• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON DAN KAFEIN DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON DAN KAFEIN DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON DAN KAFEIN DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Happy Suryawan Eko Wardoyo

NIM: 058114011

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON DAN KAFEIN DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Happy Suryawan Eko Wardoyo

NIM: 058114011

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

(4)
(5)

v

Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi

Tidak ada jalan yang terlalu panjang untuk dijalani

dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk

dihadapi, ketika kita mampu menyikapi setiap

peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih, kepala

dingin dan semangat dari Yesus Kristus.

Kupersembahkan karyaku ini kepada:

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga, hanya

karena berkat dan kasih karunia-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan oleh

penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm.) di fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikannya, maka pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan semangat selama

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku penguji yang telah meluangkan waktunya

dan memberi banyak masukkan.

4. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku penguji yang telah meluangkan

waktunya dan member banyak masukkan.

5. Seluruh staf laboratorium kimia : Mas Bimo, Mas Kunto, Mas Parlan, dan Pak

Kasiran yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium.

(7)

vii

11.Oktaf dan Robby makasih atas bantuannya.

12.Sinta “lele”, Imel, Erlin, Inus, Nikson, Dani, makasih dukungannya.

13.Teman-teman kelompok A2 makasih atas canda tawa dan kebersamaannya.

14.Teman-teman kos makasih atas doa dan bantuannya.

15.Ko Vicky, Arif, makasih atas masukkannya.

16.Teman-teman kelas A dan FST 2005 makasih atas dukungannya, friends

forever.

17.Semua orang yang sudah membantuku dan tidak tertulis di sini, makasih atas

semua bantuannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih banyak

memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

untuk perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini

berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

(8)

viii

PERSYARATAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lai, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 Desember 2008

Penulis,

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Happy Suryawan Eko Wardoyo

Nomor Mahasiswa : 058114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON, DAN KAFEIN

DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI FASE TERBALIK

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 16 Februari 2009

Yang menyatakan

(10)

ix INTISARI

Dewasa ini banyak obat analgesik yang beredar di pasaran, terutama dalam bentuk tablet. Obat tersebut biasanya mengandung beberapa campuran zat aktif untuk mendapatkan khasiat yang lebih baik. Beberapa kombinasi campuran zat aktif yang dipakai adalah parasetamol, propifenazon, dan kafein. Belum adanya metode resmi yang cepat dan akurat untuk penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet secara simultan. Hal ini yang mendasari penulis untuk melakukan penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet secara simultan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode KCKT dapat digunakan dalam penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet dan juga mengetahui apakah kadar ketiga zat aktif tersebut sesuai atau tidak dengan kadar yang tertera pada etiket.

Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian non eksperimental deskriptif , menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan kolom C18, fase gerak metanol : akuabides (40 :60), kecepatan alir

2,0 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 272 nm.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa metode KCKT dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet. Kadar masing-masing senyawa sesuai dengan yang tertera pada etiket, yaitu untuk parasetamol, propifenazon dan kafein berturut-turut adalah (247,0+9,62) mg/tablet, (146,7+5,50) mg/tablet, dan (52,2+2,07) mg/tablet.

(11)

x

ABSTRACT

Nowadays, analgesic medicine have a lot revolves, especially in tablets.

That’s medicines usually contains more than one active compounds to have better virtue. Several active compounds combination are used, there are paracetamol, propyphenazone and caffeine. Determination method of paracetamol, propyphenazone and caffeine in tablet simultaneous which uses according to accurate are not available. It becomes the basic of this research in the determination of paracetamol, propyphenazone and caffeine in tablet with reverse phase High Performance Liquid Chromatography method. The aims from this research are to know whether HPLC method can be used in determining concentration of paracetamol, propyphenazone and caffeine in tablet and to know whether concentration of these three actives compounds suitable with the one which is stamped in the etiquette.

This research is descriptive non experimental research, uses reverse phase High Performance Liquid Chromatography method with C18 column, mobile

phase methanol : aquabidest (40 : 60), flow rate 2,0 ml/minute and UV detector in 272 nm.

The result of this research is reverse phase High Performance Liquid Chromatography method can be used to determination concentration of paracetamol, propyphenazone and caffeine in tablet. The concentration of each compound in tablet should be suitable with the etiquette, that are (247,0+9,62) mg/tablet for paracetamol, (146,7+5,50) mg/tablet for propyphenazone, and (52,2+2,07) mg/tablet for caffeine.

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….……….……….……….……….………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….……….……. iii

HALAMAN PENGESAHAN……….……….……….……….……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….……….……….….………… v

PRAKATA……….……….……….……….……….……….….. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… viii

(13)

xii

D. Kafein……….……….……….……….……….……….……… 7

E. Tablet Flu……….……….……….……….……….……….……….. 9

F. Spektrofotometer UV……….……….……….…….………. 10

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……….……….…….……… 11

1. Definisi dan instrumentasi……….………….……….………. 11

2. Pembagian jenis kromatografi……….……….……….……… 16

3. Kromatografi partisi……….……….………….……….……….. 17

4. Pemisahan puncak dalam kromatografi……….……….……….. 19

5. Analisis kualitatif dan kuantitatif……….………..……….…………. 26

H. Keterangan Empiris……….……….……….……….……….……… 27

BAB III. METODE PENELITIAN……….……….. 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….……….……….……… 28

B. Definisi Operasional……….……….……….……….……….………….. 28

C. Bahan Penelitian……….…….……….……….……….……….……….. 29

D. Alat Penelitian.……….……….……….……….……….………. 29

E. Tata Cara Penelitian………….……….……….……….……….……… 30

1. Pembuatan larutan baku parasetamol….……….……….……… 30

2. Pembuatan larutan baku propifenazon……….……….……….. 31

3. Pembuatan larutan baku kafein……….……….……….……….….. 31

4. Pembuatan fase gerak……….……….……….……….………. 31

5. Optimasi metode KCKT……….……….……….……….………… 32

(14)

xiii

F. Analisis Hasil……….……….……….….……….……….……… 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….………….……… 35

A. Pemilihan dan Penyiapan Sampel……….……….……… 35

B. Penyiapan Fase Gerak……….……….……….……….………… 36

C. Pembuatan Larutan Baku……….……….……….……….………….. 37

D. Optimasi Metode……….….……….……….……….………. 38

1. Penentuan panjang gelombang overlapping………..………. 38

2. Pembuatan kurva baku parasetamol, propifenazon dan kafein……….……….……… 45

E. Analisis Kualitatif……….……….……….……….……….………… 51

F. Analisis Kuantitatif……….…….……….……….……….…………. 52

BAB V. KESIMPULAN……….……….……….……… 54

DAFTAR PUSTAKA……….……….….……….……….……….…… 55

LAMPIRAN……….…….……….……….……….……….………….. 57

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik beberapa pelarut pada HPLC fase

terbalik……….………... 15 Tabel II. Penimbanagan tablet……… 36 Tabel III. Data kurva baku parasetamol……….……….…….………. 48 Tabel IV. Data kurva baku propifenazon……….……….………. 49 Tabel V. Data kurva baku kafein……….……….….……….………. 50 Tabel VI. Data waktu retensi (tR) masing-masing senyawa baku dan

dalam sampel………. 52 Tabel VII. Data kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvi

