• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 7 Universitas kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 7 Universitas kristen Petra"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Free Cash Flow Agency Theory

Agency theory memiliki banyak pengertian menurut beberapa ahli. Menurut Jensen dan Meckling (2011) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manager (agent) dengan pemegang saham (principal). Hubungan keagenan ini terkadang menimbulkan masalah antara manager dan pemegang saham. Konflik yang terjadi biasanya dikarenakan sifat dasar manusia yang mementingkan kepentingan diri sendiri. Sedangkan manager dan pemegang saham memiliki tujuan yang berbeda dan mereka masing-masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi sehingga mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan.

Pengertian lain adalah menurut Anthony dan Govindarajan (2011) hubungan keagenan merupakan hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal.

Principal disini merupakan pemegang saham dan agent merupakan Chief Executive Officer (CEO).

Menurut Eisenhardt (2011), agency theory menggunakan asumsi sifat dasar manusia yaitu mementingkan kepentingan dirinya sendiri, manusia memiliki daya pikir terbatas terhadap masa depan, dan manusia selalu menghindari resiko.

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manager sebagai manusia akan bertindak opportunistic yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri.

Agency problem memiliki beberapa proxy yang mempengaruhinya. Proxy tersebut adalah free cash flow, managerial ownership, leverage, dan kebijakan dividen.

Menurut Jensen (1986), free cash flow merupakan sumber terjadinya agency problem. Menurutnya, free cash flow agency problem terjadi ketika konflik kepentingan antara manager (sebagai agent) dan pemegang saham (sebagai principal) berkaitan dengan penggunaan free cash flow perusahaan. Free cash flow disini adalah arus kas yang masih tersisa di perusahaan setelah semua proyek investasi dengan NPV positif telah dilaksanakan semua. Free Cash Flow juga dapat diartikan sebagai sumber dana internal perusahaan yang penggunaannya tergantung pada kebijakan manajer. Penggunaan disini adalah pembayaran dividen, pembelian

(2)

kembali saham perusahaan, penginvestasian dalam aktiva tetap, atau kebijakan lainnya yang secara teoritis tidak dapat menaikan nilai perusahaan. Gul dan Tsui (1998, 2001) menyatakan bahwa Free Cash Flow berhubungan dengan agency cost atau lebih jelasnya kagi berhubungan positif dengan audit fee.

Pada dasarnya Free Cash Flow seharusnya merupakan semua kas yang dimiliki perusahaan setelah semua proyek dengan Net Present Value (NPV) positif yang didiskon dengan biaya modal relevan telah didanai semua sehingga kas tersebut harus didistribusikan kepada pemegang saham (deAngelo, 2008). Namun karena adanya konflik kepentingan di antara pihak-pihak yang ada di perusahaan menyebabkan free cash flow tidak selalu dibagikan secara penuh kepada pemegang saham, sehingga mengakibatkan munculnya free cash flow agency problem. Free cash flow agency problem biasanya terjadi antara manager dan pemilik saham dikarenakan adanya kepentingan yang berbeda-beda.

Proxy lain yang mempengaruhi agency problem adalah managerial ownership leverage, dan kebijakan dividend (Rozeff, 1982). Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk mengurangi agency problem. Curchely dan Hanssen (1989), Bathala, Moon, dan Rao (1994) mengatakan bahwa level managerial ownership yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi agency problem. Menurut Jensen dan Meckling (1976) cara lain dalam mengurangi agency problem adalah dengan meningkatkan hutang. Cara lain yang dapat digunakan untuk menurunkan agency problem adalah kebijakan dividen. Dividen dibagikan berdasarkan keputusan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hal ini memberikan kesempatan bagi manajemen untuk mengejar tujuan pribadinya disamping memaksimalkan kesejahteraan pemilik. Sehingga dapat menimbulkan agency problem.

