• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH–SIBOLGA

PERIODE 2016-2025

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT XXV

TAPANULI TENGAH–SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2016–2025

Disusun Oleh

Kepala KPHL Unit XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

Marolop H.O. Gultom, S.H. NIP. 19740416 200003 1 001

Diketahui Oleh : Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara

Ir. Halen Purba, MM NIP. 19620719 198802 1 001

Disahkan Oleh

An. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I

Ir. Listya Kusumawardhani, M.Sc. NIP. 19590520 198501 2 001

(3)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

RINGKASAN EKSEKUTIF

KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan demikian KPH merupakan organisasi lapangan unit pengelolaan hutan terkecil sampai tingkat tapak (blok/ petak). RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara merupakan rencana induk dan akan menjadi motor penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode 2016-2025. Dalam RPHJP dimuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Seluruh kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dengan kerangka pemberdayaan masyarakat, dalam rangka menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial.

Secara administratif, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga seluas 60,087.83 ha berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga serta sedikit Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan fungsinya kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga terbagi menjadi hutan lindung (43,714.65 ha), hutan produksi (2,612.04 ha) dan hutan produksi terbatas (13,761.14 ha). Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga dibagi menjadi lima blok tata hutan berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH, yaitu (1) HL Blok pemanfaatan (43,714.66 ha), (2) HP Blok pemanfaatan HHK-HT (1,092.04 ha), (3) HP Blok pemberdayaan (1,520.00 ha), (4) HPT Blok pemanfaatan HHK-HT (0.56 ha), dan (5) HP Blok pemberdayaan (13,760.83 ha).

Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga adalah ”Pengelolaan hutan lestari dan produktif di KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga menuju masyarakat yang adil dan sejahtera”. Misinya adalah 1). Mengelola hutan secara lestari (sustainable

forest management) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah

Aliran Sungai (DAS), 2). Memantapkan penataan kawasan dan menyusun rencana pengelolaan hutan, 3). Mengembangkan organisasi dan sumberdaya manusia KPH yang profesional serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi, 4). Melaksanakan perlindungan dan konservasi alam untuk menurunkan gangguan keamanan hutan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi alam, dan 5). Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan potensi ekowisata, jasa lingkungan, perdagangan karbon, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya yang produktif guna menjamin pertumbuhan KPHL secara berkelanjutan, melalui skema kemitraan untuk sebesar-besarnya bagi keadilan dan kemakmuran rakyat.

Adapaun capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun (2016–2025) adalah 1). Tertatanya blok dan petak yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan, 2). Tersusunnya perencanaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan pengelolaan jangka pendek tahunan mulai tahun 2016–2025, rencana jangka menengah 5

(4)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 tahunan, dan rencana jangka panjang tahun 2025–2034, 3). Terbangunnya data base berbasis blok dan petak secara akurat setiap tahun yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, 4). Terbangunnya kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien (Perda dan Pergub organisasi KPH, Pergub sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan, Pergub badan layanan umum daerah, SOP KPH serta SDM KPH yang cukup dan berkualitas), 5). Tersedianya SDM serta sarana dan prasarana operasional KPH yang memadai, 6). Terbentuk dan terbinanya kelompok tani hutan dan koperasi sebagai lembaga usaha kelompok, dalam upaya terwujudnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan lestari, 7). Terlaksananya patroli hutan secara intensif dan berkelanjutan, pemberantasan illegal logging dan perambahan kawasan, pemantauan dan penurunan tingkat konflik tenurial, 8). Terwujudnya pengembangan obyek ekowisata dan kemitraan pemanfaatan ekowisata dan jasa lingkungan lainnya, 9). Terlaksananya reboisasi dan pengkayaan hutan, partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan serta kemitraan pemanfaatan HHBK, dan 10). Tersusunnya rencana pengembangan usaha KPH dan kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, tersedianya sarana prasarana pengolahan dan terlaksananya pemasaran hasil hutan yang memadai.