Gambar 17. Spektra serapan parasetamol……….……….……….. 41 Gambar 18. Spekta serapan propifenazon……….……….……… 42 Gambar 19. Spekta serapan kafein……….……….………. 43. Gambar 20. Gabungan spektra serapan maksimum……….……. 44 Gambar 21. Kromatogram campuran baku parasetamol,

propifenazon dan kafein………. 45 Gambar 22. Gugs non polar parasetamol, propifenazon dan kafein. . 46

Gambar 23. Kurva baku parasetamol………. 48 Gambar 24. Kurva baku propifenazon……… 49 Gambar 25. Kurva baku kafein……….. 50 Gambar 26. Kromatogram parasetamol, propifenazon dan kafein

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Sertifikat analisis parasetamol……….……….…… 58 Lampiran 2. Sertifikat analisis propifenazon……….……….… 59 Lampiran 3. Sertifikat analisis kafein……….……….……….. 61 Lampiran 4. Data penimbanagn bahan……….……….………. 62 Lampiran 5. Kromatogram baku parasetamol……….………… 63 Lampiran 6. Kromatogram baku propifenazon……….……….. 69 Lampiran 7. Kromatogram baku kafein……….……….………. 75 Lampiran 8. Kromatogram parasetamol, propifenazon dan

kafein dalam sampel………... 81 Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar larutan baku

parasetamol……….. 82 Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar larutan baku

propifenazon……….. 84 Lampiran 11. Contoh perhitungan kadar larutan baku kafein……… 86 Lampiran 12. Contoh perhitungan kadar parasetamol, propifenazon

dan kafein dalam sampel……….……….…………... 88 Lampiran 13. Perhitungan CV parasetamol, propifenazon dan

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak obat analgesik yang beredar di pasaran, terutama

dalam bentuk tablet. Obat tersebut biasanya mengandung beberapa campuran zat

aktif untuk mendapatkan khasiat yang lebih baik. Selain itu penggunaan

kombinasi zat aktif bertujuan untuk meminimalisir efek samping dari zat aktif bila

diberikan pada bentuk tunggal dengan dosis yang tinggi untuk mencapai efek

terapi yang diinginkan (Raffa,2006). Beberapa kombinasi campuran zat aktif yang

sering dipakai adalah parasetamol, propifenazon, dan kafein. Contoh obat yang

mengandung ketiga senyawa aktif tersebut adalah Saridon, Bodrex migraine, dan

Paramex. Obat tersebut berkhasiat sebagai analgesik. Dalam percobaan ini

digunakan obat dengan merek “X” yang memiliki kandungan parasetamol,

propipenazon dan kafein dengan perbandingan 5:3:1.

Dalam campuran obat yang mengandung parasetamol, propifenazon dan

kafein diperlukan suatu metode yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar

ketiga senyawa tersebut. Suatu metode yang tepat sangat diperlukan untuk

mengontrol kualitas dan mutu suatu obat, dalam hal ini adalah mengetahui jumlah

zat aktif yang sesuai dengan etiket, sehingga dapat diketahui keamanan dari obat

tersebut.

Pada penelitian ini, penulis mengacu dari penelitian Rendy (2008)

(20)

secara simultan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase

terbalik. Pada penelitian tersebut telah didapatkan bahwa metode KCKT yang

digunakan telah teruji memiliki validitas yang baik dalam menetapkan kadar

parasetamol, propifenazon dan kafein. Hal ini yang mendasari penulis melakukan

penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam produk obat

menggunakan metode KCKT fase terbalik. Produk obat yang digunakan adalah

tablet.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut:

a. Apakah metode KCKT fase terbalik dapat digunakan untuk penetapan kadar

parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet?

b. Apakah kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet sesuai

dengan kadar yang tertera pada etiket?

2. Keaslian Penelitian

Metode analisis penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein

dalam tablet pernah dilakukan oleh Dimitrovska, dkk dengan metode

kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri UV (Dimitrovska et al, 1995).

Namun metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan untuk penetapan

(21)

Penelitian ini mengacu pada penelitian dari Rendy (2008) mengenai optimasi

pemisahan campuran parasetamol, propifenazon dan kafein dengan metode KCKT

fase terbalik.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah kadar

parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet sesuai dengan kadar yang

tertera pada etiket.

b. Manfaat Metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan prosedur

penggunaan metode KCKT dalam penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan

kafein dalam tablet.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah metode KCKT fase terbalik dapat digunakan untuk

penetapan kadar parsetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet.

2. Mengetahui apakah kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet

(22)

4

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tablet

Dalam Farmakope Indonesia (1995) menyebutkan definisi dari tablet

adalah suatu sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan

pengisi. Tablet adalah sediaan obat padat takaran tunggal yang dicetak dari serbuk

kering, Kristal atau granulat yang umumnya dengan penambahan bahan pembantu

yang pembuatannya menggunakan mesin yang sesuai dengan tekanan yang tinggi.

Tablet merupakan bentuk sediaan yang banyak digunakan saat ini. Keuntungan

dari bentuk tablet antara lain adalah relatif murah dan relatif mudah digunakan

pada masyarakat (Voight,1984).

Komponen dalam tablet dibagi menjadi dua, yaitu zat aktif dan eksipien.

Zat aktif dapat terdiri dari satu macam, atau lebih tergantung dari tujuan efek

terapi yang diinginkan. Demikian juga dengan eksipien, dalam sediaan tablet

dapat mengandung berbagai jenis eksipien tergantung dari kebutuhan. Aturan

umum yang harus dipegang adalah antar komponen yang terdapat dalam tablet

tidak boleh terjadi inkompatibilitas baik secara fisika maupun kimia. Eksipien

yang digunakan dalam tablet adalah bahan pengisi, pengikat, penghancur,

lubricant, antiadherent, dan glidant (Sulaiman, 2007).

Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,

ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara

(23)

pemberian obat secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan

penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan-lapisan dalam berbagai

jenis. Tablet lain yang penggunaannya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui

vaginal, tidak boleh mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang

diberikan secara oral (Ansel, 1985).

B. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen memiliki bobot molekul sebesar 151,16.

Parasetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 (Anonim, 1995).

OH HN

O

Gambar 1. Rumus struktur parasetamol (Anonim,1995)

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk

hablur berwarna putih, tidak berbau, dan berasa sedikit pahit (Anonim, 1995).

Parasetamol memiliki titik lebur antara 1690C dan 1720C. Satu bagian

parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol, dan

(24)

Parasetamol mempunyai serapan maksimum di daerah ultraviolet. Serapan

jenis parasetamol dalam etanol pada 250,0 nm dengan A

% 1

1cm=913. Serapan jenis

parasetamol dalam metanol pada 250,0nm dengan A

% 1

1cm=900 (Autherhoff,1987).

Parasetamol merupakan derivat asetanilida dengan efek antipiretik yang

telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus

aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan

parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak seluas penggunaannya

sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu meredakan rasa nyeri

ringan hingga sedang. Dosis oral untuk nyeri dan demam 2- 3 kali sehari 0,5- 1 g,

maksimum 4 g/hari (Tjay dan Rahardja,2002).

Tablet parasetamol mengandung parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan

(25)

C. Propifenazon

N N

O

Gambar 2. Rumus struktur propifeanzon (Anonim,1989)

Propifenazon atau propilantipirin adalah derivat fenazon tanpa daya

antiradang dengan sifat kurang lebih sama. Risiko agranulositosis lebih ringan.