Dalam penelitian ini menggunakan free cash flow agency theory dikarenakan teori ini dianggap yang paling tepat untuk menjelaskan masalah dalam penelitian ini. Dalam menentukan Cash Flow from Operation juga dipengaruhi adanya surplus free cash flow, dan corporate governance dimana di dalamnya memungkinkan adanya agency problem dimana pihak-pihak tertentu lebih mementingkan kepentingannya sendiri dan berpengaruh terhadap kondisi free cash flow perusahaan.

(3)

2.2. Cash Flow from Operation

Laporan Keuangan dirancang untuk memberikan nilai informasi yang relevan bagi investor maupun pengguna lainnya. Melalui laporan keuangan tersebut, kita dapat melihat dan menilai Cash Flow from Operation suatu perusahaan. Cash Flow from Operation sendiri merupakan indikator yang digunakan dalam menilai Earnings Predictability. Hal ini dikarenakan cash flow from operation mengambarkan kegiatan utama perusahaan serta merupakan suatu indicator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru. Dengan begitu kita dapat melihat kemampuan perusahaan memprediksi pendapatannya di masa yang akan datang melalui cash flow from operation. Karena dengan adanya cash flow from operation yang baik maka investor akan lebih tertarik dan percaya pada informasi perusahaan tersebut.

Earnings Predictability merupakan sejauh mana investor dapat memprediksi perubahan laba di masa depan. Investor menggunakan informasi yang didapat dari laporan keuangan juga Cash Flow from Operation suatu perusahaan untuk mempelajari kinerja perusahaan yang diminati untuk berinvestasi. Juga melalu Cash Flow from Operation ini investor dapat memproyeksi dan melihat keadaan dan prospek di masa depan. Oleh karena itu, angka pendapatan disebut berkualitas tinggi ketika dapat membuat investor membuat estimasi yang lebih baik untuk prospek perusahaan di masa yang akan datang (Hussainey, 2009). Earnings Predictability merupakan salah satu proxy dari earnings quality (Atwood, Drake,

& Myers, 2010; Velury & Jenkins, 2006: Ye et al, 2010).

Banyak hal yang dapat mempengaruhi penghitungan Cash Flow from Operation. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi Cash Flow from Operation adalah Surplus Free Cash Flow, Corporate Governance, Firm Size, Audit Quality, Volatility, audit committee, institusional ownership, dan managerial ownership.

Free Cash Flow adalah kas hasil dari aktivitas operasi yang dikurangkan dengan capital expenditure perusahaan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.

Sedangkan Corporate Governance adalah proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan akhir meningkatkan nilai/

(4)

keuntungan shareholders dan stakeholders. Firm Size merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Faktor lainnya adalah Audit quality yang merupakan baik atau tidaknya pemeriksaan yang telah dilakukan oleh seorang auditor.

Volatility adalah stabil atau tidaknya pendapatan dari suatu perusahaan.

Sedangkan audit committe adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus (Hiro Tugiman, 1995). Faktor lainnya adalah institusional ownership yang merupakan kepemilikan dari suatu perusahaan dan managerial ownership yang merupakan kepemilikan manager atas saham di suatu perusahaan.

Dalam penelitian ini faktor yang digunakan untuk menilai Cash Flow from Operation adalah Surplus Free Cash Flow, dan beberapa variabel moderasi. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap Cash Flow from Operation. Dalam menentukan Cash Flow from Operation suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan.

2.3. Surplus Free Cash Flow

Free Cash Flow memiliki beberapa pengertian menurut para ahli. Menurut Peni R. Pramono (2008), Free Cash Flow adalah uang tunai yang benar-benar bisa disediakan oleh perusahaan untuk para investornya setelah perusahaan bisa memiliki aktiva tetap dan memiliki cukup modal kerja untuk menunjang kegiatan bisnisnya termasuk memelihara aktiva tetapnya. Sedangkan menurut Brigham &

Houston (2001), Free Cash Flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk- produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Jensen (1986) mendefinisikan Free Cash Flow sebagai aliran kas yang merupakan sisa pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan.

