• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI LINGUISTIK MINAT UTAMA PENERJEMAHAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI LINGUISTIK MINAT UTAMA PENERJEMAHAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS TEKNIK DAN KUALITAS TERJEMAHAN

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM NOVEL

STEALING HOME (HATI YANG TERENGGUT)

KARYA SHERRYL WOODS

(Sebuah Kajian Terjemahan dengan Pendekatan Pragmatik)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan

Oleh: Irta Fitriana

S131208021

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

MINAT UTAMA PENERJEMAHAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014

(2)

ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis yang berjudul:

Analisis Teknik dan Kualitas Terjemahan Tindak tutur Ekspresif dalam Novel Stealing home (Hati yang Terenggut) Karya Sherryl Woods

(Sebuah Kajian Terjemahan dengan Pendekatan Pragmatik) Oleh:

Irta Fitriana NIM. S131208021

Telah disetujui dan disahkan oleh tim penguji pada tanggal September 2014.

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua Dra. Diah Kristina, M.A., Ph.D. NIP. 195905051986012001 Sekretaris DR. Tri Wiratno, M.A

NIP 196109141987031001

Anggota Penguji Prof. Drs. M. R. Nababan, M.Ed.,M.A.,Ph.D NIP. 19630328 1992011001

Anggota Penguji Prof. Dr. Djatmika, M.A NIP. 19670726199320211001

Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana UNS

Prof. DR. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 196107171986011001

Ketua Program Studi S2 Linguistik

Prof. Drs. M. R. Nababan, .Ed.,M.A.,Ph.D NIP. 19630328 1992011001

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan tesis ini untuk:

1. Bapak dan Ibu (alm) tercinta

2. Mbah kakung dan mbah putri (alm) tercinta

3. Bapak dan Ibu Mertuaku

4. Kedua saudaraku (Mas Arif dan Fani)

5. Suami tercinta (Mas Alfin)

6. Anakku tersayang (Alil)

(6)

v

MOTTO

Allah tidak mengharuskan kita sukses,

tetapi hanya mengharapkan kita mencoba dan terus berusaha

untuk menjadi manusia yang baik,

yakni

ري خ سان لا مهع ف نأ سان ل ل

sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat dan karunia-nya, penulis dapat menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Ilmu Linguistik di UNS dan dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Teknik Dan Kualitas Terjemahan Tindak Tutur Ekspresif Dalam Novel Stealing Home (Hati Yang Terenggut) Karya Sherryl Woods”.

Penyusunan tesis ini dilakukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum) dalam bidang keahlian linguistik penerjemahan di Program Magister Linguistik minat utama Penerjemahan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dorongan dan kebaikan hati berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus M.S. selaku direktur program pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi S2 pada Program Studi Linguistik Penerjemahan Pascasarjana UNS.

2. Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D selaku pembimbing I sekaligus Ketua Program Studi S2 Lingustik atas bimbingan, kecendekiaan, dan waktu yang diluangkan kepada penulis untuk membantu penulisan dan penyelesaian tesis ini.

3. Prof. Dr. Djatmika M.A. selaku pembimbing II atas kecermatan, arahan, dan masukannya yang sangat membantu penulis dalam menulis dan menyelesaikan tesis ini.

4. Ibu Dra. Diah Kristina M.A., Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi S2 Lingustik atas saran dan nasehatnya.

5. Segenap staf dan karyawan program Pascasarjana UNS atas perhatian dan pelayanannya selama penulis menempuh studi S2.

6. Prof. Dr. Ahmad Zahro, M.A selaku rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang atas motivasi, inspirasi dan dukungannya agar segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Semua civitas akademika UNIPDU Jombang, khususnya teman- teman di Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) atas dukungan dan bantuannya.

8. Orang tua tercinta, bapak Suwito dan ibu Cholifah (alm) serta kedua saudara penulis: Mas Arif dan Fani atas segala doa, dukungan selama penulis belajar di pascasarjana UNS.

9. Suami tercinta Yaumul Alfin, S.T, yang telah mengizinkan penulis menempuh studi S2 di UNS dan selalu memberikan semangat dalam setiap kesulitan, motivasi, perhatian, cinta, kesabaran, inspirasi, dan doanya selama commit to user

(8)

vii

penulis belajar di UNS, juga ananda tersayang, Adilla Khalil Alfin Putra (Alil).

10. Rekan- rekan S2 Linguistik Penerjemahan angkatan 2012 atas kebersamaan selama 2 tahun terakhir ini, salam sukses selalu.

11. Teman- teman mahasiswa sastra dan pendidikan bahasa Inggris, terima kasih atas keceriaan, semangat dan doanya.

12. Para rater (Mbak Ike, Pak Bayu, dan Bu Fenty) yang telah memberikan banyak kontribusi ide- ide serta saran, kritik, terhadap data yang disajikan. 13. Bapak sopir bus Eka-Mira dan Sumber Group yang telah membantu dalam

hal transportasi penulis dari Jombang- Solo dan sebaliknya untuk menunjang kelancaran studi di UNS.

14. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Hanya ucapan terima kasih dan doa yang tulus yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan pahala dan rahmat-Nya kepada mereka atas segala kebaikan yang diberikan kepada penulis. Amin.

Dengan segala kemampuan yang ada serta mengingat terbatasnya pengalaman dan pengetahuan, penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dalam pengungkapan pokok pikiran, tata bahasa maupun kelengkapan pembahasannya, sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut agar benar- benar bermanfaat. Oleh karena itu, saran dan kritik sebagai masukan untuk perbaikan tesis ini sangat diperlukan untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

Harapan penulis, semoga hasil penelitian dalam tesis ini dapat berguna bagi yang membutuhkan, terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang linguistik dan penerjemahan.

Jakarta, 27 Juli 2014

Irta Fitriana

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii PERNYATAAN ... iii PERSEMBAHAN ... iv MOTTO ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Batasan Penelitian ... 7 C. Rumusan Masalah ... 8 D. Tujuan Penelitian ... 8 E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori ... 10

1. Penerjemahan ... 10

2. Teknik Penerjemahan ... 12

3. Kualitas Terjemahan ... 17

4. Pragmatik ... 19

5. Tindak Tutur (Speech Act) ... 20

6. Tindak Tutur Ekspresif ... 26

7. Penerjemahan dan Pragmatik ... 27

8. Penerjemahan Tindak Tutur ... 28

9. Tentang Stealing Home ... 29

10. Penelitian yang Relevan ... 30 B. Kerangka Pikir Penelitian ... 32 commit to user

(10)

ix BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Data dan Sumber Data ... 37

C. Sampel dan Teknik Sampling ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

E. Validitas Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 43

1. Analisis Domain ... 44

2. Analisis Taksonomi ... 45

3. Analisis Komponensial ... 46

4. Analisis Tema Kultural ... 47

G. Prosedur Penelitian ... 48

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Temuan Jenis Tindak Tutur Ekspresif ... 50

2. Teknik Penerjemahan Tindak Tutur Ekspresif ... 78

3. Penilaian Kualitas Terjemahan ... 101

4. Dampak Teknik Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan ... 108

B. Pembahasan 1. Jenis Tindak Tutur Ekspresif dan Teknik Penerjemahan ... 116

2. Penerapan Teknik Penerjemahan dalam Novel Stealing Home ... 120

3. Dampak Teknik Penerjemahan Terhadap Kualitas Terjemahan ... 122

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5. Kesimpulan ... 125

6. Saran ... 127

REFERENSI ... 128

LAMPIRAN ... 128

(11)

x

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Instrumen Penilaian Tingkat Keakuratan ... 39