Dosis penggunaan 1-3 kali sehari 150-300 mg. Umumnya dikombinasi dengan

analgetika lain (Tjay dan Rahardja, 2007).

Propifenazon berbentuk kristal dengan rasa agak pahit. Titik didih 1030C.

mudah larut dalam alkohol dan eter. Kelarutan dalam air sebesar 0,24 g / 100 ml

pada 16,50C (Anonim, 1989).

Tablet propifenazon mengandung propifenazon tidak kurang dari 90,0%

dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).

D. Kafein

Kafein merupakan senyawa turunan xantin yang mempunyai nama lain

(26)

molekul 194,19 atau hidrat dengan mengandung 1 molekul air dengan bobot

molekul 212,21 (Anonim, 1995). Kafein berupa serbuk putih atau bentuk jarum

mengkilat, biasanya menggumpal, tidak berbau dan berasa pahit. Kafein

mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C8H10N4O2

dihitung terhadap zat anhidrat. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus

(Anonim,1995).

Gambar 3. Rumus struktur kafein (Anonim,1995)

Kafein memiliki titik lebur antara 2350C dan 2370C. Satu bagian kafein

1cm=470) sedangkan dalam etanol kafein memberikan serapan

maksimum pada panjang gelombang 273 nm (A

% 1

1cm= 519) (Clarke,1969).

Kafein merupakan turunan xantin yang menyebabkan relaksasi otot polos,

terutama otot polos bronkus, merangsang sistem saraf pusat (SSP), otot jantung

dan meningkatkan diuresis. Efek samping dari penggunaan kafein ini berupa

(27)

sukar tidur. Kafein biasanya digunakan dengan dosis sebesar 50 mg jika diberikan

bersama dengan analgetik (Tjay dan Rahardja, 2002).

Tablet kafein mengandung kafein tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih

dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).

E. Tablet Flu

Tablet flu sangat banyak beredar di pasaran. Tablet flu biasanya

mengandung lebih dari satu zat aktif. Kombinasi yang ada dalam tablet flu antara

lain adalah analgesik, antipiretik, antihistamin, dekongestan hidung, ekspektoran,

dan antitusif. Tablet flu hanya berfungsi untuk meringankan gejala saja dan tidak

untuk digunakan pada jangka waktu yang panjang (Anonim, 2008).

Tablet flu memiliki kombinasi beberapa zat aktif untuk mendapatkan efek

terapi yang diinginkan, contoh kombinasi zat aktif yang digunakan adalah

parasetamol, propifenazon, dan kafein. Propifenazon umumnya digunakan

bersama analgetika lain dalam hal ini adalah parasetamol untuk mendapatkan efek

terapi yang lebih cepat (Tjay dan Rahardja, 2007).

Tablet flu dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter karena

merupakan golongan obat bebas. Untuk itu pemilihan tablet flu ini harus

didasarkan pada gejala flu yang timbul. Oleh karena itu perlu diketahui secara

pasti komposisi dari tablet flu agar sesuai dengan gejala flu yang akan diobati

(28)

F. Spektrofotometer UV

Spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik

(REM). Spektrofotometri ultraviolet adalah salah satu teknik analisis spektroskopi

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)

dengan memakai instrument spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).

Apabila suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik maka akan

terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital

elektron antibonding. Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi

yaitu δ δ*, n δ*, n π*, dan π π*. Eksitasi elektron (δ δ*

) memberikan

energi yang terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh

ikatan tunggal, misalnya alkana. Eksitasi elektron (π π*

) diberikan oleh ikatan

rangkap dua dan tiga, juga terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Eksitasi elektron

(n δ*

) terjadi juga pada gugus karbonil (dimetil keton dan asetaldehid) yang

terjadi pada daerah ultraviolet jauh (Mulya dan Suharman, 1995).

Suatu molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik jika memiliki

kromofor, yaitu gugus penyerap dalam molekul. Molekul yang mengandung

kromofor disebut kromogen. Pada senyawa organik dikenal pula gugus

auksokrom, yaitu gugus yang tidak menyerap radiasi namun bila terikat bersama

kromofor dapat meningkatkan penyerapan oleh kromofor atau mengubah panjang

gelombang serapan maksimum (Christian, 2004).

Spektrofotometer ultraviolet melibatkan energi elektronik yang cukup

(29)

banyak untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Analisis kuantitatif

selalu melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul, atau

radiasi elektromagnetik yang diteruskan yang disebut absorban (A) tanpa satuan

dan transmitan dengan satuan persen (% T). Bouger, Lambert, dan Beer membuat

formula secara matematik hubungan antara transmitan atau absorban terhadap

intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang

mengabsorbsi sebagai :

(1)

(2)

Dimana T = persen transmitan

I0 = intensitas radiasi yang datang

It = intensitas radiasi yang diteruskan

= daya serap molar (Lt.mol-1. Cm-1)

C = konsentrasi (mol. Lt-1)

b = tebal larutan (cm)

A = serapan / absorbansi

(Mulya dan Suharman, 1995).

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Definisi dan instrumentasi

Kromatografi adalah prosedur pemisahan senyawa campuran berdasarkan

(30)

masing-masing senyawa di antara dua fase yang saling bersinggungan dan tidak

saling campur, yang disebut sebagai fase gerak (mobile phase) yang berupa zat

cair atau zat gas dan fase diam (stationary phase) yang berupa zat cair atau zat

padat (Noegrohati, 1994).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode

kromatografi cair yang fase geraknya dialirkan secara cepat dengan bantuan

tekanan, dan hasilnya dideteksi dengan instrument (Willard, Merriet, Dean, dan

Settle, 1988). Pada mulanya teknik kromatografi ini disebut dengan High

Pressure Liquid Chromatography karena pada instrumen ini terdapat sistem

pompa tekanan tinggi yang mampu mengalirkan fase gerak pada tekanan tinggi

sampai 300 atmosfer dan tekanan pada bagian atas kolom kurang dari 70 atmosfer

(Anonim, 1995). Pada akhir tahun 1970, perkembangan instrumen ini dapat

menghasilkan pemisahan yang baik atau menghasilkan penampilan peak yang

baik sehingga sistem ini lebih dikenal dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(Kromidas, 2000).

KCKT merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam

analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi dan determinasi dalam campuran

yang kompleks (Skoog, Holler, dan Nieman, 1998). Peralatan KCKT dapat dilihat

(31)

Gambar 4. Peralatan KCKT (Kasakevich dan Nair, 1996)

Ada tiga variabel utama pada sistem KCKT yang harus diperhatikan,

yaitu:

a. Fase gerak

Kemampuan KCKT untuk memisahkan banyak senyawa terutama

tergantung pada keanekaragaman fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat

berpengaruh pada tambatan dan pemisahan senyawa (Munson, 1984). Fase

gerak untuk analisis secara KCKT harus bersifat murni, tanpa cemaran, tidak

bereaksi dengan kemasan, dapat melarutkan cuplikan (solute), viskositas

rendah, memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah (jika

diperlukan) dan harganya wajar (Johnson dan Stevenson, 1978). Fase gerak

KCKT harus bebas dari gas terlarut karena dapat mempengaruhi respon

detektor sehingga menghasilkan sinyal palsu dan mempengaruhi kolom

(Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1985).