White et al (2003) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free Cash Flow adalah kas hasil dari aktivitas operasi yang dikurangkan dengan capital expenditure perusahaan untuk

(5)

memenuhi kebutuhan perusahaan seperti pembayaran hutang, pembelanjaan modal, dan pembayaran kepada pemegang saham. Walaupun namanya merupakan arus kas bebas, akan tetapi Free Cash Flow sendiri tidak dapat dipergunakan secara bebas oleh manajemen karena sisa arus kas inilah yang akan digunakan dalam pengembangan usaha dan pertumbuhan perusahaan. Ketika Free Cash Flow tersedia, manajer disinyalir akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi inefisiensi dalam perusahaan atau akan menginvestasikan free cash flow tersebut dengan return yang kecil (Smith & kim, 1994). Pada dasarnya perusahaan akan lebih menyukai keadaan dimana Free Cash Flow mereka surplus. Hal itu dikarenakan jika Free Cash Flow suatu perusahaan surplus maka menandakan bahwa perusahaan itu baik dan mereka dapat mengelolah arus kas mereka untuk melakukan segala pembiayaan untuk pertumbuhan perusahaan. Jika Free Cash Flow suatu perusahaan tidak dalam keadaan surplus atau negative maka perusahaan tersebut tidak mampu mengelolah arus kas mereka dengan baik dan hal tersebut menandakan perusahaan terebut membutuhkan pendaanaan dari luar perusahaan seperti hutang.

Free Cash Flow mencermikan keadaan suatu perusahaan apakah perusahaan tersebut memiliki kemampuan di masa depan atau tidak (Uyara dan Tuasikal, 2003). Tidak semua perusahaan memiliki keadaan Free Cash Flow yang surplus atau baik. masih banyak terdapat perusahaan- perusahaan besar yang memiliki keadaan Free Cash Flow negative sehingga perlu dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut terutama untuk para calon investor yang hendak melakukan investasi. Karena hal ini dapat menentukan baik atau tidaknya suatu perusahaan untuk berinvestasi. Free Cash Flow dapat digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan kesehatan suatu perusahaan. Semakin surplus suatu perusahaan maka menandakan semakin sehat perusahaan tersebut yang berarti perusahaan mampu mengelolah arus kasnya untuk mengembangkan usaha. Free Cash Flow suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan.

Free Cash Flow merupakan faktor penentu utama dalam menentukan nilai perusahaan sehingga manajer perusahaan akan lebih berfokus untuk meningkatkan free cash flow perusahaan (Sawir, 2004). Dalam menghitung Free Cash Flow suatu

(6)

perusahaan dapat melihat dari laporan keuangan perusahaan dibagian akhir setelah neraca, laporan laba rugi, dan laporan ekuitas yaitu Cash Flow (Arus Kas). Cash Flow sendiri pada dasarnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu untuk operating, financing, dan investing. Penghitungan Free Cash Flow membutuhkan data Cash Flow from operating dan belanja modal atau Capital Expenditure. Belanja Modal sendiri dapat dilihat di bagian Cash Flow from investing pada bagian pembelanjaan/

pembelian/ sewa asset tetap yang menunjang usaha. Beberapa perusahaan memiliki pos tersendiri dalam mencatat belanja modal sehingga lebih memudahkan dalam menghitung Free Cash Flow perusahaan tersebut.

Setelah mendapatkan semua data yang diperlukan untuk menghitungan Free Cash Flow maka kurangkan angka dari Cash Flow from Operation dan Belanja Modal. Angka yang didapat tersebutlah yang merupakan Free Cash Flow perusahan. Bila hasilnya Postive menandakan bahwa keadaan Free Cash Flow perusahaan surplus yang menandakan perusahaan tersebut baik/ sehat. Jika Free Cash Flow perusahaan negative maka menandakan perusahaan tersebut masih membutuhkan pendanaan dari luar perusahaan untuk membiayai dan mengembangkan perusahaan tersebut. White et al (2003) mengungkapkan semakin besar Free Cash Flow yang tersedia dalam perusahaan semakin sehat perusahaan tersebut karena dengan begitu perusahaan memiliki kas yang masih tersedia untuk perutumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen.