2. Tabel 3.2. Instrumen Penilaian Tingkat Keberterimaan ... 39

3. Tabel 3.3. Instrumen Penilaian Tingkat Keterbacaan ... 40

4. Tabel 3.4. Kuesioner Penilaian Tingkat Keakuratan Terjemahan ... 41

5. Tabel 3.5. Kuesioner Penilaian Tingkat Keberterimaan Terjemahan ... 41

6. Tabel 3.6. Kuesioner Penilaian Tingkat Keterbacaan Terjemahan ... 41

7. Tabel 4.1 Temuan Data Jenis Tindak Tutur Ekspresif ... 51

8. Tabel 4.2 Varian Teknik yang Digunakan dalam Novel Stealing Home ... 78

9. Tabel 4.3. Teknik Penerjemahan Varian Tunggal ... 79

10. Tabel 4.4 Teknik Penerjemahan Varian Ganda/ Kuplet ... 82

11. Tabel 4.5 Teknik Penerjemahan Varian Triplet ... 89

12. Tabel 4.6 Teknik Penerjemahan Varian Kwartet ... 98

13. Tabel 4.7 Jumlah Keseluruhan Teknik Penerjemahan ... 100

14. Tabel 4.8 Jumlah Terjemahan Akurat, Kurang Akurat, dan Tidak Akurat .. 103

15. Tabel 4.9 Jumlah Terjemahan Berterima, Kurang Berterima, dan Tidak Berterima ... 105

16. Tabel 4.10 Jumlah Terjemahan dengan Tingkat Keterbacaan Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 107

17. Tebel 4.11 Dampak Penerapan Teknik Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan ... 109

18. Tabel 4.11 Dampak Penerapan Teknik Varian Tunggal Terhadap Kualitas Terjemahan ... 110

19. Tabel 4.12 Dampak Penerapan Teknik Varian Kuplet Terhadap Kualitas Terjemahan ... 112

20. Tabel 4.13 Dampak Penerapan Teknik Varian Triplet Terhadap Kualitas Terjemahan ... 114

21. Tabel 4.14 Dampak Penerapan Teknik Varian Kwartet Terhadap Kualitas Terjemahan ... 115

(12)

xi

DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 33 2. Diagram 3.7. Triangulasi Sumber Data ... 43 3. Diagram 3.8. Triangulasi Metodologi ... 43

(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

1. Bsu : Bahasa sumber 2. Bsa : Bahasa sasaran 3. Pada kode data:

a. B : Bill b. Be : Bella c. Bt : Betty d. C : Cal e. D : Dana Sue f. H : Helen g. J : John h. Jt : Jeanette i. K : Kyle j. M : Maddie k. Mt : Mitch l. P : Paula m. Pg : Peggy n. T : Ty commit to user

(14)

xiii

ABSTRAK

Fitriana, Irta. S131208021. 2014. Analisis Teknik dan Kualitas Terjemahan Tindak Tutur Ekspresif dalam Novel Stealing Home karya Sherryl Woods. Tesis. Pembimbing I: Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D., Pembimbing II: Prof. Dr. Djatmika M.A. Minat Utama Linguistik Penerjemahan, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jenis tindak tutur ekspresif pada novel Stealing Home beserta terjemahannya, (2) menganalisis teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan setiap tindak ilkusi ekspresif yang terdapat dalam pada novel Stealing Home, dan (3) mengetahui tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan tindak tutur ekspresif pada novel Stealing Home dilihat dari teknik penerjemahan yang digunakan.

Metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif deskriptif berkasus tunggal. Data dalam penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif dalam novel Stealing

Home yang diterjemahkan oleh Ursula G Buditjahja, yakni sebanyak 118 data. Selain

itu, data juga diperoleh dari hasil kuesioner para rater untuk penilaian kualitas terjemahan yang meliputi aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan metode dari Spradley yang terdiri dari analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan tema budaya.

Setelah dilakukan analisis, terdapat 19 jenis tindak tutur ekspresif yang ditemukan antara lain; berterimakasih 14,41%, memprotes 12,71%, menyetujui 11,02%, menyalahkan 9,32%, menyindir 7,63%, meminta maaf 7,63%, memuji 6,78%, salam perpisahan 5,93%, mengumpat 4,24%, berharap 3,39%, menyesal 3,39%, bersimpati 2,54%, membantah 2,54%, bersyukur 2,54%, mengejek 1,69%,

mengeluh 1,69%, menuduh 1,69%, mengucapkan selamat 0,85% dan salam 0,85%.

Ada 11 teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan tindak tutur ekspresif tersebut dengan frekuensi sebanyak 203 kali. Dari 118 data, 86,44% data diterjemahkan secara akurat, 12,71% data diterjemahkan secara kurang akurat, dan 0,85% secara tidak akurat. Mengenai tingkat keberterimaan, 97,46% data merupakan terjemahan yang berterima dan selebihnya (2,54%) merupakan terjemahan kurang berterima. Sedangkan untuk tingkat keterbacaan, seluruh data dinyatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Beberapa data yang kurang akurat, tidak akurat dan kurang berterima disebabkan oleh penggunaan teknik harfiah. Jadi, penerapan teknik ini perlu diperhatikan lagi. Dengan menggunakan metode penilaian kualitas hasil terjemahan oleh Nababan (2012), kualitas terjemahan tindak tutur ekspresif ini tergolong berkualitas dengan hasil akhir 2,94. Dengan demikian, penerapan 11 teknik penerjemahan berdampak positif pada kualitas terjemahannya, sehingga terjemahan tindak tutur ekspresif ini berhasil menjaga kekhasan tema cerita termasuk penokohannya dalam terjemahan bahasa Indonesia.

Kata kunci: tindak tutur ekspresif, teknik penerjemahan, keakuratan, keberterimaan, keterbacaan

(15)

xiv

ABSTRACT

Fitriana, Irta. S131208021. 2014. Analysis of Technique and Translation Quality of Expressive Speech Acts in Stealing Home novel by Sherryl Woods (A Translation Study Based on Pragmatic Approach). Thesis. Advisor I: Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D., Advisor II: Prof. Dr. Djatmika M.A. postgraduate Program in Linguistics, Majoring in Translation Studies. Sebelas Maret University Surakarta.

This study is aimed at (1) analyzing the types of expressive speech acts in

Stealing Home novel and its translations, (2) analyzing the translation techniques

used by translator in translating every expressive speech acts in Stealing Home novel, and (3) determining the impact of techniques on the study in terms of accuracy,

acceptability, and readability.

This research is descriptive qualitative and focuses on a single case. The data in this study are expressive speech acts in Stealing Home novel translated by Ursula G Buditjahja. There were 118 expressive speech acts taken as the data. In this study, the data were also questionnaires collected from nine raters to measure the translation quality including three aspects: accuracy, acceptability, and readability. The process of analysis used a model proposed by Spradley consisting of domain analysis, taxonomy analysis, componential analysis and findings of cultural theme.

After doing analysis, there were 19 expressive speech acts found in this study such as; thanking, 14,41%, protesting 12,71%, agreeing 11,02%, blaming 9,32%, insinuating 7,63%, apologizing 7,63%, praising 6,78%, leavetaking 5,93%),

swearing 4,24%, expecting 3,39%, regretting 3,39%, showing symphaty 2,54%, refuting 2,54%, thanking God 2,54%, mocking 1,69%, complaining 1,69%, accusing

1,69%, congratulating 1,69%, and greetings 0,85%. There were 11 techniques applied to translate these 118 expressive speech acts with the frequency 203 times. From 118 data, 86,44% were accurately translated, 12,71% were less accurately translated and 0,85% was not accurately translated. In term of acceptability, 97,46% were considered as acceptable translation, and the rest less accepatable. In term of readability, all the data had a high readibility or easy to understand. Some data that were less accurate, inaccurate, less acceptable were caused by literal technique. Thus, the use of this technique should be more careful. By using the model of measuring the translation quality proposed by Nababan (2012), the final score of translation quality was 2,94. Hence, the use of translation techniques had a good impact that was producing an accurate, acceptable and understandable easily translation. In other words, the translation of these expressive speech acts was well managed to keep the theme of the story including the quirk of characters in the translated novel.

Keywords: expressive speech acts, translation techniques, accuracy, acceptability, readability

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak sekali novel- novel terjemahan yang dengan sangat mudahnya bisa ditemukan baik di toko buku maupun perpustakaan. Penikmatnya pun kian hari kian marak. Sejumlah buku fiksi terjemahan lebih banyak ditemukan ketimbang buku karya penulis lokal. Gejala apakah ini? Ini bisa berarti banyak. Bisa saja artinya kita memang kurang memiliki penulis fiksi yang baik. Atau dapat juga diartikan bahwa karya- karya terjemahan tersebut lebih diminati dan lebih laku di pasaran. (https://www.goodreads.com/topic/show/90241-penerjemah)

Novel terjemahan semakin diminati oleh pembaca tanah air karena topiknya beragam dan alur ceritanya ‘fluktuatif’ dan tidak hanya membahas tentang cinta, tetapi juga tentang imajinasi dan petualangan ( https://www.goodreads.com/topic/show/90241-penerjemah). Lain halnya dengan novel Indonesia yang hampir sebagian besar hanya bertemakan cinta yang terlalu dramatis, sehingga terkesan cengeng. Mudah ditebak! Sehingga menyebabkan hilangnya rasa penasaran dari benak para pembacanya.

