• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dari Ritual ke Pasar: Pergeseran Makna Saguer pada Masyarakat Halmahera Utara (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Gossoma, Halmahera Utara) T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dari Ritual ke Pasar: Pergeseran Makna Saguer pada Masyarakat Halmahera Utara (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Gossoma, Halmahera Utara) T1 BAB I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, berbagai macam dan bentuk minuman keras sudah demikian beredar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat legal maupun ilegal. Beragam macamnya jenis minuman keras yang berkembang saat ini, minuman keras tradisional seperti Tuak, Arak brem, Lapen, Sopi, Ciu, Saguer dan Captikus merupakan jenis minuman yang paling dikenal dan sering dikonsumsi masyarakat, karena memiliki harga yang mampu dijangkau oleh masyarakat pada umumnya (Sartika, R 2014). Menurut Kusumah, Mulyanah.W. (1981), perilaku meminum minuman keras sebagai Drinking behavior telah menjadi masalah sosial.

Menurut Barnes, H.E. dan N.K. Teeters (dalam Soedjono, 1976), masalah

minuman keras dapat dikategorikan sebagai “Penyakit Masyarakat” atau “Social Pathology”. Bagi sebagian masyarakat tertentu mengkonsumsi minuman keras

sudah menjadi kebiasaan atau menjadi kebudayaan mereka, seperti minuman Tuak yang telah berkembang lama pada masyarakat Batak Toba. Ikegami (1997), meneliti tentang kebiasaan mengkonsumsi Tuak pada masyarakat Batak Toba dan kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat Batak Toba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi Tuak dalam masyarakat Batak Toba sebagai minuman sehari-hari lebih menonjol pada saat sekarang ini dari pada fungsi dalam upacara adat.

(2)

2

Utara adalah Tindak Pidana Ringan seperti mabuk, onar dan perkelahian yang dapat memicu tawuran antar warga.

Namun, peredaran minuman keras tradisional menimbulkan pro-kontra dari berbagai pihak. Ada yang coba melihat minuman keras dari sisi positif yang ditimbulkannya, seperti dalam Suady Husin (2013), yang mendapati bahwa Tuak (minuman keras lokal Batak Toba), memiliki makna tersendiri yaitu sebagai minuman kehormatan. Tuak dijadikan sebagai media atau sarana penghubung demi terciptanya keakraban dan kebersamaan diantara masyarakat Batak Toba. Di samping itu, ada pula yang coba melihat minuman keras dari sisi negatif yang ditimbulkannya, seperti yang dikemukakan (Fatkhuri, 2009) yang mendapati bahwa minuman keras yang beredar di daerah Kulon Progo telah menyebabkan tindakan-tindakan yang menjurus pada kecelakaan lalu lintas, pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, penganiayaan, bahkan sampai pada tindakan kekerasan dalam keluarga.

Selanjutnya, berdasarkan data yang diambil dari AntaraNews.com, Jumat (8/6/2012), dalam sebuah Seminar yang diselenggarakan di Sulawesi Utara dengan

topik “Optimalisasi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Captikus Guna

Menekan Gangguan Kamtibmas di Sulut”, menimbulkan kotradiksi tentang

minuman keras. Kapolda Sulut Brigjen. Pol. Decky Atotoy, mengatakan bahwa captikus mempengaruhi kenaikan angka kecelakaan lalu lintas dan kriminalitas selama 2011 di Sulut tercatat 12.576 kasus atau naik sekitar tiga persen dibandingkan 2010 sekitar 12.187 kasus. Guna menekan angka tersebut, Mapolda Sulut memusnahkan 47 ribu botol minuman keras berbagai jenis dan merek termasuk puluhan jerigen berisikan captikus hasil operasi pekat selama april 2012. Sementara itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulut, John Dumais meminta agar captikus tidak dijadikan kambing hitam kenaikan angka kejahatan dan kriminalitas di daerah itu. Menurutnya, sesuai data pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut, tercatat sekitar 12.000 keluarga mengandalkan kehidupan dari produksi dan penjualan captikus. Bahkan beliau

mengatakan “Saya juga anak petani captikus, tetapi bukan pemabuk”. Gubernur

(3)

3

cara represif seperti memberangus atau menghentikan produksi minuman keras captikus oleh petani belum bisa memecahkan masalah itu secara komprehensif.1