2.4. Corporate Governance

Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai pihak dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow, 2011). Corporate Governance memiliki beberapa pengertian menurut para ahli. Menurut Sofyan Djalil (2005) Corporate Governance merupakan sistem yang mengatur hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham. Corporate Governance juga mengatur hubungan dan pertanggung jawaban perusahaan kepada stakeholders non- pemegang saham. Sedangkan menurut Blair (1995) Corporate Governance merupakan keseluruhan set aransemen legal, kebudayaan, dan institusional yang menentukan apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan publik, siapa yang

(7)

mengendalikan, bagaimana pengendalian dilakukan, dan bagaimana resiko dan return dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan. Menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 117/M-MBU/2002, Corporate Governance merupakan suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Menurut Sutedi (2006), Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak- hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Dari beberapa pengertian tentang Corporate Governance tersebut dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan akhir meningkatkan nilai/

keuntungan pemegang saham (shareholders) dan sedapat mungkin tetap memperhatikan kepentingan semua pihak yang terkait (stakeholders). Melalui beberapa pengertian tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang diperhatikan dalam corporate governance tidak hanya pemegang saham dan kreditor (shareholders) tetapi sudah meluas hingga pada stakeholder. Corporate Governance yang baik pada awalnya dapat dilihat dari struktur dan sistem pengelolahan perusahaan dan selanjutnya para direksi dan juga pengurus perusahaan. Setelah sistem perushaan sendiri telah baik barulah kita melihat pihak-pihak yang terkait baik pemegang saham, manajer, karyawan, warga sekitar, pelanggan, juga pemerintahan.

Corporate governance tidak hanya membahas akuntabilitas/ pertanggungjawaban melainkan juga pengembangan perusahaan. Oleh karena itu, dalam menentukan baik atau tidaknya Corporate Governance suatu perusahaan tidak hanya dilihat dari pendapatan ataupun laba perusahaan, melainkan juga dilihat dari bagaimana hubungan antara perusahaan dan para pelanggan dan karyawannya, bagaimana kontribusi perusahaan untuk para pihak yang terkait dengan perusahaan.

(8)

Banyak hal yang dapat digunakan untuk menilai Corporate Governance suatu perusahaan. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk menentukan Corporate Governance adalah board size, independent board of director, dan high managerial ownership.

2.4.1. Board Size

Board of Director atau biasa disebut Dewan Direksi menurut UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurus perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pengertian lain tentang dewan direksi adalah sekelompok individu yang dipilih sebagai atau dipilih untuk bertindak sebagai perwakilan para pemegang saham untuk membangun aturan yang terkait dengan manajemen perusahaan dan membuat keputusan-keputusan penting perusahaan. Keputusan-keputusan tersebut menyangkut pengangkatan para eksekutif perusahaan, memilih peraturan dan kompensasi atas para eksekutif tersebut (Wikipedia, 2007). Setiap perusahaan tersebuka pasti memiliki Dewan Direksi.

Menurut Undang-undang Dewan direksi memiliki tugas untuk memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan, memilih, menetapkan, dan mengawasi tugas karyawan dan kepala bagian (manajer), menyetujui anggaran tahunan perusahaan, dan menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan. Untuk menentukan board size dalam penelitian ini dibutuhkan data total dewan Direksi yang ada di perusahaan.

