan sangat berfungsi bagi anak ketika beradaptasi dengan lingkungan. Kerjasama adalah proses belajar untuk menjadi makhluk social yang saling membantu satu sama lain. Oleh karena itu, anak yang memiliki kemampuan kerjasama adalah anak yang bisa menyesuaikan dirinya dengan orang lain.
Melihat dari observasi awal di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon, kondisi kerjasama anak–anak di kelompok B2 masih kurang hal ini ditandai dengan anak-anak masih bersikap individualis, belum bisa saling berbagi baik dalam hal makanan ataupun mainan, masih memilih-milih teman, ingin selalu diperhatikan dan belum ada kesadaran diri dalam mengajak temannya bermain bersama. Selain itu, guru masih menggunakan metode ceramah untuk mengatasi masalah ini.
Menurut Zainudin ( 2 0 0 9 ) kerjasama merupakan kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai dan adanya norma yang mengatur. Untuk mempermudah anak memahami apa
yang kita sampaikan, maka kita dapat menggunakan beberapa cara atau model pembelajaran.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (Helmiati, 2012). Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, strategi, dan tekhnik pembelajaran.
Adapun model-model yang diguanakan di dalam pendidikan anak usia dini yaitu model contextual teaching and learning (CTL), e-learning, proyek, inkuiri dan masih banyak lagi. Untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak, dalam penilitian kali ini menggunakan model pembelajaran berbasis proyek.
Padia dalam (Tinenti 2018) menyatakan model pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanannya dapat mengajarkan siswa untuk menguasai keterampilan proses dan penerapannya dalam kehidupan sehari- hari sehingga membuat proses pembelajaran menjadi bermakna.
Bermacam nilai sosial, moral, dan agama dapat ditanamkan melalui kegiatan proyek. Nilai–nilai sosial yang dapat ditanamkan kepada anak usia dini yakni bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama dengan orang lain. Dalam hidup bersama orang lain harus ditanamkan sikap saling menghormati, saling menghargai, saling membutuhkan, menyadari tanggung jawab, saling tolong menolong dan bekerjasama.
Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan diatas, menarik untuk diteliti lebih dalam dengan diberi judul :
“UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (Penelitian Di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon) “.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka timbul permasalahan yaitu:
1. Anak kelompok B2 RA Nurul Huda masih individualis, belum bisa berkolaborasi dengan baik.
2. Anak kelompok B2 RA Nurul Huda belum bisa berbagi dalam hal makanan ataupun mainan.
3. Anak kelompok B2 RA Nurul Huda belum bisa bekerja sama.
4. Anak kelompok B2 RA Nurul Huda masih suka memilih – milih teman
5. Belum adanya kesadaran diri dalam anak untuk mengajak temannya bermain.
6. Kurangnya cara guru dalam mengatasi masalah kerjasama anak.
C. Pembatasan Masalah
Melihat identifikasi masalah yang ada maka dalam penelitian kali ini dibatasai pada :
1. Aspek yang diteliti adalah social emosional anak usia dini khususnya dalam bekerjasama.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek.
3. Subjek penelitiannya adalah anak Kelompok B2 di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada p e m batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak–anak di kelompok B2 RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon?”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak–anak di kelompok B2 RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.
F. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis bagi pembaca.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sosisal emosional anak usia dini khususnya dalam hal kerjasama. Serta dapat menambah ilmu pengetahuan tentang bagaimana upaya meningkatkan kemampuan kerjasama anak menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dan sebagai bahan bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian dengan permasalahan yang sama.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru PAUD
Sebagai penambah wawasan bagi guru tentang model pembelajaran yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kerjasama anak salah satunya dengan model pembelajaran berbasis proyek. Dan juga menjadi masukan bagi guru agar lebih memahami social emosi anak.
b. Bagi Sekolah
Dengan adanya penelitian diharapkan dapat menambah model pembelajaran baru yang dapat diimplementasikan oleh lembaga sebagai salah satu peningkatan kualitas mutu lembaga. Sehingga dapat mewujudkan lembaga pendidikan yang berhasil membentuk anak yang memiliki sikap kooperatif yang tinggi.
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini a. Pengertian Kerjasama
Siklus hidup manusia mengalami perkembangan sehingga dapat menjadi pribadi yang baik. Salah satu aspek perkembangan dalam kemampuan dasar di taman kanak-kanak ialah pengembangan sosial emosional. Sosial emosional memungkinkan anak untuk mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Dengan adanya aspek perkembangan sosial emosional diharapkan dapat membantu anak dalam berinteraksi baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Menurut Narwoko dan Suyanto dalam (Laksmi, 2018) menjelaskan kerjasama diartikan sebagai salah satu proses social yang menunjukkan adanya dua orang atau lebih yang bersepakat untuk bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama-sama. Kerjasama merupakan suatu aktivitas dalam kelompok kecil dimana terdapat kegiatan saling berbagi dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan sesuatu (Nur Asma, 2006). Menurut makna tersebut maka dapat diartikan bahwa aktivitas kerjasama akan terjadi apabila ada dua orang atau lebih dalam suatu aktivitas dan melakukan kegiatan secara bersama-sama untuk menyelesaikan sesuatu. Jika aktivitas tersebut dilakukan hanya satu orang maka tidak termasuk dalam konsep kerjasama, begitu pula sebaliknya. Persamaan tujuan dalam kegiatan juga menentukan layak tidaknya aktivitas tersebut dikatakan kerjasama.