Penelitian ini akan membahas tentang pergeseran makna penggunaan minuman Saguer menjadi Cap Tikus di Halmhaera Utara yang memiliki kadar alkohol yang sangat tinggi sehingga Cap Tikus dapat dikategorikan menjadi minuman keras. Minuman keras termasuk dalam kategori Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat Adiktif (disingkat NAPZA) yang masuk dalam golongan zat-zat adiktif. Walaupun minuman keras seperti Cap Tikus tidak termasuk narkotika dan psikotropika namun dapat menyebabkan seseorang menjadi ketagihan (addiction) dan mengarah pada ketergantungan atau kecanduan bahkan sakaw (Hawari, 2006). Sifat adiktif inilah yang menyebabkan seseorang yang meminumnya dalam kurun waktu tertentu, lama-kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran sampai melebihi dosis yang dapat diterima oleh tubuh dan menyebabkan mabuk (Cairns, 2004).

Tobelo adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara (HALUT), Provinsi Maluku Utara (MALUT), sepertinya juga mengalami persoalan pada minuman tradisionalnya yaitu Saguer dan Captikus. Saguer terbuat dari pohon Seho atau Aren dengan cara tangkai bunga pohon seho atau aren yang sebesar tangan orang dewasa, dibersihkan dan dipukul-pukul selama beberapa hari lalu dipotong. Dari potongan ini akan keluar getah warna putih susu yang menetes hingga perlu tempat penampungan yang ukuran seruas bambu. Cairan warna putih inilah yang dinamakan Saguer. Sedangkan Captikus dibuat dengan cara Saguer yang telah ada di masak hingga mendidih dan diambil uapnya, dari uap tersebut akan menghasilkan tetesan-tetesan air. Tetesan-tetesan air dari uap itulah yang dinamakan Captikus. 2 Hal ini jelas membuat Cap Tikus memiliki kadar alkohol yang lebih tinggi dibandingkan dengan Saguer. Har Dombo salah seorang pemuda di Halmahera Utara pun mengungkapkan perbedaan antara Saguer dan Cap Tikus:

1

http://manado.antaranews.com/berita/16532/captikus-dipersimpangan-kriminalitas-dan-peluang-ekonomi

(4)

4

“Pandangan saya kalau Saguer itu putih tapi apa kalau dibilang untuk orang minum ya paling untuk acara adat pernikahan itu

digunakan. Kalau Cap Tikus dia tu semacam minuman alkohol yang

keras.”

Saguer adalah minuman putih hasil fermentasi air nira dari pohon Seho, sementara Cap Tikus adalah destilasi dari Saguer yang mengandung alkohol tinggi serta dapat memabukkan. Saguer merupakan simbol adat dapat di temui pada beberapa nilai kearifan lokal yang masih dipegang sampai saat ini sebagai pedoman hidup masyarakat Tobelo seperti O’Leleani (artinya Melayani) dan O’Doomu (artinya Bersekutu). O’Leleani merupakan pedoman hidup masyarakat Tobelo yang mengedepankan pelayanan, sikap egalitarian dan kesederhanaan dengan tidak

eksploitatif. Masyarakat Tobelo yang masih memegang teguh nilai O’Leleani

percaya bahwa alam merupakan sahabat yang selalu memenuhi kebutuhan mereka seperti makan dari alam (Sagu) dan minum dari alam (Saguer). Alam yang merupakan sahabat mereka inilah sehingga sikap egalitarian dan kesederhanaan dengan tidak eksploitatif demi menjaga alam menjadi pedoman hidup masyarakat Tobelo.

Istilah O’Leleani (melayani), maka O’Doomu (bersekutu) sebagai sikap yang mengedepankan persekutuan dan kebersamaan menjadi nilai yang harus ditonjolkan dalam tatanan kehidupan sosial dan secara bersama bertindak arif terhadap lingkungan alam. Nilai-nilai ini bisa ditemukan dalam ungkapan-ungkapan yang menggunakan bahasa Tobelo seperti “Okia bato tongone nanga

gilolino bilasu nojaga de papalihara posidodiaho, lasihika maena idadi o ngopa

de odano manga oho upa pa murutu, eko upa pa situ (jangan merusak lingkungan

hidup kita, pelihara kelestariannya untuk masa depan anak cucu kita)”.3 Masyarakat Tobelo yang masih memegang teguh nilai O’Doomu percaya bahwa alam yang telah memberikan mereka makanan (Sagu) dan minuman (Saguer) harus tetap dijaga dan dilestarikan untuk generasi berikutnya. Proses pelestarian ini tidak hanya

(5)

5

melibatkan satu atau dua orang saja, melainkan bersekutu secara bersama-sama menjaga alam Tobelo.