Kegiatan utama yang akan dilaksanakan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga diselaraskan dengan misi, capaian-capaian utama dan core business adalah 1). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, 2). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, 3). Pemberdayaan masyarakat, 4). Pembinaan dan pemantauan pada areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, 5). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin, 6). Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, 7). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, 8). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin, 9). Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholders terkait, 10). Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, 11). Penyediaan pendanaan, 12). Penyediaan sarana prasarana, 13). Pengembangan data base, 14). Rasionalisasi wilayah kelola, 15). Review rencana pengelolaan, dan 16). Pengembangan investasi.

Sebagai pelengkap dan dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga, dokumen RPHJP dilengkapi dengan data dan informasi spasial berupa peta. RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pengelolaan untuk diaplikasikan secara konsisten serta terus dipantau sehingga terwujud pengelolaan hutan secara lestari.

(5)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (RPHJP KPH) ini dapat diselesaikan. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan keniscayaan dalam perencanaan strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan awal dalam kegiatan pembangunan KPH, adalah membuat perencanaan yang berbasis spasial dari setiap unit KPH. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPH yang baik akan mewujudkan sistem pengelolaan hutan lestari.

RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga ini merupakan dokumen yang berisi rencana-rencana pengelolaan hutan yang didasarkan pada kajian ilmiah dan didukung oleh data inventarisasi lapangan. Dokumen RPHJP ini disusun secara sistematis dan riil sehingga menjadi acuan bagi pengelolaan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga selama 10 (sepuluh) yaitu tahun 2016–2025. RPHJP ini bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lapangan, sehingga untuk beberapa bagian masih dimungkinkan untuk direvisi dan disempurnakan agar pengelolaan dan pembangunan hutan dapat dilakukan secara lebih optimal untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Kami mengucapkan terima kasih kami kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPKH Wilayah I Medan, BP2HP, BPDAS, Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Dinas Kehutanan dan Perkabunan Tapanuli tengah, Dinas Kehutanan Sibolga, Tim Pakar USU dan semua pihak yang telah ikut serta berpartisipasi dalam penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga. Semoga RPHJP ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mempercepat pembangunan kehutanan di tingkat tapak sesuai dengan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

Medan, Januari 2016

Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

(6)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN i RINGKASAN ESEKUTIF ii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Maksud dan Tujuan 5

C. Sasaran 5

D. Dasar Hukum 7

E. Ruang Lingkup 9

F. Batasan Pengertian 11

II. DESKRIPSI KAWASAN

A.

Risalah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 17

B. Potensi Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 34

C. Data dan Informasi Sosial Budaya 36

D. Data Informasi Izin-izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

39 E. Posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga dalam Perspektif Tata

Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah

40

F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 43

III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN

A. Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 53

B. Misi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 53

C. Capaian Utama KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 54

IV. ANALISIS DAN PROYEKSI

A. Analisis 56

(7)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

V. RENCANA KEGIATAN

A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan 77

B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu 80

C. Pemberdayaan Masyarakat 80

D. Pembinaan dan Pemantauan pada Areal KPH yang Telah Ada Izin

Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan 82

E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin 86

F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan

Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan

93

G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 93

H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang Izin 100

I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholders Terkait 101

J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM 102

K. Penyediaan Pendanaan 103

L. Penyediaan Sarana Prasarana 104

M. Pengembangan Data Base 105

N. Rasionalisasi Wilayah Kelola 108

O. Review Rencana Pengelolaan 108

P. Pengembangan Investasi 109

VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

A. Pembinaan 134

B. Pengawasan 146

C. Pengendalian 148

VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Pemantauan 152 B. Evaluasi 152 C. Pelaporan 153 VIII. PENUTUP 160 DAFTAR PUSTAKA 162 LAMPIRAN

(8)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2.1. Wilayah administratif KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 17 Tabel 2.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan

kecamatan 22

Tabel 2.3. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan 24 Tabel 2.4. Kawasan hutan dan non hutan pada wilayah KPHL XXV

Tapanuli Tengah–Sibolga 25

Tabel 2.5. Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 26

Tabel 2.6. Kesesuaian lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 26

Tabel 2.7. Tingkat kekritisan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 27

Tabel 2.8. Blok tata hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 28

Tabel 2.9. Formasi geologi pada wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 28

Tabel 2.10. Klasifikasi tanah pada wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 29

Tabel 2.11. Unit lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 29

Tabel 2.12. Kemiringan lereng pada wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 30