Kerjasama dapat juga diartikan sebagai upaya umum manusia yang secara simultan mempengaruhi berbagai macam keluaran instruksional (David W Johnson, 2010). Keluaran tersebut antara lain tingkat penalaran, retensi, motivasi, daya tarik interpersonal, persahabatan, prasangka, menghargai perbedaan, dukungan sosial, rasa harga diri, serta kompetensi social. Pernyataan-pernyataan itu menjelaskan suatu pengertian bahwa kerjasama merupakan berbagai usaha yang dilakukan manusia yang menghasilkan berbagai perilaku yang terkait dengan interaksi sosial.
Keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial, adanya tanggung jawab masing-masing serta adanya saling ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama merupakan unsur-unsur yang ada di dalam kerjasama (Nur Asma, 2006). Kerjasama cenderung mengarah kepada esensi bahwa di dalam diri masing-masing orang yang bekerjasama haruslah ada perasaan satu dan saling bergantung dengan yang lainnya.
Kerjasama juga dapat terbangun apabila ada komunikasi di dalamnya (Nur Asma,2006).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kerjasama adalah proses interaksi dua individua atau lebih yang melakukan suatu kegiatan bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain untuk mencapai satu tujuan. Selama proses tersebut diperlukan kemampuan diri untuk menjaga sikap dan saling bersinergi.
Kerjasama anak usia dini merupakan kemampuan anak untuk dapat saling berbagi dan berkolaborasi, membina hubungan baik dengan teman sebaya dan orang-orang dewasa.
b. Perkembangan Kerjasama Anak Usia Dini.
Anak usia ini mulai melepaskan diri dari keluarga serta mulai dekat dan berinteraksi dengan orang-orang di luar anggota keluarganya. Anak biasanya juga mulai terlibat dan berusaha menjadi anggota kelompok. Pada mulanya anak belum mengerti perilaku seperti apa yang dapat membuat ia diterima di dalam kelompok sehingga terkadang terlihat perilaku meniru anak-anak yang tergolong populer dan berkuasa dalam kelompoknya.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa anak usia dini tengah mengalami perkembangan sosial yang terlihat pada hubungan dengan teman sebaya. Hubungan sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosial emosional yang normal, belajar berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik yang berupa memformulasikan dan menyatakan pendapat, menghargai sudut pandang sebaya, menegosiasikan solusi secara kooperatif serta mengubah standar perilaku yang diterima oleh semua (Santrock, 2017).
Berdasarkan penjelasan di atas maka hubungan sebaya dapat dikatakan merupakan salah satu komponen penting dalam aspek perkembangan sosial anak. Hubungan dengan teman sebaya juga merupakan salah satu ciri sosialisasi periode prasekolah (Ali Nugraha, 2004). Hurlock menyatakan kerjasama merupakan salah satu pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa kanak-kanak (Ali Nugraha, 2004). Anak usia prasekolah sudah mulai memperlihatkan perilaku-perilaku
sosial yang mengarah pada aktivitas bekerjasama. Hal tersebut dapat terlihat dari cara anak berkomunikasi serta berkembangnya tahapan bermain ke arah bermain kooperatif. Anak-anak usia prasekolah tampak mulai berkomunikasi satu sama lain, memilih teman untuk bermain serta mengurangi tingkah laku bermusuhan (Ali Nugraha, 2004).
Kemampuan kerjasama juga merupakan salah satu poin penting dalam aspek yang merupakan unsur-unsur dalam kecerdasan emosi. Syamsu Yusuf menyatakan salah satu unsur tersebut yaitu aspek membina hubungan, diantaranya bersikap senang berbagi rasa dan bekerjasama, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain serta bersikap demokratis dalam bergaul (Ali Nugraha, 2004). Poin-poin tersebut menggambarkan pentingnya kerjasama dalam aspek perkembangan sosial emosional anak.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini tengah mengalami perkembangan sosial dimana anak mengalami perkembangan dalam hubungan antar teman sebaya. Anak pada usia ini mulai memisahkan diri dari orang terdekatnya dan mulai tertarik untuk berinteraksi dengan teman sebaya atau teman sepermainan, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi optimal atau tidaknya perkembangan sosial khususnya dalam hubungan sebaya ini, sehingga sering terjadi perkembangan sosial yang tidak optimal, khususnya dalam kemampuan kerjasama.
c. Unsur-unsur Kerjasama Anak Usia Dini.
Secara khusus di dalam kerjasama terdapat unsur- unsur yang merupakan komponen esensial di dalam kemampuan tersebut. Menurut David W Johnson dalam (Anita, 2007) unsur- unsur tersebut antara lain:
1) Saling ketergantungan yang positif
Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan untuk saling membantu dalam aktivitas tersebut, dengan kata lain di dalam kerjasama terdapat perasaan saling terhubung satu sama lain.
2) Tanggung jawab perseorangan
Tanggung jawab perseorangan dibutuhkan agar masing- masing merasa bahwa aktivitas tersebut adalah tanggung jawab mereka dan harus diselesaikan.
3) Interaksi
Interaksi atau hubungan penting dalam sebuah kerjasama agar masing-msing dapat memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan. Selain itu akan lebih baik jika dalam
interaksi kerjasama yang terjadi adalah tatap muka secara langsung.
4) Komunikasi
Komunikasi jelas merupakan komponen penting dalam kerjasama, karena melalui komunikasi masing-masing dapat memahami satu sama lain sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Komunikasi ini juga merupakan salah satu komponen dalam skil-skil interpersonal yang penting dalam kerjasama. Selain itu komunikasi tidak akan terlepas dari skil-skil interpersonal lain antara lain kepemimpinan, pengambilan keputusan, kepercayaan, serta manajemen konflik.
5) Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan dalam kerjasama maka diperlukan suatu aktivitas yang disebut evaluasi. Evaluasi ini merupakan bagian dari komponen pemrosesan kelompok (group processing).
d. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini.
Secara garis besar terdapat tiga faktor yang menpengaruhi proses perkembangan sosial yang optimal bagi seorang anak yaitu kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi lingkungan (Suryana, 2016). Apabila kesehatan fisik terganggu anak akan mengalami emosi yang tinggi. Begitu juga dengan psikologisnya, apabila kondisi psikologi anak tidak stabil maka emosi anak akan mengalami kecemasan yang berlebihan dan akan sulit untuk bekerjasama. Dari lingkungan apa yang anak dapat akan mengganggu perlikau social anak. Berikut ini merupakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah : (Novan Ardy Wiyani, 2014)
1) Faktor Hereditas
Faktor hereditas merupakan factor bawaan yang diturunkan dari orangtua biologis atau orangtua kandung kepada anaknya. Dalam perspektif hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
a) Bakat : setiap anak yang dilahirkan memiliki bakat tertentu. Berbagai macam baka bisa dimiliki oleh anak seperti bakat musik, seni, melukis termasuk kerjasama.
Bakat yang dimiliki oleh anak tersebut biasanya diwariskan dari orangtuanya.
b) Sifat-sifat Keturunan : sifat-sifat yang diwariskan oleh orangtua atau nenek moyang pada seorang anak bias berupa fisik maupun psikis. Seperti salah satu bentuk
anggota tubuh dan sifat pemalas, pandai, mudah bergaul dan sebagainya.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki kekuatan yang sangat besar terhadap perkembangan social anak. Lingkungan memberikan pengalaman psikologis dari sebelum ada sampai dilahirkan ke dunia. Faktor lingkungan ini meliputi :
a) Keluarga
Keluarga menjadi lingkungan pertama dan paling utama dalam perkembangan social anak. Orang tua adalah pendidik bagi anak. Pola asuh orangtua, sikap serta situasi dan kondisi yang melingkupi orang tua dapat berpengaruh terhadap perkembangan social anak.
b) Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak.
Disekolah ia dapat berhubungan dengan teman sebaya dan guru. Teman sebaya akan memberikan pengaruh dalam perkembangan social anak ketika mereka bermain.
Stimulus yang diberikan guru juga memiliki pengaruh yang besar untuk mengoptimalkan perkembangan social anak. Guru menjadi contoh perilaku bagi anak dimana anak usia dini adalah peniru yang unggul. Oleh karena itu, guru harus mampu menjadi contoh teladan yang baik bagi anak.
c) Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan individua tau kelompok yang di ikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Terdapat lima unsur yang ada dalam maysarakat ; Hidup Bersama dua orang atau lebih, Hidup bercampur dan bergaul cukup lama, Hidup dalam kesatuan yang utuh, Kehidupan bersama menimbulkan sebuah kebudayaan tersendiri sehingga merasa adanya keterikatan diantara mereka, Adanya aturan yang jelas dan disepakati bersama.
3) Faktor Umum
Faktor umum merupakan campuran antara factor hereditas dan factor lingkungan. Faktor umum yang dapat memengaruhi perkembangan anak usia dini antara lain : a) Jenis Kelamin
Dalam menghadapi suatu masalah dalam pergaulan anak laki-laki cenderung akan menyelesaikan berdasarkan logika sedangkan anak perempuan cenderung dengan perasaan atau emosi.
b) Kelenjar Gondok
Hasil penelitian bidang menunjukkan betapa pentingnya peranan yang dimainkan oleh kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik-motorik dan psikis, termasuk didalamnya perkembangan social dan anak usia dini.
Kelenjar gondok tersebut memengaruhi perkembangannya, baik pada waktu sebelum lahir maupun pada pertumbuhan dan perkembangan sesudahnya.
c) Kesehatan
Kesehatan merupakan factor umum yang memengaruhi perkembangan anak usia dini. Anak-anak yang memiliki kesehatan yang baik akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula termasuk didalamnya perkembangan socialnya.
Berdasarkan penjelasan dari kedua teori di atas maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa dalam meningkatkan perkembangan kerjasama anak usia dini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kerjasama anak usia dini berbeda antara anak satu dengan anak lainnya. Namun semua faktor sama-sama dapat mempengaruhi perkembangan kerjasama anak.
e. Manfaat kerjasama untuk anak usia dini
Sebuah kutipan sederhana dari Henry Ford yang berbunyi berkumpul bersama adalah sebuah permulaan, tetap bersama adalah kemajuan, bekerja bersama adalah kesuksesan (David W Johnson dkk, 2010). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan kerjasama mengandung manfaat yang cukup besar dalam kehidupan individu. Secara umum kemampuan kerjasama memiliki manfaat yakni aktivitas menjadi lebih cepat terselesaikan dan cenderung memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kemampuan kerjasama ini juga dinilai sangat penting apabila dimanfaatkan pada ranah pendidikan anak usia dini.
Menurut Nur Asma (2006), bagi anak usia dini kemampuan kerja sama ini dapat:
1) Menumbuhkan rasa kebersamaan
Anak akan terlibat dalam kegiatan atau aktivitas berkelompok sehingga secara otomatis anak akan berinteraksi dengan temannya pada saat ada dalam aktivitas kerjasama. Hal tersebut apabila dilaksanakan secara kontinyu maka bukan tidak mungkin rasa kebersamaan anak akan semakin kuat.