Belum ada kejelasan secara pasti sejak kapan masyarakat Tobelo mengenal Saguer dan Captikus, namun berdasarkan data yang diakses dari MalutPost.Co.Id, Captikus sudah dikenal sejak tahun 1521, dimana Antonio Pigafetta dari Spanyol, seorang juru tulis pengeliling dunia yang pernah berlayar bersama Colombus, tiba dipelabuhan Ternate dan di jamu oleh Sultan Ternate (Sultan Bayan Sirullah atau Boleif) dengan minuman Captikus yang terbuat dari air saguer yang dimasak. 4

Saguer dan Captikus sering dipakai dalam acara-acara adat seperti perkawinan adat, pertemuan tua-tua adat. Saguer dan Captikus dimaknai sebagai nilai adat yang diturunkan secara turun temurun pada setiap generasi dan digunakan sebagai minuman perekat kebersamaan. Eksistensi keberadaan Saguer sebagai nilai adat dapat ditemukan pada upacara-upacara adat seperti Upacara Pesta Padi Baru yang dilakukan oleh Hoana Pagu. Hoana Pagu merupakan salah satu komunitas masyarakat adat di Halmahera Utara, yang wilayahnya berada di bagian selatan Tobelo, tepat di daerah Malifut dan Kao Teluk.5 Dari asal kata, Pagu diambil dari

sebutan “ya paga”, artinya membatasi, maksudnya konsumen dengan mengkonsumsi Saguer mampu membatasi diri dari resiko mabuk, sehingga bisa disebut juga Hoana Pagu adalah Hoana Pembatas. Dalam berbagai penuturan lisan dari orang-orang yang berada di kampung-kampung Kao selatan sampai dengan Teluk dalam, tepatnya di kampung Pasir Putih, mengatakan bahwa komunitas masyarakat yang secara geografis mendiami wilayah Kao Teluk dan sebagian Kao Barat-Selatan mengakui bahwa wilayah yang mereka tempati pertama kali disebut sebagai wilayah dari Sangaji yang bernama Pagu.6

Upacara Pesta Padi Baru ini bermaksud untuk memberikan persembahan berupa hasil panen masyarakat adat kepada Gomanga. Hoana Pagu mengenal Gomanga sebagai leluhur yang memberikan hasil panen yang baik. Upacara ini di iringi dengan doa-doa sebagai ucapan syukur dan meminta hasil panen yang baik

4 http://malutpost.co.id/2014/05/23/cap-tikus-dan-peluang-pariwisata/ 5http://www.halmaherautara.com/artl/131/sepuluh-hoana-negeri-hibualamo

6http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/BAB%20II%20GAMBARAN%

(6)

6

di musim depan. Setelah persembahan kepada leluhur diberikan, dimulailah acara makan bersama. Makanan yang disajikan beragam sesuai dengan hasil masyarakat seperti beras, sagu, ubi-ubian, ikan, kerang dan aneka macam sayuran. Minuman yang disajikan saat itu ialah Saguer. Upacara ini juga di isi dengan tarian adat seperti cakalele, tide-tide dam iringan musik yangere.7,8

Sudah beberapa tahun lalu hingga saat ini, minuman keras tradisional diedarkan oleh sebagian masyarakat. Ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi, seperti data yang diperoleh dari media massa merdeka.com, Unit Resmob Brimob Polda Malut berhasil mengamankan 180 kantong plastik miras yang diselundupkan ke Ternate, milik seorang ibu rumah tangga atas nama Sarlota yang bertempat tinggal di Tobelo, Halmahera Utara.9 Masih dengan kasus yang sama, informasi yang diambil dari RadarTimika.Com, Sabtu (1/9/2012), akibat dari mengkonsumsi minuman keras, dua desa yang ada di Tobelo yakni desa Wosia dan desa Rawajaya memanas. Kondisi ini dipicu oleh tewasnya seorang warga bernama Yulius Dadalu yang berdomisili di Wosia.10

Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut, peredaran minuman keras sudah lama ada di Tobelo. Walaupun aparat kepolisian setempat sudah mengambil langkah-langkah penindakan terhadap kasus minuman keras, namun sampai saat ini minuman keras masih tetap beredar. Minuman keras tersebut masih beredar karena terkait dengan berbagai hal antara lain: minuman keras memiliki nilai-nilai adat istiadat masyarakat setempat. Menurut Sartika, R (2014), masalah peredaran minuman keras tradisional seperti benang kusut, disatu sisi minuman keras tradisional merupakan minuman khas disuatu daerah dengan aneka adat istiadatnya, di sisi lain peredaran minuman keras tradisional yang sifatnya ilegal merupakan pelanggaran terhadap hukum positif Indonesia.