Tabel 2.13. Curah hujan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 31

Tabel 2.14. Nama DAS pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 32

Tabel 2.15. Luas tutupan lahan pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga 32

Tabel 2.16. Aksesibilitas pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–

Sibolga 34

Tabel 2.17. IUPHHK HPH dan HTI pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

40 Tabel 4.1. Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar

kawasan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga

(9)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 Tabel 5.1. Areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun

penggunaan kawasan hutan dan dalam proses perijinan tersebut

82

Tabel 5.2. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga dalam mendukung sistem informasi kehutanan di tingkat KPH

166

Tabel 5.3. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga untuk mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak

107

Tabel 5.4. Logical framework dari visi dan misi KPHL Unit XXIII

Tapanuli Selatan-Padang Lawas Utara 112

Tabel 5.5. Tata waktu rencana kegiatan KPHL Unit XXIII Tapanuli Selatan-Padang Lawas Utara 2016-2025

121 Tabel 6.1. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan 145 Tabel 6.2. Uraian kegiatan pengawasan dan tim pengawas 147 Tabel 6.3. Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali 149 Tabel 7.1. Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan

kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 155 Tabel 7.2. Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantau

kegiatan dari instansi lain di KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga

158

Tabel 7.3. Kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi kegiatan di

(10)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 2.1. Skema analisa dan proyeksi core business KPHL XXV

(11)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

2. Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

3. Peta Lahan Kritis pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

4. Peta Kelerengan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

5. Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

6. Peta Rencana Kehutanan Tingkat Nasional pada KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga.

7. Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

8. Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

(12)

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Maksud dan Tujuan

C. Sasaran

D. Dasar Hukum

E. Ruang Lingkup

F. Batasan Pengertian

(13)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

A. Latar Belakang

Deforestasi dan degradasi hutan menjadi isu global di dunia internasional, karena telah menghilangkan sebagian sumberdaya biologi dari ekosistem hutan. Di sisi lain, hutan merupakan sumberdaya alam yang terkait dengan kehidupan umat manusia. Oleh karenanya hutan dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Degradasi hutan dan deforestasi telah menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan kemiskinan pada masyarakat yang hidup bergantung pada sumberdaya hutan.

Manfaat hutan tidak hanya berkaitan dengan masyarakat lokal sekitar hutan. Namun lebih luas lagi manfaat hutan berkaitan dengan masyarakat nasional suatu negara, masyarakat regional di beberapa kawasan negara dan masyarakat internasional di seluruh dunia. Agar masyarakat dapat merasakan manfaat secara berkelanjutan, maka hutan harus dikelola secara arif dan bijaksana.

Sistem pengelolaan hutan telah mengalami pergeseran paradigma yaitu dari pengelolaan berbasis produksi kayu (timber based management), menjadi pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem based management). Hal ini didasarkan pada kenyataan kondisi sumberdaya hutan yang fungsinya semakin menurun, serta semakin dipahaminya bahwa nilai manfaat yang dihasilkan dari keberadaan hutan dengan kondisi yang baik, jauh melebihi nilai hasil hutan kayu yang selama ini menjadi hasil utama yang langsung diambil dari hutan.

Kenyataan ini diperkuat dengan pengalaman pengelolaan hutan selama kurun waktu tahun 1970-an sampai 2000-an yang kebijakan pembangunannya lebih berorientasi pada produksi kayu. Pada masa tersebut sektor kehutanan

BAB I.

PENDAHULUAN

(14)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 memberikan sumbangan devisa negara terbesar kedua bagi pembangunan nasional setelah minyak bumi, namun karena kebijakan pengelolaan hutan yang kurang tepat berakibat pada kondisi hutan yang sangat mengkhawatirkan.