2) melatih anak untuk terbiasa berkomunikasi di dalam kelompok.
Anak yang berada pada situasi bekerjasama dalam kelompok mau tidak mau anak akan dipaksa untuk memunculkan berbagai interaksi sosial. Interaksi tersebut dapat terwujud secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal anak berinteraksi melalui aktivitas fisik atau bahasa tubuh sedangkan interaksi verbal berupa saling berdialog atau bercakap-cakap. Kegiatan berdialog tersebut akan membuat anak terbiasa berkomunikasi dengan orang lain.
3) Menumbuhkan keaktifan anak
Aktivitas-aktivitas anak dalam kelompok dilakukan dengan teman sebayanya. Hal tersebut memungkinkan anak untuk lebih leluasa beraktivitas serta mengungkapkan ide dan pendapat. Keleluasaan tersebut secaraotomatisakan memunculkan kenyamanan dalam diri anak sehingga saat anak merasa nyaman dalam lingkungan kelompok tersebut, keaktifan anak juga tumbuh semakin besar.
4) Memunculkan semangat dalam diri anak.
Saat anak bekerjasama dalam kelompok dan dia merasa dirinya diterima dalam kelompoknya tersebut maka semangat dalam diri anak juga akan semakin meningkat. Anak menjadi semakin termotivasi untuk melakukan berbagai hal yang dapat membuat kelompoknya menjadi semakin baik dan dirinya semakin diterima dalam kelompok tersebut.
5) Memacu anak untuk lebih berani mengungkapkan pendapatnya.
Sebelumnya menyatakan bahwa perasaan anak akan menjadi nyaman dan leluasa saat dirinya berada dalam kelompok sebaya sehingga semakin anak merasa nyaman maka anak semakin berani dalam berpendapat dan menggali idenya.
Kerjasama juga dapat meningkatkan kecakapan individu anak dalam memecahkan masalah, dapat menghilangkan perasaan- perasaan negatif dengan teman sebaya anak, serta tidak membuat anak terlampau kompetitif atau dengan kata lain bersikap individual dan mementingkan diri sendiri (Nur Asma 2006). Kerjasama atau interpedensi positif juga akan menghasilkan interaksi promotif atau bersifat meningkatkan ketika masing-masing anak saling mendukung dan memfasilitasi usaha dari teman-teman sebayanya satu sama lain (David W Johnson dkk, 2010).
Piaget juga menyatakan bahwa anak-anak yang bekerjasama akan memunculkan konflik-konflik sosio kognitif yang menciptakan ketidakseimbangan kognitif yang pada gilirannya akan memicu kemampuan pengambilan persepsi dan perkembangan kognitif mereka (David W Johnson, 2010).
Selama melakukan kerjasama tersebut anak-anak secara tidak langsung akan terlibat dalam diskusi dimana konflik- konflik kognitif akan dapat diselesaikan sehingga memungkinkan kemampuan kognitif anak akan berkembang lebih baik saat dalam situasi kerjasama.
2. Anak Usia Dini
a. Pengertian Anak Usia Dini
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa anak usia dini diartikan sebagai abak yang baerusia lahir (0 tahun) sampai dengan 6 tahun. Kesepakatan UNESCO anak usia dini adalah kelompok anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun. Menurut Novan Ardy Wiyani M.Pd.I (2016) anak usia dini adalah anak yang berusia 0 hingga 6 tahun yang melewati masa bayi, masa batita dan masa prasekolah.
Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan anak selanjutnya (Mulyasa, 2017). Anak usia dini sering disebut anak prasekolah, masa ini merupakan saat yang paling tepat untuk meletakan dasar pertama dan utama dalam mengembangkan berbagai potensi dan kempuan, salah satunya ialah mengembangkan aspek sosial emosional.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah individu yang berusia 0-6 tahun dimana anak tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat oleh karena itu perlu adanya stimulus atau rangsangan yang baik agar pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang secara optimal.
b. Karakteristik Anak Usia Dini
Menurut Agus F. Tangyong dkk (2009) asumsi dasar mengenai anak usia 4-6 tahun adalah sebagai berikut :
1) Setiap anak adalah unik
Setiap anak akan mengembangkan pola reaksi yang berbeda terhadap rangsangan yang didapat, mereka berkembang dengan tempo dan kecepatan masing- masing.
2) Anak berkembang melalui beberapa tahapan
Manusia adalah suatu keutuhan dimana perkembangan aspek fisik, kognitif, afektif maupun intuitif saling
berkaitan. Perkembangan setiap anak selalu melalui beberapa tahapan dimana setiap peningkatan usia kronologis akan menampilkan ciri-ciri perkembangan yang khas.
3) Setiap anak adalah pembelajar aktif
Belajar bagi anak adalah segala sesuatu yang dikerjakannya ketika bermain. Bermain adalah wahana belajar dan bekerja secara alamiah bagi anak. Anak usia dini senang memperhetikan, mencium, membuat suara meraba dan mengecap. Anak lebih mudah belajar apabila pengalaman belajar sejalan dengan kematangan mental atau sesuai dengan tahap perkembangannya.
Menurut Madyawati, (2016) karakteristik anak usia dini, sebagai berikut:
1) Bersifat egosentris
Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit.
2) Bersifat unik
Masing-masing anak berbeda satu sama lain. Anak memiliki bawaan, minat dan latar belakang kehidupan masing-masing. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, pola perkembangan dan belajar anak akan tetap memilki perbedaan satu sama lain.