2.4.2. Independent Board of Director

Independent board of director merupakan dewan direksi yang mengurus perusahaan yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Independent board of director berarti dewan direksi yang diangkat berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

(9)

dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota komisaris dan/atau anggota dewan direksi lainnya. Sehingga dapat dikatakan, dewan direksi independent merupakan dewan direksi yang tidak terafiliasi dengan komisaris, anggota dewan direksi lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independent atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Dewan Direksi Independent merupakan direksi yang tidak ada hubungan apapun dengan dewan direksi lainnya dan dewan komisaris sehingga keputusan yang dambil merupakan keputusan yang objektif dan tidak berpihak pada pihak manapun. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat proporsi dewan direksi yang independent atau yang berasal dari luar perusahaan dari keseluruhan dewan direksi yang ada.

2.4.3. Managerial Ownership

Managerial Ownership atau biasa dikenal dengan kepemilikan managerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan managerial memiliki beberapa pengertian menurut para ahli. Menurut Imanta dan Satwiko (2011), kepemilikan managerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manager atau dengan kata lain manager juga sekaligus sebagai pemegang saham. Sedangkan menurut Faisal (2011), kepemilikan managerial merupakan tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, diukur oleh proporsi saham yang dimiliki manajer pada akhir tahun dinyatakan dalam persen. Pengertian lain menurut Downes dan Goodman (1999), kepemilikan manajerial merupakan para pemegang saham yang dalam hal ini juga sebagai pemilik perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan.

Pada dasarnya kepemilikan managerial membuat manajemen ikut merasakan manfaat dari pengambilan keputusan. Dengan demikian kepemilikan managerial membuat manajemen ikut merasakan keterlibatan dalam memiliki saham dan sejajar dengan para pemegang saham. Pengukuran yang digunakan

(10)

dalam menentukan managerial ownership dalam penelitian ini adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh executive director terhadap keseluruhan saham yang dimiliki perusahaan.

2.5. Current Earnings

Current Earnings atau biasa dikenal dengan laba tahun berjalan merupakan perolehan laba yang dihitung sebelum satu periode tutup buku selesai. Laba tersebut dikurangkan dengan pengurang laba seperti pajak. Setelah dikurangkan dengan pajak Laba tersebut akan dikurangkan dengan beberapa extraordinary item yang menjadi pengurang laba. Yang dimaksud dengan extraordinary item menurut PSAK 25 merupakan kejadian-kejadian diluar dugaan seperti bencana alam banjir, kebakaran, dan lain-lain.

Pada dasarnya current earnings merupakan saldo laba-rugi suatu perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan pada tahun berjalan.

Pengkuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat Net Income perusahaan sebelum dikurangkan dengan extraordinary item yang dapat dilihat pada Income Statement perusahaan.

2.6. Kajian Penelitian Terdahulu

2.6.1. Penelitian Al-Dhamari dan Ismail (2010)

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara mekanisme corporate governance dan struktur kepemilikan pada earnings predictability.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 330 perusahaan selama tahun 2008 hingga 2009. Penelitian ini menggunakan agency theory dimana dijelaskan bahwa mekanisme corporate governance yang kuat dan baik diharapkan dapat meningkatkan kebenaran laporan keuangan sehingga dapat meningkatkan kualitas pendapatan yang dilaporkan kepada para pengguna laporan keuangan (Jensen &

Meckling, 1976).

Dengan menggunakan Earnings Predictability, independent board, board size, independent audit committee, independent ownership, managerial ownership, size dan debt sebagai variable dan statistic descriptive dan sensitivity test sebagai metode penelitian. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa investor lebih

(11)

menyukai informasi earnings yang diberikan perusahaan yang memiliki corporate governance berupa komite audit yang independent, kompeten, aktif dan kepemilikan oleh manager yang tinggi. Perusahaan dengan kondisi tersebut diperkirakan dapat memberikan earnings predictability yang lebih baik dan lebih tinggi.