Tingkat efektivitas dan efisiensinya pengelolaan hutan mengalami pasang-surut tergantung kebijakan masing-masing orde pemerintahan. Menurut FWI/GFW (2001) eksploitasi sumberdaya hutan dalam skala besar dimulai sejak awal tahun 1970-an, yaitu ketika perusahaan pengusahaan hutan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mulai beroperasi. Pada periode tahun 1970 hingga 1990-an, laju kerusakan hutan diperkirakan antara 0,6 sampai 1,2 juta ha per tahun. Laju kerusakan hutan selama periode 1986–1997 sekitar 1,7 juta ha per tahun dan mengalami peningkatan tajam sampai lebih dari 2 juta ha/tahun. Lembaga FAO (2011) menyebutkan bahwa Kementerian Kehutanan tahun 2005 memprediksi kerusakan hutan seluas 2,83 juta ha per tahun dalam kurun waktu 1997-2000. Bahkan pada tahun 2007 negara Indonesia berada di urutan ke-8 sebagai negara dengan tingkat kerusakan hutan paling tinggi dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar dunia.

Saat ini pengelolaan hutan khususnya kelompok hutan lindung dan produksi menghadapi persoalan terjadinya degradasi dan deforestasi yang disebabkan oleh aktifitas penebangan liar (illegal logging), karena didorong adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainnya baik di pasar lokal, nasional dan global. Perambahan lahan (land occupation) juga menjadi persoalan dengan semakin tingginya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perkebunan terutama sawit dan karet yang berakibat terjadi konversi kawasan hutan secara permanen, perladangan berpindah, klaim okupasi berupa desa/ pemukiman, dan klaim sebagai tanah adat.

Kondisi ini akan meningkatkan upaya penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan melalui pinjam pakai kawasan hutan. Pengelolaan hutan di masa lalu yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) karena lebih bertumpu pada aktivitas pemanenan hasil hutan ternyata telah membawa dampak yang besar terhadap kerusakan hutan. Keberadaan hutan lindung di Sumatera Utara semakin terancam.

Pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan kehutanan serta upaya pencegahan dan perbaikan degradasi hutan untuk mengurangi kerusakan

(15)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 ekosistem hutan. Berbagai kebijakan pemerintah telah dijalankan untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat serta sekaligus mengakomodasikan tuntutan dan kepentingan pemerintah daerah. Salah satu terobosan kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Kehutanan adalah mengeluarkan kebijakan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yang telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008. Kebijakan tersebut telah menegaskan bahwa seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi dan dibentuk ke dalam unit-unit KPH.

KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan demikian KPH merupakan organisasi lapangan unit pengelolaan hutan terkecil sampai tingkat tapak (blok/ petak), yang menurut dominasi luas fungsi hutannya dapat berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK).

Pengelolaan hutan merupakan usaha untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari berdasarkan tata hutan, rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara, menetapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Sumatera Utara seluas kurang lebih 3.196.381 ha yang terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) sebanyak 14 unit seluas kurang lebih 1.364.497 ha dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) sebanyak 19 unit seluas kurang lebih 1.831.884 ha.

Menteri Kehutanan RI mengeluarkan SK Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 mengenai kawasan hutan di Sumatera Utara pada tanggal 24 Juni 2014. Berdasarkan lampiran peta fungsi kawasan pada SK tersebut, dapat diketahui bahwa luas kawasan hutan di KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga adalah seluas 60,087.83 ha.

Dengan adanya tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan, maka pada tingkat tapak diperlukan perencanaan pengelolaan. Perencanaan pengelolaan

(16)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 KPH memerlukan kuantifikasi dan formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondisi pelaksanaan agar dapat dimonitoring, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis wilayah-wilayah kelestarian yang permanen. Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang maka akan memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL harus tepat, handal, luwes, dan mampu menghadapi perubahan/ dinamika tatanan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang terus berkembang yang sulit diduga.

Dalam kerangka inilah maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk wilayah-wilayah pengelolaan hutan yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya

(sustainable forest management) sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan

perundang-undangan.

RPHJP KPHL disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai budaya masyarakat setempat, mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rencana Kehutanan Provinsi dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Sumut, serta diselaraskan dengan kebijakan pembangunan Nasional (RPJMN) dan daerah (RPJMD). Dengan demikian RPHJP KPHP tersebut menjadi baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan hutan di tingkat tapak.

RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara merupakan rencana induk dan akan menjadi motor penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode 2016-2025. Dalam RPHJP dimuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Seluruh kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dengan kerangka pemberdayaan masyarakat, dalam rangka menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya,

(17)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dilaksanakannya penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga Provinsi Sumatera Utara adalah :

1. Menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang, yang mengarahkan penyelengaraan pengelolaan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun untuk periode 2016-2025.