3) Mengekspresikan perilakunya secara spontan
Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli atau tidak ditutup-tutupi. Ia akan marah kalau memang mau marah, dan ia akan menangis kalau memamang mau menangis, ia kan memperlihatkan wajah yang ceria disaat gembira.
4) Bersifat aktif dan energik
Anak suka melakukan berbagai aktivitas, gerak dan aktivitas bagi anak merupakan suatu kesenangan. Selain itu, apa yang dilakukan oleh anak merupakan kebutuhan belajar dan juga perkembangan.
5) Bersifat eksploratif dan berjiwa petualang
Terdorong rasa ingin tahu yang kuat, anak suka menjelajah, mencoba, dan mempelajari hal yang baru.
6) Kurang melakukan pertimbangan dalam melakukan sesuatu Anak belum memilki pertimbangan yang matang termasuk hal yang membahayakan. Oleh karena itu, perlunya lingkungan perkembangan dan belajar yang
aman bagi anak sehingga anak dapat terhindar dari hal yang membahayakan.
Menurut Novan Ardy Wiyani (2016) karakteristik anak usia dini yang tengah tumbuh dan berkembang adalah sebagai berikut:
1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ini ditunjukkan dengan berbagai pertanyaan-pertanyaaan kritis yang cukup menyulitkan orang tua maupun gurun untuk menjawab.
2) Menjadi pribadi yang unik. Hal ini ditunjukkan dengan kegemarannya dalam melakukan sesuatu yang berulang- ulang tanpa arasa bosan.
3) Memiliki sikap egosentris. Ini ditunjukkan dengan sikpanya yang cenderung posesif terhadap benda-benda yang dimilikinya.
4) Memiliki daya konsentrasi yang rendah. Anak mudah gelisah ketika duduk dan mudah beralih perhatian ketika mendapatkan objek baru.
5) Menghabiskan sebagian aktifitasnya untuk bermain.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda- beda, oleh karena itu setiap anak tidak boleh di bandingkan satu dengan yang lainnya, karen setiap anak itu unik. Dengan diberikan stimulus atau rangsangan yang baik dari pendidik maupun orang tua akan mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak.
c. Standar tingkat pencapaian perkembangan social anak usia 4 - 6 tahun
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini standar capaian anak usia dini pada usia 4 – 6 tahun dalam aspek perkembangan sosial emosional, dapat dijabarkan dalam tabel berikut :
Capaian perkembangan Usia 4 – 5 Tahun
Usia 5 – 6 Tahun
Rasa Tanggung Jawab untuk Diri Sendiri dan Orang Lain
Menjaga diri sendiri dari lingkungannya
Menghargai
Tahu akan hak nya
keunggulan orang lain
Mau berbagi, menolong, dan
membantu teman
Mentaati aturan kelas (kegiatan, aturan)
Mengatur diri sendiri
Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri Perilaku Prososial Menunjukan
antusiasme dalam melakukan
permainan kompetitif secara positif
Menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan
Menghargai orang lain
Menunjukkan rasa empati
Bermain dengan teman sebaya
Mengetahui perasaan temannya dan merespon secara wajar
Berbagi dengan
orang lain
Menghargai hak/pendapat/kary a orang lain
Menggunakan cara yang diterima secara sosial dalam
menyelesaikan masalah (menggunakan fikiran untuk menyelesaikan masalah)
Bersikap
kooperatif dengan teman
Menunjukkan sikap toleran
Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai
dengan nilai sosial budaya setempat
*Sumber PERMENDIKBUD Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Model pembelajaran berbasis proyek dalam Pendidikan anak usia dini merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pengadaan proyek atau kegiatan penelitian kecil didalamnya (Muhammad Fathurrohman, 2017). Menurut CORD, pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan- kegiatan yang kompleks. Padia dalam (Tinenti, 2018) menyatakan model pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanannya dapat mengajarkan siswa untuk menguasai keterampilan proses dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat proses pembelajaran menjadi bermakna.
Berdasakan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran berbasis proyek ialah pembelajaran kongkrit yang dilaksanakan dengan di bagi kedalam kelompok kecil untuk melakukan analisis terhadap sesuatu yang sudah ditentunkan bersama, sehingga pembelajaran lebih menarik untuk anak.
b. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek
Prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut : (Muhammad Fathurrohman, 2017) 1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang
melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.
2) Tugas proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau karya).
4) Kurikulum
Pembelajaran ini tidak seperti kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
5) Responsibility
Pembelajaran berbasis proyek menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya.
6) Realisme
Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap professional.
7) Active learning
Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
8) Umpan balik
Diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
9) Keterampilan umum
Pembelajaran berbasis proyek dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti seperti pemecah masalah, kerja kelompok dan self management.
10) Driving question
Pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
11) Constructive investigation
Pembelajaran sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
12) Autonomy
Proyek menjadikan aktivitas peserta didik yang penting, Blumenfeld mendeskripsikan model pembelajaran berbasis proyek berpusat pada proses relative berjangka waktu, unit pembelajaran bermakna.
c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Setiap metode pembelajaran terdapat kelebihan dan kelemahan tersendiri. Hal tersebut juga terdapat dalam model pembelajaran berbasis proyek. Berikut ini merupakan kelebihan model pembelajaran berbasis proyek menurut Moursund beberapa antara lain (Wena, 2016) :
1) Meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
5) Mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola sumber.