Keberadaan novel- novel terjemahan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung turut memperkaya khasanah sastra dan budaya kita. Dengan membaca karya sastra terjemahan, khususnya novel, pengetahuan kita akan budaya bangsa lain menjadi berkembang. Kita dapat pula membandingkan nilai- nilai yang ada dalam novel terjemahan dengan nilai- nilai dalam novel asli Indonesia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan nilai- nilai, ajaran, dan amanat dalam novel terjemahan yang sesuai dan dapat diterapkan dalam budaya kita.

Terkait dengan penerbitan novel- novel terjemahan yang semakin banyak, kegiatan penerjemahan menjadi penting. Hal ini berdampak kuat pada profesi sebagai penerjemah sebagai pemeran penting. Keterampilannya dalam menerjemahkan mampu membuat ini kita bisa menikmati buku-buku bagus dari belahan dunia lain, dari Eropa hingga Afrika; dari Asia hingga daratan Amerika meskipun kemampuan bahasa Inggris yang terbatas. Oleh karena itu, nama penerjemah kerap menjadi salah satu faktor utama yang bisa dipertimbangkan dalam

1

(17)

membeli buku-buku/ sastra terjemahan. Dari novel pemenang Pulitzer, Man Booker Prize, hingga Nobel atau novel-novel klasik yang tidak pernah terbayangkan, kita bisa berkesempatan membacanya dalam bahasa Indonesia.

Para penerjemah dengan dengan kemampuan menerjemahkannya mampu memberikan hasil terjemahan yang baik, termasuk novel. Namun, permasalahan yang seringkali muncul didalamnya. Salah satu problematika penerjemahan adalah perihal kualitas hasil terjemahan mengingat teks yang tertuang pada novel berbeda dengan teks yang umumnya dijumpai oleh penerjemah. Tidak semua orang, bahkan yang mengaku penerjemah sekali pun mampu menerjemahkan dengan baik. Sebab, yang dibutuhkan bukan saja kemahiran berbahasa asing tetapi juga kemampuan menginterpretasi dan memahami teks untuk mendapatkan hasil terjemahan yang bermutu dan “bernyawa” atau kemampuan menginterpretasi atau menafsirkan dan memahami teks demi mendapatkan “roh” cerita secara utuh dari pesan dalam bahasa sumber (http://www.goodreads.com/topic/show/90241-penerjemah).

Pada umumnya novel- novel terjemahan merupakan novel best seller di negaranya yang juga ditulis oleh penulis- penulis handal ( http://my-private-things.blogspot.com/search/label/harlequin). Salah satunya adalah Sherryl Woods,

seorang penulis novel best seller versi New York Times asal Virginia untuk novel percintaan (romansa). Bagi para pencinta novel romansa terjemahan, pasti mengenalnya. Sudah lebih dari 100 judul (novel) best seller ditulisnya. Kepiawaiannya dalam menghadirkan cerita yang realistis dengan kenyataan dan tidak terlalu ‘sinetron’. Semua tokoh-tokohnya dibawa dalam suatu drama percintaan yang indah tetapi realistis sehingga tidak terkesan murahan dan cengeng meskipun ceritanya disajikan dengan bahasa yang mengaduk- aduk memosi pembaca. Tidak salah jika banyak novel yang ditulisnya menjadi novel best seller. Selain lebih dari 75 roman untuk Silhouette Desire dan Edisi Khusus, dia telah menulis 13 novel misteri dalam seri Amanda Roberts dan empat di seri Molly DeWitt

(http://www.sherrylwoods.com/y1-090599.shtml).

Stealing Home merupakan contoh yang bagus dari sebuah novel romansa

yang baik. Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Hati yang

Terenggut pada tahun 2010 dengan alih bahasa Ursula G Buditjahya. Dengan

(18)

kompleks dalam rumah tangganya mulai dari anoreksia, bullying, perselingkuhan, perceraian dan cinta. Ceritanya sangat hebat, dan semuanya ditulis dengan baik dan menyentuh.

Dalam menerjemahkan suatu novel atau karya sastra, tidak hanya mensyaratkan transmisi informasi di antara dua bahasa. Penerjemah sastra harus memperhitungkan “gereget, emosi dan rasa suatu karya dalam versi bahasa orisinal; bentuk estetis yang dipakai pengarang orisinal; juga setiap informasi yang terkandung dalam pesan.” ( http://inisiatifpenerjemahansastra.org/tulisan-writings/sastra-terjemahan-kita/). Selain harus menguasai bahasa sumber (Bsu) dan

bahasanya sendiri dengan sama baiknya belum tentu menjamin mutu terjemahannya. Menurut Nababan (2003: 12- 13) ilmu penerjemahan termasuk ilmu interdisipliner yakni ilmu yang menerima sumbangan dari ilmu- ilmu lain, seperti linguistik, psikolinguistik, pragmatik, ilmu komunikasi, filologi, dan lain sebagainya.

Menurut Levinson (1983), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar dalam pemahaman bahasa. Ini menunjukkan bahwa ketika seseorang berkomunikasi, maka dia harus mengetahui fungsi bahasa yang digunakan untuk mencapai pemahaman dari mitra tuturnya. Dalam perkembangannya, pragmatik memiliki aspek- aspek yang berkaitan erat dengan penerjemahan. Aplikasi pendekatan pragmatik dalam penerjemahan yang banyak diterapkan adalah dalam percakapan/ tuturan mengingat keduanya mengandung maksud tersendiri berdasarkan situasi tutur tertentu mencakup penutur dan mitra tutur; konteks; tujuan; waktu dan tempat.

Tindak tutur (speech act) merupakan salah satu kajian dalam ilmu pragmatik yang didefinisikan sebagai suatu ujaran yang mengandung tindakan atau action

performed via utterances (Yule (1996: 47). Artinya, ketika seseorang mengatakan

sesuatu, dia tidak hanya memproduksi kata- kata yang bermakna, tetapi juga menunjukkan suatu tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam sebuah ujaran selalu memiliki maksud tertentu, maksud inilah yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu terhadap orang lain. Searle (dalam Rahardi, 2005) mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima kelompok, yaitu asertif, direktif,

komisif, ekspresif, dan deklaratif.

(19)

Beberapa penelitian terkait analisis tindak tutur dengan menggunakan pendekatan pragmatik menjadi inspirasi maupun referensi penulis dalam melakukan penelitian ini antara lain penelitian yang sudah dilakukan oleh Galih Wicaksono (2011) Permasalahan yang diangkat dalam penelitiannya adalah melalui judul “Tindak

Tutur Ekspresif Pada Rubrik Gambang Suling Di Majalah Jaya Baya”, ini, adalah

memfokuskan pada jenis dan fungsi tindak ilokusi ekspresif yang terdapat pada rubrik gambang suling di majalah Jaya Baya, dan efek perlokusi apa saja yang timbul. Penelitian ini tidak mengungkap penerjemahan tindak tutur ekspresifnya.

Selanjutnya, penelitian yang relevan adalah sebuah tesis yang ditulis oleh Adventina Putranti (2007) dalam tesis yang berjudul “Kajian Terjemahan Tindak

Ilokusi Ekspresif dalam Teks Terjemahan Film American Beauty”. Dalam

penelitiannya, penulis memfokuskan kajiannya pada tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam teks terjemahan film American Beauty dan keterkaitannya dengan penerjemahan. Peneliti sudah membahas tindak tutur dengan hubungannya dengan penerjemahan, namun membahas membahas teknik- teknik apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan tindak ilokusi ekspresif dalam film tersebut. Namun, penilaian kualitas terjemahan juga terletak pada aspek kesepadanan dan keberterimaan saja.