Kepolaran pelarut merupakan ukuran kekuatan pelarut untuk

mengelusi suatu senyawa. Kandungan utama fase gerak pada kromatografi

(32)

diubah dengan menambahkan garam untuk menimbulkan pengaruh

penggaraman, asam, basa, dapar untuk melarutkan atau mengendapkan asam

atau basa, pereaksi pengompleks untuk menimbulkan jenis pengaruh pelarutan

yang khas untuk gugus fungsi tertentu atau golongan senyawa tertentu, atau

pelarut organik yang dapat bercampur dengan air. Pemodifikasi organik yang

banyak digunakan adalah metanol, asetonitril dan tetrahidrofuran (Gritter et

al., 1985;Munson, 1984).

Kepolaran pelarut dinyatakan dalam bentuk P’ (indeks polaritas).

Besarnya polaritas campuran pelarut dapat dihitung dengan persamaan

berikut:

P’ = Φa P’a + Φb P’b (3)

Dengan Φa dan Φb adalah fraksi volume pelarut a dan b dalam campuran,

sedangkan P’a dan P’b adalah angka P’ pelarut murni (Gritter et al, 1991).

Berikut adalah beberapa nilai indeks polaritas dari beberapa pelarut yang

(33)

Tabel 1. Karakteristik beberapa pelarut pada HPLC fase terbalik

Pelarut Index polarity

Eluotropic Values UV

Cut-off (nm)

Tabel di atas menunjukan bahwa semakin besar eluotropic values dari

pelarut menunjukan semakin mudah untuk mengelusi sampel. Semakin besar

indeks polaritas yang dimiliki oleh pelarut maka semakin bersifat polar pelarut

yang digunakan (Snyder et al., 1997).

b. Fase diam

Kolom merupakan bagian yang sangat penting dalam pemisahan

komponen-komponen sampel. Keberhasilan pemisahan komponen sampel

bergantung pada keadaan kolom (Mulja dan Suharman, 1995).

c. Detektor

Detektor yang baik hendaknya memiliki kepekaan tinggi, rentang

respon liniernya lebar, tidak dipengaruhi perubahan suhu dan aliran,

memberikan hasil dengan keterulangan yang baik, dan tidak banyak decau.

Secara umum detektor dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :

1) Bulk property detectors, merupakan detektor yang mengukur perubahan

(34)

sensitif dan menghendaki temperatur yang terkendali. Contoh detektor

jenis ini yaitu detektor indeks bias.

2) Solute property detectors, merupakan detektor yang hanya mengukur sifat

fisik solute. Detektor tipe ini 1000 kali lebih sensitif dan mampu

mengukur solute sampai satuan nanogram atau lebih kecil lagi. Contoh

detektor jenis ini yaitu detektor fluoresensi, detektor penyerapan

(UV-Vis), dan detektor elektrokimia (Munson, 1984; Willard et al.,1988).

2. Pembagian jenis kromatografi

Secara umum kromatografi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu :

a. Kromatografi cair-cair atau kromatografi partisi

Pada kromatografi partisi, fase diam dapat polar atau non polar. Bila

fase diam polar dan fase gerak non polar disebut kromatografi partisi fase

normal, sedangkan bila fase diam non polar dan fase gerak polar dinamakan

kromatografi partisi fase terbalik (Munson, 1984).

b. Kromatografi adsorpsi

Kromatografi ini menggunakan fase diam padat dan fase gerak cair

atau gas. Solute dapat diadsorpsi pada permukaan partikel padat (Harris,

1999).

c. Kromatografi pertukaran ion

Anion atau kation diikatkan secara kovalen pada fase diam padat,

biasanya resin. Ion-ion solute muatan berlawanan menyerang fase diam

(35)

d. Kromatografi eksklusi

Pada kromatografi ini tidak ada interaksi tarik menarik antara fase

diam dan solute. Fase gerak cair atau gas melalui gel berpori. Ukuran pori

cukup kecil untuk mengeluarkan molekul solute yang besar. Molekul solute

yang kecil akan masuk ke dalam pori gel, sedangkan molekul yang besar akan

mengalir tanpa memasuki pori gel (Harris, 1999).

e. Kromatografi afinitas

Digunakan untuk interaksi spesifik antara satu jenis molekul solute dan

sebuah molekul yang lain yang secara kovalen terikat pada fase diam.

Misalnya untuk pemisahan komponen protein (Harris, 1999).

3. Kromatografi partisi

Pada salah satu dari dua fase kromatografi partisi, yaitu fase gerak dan fase

diam harus lebih polar dibanding yang lain. Bila fase diam lebih polar, disebut

kromatografi partisi fase normal. Bila sebaliknya dinamakan kromatografi partisi

fase terbalik. Mekanisme pemisahan pada kromatografi partisi dapat digambarkan

sebagai berikut:

(36)

Prinsip kromatografi partisi didasarkan pada partisi solute di antara dua

fase yang tidak saling campur, karena adanya perbedaan koefisien distribusi dari

masing-masing senyawa. Jika solute ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri

dari dua pelarut tidak saling campur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang,

maka solute akan tersebar di antara dua fase menurut persamaan:

(4)

K adalah koefisien distribusi, CS adalah konsentrasi solute dalam fase diam, dan

Cm adalah konsentrasi solute dalam fase gerak (Johnson dan Stevenson, 1978).

Kolom yang biasa digunakan pada kromatografi partisi fase terbalik adalah

kolom dengan kemasan fase terikat yang memiliki sifat stabil karena fase diamnya

terikat secara kimia pada penyangga, sehingga tidak mudah terbawa oleh fase

gerak. Penyangga pada kemasan fase terikat biasanya terbuat dari silica yang

sudah diseragamkan, berpori, dan umumnya partikel mempunyai diameter 3,5

atau 10 µm (Skoog et al., 1998).

KCKT partisi fase terbalik biasanya mengandung bagian organik yang

terikat secara kimia dengan gugus silanol pada permukaan silica. Bagian organik

tersebut umumnya hidrokarbon rantai panjang, sehingga fase gerak umumnya

polar. Gugus silanol permukaan dapat direaksikan dengan berbagai cara untuk

menempelkan berbagai jenis gugus organik. Kemasan fase terikat dengan tipe

ikatan siloksan (Si-O-Si-O) dibuat dengan mereaksikan organoklorosilan dengan

(37)

Si OH +Cl Si(CH3)2R Si O Si(CH3)2R + HCl

Gambar 6. Reaksi silanisasi

Reaksi tersebut digunakan untuk membuat isian kolom oktadesilsilan (ODS) dari

gugus silanol dan oktadesilklorosilan sebagai berikut:

Si OH +Cl Si (CH2)17CH3 Si O Si (CH2)17CH3 + HCl

Gambar 7. Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan

Pada kromatografi partisi fase terbalik dengan kemasan fase terikat, R pada

siloksan biasanya berupa gugus C18 atau C8. Panjang pendeknya rantai karbon

mempengaruhi tertambatnya suatu senyawa pada fase diam (Skoog et al., 1998).

4. Pemisahan puncak dalam kromatografi

Keberhasilan atau kegagalan analisis tergantung pada pemilihan kolom

dan kondisi kerja yang tepat. Ukuran kinerja dari kolom dapat dilihat dari

kemampuan kolom dalam memisahkan senyawa. Kolom yang efisien mencegah

pelebaran puncak atau menghasilkan puncak yang sangat sempit (Johnson dan

Stevenson, 1978).