7) Memberikan pengalaman pembelajaran dan praktek kepada siswa dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
9) Melibatkan para siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
10) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan pada model pembelajaran berbasis proyek juga memiliki kelemahan sebagaimana juga dengan metode-metode mengajar lainnya. Beberapa kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek adalah : 1) Banyaknya peralatan yang harus disediakan
2) Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan
3) Ada kemungkinan siswa kurang aktif dalam kerja kelompok. Ketika topik yang diberikan kepada masing- masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
d. Manfaat Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecah masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaannya dapat memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkontruksi tugas yang diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karyanya sendiri.
Berikut ini manfaat pembelajaran berbasis proyek dalam perkembangan anak usia dini (Muhammad Fathurrohman, 2017) yaitu:
1) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran
2) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah
3) Membantu peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa
4) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas
5) Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok
6) Peserta didik membuat keputusan dan membuat kerangka kerja
7) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumya
8) Peserta didik merancang proses mencapai hasil
9) Peserta didik bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan
10) Peserta didik melakukan evaluasi secara kontinu
11) Peserta didik secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan
12) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya 13) Kelas memiliki atmosfer yang member toleransi
kesalahan dan perubahan.
e. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
Berikut ini langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis proyek menurut (Muhammad Fathurrohman, 2017) yaitu :
Gambar 2.1
Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek
1) Penentuan proyek 1. Menentukan
Proyek
2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek
3. Penyusunan jadwal
pelaksanaan proyek
4. Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring guru 5. Penyusunan
laporan dan presentasi hasil
proyek 6. Evaluasi
proses dan hasil proyek
2) Perancangan langkah langkah penyelesaian proyek 3) Penyususunan jadwal pelaksanaan proyek
4) Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring guru 5) Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek 6) Evaluasi proses dan hasil proyek
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang akan melaksanakan model pembelajaran berbasis proyek harus mengetahui langkah-langkah sebelum melakukannya, hal tersebut agar pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek dapat berlangsung dengan lancar dan baik.
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan tentang meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia dini penulis mengambil penelitian oleh :
1. Penelitian pertama Niken Farida (2016) Pengaruh Penggunaan Metode Proyek Terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia 5-6 tahun Di TK Salsa Percut Sei Tuan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan penggunaan metode proyek di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dari kelas kontrol. Skor tertinggi kelas eksperimen 13, kelas kontrol 10. Rata-rata kelas eksperimen 11,12, untuk kelas kontrol 7,87. Jumlah anak di kelas eksperimen yang mendapat nilai di atas rata-rata lebih banyak (39,39%) dibandingkan di kelas kontrol (30,30%). Sebaliknya jumlah anak di kelas kontrol yang mendapat nilai di bawah rata-rata (39,39%) lebih banyak dibandingkan di kelas eksperimen (30,30%). Hasil uji hipotesis diketahui t-hitung = 11,20 lebih besar dari t-tabel = 1,671. Hal ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode proyek terhadap perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun di TK Salsa Kec. Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2015/2016.
Relevansi dari penelitian Niken Farida dengan penelitian saya adalah metode yang digunakan yaitu metode proyek, sedangkan yang membedakan dengan penelitian saya adalah peningkatan kemampuan kerjasama sedangkan pada penelitian Niken Farida membahas tentang peningkatan kemampuan perkembangan sosial.
2. Penelitian kedua Moh Fauziddin (Fauziddin, 2016) Peningkatan Kemampuan Kerja Sama melalui Kegiatan Kerja Kelompok Pada Anak Kelompok A TK Kartika Salo Kabupaten Kampar. Hasil penelitian ini diperoleh hasil Kemampuan bekerja sama anak pada Siklus II dengan adanya perbaikan dari Siklus I telah terbukti mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase kemampuan kerjasama anak secara keseluruhan. Yakni pada Siklus I, persentase kemampuan kerja sama anak adalah 65%. Pada Siklus II meningkat menjadi 93%. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran kerja kelompok pada dasarnya sudah dapat digunakan di TK akan tetapi harus disesuaikan dengan karakterisktik anak. Pembelajaran dengan kerja kelompok dapat melatih kerja sama anak yang meliputi berbagai unsur seperti kemampuan berinteraksi dengan teman kelompok,saling membantu dengan teman kelompok dan tanggung jawab dengan tugas kelompoknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gordon (Moeslichatoen, 2004: 138),bahwa kerja kelompok merupakan kegiatan belajar yang memungkinkan anak belajar untuk dapat mengatur diri sendiri agar dapat membina persahabatan, berperan serta dalam kegiatan kelompok, memecahkan masalah yang dihadapi kelompok, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan Bersama.
Relevansi dari penelitian Moh Fauziddin dengan penelitian saya adalah membahas tantang kemampuan kerjasama anak, sedangkan yang membedakan dengan penelitian saya adalah metode yang digunakan dimana dalam penelitian ini saya menggunakan model pembelajaran berbasis proyek sedangkan penelitian oleh Moh Fauziddin menggunakan metode kerja kelompok.
3. Penelitian ketiga Sopiah dan Evy Fitria (Fitria, 2019) Upaya Meningkatkan Kemampuan Sosial Emosional Melalui Metode Proyek Usia 5-6 Tahun Di Tk.Nurussyakirin Sindang Jaya Kabupaten Tangerang. Hasil penelitian ini terlihat adanya peningkatan kemampuan sosial emosional anak pada pembahasan siklus 1, siklus II dan siklus III, anak didik yang berkembang sangat baik/BSB pada siklus I 8% sedangkan pada siklus II meningkat sebesar 50% dan pada siklus III meningkat sebesar 100 %. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa metode proyek dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak pada
kelompok B di TK.Nurussyakirin Sindang Jaya Kabupaten Tangerang.