7 http://malukuonline.co.id/2014/05/suku-pagu-dan-pesta-padi-baru/

8 Cakalele : tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun

dalam perayaan adat

Tide-tide : Tarian Pergaulan Muda mudi di daerah Ternate dan Halmahera Utara Yangere : Merupakan musi tradisional masyarakat Halmahera Utara

9

http://www.merdeka.com/peristiwa/selundupkan-cap-tikus-ke-ternateibu-rumah-tangga-dibekuk-polisi.html

(7)

7

Maraknya minuman keras yang menyebar luas dalam masyarakat didasari oleh adanya hubungan sosial yang terjalin dalam keseharian atau rutinitas yang dijalani. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama dapat menimbulkan pertukaran sosial. Ibrahim (2006), mengatakan hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan habitus dalam Teori Bourdieu bahwa Habitus terbentuk dari suatu kebiasaan yang terus menerus dilakukan dalam konteks masyarakatnya. Sehingga konteks sejarah tidak lepas dari terbentunya habitus. Habitus merupakan kerangkan pikir yang terbentuk dari sutau kebiasaan yang kemudian mendorong kebiasaan-kebiasaan lainnya selanjutnya. Kebiasaan baru bisa mengkoreksi kerangka berpikir dan hasilnya adalah perubahan tindakan baru.

Menyebarnya minuman keras juga disebabkan oleh gaya hidup. Hendaru (2009), mengatakan dengan meningkatnya gaya hidup dalam masyarakat dan juga dampak dari era globalisasi yang sangat cepat, mengakibatkan minuman keras saat ini bukan hanya sekedar sebagai penghangat tubuh saja, melainkan sebagai simbol gengsi meniru gaya hidup orang lain.

Kenyataan seperti ini sepatutnya mengundang perhatian semua kalangan. Di Halmahera Utara, kasus seperti ini telah mendapat respon dari pemerintah setempat. Respon tersebut berupa Upaya politik hukum Kabupaten Halmahera Utara, dengan menerapkan suatu Peraturan Daerah (PERDA) yang khusus menangani masalah minuman keras di kabupaten Halmahera Utara, sebagai langkah penanggulangan peredaran minuman keras melalui sistem penegakan hukum pidana, yang tertuang pada Peraturan Daerah No 12 Tahun 2006 Tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

(8)

8

ambil dari beritalima.com, didapati bahwa salah satu anggota KODIM 1508 Tobelo, Halmahera Utara, tertangkap membawa 530 kantong plastik minuman keras (captikus).11 Masih dengan kasus yang sama, informasi yang diambil dari jpnn.com Tobelo, jumat (12/4/2013), polisi berhasil meringkus dua pelaku pemerkosaan terhadap salah satu siswi SMA di Tobelo. Siswi tersebut diperkosa oleh pacarnya sendiri beserta beberapa teman pacarnya setelah berpesta minuman keras.12

Tokoh Masyarakat Halmahera Utara Bapak Tomi Panyi pun mengungkapkan dampak dari minuman beralkohol tinggi seperti Cap Tikus:

“Cap Tikus ini memicu individu-individu dan tidak mampu mengontrol emosional lalu bisa menimbulkan tawuran antar anak muda, tawuran antar warga

seperti terjadi pesta-pesta, tawuran anak SMA ketika mereka sudah mabuk minum Cap Tikus.”

Melihat kasus-kasus yang terjadi seperti yang telah dikemukakan di atas, kemungkinan besar minuman keras lokal yang dulunya sering dipakai dalam prosesi adat, telah mengalami pergeseran makna. Saguer tidak hanya dimaknai memiliki nilai adat, namun saguer juga dimaknai telah memiliki nilai ekonomi dengan mengolahnya menjadi Cap Tikus. Nilai ekonomi dari Cap Tikus inilah yang menyebabkan proses distribusi minuman keras ini sampai ke Ternate bahkan juga ke wilayah-wilayah lain sekitar Halmahera Utara.

Permasalahan minuman keras tradisional di Tobelo, Halmahera Utara tampaknya juga terjadi di Desa Gosoma. Peredaran minuman keras baik yang berlabel maupun tidak berlabel tidak hanya dijumpai pada tempat-tempat yang telah memiliki izin, di kios-kios kecil bahkan di rumah-rumah warga sering dijumpai menjual minuman keras. Konsumen yang membeli produk minuman keras tidak hanya orang dewasa, para remaja sudah ikut membeli minuman keras.