Ardiana Nuraeni (2008) menulis tesis penerjemahan dengan judul“Perbandingan Terjemahan Tindak Tutur Mengeluh dalam Film Bad Boys II

yang ditayangkan di stasiun televisi dan VCD”. Penelitian ini dapat dikatakan sangat

spesifik dan terfokus pada satu fungsi tindak tutur ekspresif, yakni mengeluh. Dalam pembahasannya telah mencakup kualitas terjemahannya berdasarkan teknik yang digunakan. Dari sini, tentunya banyak hal yang belum disentuh oleh peneliti yang bisa menjadi bahan penelitian selanjutnya, misalnya jenis ilokusi ekspresif yang lain atau jenis tindak tutur lainnya.

Rahmat Wisudawanto (2012) juga melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Terjemahan Tuturan Karakter Spongebob dalam komik Amazing Journey dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.” Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak ilokusi tuturan karakter Spongebob yang ada dalam teks bahasa sumber, teknik penerjemahan serta dampak pengunaan teknik tersebut terhadap keakuratan dan keberterimaan terjemahan tuturan. Penelitian ini commit to user

(20)

dinilai masih umum karena pembahasannya tidak fokus pada terjemahan salah satu jenis tindak tutur, tetapi semua jenis tuturan seperti direktif, ekspresif, deklaratif,

asertif, dan komisif. Selain itu, terkait kualitas terjemahannya, penelitian ini

menekankan pada dua aspek penilaian, yakni keakuratan dan keberterimaan. Penelitian terjemahan tindak tutur lainnya belum lama ini dilakukan oleh Daru Singgih Kuncara pada tahun 2013 yang ditulis dalam sebuah jurnal kebahasaan

Transling (Vol.1, no.1) 2013. Judul penelitiannya adalah “Analisis Terjemahan Tindak Tutur Direktif Pada Novel The Godfather Dan Terjemahannya Dalam Bahasa Indonesia”. Fokus kajiannya adalah untuk mengevaluasi penerapan fungsi

ilokusi tindak tutur direktif dalam novel the Godfather karya Mario Puzo, penggunaan teknik penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, dan dampaknya terhadap kualitas hasil penerjemahannya. Dengan demikian, penelitiannya menggunakan pendekatan direktif. Tentunya, dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa inspirasi dan gap yang bisa diteruskan dalam penelitian selanjutnya,misalnya jenis tindak tutur yang lain, seperti asertif, komisif, ekspresif, atau representatif.

Dari beberapa paparan penelitian di atas, tampak bahwa kajian kualitas terjemahan tindak tutur ekspresif secara menyeluruh yang mencakup tiga aspek yakni keterbacaan, keakuratan, dan keberterimaan berdasarkan teknik- teknik yang digunakan belum pernah dilakukan. Adapun dua hal mendasar yang digunakan sebagai pelatuk dalam pemilihan topik penelitian ini, yakni sumber data dan penelitian terkait sebelumnya.

Pada beberapa penelitian sebelumnya, sumber data yang digunakan antara lain komik, film, dan majalah, sehingga penelitian ini akan memfokuskan pada analisis terjemahan tindak tutur ekspresif pada novel genre romansa. Mengapa? Novel romansa adalah novel percintaan dan memuat banyak ekspresi- ekspresi yang merupakan luapan emosi karakter cerita novel. Dengan demikian, analisis terjemahan tindak tutur ekspresif menjadi sangat tepat dilakukan, terlebih lagi novel ini memuat porsi tuturan yang lebih banyak dibandingkan dengan narasi ceritanya. Berikut ditemukan beberapa data yang bisa dikategorikan sebagai tindak tutur ekspresif, berikut contohnya:

(21)

Bill: “I’m sorry. I had no idea she was going to show up.” Bill: “Aku minta maaf. Aku tidak tahu dia akan muncul.”

Tuturan ekspresif di atas disampaikan oleh Bill kepada Maddie. Bill meminta maaf atas kedatangannya di pertandingan Ty dengan Noreen, namun kehadiran Noreen diluar dugaan dan tanpa sepengetahuan Bill. Awalnya Bill memang berniat datang sendirian ke pertandingan Ty. Akan tetapi, tiba- tiba Noreen menyusulnya melihat pertandingan. Dengan perasaan bersalahnya, Bill meminta maaf kepada Maddie dan menjelaskan bahwa apa yang terjadi sama sekali tidak dalam rencananya. Akhirnya Maddie memaafkan dan memintanya keluar dari tribun penonton agar konsentrasi Ty tidak terganggu dengan kehadiran ayahnya bersama dengan selingkuhannya yang sedang hamil. Menariknya, novel ini belum pernah diteliti terjemahan tuturannya, khususnya tindak tutur ekspresif.

Jika melihat kembali beberapa penelitian terkait sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Adventina Putranti dengan fokus kajian menganalisis jenis- jenis tindak tutur ekspresif dan kualitas terjemahannya. dari hasil analisis 117 tuturan ekspresif ditemukan 15 jenis tindak tutur ekspresif, namun beberapa diantaranya bukan termasuk jenis tindak tutur ekspresif melainkan merupakan peristiwa tutur, misalnya ungkapan rasa benci, puas, lega, bangga, senang, heran, puas, marah dan

malu. Sebaiknya peristiwa- peristiwa tutur seperti ini perlu memperhatikan lagi

konteks dan tuturan yang disampaikan, misalnya ungkapan rasa marah atau benci bisa menimbulkan jenis tindak tutur menyalahkan, mengejek, atau mengumpat. Selain itu, penelitian ini belum memberikan pembahasan tentang penerapan teknik- teknik penerjemahan yang digunakan. Dengan demikian, penilaian kualitas terjemahan dalam hal ini kurang utuh karena hanya didapatkan dari penilaian para rater. Akan lebih menarik dan lengkap apabila penilaian kualitas juga diperoleh sebagai dampak/ pengaruh dari teknik- teknik penerjemahan yang digunakan.

Berdasarkan dua alasan dan pelatuk di atas, penelitian ini bertujuan untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang meliputi pembahasan tentang jenis tindak tutur ekspresif, teknik- teknik yang digunakan, dan dampak penerapan teknik terhadap kualitas terjemahan dari ketiga aspek yakni keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

(22)

B. Batasan Penelitian

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif deskriptif bidang penerjemahan yang berorientasi pada produk terjemahan, dalam hal ini novel. Pendekatan pragmatik dipilih dengan tujuan mempermudah analisis tindak tutur (tuturan berbasis pada konteks). Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa terdapat banyak sekali jenis tindak tutur dalam kajian pragmatik. Sehingga beberapa teori terkait guna mempermudah analisis sekaligus dasar analisis yang dibahas dalam penelitian ini terbatas pada teori tutur, tindak tutur ekspresif, penerjemahan tuturan, teknik penerjemahan dan penilaian kualitas penerjemahan.

Penelitian ini hanya mengkaji masalah tindak tutur ekspresif dalam novel

Stealing Home (Hati yang Terenggut), jenis tindak tutur ekspresif, teknik- teknik

yang dipakai dalam menerjemahkan tindak tutur ekspresif, serta dampaknya terhadap kualitas hasil terjemahan yang dilihat dari aspek keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.

C. Rumusan Masalah

Ada beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja jenis tindak tutur ekspresif yang muncul pada novel Stealing

Home beserta terjemahannya?

2. Teknik penerjemahan apa saja yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan setiap jenis tindak tutur ekspresif pada novel Stealing

Home?

3. Bagaimana tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan tindak tutur ekspresif pada novel Stealing Home dilihat dari teknik penerjemahan yang digunakan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan pertanyaan di atas, tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis jenis tindak tutur ekspresif pada novel Stealing Home

beserta terjemahannya

2. Menganalisis teknik penerjemahan ang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan setiap tindak ilkusi ekspresif yang terdapat dalam pada novel Stealing Home commit to user

(23)

3. Mengetahui tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan tindak tutur ekspresif pada novel Stealing Home dilihat dari teknik penerjemahan yang digunakan

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini mampu memberikan informasi kepada para penerjemah novel, baik penerjemah profesional maupun amatir mengenai penerjemahan tindak tutur, khususnya tindak tutur ekspresif. Dengan memperhatikan penggunaan teknik- teknik penerjemahan, diharapkan mampu menghasilkan terjemahan yang lebih akurat dan lebih berterima.

2. Penelitian ini mampu memberikan sumbangan informasi untuk pengembangan teori dan aplikasi penerjemahan pada disiplin ilmu linguistik, seperti pragmatik.