2.6.2. Shiri, Vaghfi, Soltani, and Esmaeli (2012)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara mekanisme corporate governance dan kualitas earnings pada perusahaan yang terdaftar dalam Tehran Stock Exchange. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdafar pada Tehran Stock Exchange (TSE) pada tahun 4004 hingga 2009. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-bound member, absensi dari CEO, chairman ataupun wakil chairman, dan presentase dari institusional investor dan earnings quality.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara karakteristik board dan earnings quality terbukti kebenarannya dengan meningkatkan non-board directors dan earnings predictability juga terpengaruh dengan presentase non- board directors. Dengan meningkatkan independent directors maka dapat mengurangi agency problem yang dialami oleh perusahaan. Pada perusahaan yang besar dan perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi memiliki efek positive dalam earnings quality.

2.6.3. Agustia (2013)

Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian memberikan bukti empiris pengaruh good corporate governance, free cash flow, dan rasio leverage terhadap manajemen laba. Penelitian ini menggunakan sampel 14 perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007 hingga 2011. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah agency theory yang menyatakan bahwa manusia memiliki sifat dasar untuk bertindak opportunistic atau mementingkan kepentingan pribadinya sendiri. Selain itu juga corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (shleifer dan Vishny,

(12)

1997). Sehingga diharapkan corporate governance dapat menekan atau menurunkan agency cost.

Hasil dari penelitian ini adalah corporate governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Karena pada dasarnya proporsi keberadaan komite audit merupakan prasyarat pihak regulator saja. Free Cash Flow juga berhubungan negative dengan manajemen laba. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan Free Cash Flow yang tinggi tidak akan melakukan manajemen laba kareena tanpa memanajemen labanya perusahaan telah mampu mendapatkan laba yang tinggi.

2.7. Hipotesis

2.7.1. Surplus Free Cash Flow dan Cash Flow from Operation

Salah satu faktor yang mempengaruhi Cash Flow from Operation adalah Free Cash Flow. Menurut Rahman dan Moh-d Saleh (2008) pasar saham kurang menaruh kepercayaan pada pendapatan dari perusahaan dengan cash flow agency problem yang tinggi. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan agency problem yang tinggi dalam free cash flow memiliki tingkat kecenderungan untuk memanipulasi dan memberikan laporan yang salah terkait laporan pendapatannya. Sehingga membuat investor tidak mengandalkan informasi yang ada pada laporan keuangannya tersebut. Dengan demikian Cash Flow from Operation dari perusahaan dengan free cash flow agency problem yang tinggi tidak akan dapat dipercaya dan dianggap akan memperburuk pengambilan keputusan investor.

Dengan demikian, hipotesis pertama penelitian ini adalah:

H11: Surplus Free Cash Flow berhubungan dengan Cash Flow from Operation.

Referensi

Dokumen terkait

a) Variety adalah kelengkapan dari jenis produk yang dijual dimana dapat mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam memilih toko. b) Flexibility adalah produk – produk yang

Metode Simplified Sequential Search Algorithm-Modified atau SSSA-Mod (Angkasaputra, K. & Sebastiano, F., 2018) adalah suatu metode dari modifikasi metode Simplified

XAMPP adalah perangkat lunak gratis, yang mendukung banyak sistem operasi, merupakan kompilasi dari beberapa program untuk menjalankan fungsinya sebagai server yang

Konsep-konsep tersebut mempunyai kaitan yaitu bahwa kepuasan dan kepercayaan yang terbentuk dari kualitas jasa yang dirasakan akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan

Sehingga salah satu tujuan dari SIA dalam siklus pendapatan adalah untuk mendukung performance dari aktivitas bisnis perusahaan dengan memproses data transaksi secara efisien,

Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku, bahan penolong, dan biaya tenaga kerja (baik yang

Kotler (2003) menyatakan kepuasan pelanggan adalah suatu kondisi yang dirasakan oleh seseorang yang merupakan hasil dari perbandingan antara hasil yang diharapkan atas layanan

Penemuan tersebut sesuai dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Darwis (2012) yang juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara earnings management