2. Memberikan arahan bagi parapihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Sumatera Utara.

Adapun tujuan penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara, antara lain :

1. Menetapkan visi dan misi pengelolaan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

2. Menetapkan proyeksi kondisi wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam waktu 10 tahun (periode 2016-2025).

3. Menyusun rencana kegiatan strategis pengelolaan hutan selama 10 tahun (periode 2016-2025) yang terencana dan terukur dengan tata waktu sesuai skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara efisien dan lestari untuk mendapatkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial.

C. Sasaran

Secara kewilayahan sasaran lokasi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor. 992/Menhut-II/2013 adalah seluas 60.547,22 ha yang terdiri atas kawasan hutan di wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

Sedangkan sasaran penyusunan perencanaan KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang hendak dicapai adalah:

1. Tersusunnya arahan rencana pengelolaan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang memuat tujuan pengelolaan

(18)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 yang akan dijabarkan secara jelas berdasarkan kondisi-kondisi yang dihadapi melalui :

a. Penelaahan kondisi terkini wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara dari aspek ekologi yang berkaitan dengan: a). kondisi fisik wilayah antara lain meliputi jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, b). kondisi hutan yang meliputi lahan kritis, jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan c) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS).

b. Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan: a). aksesibilitas wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara, b). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah– Sibolga Provinsi Sumatera Utara, antara lain meliputi industri kehutanan sekitar wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara, peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan.

c. Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). keberadaan kelembagaan masyarakat, d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan e). potensi konflik sekitar kawasan.

2. Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

3. Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan,

(19)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien.

D. Dasar Hukum

Peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara terdiri atas:

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/ Kota.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

8. Permenhut Nomor P.37/Menhut-II/2007, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-Ii/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.

9. Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

10. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH, 11. Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan

Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

12. Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, jo. Permenhut Nomor P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-Ii/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTK RHL-DAS).

(20)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 13. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2009, tentang Tata Cara Perizinan Usaha

Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung.

14. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengeloaan Hutan Lindung (KPHL) dam Kesatuan Pengeloaan Hutan Produksi (KPHP).

15. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan.

16. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria, Dan Standar Rehabilitasi Dan Reklamasi Hutan.

17. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan.

18. Permenhut Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan 2010-2014.

19. Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.

20. Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 21. Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011, Jo. Permenhut Nomor

P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model.

22. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

23. Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030.

24. Permenhut Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman.

(21)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 25. Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian

Kehutanan tahun 2012.

26. Permenhut Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai.

27. Permenhut Nomor P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.

28. Permenhut Nomor P.22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung.

29. Permenhut Nomor P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan.

30. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan.

31. Permenhut Nomor P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

32. Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria Dan Standar Pemanfaatan Hutan Di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

33. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara.

34. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara.

35. Peraturan Dirjen Planologi Nomor P.5/VIII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.

E. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara meliputi:

(22)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 1. Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar

hukum, ruang lingkup, dan pengertian.

2. Deskripsi Kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas

kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan.

3. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi proyeksi KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara di masa depan serta target capaian-capaian utama yang diharapkan.

4. Analisis dan Proyeksi, meliputi a). Analisi data dan informasi yang tersedia

saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara di masa yang akan datang, dan c). Analisa dan proyeksi core business.

5. Rencana Kegiatan, terdiri dari a). Pemberdayaan masyarakat, b).

Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Rasionalisasi wilayah kelola, d). Pengembangan data base, e). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPH yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, i). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, j). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, k). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, l). Penyediaan

(23)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 dan peningkatan kapasitas SDM, m). Penyediaan pendanaan, n). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, dan o). Pengembangan investasi.

6. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.

7. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan.

8. Penutup.

9. Lampiran, meliputi a). Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, b). Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, c). Peta Lahan Kritis

pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, d). Peta Kelerengan pada KPHL XXV

Tapanuli Tengah–Sibolga, e). Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, f). Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, g). Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, dan h). Peta

Wilayah Tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga.

F. Batasan Pengertian

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

5. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaraan hutan yang meliputi perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan. 6. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam.