3. Penelitian ini mampu memberikan masukan dan menjadi referensi penelitian di bidang penerjemahan mendatang. Bagi peneliti- peneliti selanjutnya berpeluang untuk meneliti terjemahan salah satu jenis tindak tutur ekspresif seperti berterimakasih, membantah, meminta maaf, mengejek, dan lain- lain atau penelitian terjemahan tindak tutur lainnya seperti direktif, asertif,

komisif, dan reperesentatif.

4. Sebagai saran kepada siapa saja yang terbiasa atau yang ingin menerjemahkan karya sastra yang ada di Indonesia, khususnya dalam penerjemahan tuturan ekspresif novel agar lebih berhati- hati dalam memilah dan memilih teknik yang digunakan dalam menerjemahkannya untuk mendapatkan hasil terjemahan yang berkualitas.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Bab ini berisi landasan teori dan kerangka pikir penelitian. Beberapa teori dan rujukan penelitian yang digunakan pada tesis ini akan dipaparkan. Penelitian ini mengkaji penerjemahan tindak ilokusi ekspresif. Adapun teori- teori terkait dan relevan terhadap penelitian ini adalah teori penerjemahan dan teori pragmatik. Dalam teori penerjemahan meliputi definisi penerjemahan, teknik penerjemahan, dan kualitas penerjemahan. Sementara itu, dalam pragmatik terbatas mencakup teori tindak tutur ilokusi ekspresif, bukan pragmatik secara luas. Berikut penjelasan detil dari setiap subbab ini:

A. Kajian Teori

1. Definisi Penerjemahan

Penerjemahan merupakan sebuah langkah nyata untuk menghilangkan jurang pemisah sistem bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut meliputi struktur (baik dalam tataran kata, frasa, maupun kalimat), pengucapan, budaya dan lain- lain. Perbedaan bahasa antara individu satu dengan yang lain tidak serta merta membatasi ruang gerak mereka untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya kelompok masyarakat yang tetap bisa berinteraksi dengan kelompok lain dengan perbedaan sistem bahasa. Kemampuan masing-masing pihak dalam memahami bahasa yang disampaikan adalah landasannya.

Secara umum, penerjemahan adalah proses penyampaian pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Ada sejumlah pertimbangan yang menyertai usaha pemindahan pesan tersebut, terutama menyangkut keutuhan pesan yang dihasilkan dalam produk terjemahan. Definisi penerjemahan telah dikemukakan oleh banyak ahli sejak tahun 1960-an. Dalam konsep teori penerjemahan ini, beberapa pakar memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut, diantaranya Newmark, Nida dan Taber, Bell dan Nababan.

Newmark (1988: 5) mendefinisikan penerjemahan sebagai “rendering the

meaning of a text into another language in the way that the author intended the text”.

9

(25)

Definisi tersebut mengandung arti bahwa penerjemahan merupakan sebuah proses untuk menerjemahkan sebuah makna kedalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud oleh penulis. Pendapat Newmark tersebut lebih menekankan penerjemahan sebagai suatu proses pengalihan makna seperti yang dimaksudkan oleh penulis. Selanjutnya Nida dan Taber (1974:12) menyatakan bahwa “Translating consists of

reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Definisi

ini menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan, pengalihan pesan dari BSu ke BSa merupakan inti kegiatan tersebut kemudian gaya bahasanya. Sementara itu Bell (dalam Wafa, 2013: 15) mengatakan bahwa “Translation is the expression in

another language (target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic equivalences.” Menurutnya, penerjemahan adalah

pengalihan makna atau pikiran dari satu bahasa ke bahasa lain, yang juga mempertahankan semantik dan gaya bahasanya. Definisi ini diperjelas lagi oleh Nababan (dalam Nurhaniah, 2008: 10), penerjemahan tidak hanya mengalihkan pesan saja tetapi juga bentuk bahasanya. Baik penerjemah karya sastra maupun penerjemah karya ilmiah perlu mempertimbangkan tidak hanya isi berita tetapi juga bentuk bahasa dalam terjemahan karena pada hakekatnya setiap bidang ilmu mempunyai gaya bahasa dalam mengungkapkan pesannya. Dengan kata lain, penerjemahan merupakan usaha mencapai tingkat kesepadanan ideal antara Bahasa Sumber (BSu) dengan Bahasa Sasaran (BSa).

Dari pendapat beberapa ahli penerjemahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan tidak sekedar mencari padanan tetapi bagaimana seharusnya maksud penulis bisa dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Selain itu bentuk dan gaya bahasa juga merupakan aspek yang harus diterjemahkan, sehingga hasil terjemahan sesuai dalam hal makna dan ekspresi dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara tertulis, lisan atau tanda. Oleh karena itu, penulis memandang penerjemahan sebagai suatu aktivitas pengalihan makna BSu sedekat mungkin dalam BSa tanpa mengabaikan maksud penulis karena pada dasarnya penerjemahan merupakan alat komunikasi antara penulis teks BSa dan pembaca teks BSa.

(26)

2. Teknik Penerjemahan

Pendapat Molina dan Albir (2002) terkait teknik penerjemahan adalah

“procedures to analyse and classify how translation equivalence work”.

Menurutnya, teknik penerjemahan adalah prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan berlangsung dan dapat diterapkan. Masih menurut Molina dan Albir, terdapat lima karakteristik dalam teknik penerjemahan, antara lain:

 “They affect the result of the translation” (teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan)

 “They are classified by comparison with the original” (teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSa)

 “They affect micro-unit of text” (teknik berada pada tataran mikro)

 “They are nature discursive and contextual” (teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu)

 “they are functional” (teknik bersifat fungsional)

Selanjutnya Molina dan Albir (2002: 509- 511) dan Vinay dan Darbelnet

(dalam Molina, 2002) merilis delapan belas teknik penerjemahan yang bisa dijadikan acuan sekaligus pedoman bagi penerjemah dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran. Adapun teknik- teknik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penambahan (Addition)

Teknik penerjemahan yang memberikan detail yang tidak diformulasikan dalam bahasa sumber. Penambahan dalam teknik ini hanya informasi yang digunakan untuk membantu penyampaian pesan atau pemahaman pembaca. Penambahan ini tidak boleh mengubah pesan yang ada dalam teks bahasa sumber. BSu : There are many Indonesian at the ship.

BSa : Banyak warga negara Indonesia di kapal itu.

Kata Indonesian diterjemahkan menjadi warga Negara Indonesia di sini dimaksudkan untuk memperjelas informasi tanpa mengubah pesan yang terkandung dari kata tersebut.

(27)

b. Peminjaman Murni (Pure Borrowing)

Teknik penerjemahan yang menggunakan kata atau ungkapan dari Bsu di dalam Bsa. Peminjaman dapat berupa peminjaman murni (pure borrowing), yaitu peminjaman tanpa melakukan perubahan apa pun seperti contoh berikut:

Bsu: radio Bsa: radio

c. Peminjaman alamiah (Naturalized Borrowing)

Merupakan kebalikan dari teknik peminjaman alami yang dilakukan dengan cara mengadopsi istilah ynag ada pada teks Bsu, kemudian dilakukan beberapa penyesuaian agar sesuai dengan tata bahasa sasaran. Berikut contohnya:

Bsu: music Bsa: musik d. Kalke (Calque)

Dalam teknik penerjemahan ini, suatu bahasa meminjam ungkapan dari bahasa sumber kemudian diterjemahkan secara harfiah setiap unsurnya dalam bahasa sasaran. Hal mendasar atau ciri khas teknik ini adalah adanya interferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran, misalnya

BSu : He is the new assistant manager BSa : Dia adalah asisten manajer yang baru.

e. Kompensasi (Compensation)

Kompensasi merupakan teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara menggantikan posisi unsur informasi atau memperkenalkan elemen bahasa sumber atau pengaruh efek stilistika dalam BSu pada bagian lain dalam BSa karena tidak dapat direalisasikan pada bagian yang sama dalam BSa, sebagai contoh:

BSu: A burning desire to share The Secret with the world consumed me.

BSa: Hasrat yang menyala-nyala untuk membagikan Rahasia kepada dunia membakar diri saya.