Faktor resolusi adalah ukuran pemisahan dari 2 puncak. Daya pisah, R,

dapat diukur dengan persamaan:

(38)

Harga tR2 dan tR1 adalah waktu retensi senyawa, diukur pada titik

maksimum puncak dan Δt adalah selisih antara tR2 dan tR1. Harga w2 dan w1 ialah

lebar alas puncak. Pemisahan dua senyawa dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 8. Pemisahan dua senyawa (Johnson dan Stevenson, 1978)

Harga R >1,5 disebut baseline resolution, yaitu pemisahan sempurna dari

dua puncak dengan ukuran yang sama. Dalam prakteknya, pemisahan dengan

harga R= 1,0 (kedua puncak berhimpit lebih kurang 2%) dianggap memadai

(Pescok et al., 1976).

Pemisahan dari puncak-puncak dalam kromatografi erat hubungannya

dengan efisiensi kolom. Pada efisiensi kolom terdapat dua teori yang menjelaskan

mengenai pemisahan puncak pada kromatografi, yaitu:

a. Teori lempeng

Dalam teori lempeng dinyatakan bahwa kolom kromatografi

digambarkan sebagai suatu seri lapisan tipis horizontal yang disebut lempeng

teoritis. Setiap molekul analit akan mengalami keseimbangan antara fase diam

dan fase gerak. Pemisahan akan lebih baik jika terjadi keseimbangan

(39)

tinggi. Oleh karena itu jumlah teoritis juga dapat digunakan sebagai ukuran

efisiensi kolom (Noegrohati, 1994). Hubungan antara waktu retensi (tR), lebar

alas peak (W), dan jumlah lempeng teoritik (N) dapat dinyatakan dengan

persamaan (Johnson dan Stevenson, 1978; Munson, 1984):

(6)

Bilangan lempeng teoritik (N) berbanding lurus dengan panjang kolom

(L). Karena panjang kolom yang bermacam-macam, maka diperlukan ukuran

koefisien kolom yang tidak tergantung pada panjang kolom. HETP (Height

Equvalent to a Theoritical Plate) atau H merupakan ukuran koefisien kolom

yang lebih disukai karena memungkinkan perbandingan antara kolom yang

panjangnya berlainan, yang dapat diukur dengan persamaan (Munson, 1984):

(7)

b. Teori laju

Teori lempeng hanya menggambarkan laju migrasi secara kuantitatif,

tetapi tidak dapat menggambarkan pengaruh variabel-variabel lain yang

menyebabkan terjadinya pelebaran peak, oleh karena itu perlu diketahui teori

laju. Pada waktu migrasi, solute mengalami transfer antara fase diam dan fase

gerak berkali-kali. Karena solute hanya dapat bergerak jika berada dalam fase

gerak, migrasi di dalam kolom juga tidak teratur, dan mengakibatkan laju

rata-rata solute relatif terhadap fase gerak juga sangat bervariasi, sehingga terjadi

(40)

Menurut teori laju ini, efisiensi kolom dinyatakan dengan persamaan

Van Deemter yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Willard et al., 1988):

(8)

(9)

Dimana λ = tetapan ukuran ketidakteraturan kemasan

dp = diameter rata-rata partikel penyangga

D = kedifusian linarut dalam fase gerak

k’ = fakor kapasitas

µ = kecepatan alir

γ = factor koreksi kelikuan saluran dalam kolom

Dari persamaan di atas dapat dilihat terdapat tiga variabel yang

mempengaruhi efisiensi kolom, yaitu:

1) Difusi Eddy, yang dinyatakan sebagai A (2λdp). Difusi Eddy

menggambarkan ketidakhomogenannya kecepatan alir dan panjang

lintasan di sekitar partikel yang terpack-ing (Gambar 9). Lintasan alir yang

tidak sama pasti ditemukan dalam kolom terpack-ing. Suatu molekul

solute dapat melewati kolom dekat dinding kolom di mana kerapatan

kolom rendah dengan cepat mencapai akhir kolom, khususnya pada kolom

dengan diameter kecil. Sedangkan suatu molekul solute yang melewati

bagian tengah kolom akan mencapai akhir kolom lebih lambat. Hal ini

menyebabkan perbedaan laju tiap molekul melalui kolom berbeda-beda.

Untuk meminimalkan difusi Eddy ini, maka diameter rata-rata partikel

(41)

Gambar 9. Diffusi Eddy (Willard et al., 1988)

2) Difusi longitudinal, Nilai B (2γD/µ) menyatakan efek dari difusi

longitudinal, pergerakan acak dari molekul dalam fase gerak. Pengaruh

difusi longitudinal terhadap ketinggian lempeng menjadi signifikan hanya

pada kecepatan fase gerak yang rendah/lambat. Kecepatan difusi dari

solute yang tinggi pada fase gerak dapat menyebabkan molekul solute

terdispers secara aksial sementara dengan lambat bermigrasi melalui

kolom.

3) Transfer massa Transfer massa dinyatakan dengan nilai Cstasionery dan

Cmobile. Cstasionery merupakan hasil dari ditahannya solute karena adanya fase

diam. Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul

lainnya melaju melalui kolom bersama dengan fase gerak. Untuk

mengatasi hal ini diperlukan fase diam yang lebih encer (tidak terlalu

(42)

Gambar 10. Transfer massa fase diam (Willard et al., 1988)

Cmobile menggambarkan adanya peristiwa dimana solute dalam fase diam

bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Hal ini dapat digambarkan

sebagai berikut (Willard et al.,1988):

Gambar 11. Transfer massa fase gerak (Willard et al., 1988)

Pada analisis secara KCKT, kondisi percobaan yang menghasilkan puncak

yang simetris selalu lebih disukai, karena puncak yang asimetris dapat

menghasilkan pengukuran bilangan lempeng teoritik dan faktor resolusi yang

tidak akurat, perhitungan yang tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan

puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak-puncak, serta waktu retensi yang

tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan untuk menilai bentuk puncak

adalah peak asymmetry factor (As), yang diukur pada 10% tinggi puncak. Puncak

yang simetri memiliki nilai As sama dengan 1, sedangkan puncak dengan nilai As

(43)

digunakan yaitu peak tailing factor, yang diukur pada 5% tinggi puncak (Snyder

et al.,1997).

Gambar 12. Penentuan peak asymmetry dan peak tailing factor (Synder et al., 1997)

Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam pada saat terjadi tailing dan

leading dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 13. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam (Kuwana, 1980)

Gugus silanol yang tidak bereaksi karena adanya halangan sterik dapat

(44)

pada puncak kromatogram. Untuk mengurangi gugus silanol yang masih bebas,

reaksi dianjurkan dengan penambahan trimetilklorosilan yang dapat mencapai

gugus silanol karena ukurannya yang lebih kecil dibanding organoklorosilan yang

lain. Penambahan trimetilklorosilan dapat menutupi banyak gugus silanol yang

masih bebas, namun tidak semua gugus tersebut dapat tertutupi (Skoog et al.,

1998).

Puncak kromatogram yang tidak simetri (tailing dan leading) sering

dijumpai bila konsentrasi solute dalam fase gerak terlalu besar. Senyawa-senyawa

polar juga berpotensi menimbulkan tailing apabila masih terdapat residu gugus

silanol pada fase diam. Penyebab tailing yang lain yaitu ketidaksesuaian antara

solute dan kolom, pengemasan kolom yang tidak seragam, dan faktor yang terjadi

di luar kolom, seperti injektor (Noegrohati, 1994).

5. Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif

Waktu tambat atau waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan

oleh linarut (solut) mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya

ditangkap oleh detektor dan dinyatakan sebagai tR ( Mulya dan Suharman,1995).

Waktu retensi tidak terpengaruh oleh adanya komponen lain (Nair,H.M dan

Bonelli,E.J.,1988).

Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi

senyawa murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel. Respon

yang berupa tinggi peak maupun luas area peak dapat digunakan untuk analisis

(45)

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui apakah metode KCKT dapat digunakan untuk menetapkan kadar

parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam tablet, serta untuk mengetahui

apakah kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam tablet sesuai dengan

(46)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian non eksperimental

deskriptif karena tidak ada perlakuan terhadap subyek uji.

B. Definisi Operasional

1. Parasetamol, propifenazon, dan kafein yang ditetapkan kadarnya adalah

parasetamol, propifenazon dan kafein yang terkandung dalam tablet merek

“X”.

2. Tablet yang dianalisis adalah tablet merek “X” yang mencantumkan

kandungan parasetamol, propifenazon, dan kafein pada kemasannya dengan

perbandingan 5:3:1, yang memiliki nomor produksi yang sama.

3. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang

digunakan adalah seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom reserved

phase C18 dan fase gerak campuran metanol dan aquabides.

4. Kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam tablet ditetapkan dengan

(47)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah parasetamol kualitas

working standar (Wenzhou Pharmaceutical Factory), propifenazon kualitas

working standar (Vani Chemicals & Intermediates Limited), kafein kualitas

working standar (Brataco Chemika), metanol p.a. (E. Merck), aquabides

(Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), dan

tablet merek “X” dengan nomor produksi yang sama.

D. Alat –Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Spektrofotometer UV/Vis merek Perkin-Elmer Lamda 20

2. Kuvet UV

3. Seperangkat KCKT yang terdiri dari :

a. Pompa merek Shimadzu LC-10 AD No. C20293309457 J2

b. Detektor UV Vis merek Shimadzu SPD 10 AV No. C20343503697

KG.

c. CBM 101 merek Shimadzu No. C50363502311

d. Seperangkat komputer merek ACER

e. Printer merek Hewlett Packard Deskjet 670 C

f. Injektor jenis katup suntik model 77251

g. Kolom C-18 merek DuPont Instruments Zorbax 4,6 mm x 25 cm

P.N.880952-702

(48)

5. Alat degassing ultrasonic merek Retsch tipe T640 No. 935922013

6. Penyaring Whatmann anorganik dan organik

7. Membran filter

8. Neraca analitik merek Scaltec SBC 22

9. Vakum merek Gast model DOA-P104-BN

10.Milipore

11. Mikropipet

12.Seperangkat alat gelas

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol

a. Pembuatan Larutan Baku Induk Parasetamol. Lebih kurang 50 mg

baku parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol sampai 10

ml.

b. Pembuatan Seri Larutan Baku Parasetamol. Larutan baku induk

parasetamol dari langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl dan

750 µl dan dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan metanol

hingga tanda sehingga didapatkan konsentrasi 62,5 ppm; 125,0 ppm; 187,5 ppm;

(49)

2. Pembuatan Larutan Baku Propifenazon

a. Pembuatan Larutan Baku Induk Propifenazon. Lebih kurang 30 mg

baku propifenazon yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol sampai 10

ml.

b. Pembuatan Seri Larutan Baku Propifenazon. Larutan baku induk

propifenazon dari langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl

dan 750 µl dan dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan

metanol hingga tanda sehingga didapatkan konsentrasi 37,5 ppm; 75,0 ppm; 112,5

ppm; 150,0 ppm; 187,5 ppm; dan 225,0 ppm.

3. Pembuatan Larutan Baku Kafein

a. Pembuatan Larutan Baku Induk Kafein. Lebih kurang 10 mg baku

kafein yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol sampai 10 ml.

b. Pembuatan seri larutan baku kafein. Larutan baku induk kafein dari

langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl dan 750 µ l dan

dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda

sehingga didapatkan konsentrasi 12,5 ppm; 25,0 ppm; 37,5 ppm; 50,0 ppm; 62,5

ppm; dan 75,0 ppm.

4. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ialah menggunakan campuran

metanol dan aquabides dengan perbandingan 40:60. Fase gerak dibuat sesuai

(50)

penyaring Whatmann anorganik dengan bantuan pompa vakum. Fase gerak

kemudian di degassing selama 15 menit.

5. Optimasi metode KCKT

a. Penentuan panjang gelombang overlapping dengan spektrofotometri

UV. Lebih kurang 10 mg baku parasetamol, propifenazon, dan kafein yang

ditimbang seksama dilarutkan dengan metanol hingga 10 ml. Larutan tersebut

diencerkan hingga konsentrasi 10 ppm untuk tiap zat dan dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang 200 – 300 nm dengan spektrofotometer UV.

Berdasarkan kurva panjang gelombang vs absorbansi parasetamol, propifenazon,

dan kafein yang diperoleh, diamati dan ditentukan panjang gelombang

pengamatannya..

b. Pembuatan kurva baku parasetamol, propifenazon dan kafein. Seri

konsentrasi larutan baku parasetamol, propifenazon, dan kafein dari langkah no. 1

yang telah disaring dengan penyaring milipore dan degasing selama 15 menit

diinjeksikan pada sistem KCKT dengan fase gerak metanol : aquabides dengan

rasio 40 : 60 dan flow rate 2 ml/menit. Diamati peak yang muncul dan AUC (Area

Under Curve) dari tiap peak yang muncul. Lalu, ditentukan persamaan regresi

linear antara konsentrasi tiap analit terhadap AUC.

6. Pembuatan larutan sampel

Sebanyak dua puluh tablet yang memiliki nomor produksi sama ditimbang

tiap tablet kemudian dihitung bobot rata- ratanya. Tablet digerus dan ditimbang

(51)

mg propifenazon, dan 10 mg kafein. Serbuk sampel dilarutkan dalam 10 ml. Dari

larutan sampel dipipet 500 μl dan diencerkan dengan metanol hingga didapatkan

volume 10 ml. Saring dengan millipore dan degassing selama 15 menit.

7. Penetapan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam sampel

Larutan sampel diinjeksikan dalam injector port dengan menggunakan

KCKT syringe dengan fase diam kolom reverse phase C18, fase gerak metanol

dan aquabides dengan perbandingan 40:60 dan flow rate 2 ml/menit. Amati

kromatogram yang dihasilkan. Dengan memasukan harga AUC sampel dalam

masing- masing persamaan kurva baku parasetamol, propifenazon dan kafein

sehingga didapatkan kadar parasetamol, propifenazon dan kafein dalam sampel.

Kemudian data disajikan dalam bentuk X+SD dengan satuan mg/tablet.

F. Analisis Hasil

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi (tR)

yang didapatkan dalam sampel dengan waktu retensi (tR) senyawa baku.

2. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah penetapan kadar dari

parasetamol, propifenazon dan kafein berdasarkan analisis data AUC sampel dan

(52)

X+SD dengan satuan mg/tablet yang kemudian dibandingkan dengan yang tertera

pada etiket, apakah kadarnya sudah sesuai dengan yang tertera pada etiket atau

(53)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan dan Penyiapan Sampel

Pada penelitian ini yang digunakan sebagai sampel adalah tablet dengan

merek “X” yang beredar di Yogyakarta. Pemilihan sampel ini didasarkan pada

obat yang mencantumkan komposisi zat aktifnya berupa parasetamol,

propifenazon dan kafein. Di masyarakat terdapat beberapa obat yang mengandung

ketiga zat aktif tersebut, tetapi dengan jumlah yang berbeda. Pada penelitian ini

digunakan sampel dengan merek “X” yang memiliki perbandingan kadar

parasetamol, propifenazon dan kafein 5:3:1. Sampel yang digunakan adalah tablet

merek “X” karena pada tablet merek lain mengandung zat aktif yang berbeda.

Selain itu tablet merek “X” juga banyak digunakan di pasaran karena memiliki

efek terapi yang cepat. Sediaan yang memenuhi batasan tersebut hanya ada satu

produk, sehingga penulis hanya menggunakan satu produk sebagai sampel.

Pemilihan sampel yang dilakukan adalah pemilihan sediaan dengan merek

“X” yang memiliki nomor produksi yang sama. Dari kemasan diambil 20 tablet

obat ditimbang tiap tablet kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Penimbangan

dilakukan tiap tablet dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya tablet yang

memiliki bobot menyimpang jauh dari bobot rata-ratanya. Bobot rata-rata tablet

lebih dari 300 mg tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot

rata-ratanya sebesar 5%, dan tidak satu tabletpun yang boleh menyimpang dari

bobot rata-ratanya sebesar 10%. Hasil penimbangan tablet dapat dilihat pada

(54)

Tabel II. Penimbangan tablet

sebesar 10% dari bobot rata-ratanya. Pada penelitian ini dilakukan replikasi

sebanyak 5 kali.

B. Penyiapan Fase Gerak

Pemilihan fase gerak dan fase diam dalam penelitian ini mengacu pada

penelitian Rendy (2008) mengenai optimasi penetapan kadar campuran

parasetamol, propifenazon dan kafein dengan metode KCKT yang telah terbukti

memiliki validitas yang baik.

Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran antara

(55)

bersifat polar, sedangkan fase diam yang digunakan adalah kolom C18 yang

bersifat non polar sehingga sistem kromatografi yang digunakan adalah

kromatografi partisi fase terbalik. Pada penelitian ini tidak digunakan etanol tetapi

digunakan metanol karena metanol dapat melarutkan ketiga komponen tersebut

dan memiliki viskositas yang lebih rendah dari etanol sehingga dapat mengurangi

tekanan pada kolom dan meningkatkan efisiensi kolom untuk memisahkan

komponen campuran.

C. Pembuatan Larutan Baku

Larutan baku dibuat dengan konsentrasi tertentu dan menggunakan

metanol p.a sebagai pelarut. Penggunaan metanol didasarkan pada kelarutan

ketiga komponen yang akan diuji. Selain itu syarat pelarut yang dapat digunakan

dalam sistem KCKT adalah pelarut yang kemurniannya tinggi, dapat bercampur

dengan fase gerak dan mudah terelusi.

Larutan baku dibuat dalam 6 seri konsentrasi untuk tiap komponen yang

diuji. Konsentrasi untuk parasetamol adalah 62,74 ppm; 125,48 ppm; 188,21 ppm;

250,95 ppm; 313,69 ppm dan 376,43 ppm. Konsentrasi untuk propifenazon adalah

37,55 ppm; 75,10 ppm; 112,65 ppm; 150,20 ppm; 187,75 ppm dan 225,30 ppm

sedangkan konsentrasi kafein adalah 11,20 ppm; 22,40 ppm; 33,60 ppm; 44,80

ppm; 56,00 ppm dan 67,20 ppm. Pemilihan seri konsentrasi kurva baku ini

dimaksudkan agar kadar yang terdapat dalam sampel berada dalam rentang seri

konsentrasi larutan baku yang digunakan sehingga persamaan kurva baku yang

(56)

D. Optimasi Metode 1. Penentuan panjang gelombang overlapping

Penentuan panjang gelombang overlapping dimaksudkan untuk

mengetahui panjang gelombang di mana parasetamol dan propifenazon masih

dapat memberikan serapan serta mengetahui panjang gelombang kafein yang

dapat memberikan serapan optimal. Sebelum menentukan panjang gelombang

overlapping, panjang gelombang serapan maksimum dari masing-masing senyawa

harus ditentukan terlebih dulu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan panjang

gelombang masing-masing senyawa dalam metanol yang menunjukan serapan

maksimum.

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan

menggunakan kadar 1 mg% karena kadar tersebut lebih kecil dari kadar kafein

pada pembuatan kurva baku, sehingga untuk memastikan kadar kafein yang

terkecil tetap dapat terdeteksi. Pembacaan serapan dilakukan pada rentang

panjang gelombang antara 200-300 nm karena parasetamol, propifenazon dan

kafein memiliki panjang gelombang serapan maksimum pada rentang tersebut.

Senyawa yang diukur secara spektrofotometri ultraviolet harus memiliki

gugus kromofor dalam strukturnya agar dapat menyerap radiasi ultraviolet.

Penyerapan sinar radiasi oleh suatu senyawa tergantung pada struktur elektronik

dari senyawa tersebut. Pada gugus kromofor yang dimiliki oleh parasetamol,

propifenazon dan kafein terdapat ikatan rangkap yang mengandung elektron π

yang bila dikenai sinar radiasi elektromagnetik akan mudah tereksitasi ke tingkat

yang lebih tinggi yaitu π*

(57)

yang langsung terikat pada gugus kromofor. Gugus auksokrom memiliki pasangan

elektron bebas pada orbital n yang dapat berinteraksi dengan elektron π pada

gugus kromofor sehingga dengan adanya auksokrom ini akan mengubah panjang

gelombang serta intensitas serapan maksimum dari senaywa. Gambar gugus

kromofor dan auksokrom masing-masing senyawa dapat dilihat pada gambar

berikut.

OH HN

O

Gambar 14. Gugus kromofor dan auksokrom parasetamol

Keterangan: = auksokrom

(58)

N N O

Gambar 15. Gugus kromofor dan auksokrom propifenazon

Keterangan : = auksokrom

= kromofor

N

N

N

N O

O

Gambar 16. Gugus kromofor kafein

Keterangan : = kromofor

= aukskrom

Dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) disebutkan bahwa pengujian

panjang gelombang serapan maksimum mempunyai makna jika serapan

(59)

teoritis. Serapan yang dihasilkan pada masing-masing senyawa dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 17. Spektra serapan parasetamol (λmaks= 248 nm)

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa parasetamol memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang 248 nm. Sedangkan parasetamol

memiliki panjang gelombang serapan maksimum teoritis pada 249 nm. Dalam

penelitian ini terdapat pergeseran panjang gelombang serapan maksimum, namun

penyimpangan ini masih memnuhi syarat yang tercantum dalam Farmakope

Indonesia edisi IV sehingga dapat dipastikan senyawa tersebut adalah

(60)

Gambar 18. Spektra serapan propifenazon (λmaks= 247 dan 274 nm)

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa propifenazon

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 247 dan 274 nm.