Relevansi dari penelitian Sopiah dan Evy Fitria dengan penelitian saya adalah metode yang digunakan yaitu metode proyek, sedangkan yang membedakan dengan penelitian saya adalah focus pembahasannya yaitu kemampuan kerjasama anak sedangkan penelitian oleh Sopiah dan Evy Fitria pembahasannya lebih menekankan kepada kemampuan social emosional anak.
Dari penelitian satu sampai tiga memiliki perbedaan dengan penelitian kali ini. Perbedaan tersebut ialah peneliti pertama dan kedua menggunakan metode bermain balok dan kerja kelompok sedangkan penilitan kali ini menggunakan model pembelajaran berbasis proyek. Sedangkan dengan penelitian yang ketiga menggunakan interaksi dengan teman sebaya untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional anak usia dini sedangkan penelitian ini focus membahas tentang kemampuan kerjasama anak. Sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan untuk melanjutkan dan membuktikan keberhasilan dari hasil penelitian-penelitian di atas. Peneliti mengambil judul yaitu mengenai Upaya Meningkatkan Perkembangan Kerjasama Anak Kelompok B2 Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek di RA Nurul Huda Desa Pilangsari Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.
C. Kerangka Berpikir
Aspek sosial emosional merupakan salah satu dari aspek perkembangan yang harus dimiliki oleh anak usia dini. Di dalam aspek sosial emosional terdapat indicator yang sangat penting yaitu kemampuan bekerjasama. Sehingga untuk meningkatkan aspek perkembangan tersebut dibutuhkan suatu cara yang inovatif, tepat dan dapat dengan mudah dipahami oleh anak. Dengan menggunakan suatu model pembelajaran diharapkan dapat berpengaruh dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan perkembangan aspek sosial anak.
Pada kondisi awal anak-anak RA Nurul Huda mengalami kesulitan dalam hal berinteraksi bersama teman-temannya, interaksi yang dimaksud dalam hal ini ialah: berkomunikasi, bekerjasama, dan bermain bersama. Terbukti pada observasi terdapat beberapa anak yang belum bisa bekerjasama dengan temannya. Sehingga dapat di artikan bahwa kemampuan kerjasama
antar anak masih rendah. Hal ini terjadi dikarenakan proses pembelajaran sering tidak melibatkan anak-anak dalam belajar secara kelompok maupun bermain secara berkelompok.
Melihat dari kenyataan di atas maka diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan proses interaksi antar anak. Diantara berbagai model dalam pembelajaran, model pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu metode yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berinteraksi antar anak. Melalui model pembelajaran berbasis proyek diharapkan dapat membuat anak menjadi akrab dan mau bermain bersama teman-temannya sehingga dengan model pembelajaran berbasis proyek diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
Dalam menerapkan model pembelajaran berbasis proyek terdapat dua siklus untuk mengamati perkembangan anak. Pada setiap siklus dilakukan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Secara sistematis, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka berfikir dalam Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut : “Dengan menggunakan model pembelajaran Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Model pembelajaran kelompok belum maksimal
Guru masih dominan menggunakan model klasikal
Dalam
pembelajaran guru menggunakan model
pembelajaran berbasis proyek
Melalui model pembelajaran berbasis proyek di duga dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak
Kemampuan kerjasama anak rendah
Siklus I
Guru menentukan proyek sesuai tema
Anak dibagi menjadi kelompok kecil
Siklus II
Anak
berkolaborasi dengan kelompok
Guru memberikan reward
berbasis proyek dapat meningkatkan kerjasama anak pada kelompok B2 RA Nurul Huda Pilangsari”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (classroom action reasearch). Penelitian tindakan kelas (PTK) diartikan sebagai kajian sistemik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan- tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut (Risnawati, 2011). Menurut Suryana (2010), mengemukakan bahwa PTK diartikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Menurut Ikbal Barlian dan Dewi Koryati ( 2012) menyebutkan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan pendidik secara terus- menerus mengujicobakan salah satu jenis metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, Teknik pembelajaran, model-model pembelajaran yang didapatnya dari buku-buku pembelajaran sampai akhirnya didapatkannya rangkaian kegiatan tindakan penerapan yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran secara optimal dan/atau dapat meminimalkan pelanggaran disiplin atau ketidak tahuan siswa atas materi yang disampaikan pendidik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ialah kegiatan penelitian yang dilakukan oleh pendidik di dalam kelas yang diasuhnya dengan mengujicobakan salah satu model pembelajaran, Teknik pembelajaran, metode pembelajaran atau yang lainnya dengan tujuan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak secara optimal.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RA Nurul Huda. Tepatnya berada di desa Pilangsari, RT 03, RW 01, Kedawung, Cirebon, Jawa Barat. Penetapan lokasi penelitian ini dikarenakan adanya hasil perkembangan aspek sosial yang cenderung lambat dan kurang dikarenakan metode yang digunakan guru kurang menarik, anak cenderung bosan dengan pembelajaran yang disampaikan guru. Di samping itu guru belum pernah menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran pada kelompok B di RA Nurul Huda Pilangsari.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari 2020 sampai dengan Mei 2020. Alasan peneliti melaksanakan penelitian pada bulan Januari 2020 sampai April 2020 karena merupakan hari efektif belajar.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian No. Jenis
Kegiatan Bulan
Januari Februari Maret April Mei
Minggu ke-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengajuan
judul √
2. Pengajuan
proposal √
5. Mengatur jadwal penelitian
√
6. Siklus 1 a.Perencanaan b.Pelaksanaan c.Pengamatan d.Refleksi
√
7. Siklus II √
a.Perencanaan b.Pelaksanaan c.Pengamatan d.Refleksi
8. Pengolahan
data √
9. Penyelesain
Skripsi √
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah anak- anak kelompok B2 RA Nurul Huda Pilangsari tahun pelajaran 2019/2020. Jumlah anak-anak kelompok B2 RA Nurul Huda Pilangsari tahun pelajaran 2019/2020 adalah 15 anak, dengan perincian 10 perempuan dan 5 laki-laki.