(28)

f. Deskripsi (Description)

Teknik penerjemahan deskripsi dilakukan dengan cara mengganti ungkapan atau istilah dalam Bsu dengan deskripsi (penggambaran tentang bentuk dan fungsinya), misalnya:

BSa: sake

Bsa: minuman beralkohol dari Jepang yang hasil dari fermentasi dari beras g. Transposisi (transpotition)

Teknik transposisi merupakan teknik penerjemahan dengan cara merubah unsur gramatikal dari BSa ke dalam BSa yang dianggap sesuai. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Kata kerja dalam teks bahasa sumber, misalnya dirubah menjadi kata benda pada teks sasaran, sebagai contoh: BSu : I have no control over this condition

BSa : Saya tidak dapat mengendalikan kondisi ini

h. Modulasi (Modulation)

Teknik penerjemahan yang mengganti, fokus, sudut pandang atau aspek kognitif yang ada dalam BSu, baik secara leksikal ataupun struktural.

BSu: Nobody doesn’t like it. BSa: Semua orang menyukainya.

i. Generalisasi (generalization)

Penerapan teknik generalisasi adalah dengan cara mengganti menggunakan istilah yang lebih umum. Teknik ini diterapkan jika tidak ada istilah yang lebih spesifik dalam Bsa, seperti contoh berikut ini:

Bsu: Apartment Bsa: rumah tinggal

j. Partikularisasi (Particularization)

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi (superordinat ke subordinat). Menerjemahkan dengan teknik partikularisasi dilakukan dengan cara menerapkan penggunaan istilah yang lebih konkrit dan spesifik. Contoh:

BSu: air transportation Bsa: pesawat

(29)

k. Reduksi (Reduction)

Teknik reduksi adalah teknik yang dilakukan dengan cara memadatkan informasi yang terdapat dalam Bsu ke dalam Bsa. Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (ommission atau deletion atau subtraction) atau implisitasi. Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran, sebagai contoh:

BSu : Islamic fasting month BSa : Ramadhan

l. Substitusi (Substitution)

Pada umumnya teknik substitusi diterapkan dalam penerjemahan lisan (interpreting). Teknik substitusi dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyara), misalnya:

Bsu: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, (menaruh tangan di dada) Bsa: Terima kasih

m. Kreasi Diskursif (discursive creation)

Teknik penerjemahan yang menggunakan padanan sementara yang jauh dari konteks aslinya. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film.

BSu: Just an ashtray smashing down Bsa: Cuma suara kucing

n. Kesepadanan lazim (established equivalent)

Teknik kesepadanan lazim dilakuakn dengan menerjemahkan istilah dalam Bsu dengan istilah yang sudah lazim dalam bahasa sasaran. Istilah dalam bahasa sumber tersebut umumnya berdasarkan kamus atau ungkapan sehari-hari.

BSu : Sincerely yours BSa : Hormat kami

(30)

o. Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification)

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik kompresi linguistik. Hal ini dimaksudkan dengan tujuan menambah elemen linguistik dalam bahasa sasaran agar sesuai dengan kaidah-kaidah Bsa. Teknik ini lazim digunakan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau dalam sulih suara (dubbing), sebagai contoh:

BSu : everything is up to you!

BSa : semuanya terserah anda sendiri!

p. Kompresi Linguistik (linguistic compression)

Teknik ini sering digunakan dalam interpreting atau dubbing yang berbeda dengan teknik amplifikasi linguistik yang umumnya dilakukan dalam pengalihbahasaan simultan atau dalam penerjemahan teks film. Teknik ini diaplikasikan dengan cara mensintesis elemen linguistik yang ada menjadi sederhana karena sudah dipahami atau dengan menyatukan unsur-unsur linguistik yang ada dalam teks BSu, misalnya:

BSu : Are you sleepy? BSa : Ngantuk?

q. Harfiah (Literal)

Teknik ini dilakukan dengan cara menerjemahkan BSa kata perkata ke dalam bahasa sasaran, sebagai contoh:

BSu : The President gave the present to Michael last week. BSa : Presiden memberi hadiah itu pada Michael minggu lalu.

r. Variasi (Variation)

Teknik ini lazim digunakan dalam menerjemahkan naskah drama yang dilakukan dengan cara mengganti unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang mempengaruhi variasi lingguistik perubahan tona tekstual, gaya bahasa, dialek bahasa, dialek geografis, misalnya:

Bsu: What do you want? Bsa: Apa mau lo?

(31)

3. Kualitas Terjemahan

Tujuan utama seorang penerjemah dalam menerjemahkan adalah untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas (tercapainya keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan). Hal tersebut berkaitan erat dengan pembaca selaku klien hasil terjemahan. Oleh karena itu seorang penerjemah harus menentukan terlebih dahulu siapa calon pembaca terjemahannya dan untuk keperluan apa terjemahan itu. Pada dasarnya, suatu terjemahan tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya jika pembaca sasarannya tidak dapat memahami isi pesan teks tersebut. Hoed (2004) menyebutnya sebagai audience design dan needs analysis.

Kualitas terjemahan merupakan suatu hal mutlak dilakukan dalam menerjemahkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar pesan yang disampaikan penulis lewat tulisannya bisa disampaikan kepada pembaca tanpa mengurangi sedikitpun makna yang dimaksud. Kualitas hasil terjemahan ditentukan tiga aspek yaitu keterbacaan, keakuratan, dan keberterimaan. Tentu saja, yang paling baik ialah hasil terjemahan dengan tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi. Namun, dengan berbagai macam pertimbangan dalam praktiknya terkadang sulit untuk menghasilkan terjemahan yang sempurna. Seringkali penerjemah dihadapkan pada pilihan untuk lebih mementingkan suatu aspek dan sedikit mengorbankan aspek yang lain.

Sebagai sebuah produk, terjemahan tentunya mempunyai tingkatan kualitas yang bisa ditentukan oleh berbagai faktor. Pada umumnya, kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari faktor keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dari terjemahan tersebut. Ketiga aspek tersebut merupakan parameter kualitas terjemahan yang saling berkaitan satu sama lain.

1. Keakuratan

Menurut Nababan (2012: 44) keakuratan merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran sudah sepadan ataukah belum. Dengan kata lain, pesan yang diterjemahkan harus tersampaikan secara akurat, sama makna. Keakuratan menjadi prinsip dasar penerjemahan, sehingga harus menjadi fokus utama penerjemah. Jika keakuratan suatu terjemahan sangat rendah sekali, maka bisa dipertanyakan apakah hasil tersebut termasuk hasil terjemahan atau bukan. commit to user

(32)

Kesepadan makna yang dimaksud bukanlah sekedar bentuknya, tetapi pesan, ide gagasan pada BSu tersampaikan pada BSa. Kesepadanan juga bukan berarti korespondensi satu-satu, dengan penerjemahan kata demi kata. Namun lebih pada keseluruhan ide atau pesan. Sebagai contoh, apabila yang diterjemahkan ialah surat resmi maka hasilnya pun haruslah berupa surat resmi pula.

2. Keberterimaan

Nababan (2012: 44) mengatakan bahwa keberterimaan menjadi aspek penting dari suatu terjemahan karena menentukan kepantasan suatu terjemahan dilihat dari bahasa sasaran. Suatu terjemahan dikatakan berterima apabila terjemahan tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan dalam bahasa sasaran. Terkadang penerjemah hanya menerjemahkan suatu teks per kata tanpa memperdulikan perbedaan ‘style’ dari kedua bahasa tersebut. Nababan (2008) menjelaskan bahwa istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran atau belum, baik pada tataran mikro ataupun pada tataran makro. Misalnya dalam budaya bangsa Inggris, memanggil lawan bicara denga kata “you” itu biasa dalam semua kalangan. Tetapi dalam budaya Jawa, terjemahannya yakni ”kowe” tidak berterima bila dipergunakan terhadap orang yang lebih tua atau yang mempunyai status sosial lebih tinggi.

Ketiga aspek penting ini, memiliki peran penting dalam menentukan kualitas penerjemahan. Keakuratan memiliki bobot tertinggi diikuti keberterimaan dan keterbacaan. Namun demikian, terjemahan yang berkualitas adalah penerjemahan yang ide gagasannya sesuai dengan BSa, alami, luwes, dan tidak kaku sesuai dengan tata BSa, dan mudah dipahami oleh pembaca BSa.