Propifenazon dalam etanol memiliki panjang gelombang serapan maksimum pada

248 nm dan 277 nm. Pada pembacaan serapan maksimum ini terdapat

penyimpangan sebesar 3 nm. Hal ini dapat dikarenakan pada penelitian digunakan

(61)

Gambar 19. Spektra serapan kafein (λmaks= 272 nm)

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa kafein memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang 272 nm. Kafein dalam etanol

memiliki panjang gelombang serapan maksimum pada 273 nm. Dalam penelitian

ini terjadi pergeseran panjang gelombang serapan maksimum namun

penyimpangan ini masih memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Farmakope

Indonesia edisi IV. Hal ini membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah kafein.

Analisis tidak dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum

salah satu senyawa karena hanya sensitif terhadap perubahan konsentrasi senyawa

yang bersangkutan. Karena hal tersebut diperlukan panjang gelombang

(62)

dihasilkan kemudian ditumpang tindihkan, dan didapatkan gambar sebagai

berikut.

Gambar 20. Gabungan spektra serapan maksimum parasetamol (---), propifenazon (---), dan kafein (---)

Dari gambar tersebut, dipilih panjang gelombang overlappingnya, yaitu

272 nm. Panjang gelombang ini dipilih dengan alasan agar kafein dalam sampel

yang memiliki kadar paling kecil dapat tetap terdeteksi. Pada panjang gelombang

ini serapan kafein cukup optimal, sedangkan untuk serapan parasetamol dan

propifenazon kurang optimal namun tetap dapat terdeteksi karena konsentrasinya

(63)

2. Pembuatan kurva baku parasetamol, propifenazon dan kafein

Tiap konsentrasi larutan baku parasetamol, propifenazon dan kafein

diinjeksikan pada KCKT dengan fase diam C18, fase gerak metanol : air dengan

perbandingan 40:60, menggunakan flow rate 2 ml/menit diukur pada panjang

gelombang 272 nm.

Dengan menggunakan sistem kromatografi di atas, didapatkan

kromatogram campuran baku parasetamol, propifenazon dan kafein adalah seperti

pada gambar berikut.

Parasetamol Kafein

Propifenazon

Gambar 21. Kromatogram campuran baku parasetamol, propifenazon dan kafein (5:3:1)

Pada kromatogram tersebut terlihat adanya perbedaan waktu retensi (tR)

tiap senyawa. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan suatu senyawa untuk

keluar dari kolom. Dari gambar dapat dilihat bahwa waktu retensi parasetamol

(64)

menit. Perbedaan waktu retensi tiap senyawa dipengaruhi oleh interaksi

masing-masing senyawa dengan fase diam dan fase geraknya. Tiap senyawa memiliki sisi

polar dan non polar pada strukturnya. Pada penelitian ini, fase diam yang

digunakan bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar. Karena hal

itu, maka senyawa yang cenderung non polar akan lebih lama keluar dari kolom

atau memiliki waktu retensi yang lebih besar. Interaksi senyawa dengan fase diam

terjadi pada bagian senyawa yang non polar. Gugus non polar dari masing-masing

senyawa dapat dilihat pada gambar berikut.

OH

Gambar 22. Gugus non polar pada parasetamol (A), propifenazon (B) dan kafein (C)

Keterangan : = gugus non polar

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa propifenazon memiliki gugs non

polar yang paling banyak. Hal inilah yang menyebabkan propifenazon akan lebih

lama tertahan pada fase diam daripada parasetamol dan kafein. Pada kromatogram

yang dihasilkan didapatkan propifenazon memiliki waktu retensi yang paling

besar daripada senyawa lainnya. Parasetamol memiliki gugus non polar yang

paling sedikit, hal inilah yang menyebabkan parasetamol memiliki waktu retensi

(65)

lebih banyak dari parasetamol dan lebih sedikit dari propifenazon sehingga kafein

tertambat pada kolom dengan waktu yang lebih lama dari parasetamol tetapi lebih

cepat dari propifenazon.

Penentuan persamaan kurva baku untuk masing-masing senyawa

dilakukan 3 kali replikasi. Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier

antara konsentrasi dengan AUC yang dihasilkan. Sebagai parameter linieritasnya

digunakan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi menunjukan korelasi antara

konsentrasi dengan AUC. Dalam penelitian ini, dari 3 kali replikasi dipilih salah

satu replikasi yang kemudian digunakan sebagai data kurva baku. Pemilihan data

kurva baku ini didasarkan pada nilai r yang digunakan, yaitu nilai r yang lebih

besar dari nilai r tabel untuk enam data dengan derajat bebas (db) = 4. yaitu

sebesar 0,917 ( pada taraf kepercayaan 99%). Selain itu pemilihan data kurva

baku juga didasarkan pada nilai SE (standard error) yaitu nilai SE yang paling

kecil karena semakin kecil SE maka kesalahan yang terjadi dalam penelitian juga

semakin kecil. Persamaan untuk masing-masing baku parasetamol, propifenazon

(66)

Tabel II. Data kurva baku parasteamol

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC

63,05 433277 62,24 375404 62,74 363578 126,10 782447 124,48 736919 125,48 744345 189,15 1158864 186,71 1148448 188,21 1138321 252,20 1645115 248,95 1555291 250,95 1521173 315,25 2030640 311,19 1979372 313,69 1905797 378,30 2514297 373,43 2323369 376,43 2260491

B = 6632,35 B = 6369,16 B = 6080,56 A = -36153 A = -34268,87 A = -12893,13

r = 0,9986 r= 0,9996 r = 0,9999 y=6080,56x-12893,13 SE = 47038,95 SE = 23093,16 SE = 11593,81

Keterangan : merupakan data kurva baku yang digunakan

Gambar 23. Kurva baku parasetamol

(67)

Tabel III. Data kurva baku propifenazon

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC

37,55 534864 37,16 584806 36,95 426220 75,10 908171 74,33 880325 73,90 815260 112,65 1297158 111,49 1349126 110,85 1250126 150,20 1760441 148,65 1852736 147,80 1710807 187,75 2230475 185,81 2159391 184,75 2264568 225,30 2653911 222,98 2706848 221,70 2829904

B = 11432,70 B = 11494,70 B = 13011,42

Keterangan : merupakan data kurva baku yang digunakan

Gambar 24. Kurva baku propifenazon

Gambar

Tabel I. Karakteristik
Gambar 1. Rumus struktur parasetamol (Anonim,1995)
Gambar 2. Rumus struktur propifeanzon (Anonim,1989)
Gambar 3. Rumus struktur kafein (Anonim,1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)..

Syarifa Andiana Syarif : Penerapan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Pada Penetapan Kadar Deksametason Dalam Tablet Campuran Dengan Deksklorfeniramin Maleat,

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, dapat ditetapkan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Untuk mengetahui hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif dalam menganalisa kadar campuran parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet

Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Dengan Perbandingan 7:4 Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” dapat terselesaikan dengan baik

Pada penelitian kali ini dilakukan validasi metode dan penetapan kadar ibuprofen dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH4 - Metanol dapat digunakan untuk penetapan kadar dari campuran Parasetamol, Kafein dan

Penetapan Kadar Tablet Losartan: Larutan losartan sampel dalam plasma dengan konsentrasi 5,0; 15,0; dan 25,0 µg/mL yang sebelumnya sudah disiapkan, masing-masing