Peredaran minuman keras yang semakin meningkat ini mungkin juga dilatarbelakangi oleh adanya aktor yang menjadi bagian dari sistim peredaran minuman keras. Doloksaribu, R (2011), mengatakan bahwa kendala dalam

(9)

9

memberantas peredaran minuman keras dikarenakan adanya oknum yang membocorkan informasi apabila akan diadakannya operasi atau razia minuman keras dan menjadi backing. Selain itu juga, dikarenakan adanya kerja sama dari para pelaku yang bertukar informasi saat akan diadakan razia oleh aparat penegak hukum (Hendaru, 2009).

Situasi ini apabila dibiarkan begitu saja berarti sama dengan membiarkan kemungkinan makin merajalelanya perilaku mengkonsumsi minuman keras di tengah masyarakat. Sudah seharusnya masalah ini mengundang perhatian serius dari semua pihak. Seperti yang dikemukakan oleh Hawari (2006), permasalahan penyalahgunaan alkohol sudah sedemikian kompleks sehingga dapat menjadi sebuah masalah di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai masalah minuman keras dengan judul“Dari Ritual ke Pasar: Pergeseran Makna Saguer Bagi Masyarakat Tobelo (Studi Kasus Di Desa

Gosoma, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara)”.

Dulu pembuatan Saguer lebih banyak digunakan untuk konsumsi yang bersifat ritual kebudayaan, namun seiring berjalannya waktu makna tentang eksistensi Saguer mulai bergeser karena adanya minuman Cap Tikus yang notabene adalah minuman yang berasal dari Saguer sendiri. Masyarakat khususnya produsen, distributor dan pedagang lebih antusias dalam memasok Cap Tikus kepada konsumen daripada Saguer karena memiliki permintaan yang tinggi yang diikuti oleh nilai jual yang relatif tinggi pula. Sehingga nilai-nilai komersial dianggap lebih menjadi prioritas dibandingkan nilai-nilai budaya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktek penggunaan Saguer dan Cap Tikus dalam masyarakat Gosoma?

2. Bagaimana pergesearan makna Saguer menjadi Cap Tikus bagi masyarakat Gosoma dalam konteks sekarang?

(10)

10 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan praktik penggunaan Saguer dan Cap Tikus dalam masyarakat Gosoma.

2. Mendeskripsikan pergeseran makna Saguer menjadi Cap Tikus bagi masyarakat Gosoma dalam konteks sekarang.

3. Menggambarkan peran aktor di dalam pergeseran makna Saguer bagi masyarakat Gosoma

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai sebuah tulisan ilmiah, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik praktis maupun teoritis. Secara teoritis, penelitian dan kajian ini dapat berguna sebagai tambahan referensi dan memperkaya khazanah penelitian dalam kajian di bidang sosiologi, psikologi dan antropologi. Kajian hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas segi-segi teoritis sehingga dapat menunjang penelitian yang berhubungan dengan kasus serupa di masa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat Papua, modal sosial bisa dalam bentuk lembaga.. gereja, pemerintah daerah, lembaga adat, pemahaman keagaman,

Dilema Pemberantasan Minuman Keras terhadap Pelestarian Budaya Masyarakat Bata Toba (Studi Kasus di Desa Ria-Ria Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang

ini, peneliti hendak menggunakan konsep Hibua Lamo dengan maksud untuk menggambarkan peran kelembagaan lokal – yaitu peran nilai adat Hibua Lamo dalam upayanya

Sebagai falsafah hidup, Hibua Lamo memuat nilai dan makna kehidupan sebagai wujud dari pada kearifan lokal ( local wisdom ) masyarakat di Halmahera Utara, yang

Fenomena inilah yang akhirnya menjadi pemicu terjadinya pergeseran makna dari ritual ke pasar, para produsen, distributor dan penjual Saguer kini seakan-akan mulai berlomba

Merapi yang merupakan kearifan lokal di lereng Gunung Merapi.

Kearifan lokal yang masih terjaga dalam upaya menjaga sumber mata air bersih bagi keberlangsungan hidup masyarakatnya terjadi di Kawasan Hutan Adat Wonosadi, Desa Beji,

Kegiatan upacara Seren Taun, sebagai salah satu dari pelaksanaan pedoman hidup masyarakat kasepuhan dengan memperlihatkan budaya, adat, dan kearifan lokal yang