3. Keterbacaan

Deka (2011), mengatakan bahwa ukuran keterbacaan suatu teks didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan dan pesona insani tidak lebih dari sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat teks dengan kemampuan para pembaca teks itu. Keterbacaan menyangkut derajat mudah tidaknya suatu teks terjemahan dapat dipahami. Teks terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi apabila teks tersebut mudah dipahami serta dimengerti oleh pembaca teks bahasa sasaran. Di sini peran pembaca sangat diperlukan dalam penentuan tingkat commit to user

(33)

keterbacaan. Selain itu, tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain panjang rata-rata kalimat, jumlah kata-kata baru, dan kompleksitas gramatika dari bahasa yang digunakan.

Model ini diadaptasi oleh Nababan pada tahun 2004 yang kemudian dikembangkan lagi pada tahun 2012 untuk menilai kualitas terjemahan dengan tiga instrumen, yaitu tingkat keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan. Masing- masing mempunyai instrument penilaian tersendiri meliputi instrument tingkat keakuratan , keterbacaan, dan keberterimaan pesan dengan interval penilaian 1-3 yang mengindikasikan nilai akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Demikian halnya dengan instrument penilaian tingkat keterbacaan dan keberterimaan.

Pengembangan model ini terlihat dimana bobot keakuratan adalah 3, keberterimaan 2, dan keterbacaan 1. Artinya, yang paling diutamakan adalah keakuratan yang sebagai pertimbangannya yakni sesuai dengan prinsip dasar penerjemahan itu sendiri. Pembobotan ini pula yang mendorong suatu penilaian kualitas menjadi lebih baik. Hal ini pula yang selanjutnya dijadikan variabel sebagai nilai kecenderungan untuk mengukur hasil terjemahan.

4. Pragmatik

Istilah pragmatik kali pertama diperkenalkan oleh seorang filosof yang bernama Charless Morris pada tahun 1938. Ketika ia membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic) yang memiliki tiga cabang kajian, yaitu sintaksis (kajian lingustik yang mengkaji hubungan formal antar tanda), semantik (kajian linguistik tentang hubungan tanda dengan objek tanda tersebut), dan pragmatik (kajian hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda tersebut). Dalam perkembangannya, pengertian tersebut dimodifikasi menjadi kajian bahasa yang bereferensi atau berhubungan dengan faktor dan aspek-aspek kontekstual.

Secara umum, pragmatik merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang makna tuturan. Menurut Yule (1996), pragmatik adalah ilmu yang berkaitan dengan makna tuturan yang dikomunikasikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh si petutur (mitra tutur). Apa yang dimaksudkan oleh penutur inilah yang menjadi fokus kajian pragmatik. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang berkomunikasi dengan mitra tuturnya, maka dia harus mengetahui fungsi dari bahasa yang commit to user

(34)

digunakan untuk mencapai pemahaman dari mitra tuturnya. Artinya, pesan/ maksud yang disampaikan penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur yang didukung oleh situasi dan keadaan yang mendukung atau konteks.

Menurut Levinson (1983) pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar dalam pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik berkaitan dengan kemampuan pengguna bahasa dalam menghubungkan dan menyerasikan kalimat- kalimat dan konteks- konteks secara tepat atau bagaimana suatu bahasa digunakan dalam komunikasi.

Ada dua hal pokok dalam pragmatik menurut Kridalaksana (2001: 176) yaitu syarat- syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi dan aspek- aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna tuturan. Dikatakan bahwa untuk memahami bahasa, seseorang dituntut untuk tidak saja mengetahui makna kata dan hubungan gramatikal antarkata namun juga mampu menarik kesimpulan yang akan menghubungkan apa yang akan dikatakan dengan apa yang diasumsikan sebelumnya. Kesimpulannya, pengertian pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari makna tuturan pada situasi tutur tertentu. Teori pragmatik meliputi teori tindak tutur, teori implikatur, teori relevansi, dan deiksis.

5. Tindak Tutur (Speech Act)

Teori tindak tutur adalah pandangan yang memusatkan perhatian pada penggunaan bahasa dalam mengkomunikasikan maksud dan tujuan pembicaraan. Dalam berkomunikasi, penutur maupun mitra tutur harus saling memahami kaidah- kaidah bahasa yang mengatur hal tersebut, agar kegiatan tindak tutur dapat berjalan dengan baik. Pada dasarnya, tindak tutur merupakan sesuatu yang sebenarnya acap kali kita lakukan ketika berbicara seperti melaporkan, menyatakan, memperingati,

menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, mengkritik, meminta, menasehati, dan

lain- lain. Dengan kata lain, tindak tutur merupakan salah satu pendekatan analisis fungsi bahasa dalam komunikasi.

Dalam berkomunikasi tidak selamanya berkaitan dengan masalah- masalah yang bersifat tekstual, tetapi juga interpersonal sehingga komunikasi verbal bentuk apapun perlu disikapi sebagai sebuah fenomena pragmatik. Tindak tutur (speech act) commit to user

(35)

adalah subkajian pragmatik yang berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi manusia. Istilah ini merupakan entitas penting yang bersifat sentral dalam pragmatik. Penting dan sentralnya itu tampak dalam perannya dalam analisis topik pragmatik. Untuk mencapai tujuannya, seorang penutur dalam bertindak tutur selalu berusaha agar hal yang disampaikannya dapat dipahami dan tidak merugikan mitra tutur dan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan.

Menurut Rustono (1999: 31) tindak tutur (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik. Dengan kata lain, Mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh) di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Pengertian ini disederhanakan oleh Yule (1996) yaitu tindakan yang dilakukan melalui ujaran. Seorang ahli bahasa yang bernama J.L. Austin menelusuri hakikat tindak tutur. Austin mengemukakan konsep mengenai Act of Utterance (tindak ujar). Pidato kuliah Austin dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul How to Do Things with

Words (1962). Melalui buku itu, Austin mengemukakan pandangan bahwa bahasa

tidak hanya berfungsi untuk mengatakan sesuatu. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan tuturan yang dipengaruhi oleh kemampuan bahasa penutur yang mengandung tindakan dalam komunikasi dengan mempertimbangkan konteks.

Searle (1969: 24- 25) berpendapat bahwa semua komunikasi linguistik mengandung tindak tutur. Artinya, komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi lebih tepat sebagai produk atau hasil lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Perilaku tindak tutur dalam suatu komunikasi perlu mempertimbangkan dua bagian (pasangan) yang saling bergantian, misalnya

perintah-jawaban, pernyataan-jawaban, pertanyaan-jawaban,

permohonan-penolakan, dan sebagainya. Hal ini dapat diketahui melalui ujaran (tuturan) yang

dihasilkan baik oleh penutur maupun mitra tutur. Seorang penutur harus mengetahui apakah pesannya telah diterima dan dimengerti dan mitra tutur harus menunjukkan bahwa ia telah menerima dan mengerti pesan tersebut.

Baik penutur maupun mitra tutur bertanggung jawab dalam setiap interaksi lingual dimana sebuah konteks memiliki peranan dalam membentuk suatu tindak tutur. Searle (1969) dan Austin (1962:100-102) memandang tindak tutur yang commit to user

(36)

dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung, yang diwujudkan oleh penutur, yaitu tindak lokusi (locutionary acts), ilokusi (illocutionary acts), dan perlokusi (perlocutionary

acts). Berikut pembahasan ketiganya.

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu atau disebut juga the act of saying something. Fokus konsep lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu. Rahardi (2005) menyebutkan bahwa lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandungnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi karena dalam pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan konteks tuturan. Contoh tindak tutur lokusi misalnya ketika seorang ibu berkata kepada anaknya, “Kamarmu berantakan sekali.” Tuturan tidak merujuk pada maksud tertentu, melainkan si penutur (ibu) menginformasikan bahwa kondisi kamar si anak berantakan tanpa disertai dengan tendesi mempengaruhi mitra tuturnya (anak) untuk melakukan sesuatu.

Tindak ilokusi adalah tindakan yang dipergunakan untuk menginformasikan dan sekaligus untuk melakukan sesuatu atau the act of doing something (Wijana dalam Nugraheni, 2011). Ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan, dengan kata lain, “untuk apa ujaran itu

dilakukan?”. Disini, ucapan atau ujaran dianggap sebagai suatu bentuk tindakan.