Tabel 3.2
Daftar Anak Kelompok B2
RA Nurul Huda Pilangsari Kedawung Cirebon
No Nama Kode
Siswa
Jenis Kelamin
1 ANN A L
2 AR B L
3 ANR C P
4 CH D L
5 DSS E P
6 FZN F P
7 HA G L
8 KPA H P
9 MAF I L
10 NF J P
11 RS K P
12 SD L P
13 SBU M P
14 SAO N P
15 KH O P C. Prosedur Tindakan
Menurut Risnawati (2011) mekanisme kerja pada penelitian ini diwujudkan dalam bentuk siklus yang mencakup empat tahapan dalam setiap siklusnya. Empat tahapan tersebut ialah perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).
Berikut ini Skema Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Risnawati (2011) menggunakan model Kurt Lewin yang tertera pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.1 PTK Model Kurt Lewin
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dengan dua siklus, dan setiap siklus mencakup empat tahapan yaitu :
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap menyusun rancangan ini, peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapat perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Tahap ini guru merancang tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian kelas, di antaranya: Mengidentifikasi masalah yang ada di dalam kelas yang akan menjadikan topik yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan merupakan topik dalam penelitian ini. Menyusun rencana kegiatan harian yang akan digunakan dalam penelitian. Menyusun media pembelajaran
Perencanaan
Refleksi Aksi
Observasi
untuk mendukung kegiatan belajar sesuai rencana kegiatan harian yang telah disusun. Menyusun dan mempersiapkan pedoman serta lembar observasi yang akan digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap kedua dari penelitian adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rencana, yaitu melakukan tindakan di kelas. Jadi pada tahap kedua ini merupakan pelaksanaan dari apa yang sudah direncanakan dalam rencana kegiatan harian. Perlu diperhatikan pada tahap kedua ini, guru yang sekaligus peneliti dengan dibantu rekan sejawat hendaknya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Pada tahap tindakan, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan sebelumnya dalam rencana kegiatan harian.
Pelaksanaan kegiatan bersifat refleksi dan terbuka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan, akan tetapi konsep pembelanjaran yang digunakan adalah konsep yang sama.
3. Tahap Pengamatan Tindakan
Tahap ketiga yaitu kegiatan observasi yang dilakukan oleh guru kelas yang sekaligus sebagai peneliti dengan dibantu teman sejawat. Pengamatan ini dilakukan saat pelaksanaan kegiatan tindakan berlangsung. Pengamatan tidak bisa dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan, jika antara tindakan dan pengamatan berlangsung dalam waktu yang sama.
Observasi atau pengamatan merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti yang sekaligus sebagai guru kelas dengan dibantu guru sentra.
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah disusun sebelumnya. Dalam tahapan ini, dilakukan pengamatan terhadap semua proses tindakan, hasil tindakan, situasi pelaksanaan tindakan, penelitian yang sekaligus sebagai guru kelas, menyusun catatan kegiatan yang berisi semua kejadian yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan ini dapat dibantu dengan adanya dokumentasi saat pembelajaran berlangsung.
4. Tahap Refleksi Tindakan
Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi dilakukan setelah pelaksanaan tindakan, menganalisis faktor yang menghambat tercapainya indikator keberhasilan atau hal
yang perlu ditingkatkan pada situasi berikutnya. Tahap refleksi memperoleh suatu kesimpulan yang digunakan untuk memperbaiki siklus berikutnya sehingga, penelitian semakin dekat dengan keberhasilan. Tahap ini peneliti menganalisis hasil tindakan yaitu ketercapaian dan kekurangan selama proses pembelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mencari dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan beberapa cara. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Observasi
Menurut Suryana (2010) menyatakan bahwa, observasi adalah upaya mengamati dan mendokumentasikan hal-hal yang terjadi selama tindakan berlangsung. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang peserta didik dalam proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan di dalam kelas saat guru kelas mulai mengajar dengan menggunakan metode yang diberikan oleh peneliti.
Dalam metode ini juga dibantu dengan checklist dan catatan anekdot, untuk mengamati perkembangan soial anak setelah mendapatkan tindakan (Puspitaningtyas, 2016). Menurut Zainal Aqib, (2017) catatan anekdot adalah cerita singkat yang menarik dan mengesankan berdasarkan kejadian nyata.
Catatan anekdot dapat menceritakan secara kronologis suatu kejadian khusus yang dialami anak.
Dari pengamatan ini guru dapat menyimpulkan perbedaan antara pembelajaran yang masih menggunakan metode klasikal. Yang dimaksud klasikal disini ialah di RA Nurul Huda Pilangsari pembelajaran masih melibatkan anak secara indivudal. Anak-anak jarang melakukan kegiatan yag sifatnya berkelompok. Setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis proyek, anak-anak terlihat lebih aktif dan mau bekerjasama dengan teman-temannya.
2. Wawancara
Menurut Agung Widhi Kurniawan, Zarah Puspitaningtyas (2016), Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya jawab secara langsung antara peneliti dan narasumber atau sumber data.
Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data pada