Contoh tindak ilokusi dari ujaran sebelumnya ketika seorang ibu berkata kepada anaknya, “Kamarmu berantakan sekali.”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa si penutur (ibu) menyuruh mitra tutur (anak) untuk merapikan kamarnya. Jadi, jelas bahwa tuturan ini memiliki maksud tertentu terhadap mitra tuturnya, yakni tidak hanya menginformasikan, tetapi juga menyuruh.

Tuturan yang diucapkan penutur seringkali memiliki efek atau daya pengaruh terhadap mitra tuturnya (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (162: 101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi. Hal ini disebut tindak perlokusi atau the act of affecting someone. Pendeknya, tindak perlokusi commit to user

(37)

berhubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik. Efek ini bisa secara sengaja maupun tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Berdasarkan contoh ujaran di atas, dimana seorang ibu berkata kepada anaknya, “Kamarmu berantakan sekali.” Tuturan ini mengadung efek perlokusi agar anaknya bersedia membersihkan kamarnya yang berantakan.

Dari ketiga tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle di atas, Searle (1969) selanjutnya mengembangkan teori tindak tutur yang terpusat pada tindak ilokusi tersebut berdasarkan pada tujuan dari tindakan pandangan penutur menjadi lima sub bagian, yakni asertif (assertives), direktif (directives), komisif

(commisives), ekspresif (expressives), dan deklaratif (declaratives):

a. Asertif

Asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran

atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur asertif meliputi mempertahankan,

meminta, mengatakan, menyatakan, melaporkan, berspekulasi dan lain- lain.

Contoh jenis tuturan ini adalah, “Adik selalu unggul di kelasnya”. Tuturan ini termasuk asertif karena berisi informasi yang penuturnya terikat oleh kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang diucapkannya adalah fakta dan dapat dibuktikan di lapangan bahwa si adik rajin belajar dan selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. b. Direktif

Tindak tutur direktif dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang disebutkan dalam ujarannya. Tindak tutur

direktif disebut juga dengan tindak tutur imposif. Yang termasuk tindak tutur direktif antara lain meminta, menyarankan, memerintah, menagih, membujuk, menantang, memohon, dan lain- lain. Contohnya, “Bantu aku memperbaiki tugas ini.” Ujaran ini termasuk direktif karena dimaksudkan penuturnya agar

melakukan tindakan yang sesuai yakni membantu memperbaiki tugas. Indikator tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan tersebut.

c. Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya. Dengan kata lain, commit to user

(38)

penutur akan melakukan sesuatu, misalnya berjanji, mengancam, bersumpah,

menyatakan kesanggupan, dan lain- lain. Contoh tindak tutur komisif

kesanggupan adalah “Saya sanggup menjadi pemimpin yang baik.” Tuturan ini mengikat penuturnya untuk melaksanakan tugas sebagai pemimpin dengan sebaik- baiknya. Hal ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhi apa yang telah dituturkannya.

d. Ekspresif

Tindak tutur ekspresif disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif . Ini dimaksudkan penuturnya agar tuturannya diartika sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Selain itu, ekspresif juga berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan dan evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Tuturan ini meliputi

permintaan maaf, memaafkan, menyesal, mengeluh, ungkapan terimakasih, menyanjung, memuji, mengkritik, dan lain- lain. Tuturan “Sudah kerja keras cari uang, tetap saja hasilnya tidak mencukupi kebutuhan keluarga”. Tuturan

ini termasuk ekspresif mengeluh sebagai evaluasi tentang hal yang dituturkannya, yaitu usaha mencari uang yang hasilnya selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

e. Deklaratif

Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru. Tindak tutur ini disebut juga denga istilah

isbati. Deklaratif juga merupakan tindak tutur yang menggambarkan

perubahan dalam suatu keadaan hubungan. Yang termasuk dalam jenis tindak tutur deklaratif antara lain mengampuni, menikahkan, membaptis,

mengumumkan, mengizinkan, mambatalkan, dan lain-lain. Sebagai contoh,

seseorang ingi berhenti bekerja dengan mengatakan, “Saya mengundurkan diri.” Atau ketika seorang direktur memberhentikan salah satu karyawannya dengan mengatakan, “Anda dipecat.” dsb.

Tindak tutur tidak akan lepas dari situasi tuturan (speech situation). Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan dan mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata (Rustono 1999: 25). Ada dua pihak penting dalam situasi tutur, yaitu penutur dan mitra tutur. Suatu komunikasi dikatakan komunikatif apabila commit to user

(39)

tercipta dasar tuturan (situasi tutur/ konteks). Penutur harus mengambil perhatian pihak yang akan dan sedang diajak berkomunikasi melihat fungsi tindak tutur dari suatu bentuk tuturan melebihi satu fungsi.

Menurut Rustono (dalam Nugraheni, 2011) konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana untuk memperjelas maksud suatu pertuturan. Sarana tersebut mencakup dua hal yakni ekspresi untuk mendukung kejelasan maksud dan situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Selanjutnya, Hymes dalam Brown dan Yule (dalam Nugraheni, 2011) menyebutkan beberapa ciri konteks, yaitu saluran atau media, kode, misi, kejadian, topik waktu, dan tempat tuturan. Dalam bahasa tutur, fungsi konteks adalah membantu penutur dan mitra tutur untuk saling memahami maksud suatu tuturan tersebut.

Pemahaman konteks sangat diperlukan dalam memahami dan menafsirkan teks/ wacana. Misalnya saja, seorang penutur berkata, “Enak, ya!”. Tuturan ini bisa mempunyai banyak penafsiran yang berbeda dari sejumlah orang yang mendengarnya. Pemahaman pendengar bisa saja penutur mengatakan bahwa yang ‘enak’ itu kue yang dimakannya dengan tujuan sekedar memberi tahu pendengar dalam situasi pesta, atau mungkin pendengar menafsirkan penutur sedang mengejekrnya saat dimarahi ibu kos dalam situasi pondok pesantren. Bahkan ratusan penafsiran lain bisa muncul dalam ujaran ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya konteks dalam memahami sebuah wacana. Konteks tidak bisa diabaikan begitu saja ketika seseorang berusaha memperoleh makna yang sesungguhnya dari informasi yang didengar atau dibacanya.

Konsep konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislow Malinowski pada tahun 1923 (Yule, 2006). Malinowski menyebutkan bahwa ada dua macam konteks, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Keduanya memiliki peranan yan penting dalam mengartikan sebuah makna. Selanjutnya, Malinowski mengemukakan bahwa konteks situasi adalah lingkungan verbal yang termasuk juga di dalamnya situasi dimana suatu teks diujarkan. Sedangkan konteks budaya yakni lingkungan yang dekat dimana teks tersebut biasanya difungsikan. Menurutnya, untuk memahami ujaran harus memperhatikan konteks situasinya.

Gambar

Tabel 3.1. Instrumen Penilaian Tingkat Keakuratan  Kategori
Tabel 3.3. Instrumen Penilaian Tingkat Keterbacaan  Kategori
Tabel 3.6. Kuesioner Tentang Penilaian Tingkat Keterbacaan Terjemahan  Tindak Tutur Ekspresif pada Novel Stealing Home
Diagram 3.7. Trianggulasi Sumber Data  2.  Triangulasi metodologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Partisipasi siswa di dalam menetapkan tujuan kegiatan belajar mengajar. 2) Tekanan pada aspek afektif dalam pengajaran. 3) Partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

produksi lateks ke 3, 10 hari setelah aplikasi ke 9 di bulan ke 3 dengan perlakuan klon tanaman dan konsentrasi asam akorbat.. Produksi lateks ke 4, 10 hari setelah aplikasi ke

Proses yang harus dilakukan sebelumnya adalah melakukan restrukturisasi pada proses interaksi dengan pelanggan, karena struktur fungsional dan organisasional perusahaan

Dalam pembahasan akan dihitung besarnya bunga dengan menggunakan metode Flat, Long End Interest, Short End Interest, serta Annuitet untuk melihat metode mana yang lebih tepat

Pada tanaman A.annua L ini diketahui bahwa ada mikrobia endofit yang membentuk koloni dalam jaringan pada daerah batang sampai akar, dari hasil identifikasi diketahui bahwa

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir

3) More Investment to youth empowerment and events as well as higher representation of SEAYN members in national, regional, zonal and global events; 2015 key

Our expert tipsters bring you daily betting tips, soccer predictions and best bookies odds for many football leagues all around the world.. Beach