(24)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 7. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penetuan kegiatan

dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

8. Penataan Hutan (tata hutan) adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. 9. Inventarisasi Hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari

penataan batas, inventarisasi hutan, pembagian hutan, pembukaan wilayah hutan, pengukuran dan pemetaan.

10. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

11. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung.

12. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak.

13. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh Kepala Resort KPH dan bertanggungjawab kepada Kepala KPH.

14. Blok Pengelolaan pada wilayah KPH adalah bagian dari wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan.

15. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama.

16. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya.

(25)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 17. Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah rencana pada kesatuan pengelolaan

hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.

18. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH.

19. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok.

20. Penggunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan.

21. Hutan/Lahan Kritis adalah hutan/lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.

22. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan.

23. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

24. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.

25. Pemeliharaan Hutan adalah kegiatan untuk menjaga, mengamankan, dan meningkatkan kualitas tanaman hasil kegiatan reboisasi, penghijauan jenis tanaman, dan pengayaan tanaman.

26. Pengayaan tanaman adalah kegiatan memperbanyak keragaman dengan cara pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui penanaman pohon.

(26)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 27. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan

satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

28. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.

29. Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

30. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

31. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 32. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh

sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

33. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

34. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

35. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.

(27)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 36. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan kepada

pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.

37. Dana Reboisasi (DR) adalah dana yang dipungut dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi untuk mereboisasi dan merehabilitasi hutan.

38. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

39. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.

40. Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan sarana dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik, penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam.

41. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan hutan lindung.

42. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui Kemitraan Kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

43. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

(28)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 44. Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan

Pemegang Izin pemanfaatan hutan atau Pengelola Hutan, Pemegang Izin usaha industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.

45. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.

46. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

47. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.

48. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.

49. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya.

50. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan.

51. REDD+ (Reduced Emission from Deforestation and Degradation Plus) merupakan program penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada negara-negara berkembang melalui kegiatan-kegiatan pengurangan deforestasi, pengurangan degradasi hutan, praktek konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan stok karbon.

52. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.

53. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) 54. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara (Sumut).

55. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

(29)

BAB II.

DESKRIPSI KAWASAN

A. Risalah KPHL XXV Tapanuli

Tengah–Sibolga

B. Potensi Wilayah KPHL XXV

Tapanuli Tengah–Sibolga

C. Data dan Informasi Sosial

Budaya

D. Data Informasi Izin-izin

Pemanfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan

E. Kondisi Posisi

KPHL XXV

Tapanuli Tengah–Sibolga

dalam

Perspektif Tata Ruang Wilayah

dan Pembangunan Daerah

F. Isu Strategis, Kendala dan

(30)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025

A. Risalah Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 1. Letak dan Luas KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

KPHL Unit XXV Tapanuli Tengah-Sibolga termasuk dalam Region 7 (wilayah yang mencakup Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara dan Kota Sibolga) bersama dengan KPHP Unit XXIV dan KPHL Unit XXVI. Secara administratif, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga serta sedikit Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Tengah beribukota di Kota Pandan berjarak 359 km dari Kota Medan. Kota Sibolga berjarak 347 km dari Kota Medan. Wilayah adminsitratif KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Wilayah administratif KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

No. Kabupaten Luas (Ha) Persentase (%)

1 Kab. Tapanuli Tengah 45,189.32 75.21

2 Kota Sibolga 14,898.51 24.79

3 Kab. Tapanuli Utara 0.01 0.00

Total 60,087.83 100.00

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Menurut BPS Tapteng (2015) wilayah Tapanuli Tengah dahulu dikuasai oleh Kolonial Inggris. Namun dengan Traktat London tanggal 17 Maret 1824, Inggris menyerahkan Sumatera kepada Belanda, dan sebagai imbalannya Belanda memberikan Semenanjung Melayu. Pada saat itulah Inggris menyerahkan Barus

BAB II.

DESKRIPSI KAWASAN

(31)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 dan Singkil kepada Belanda. Selanjutnya Belanda memasukkan Teluk Tapian Nauli dalam Wilayah Residen Sumatera Barat yang beribukota di Padang.

Pada tahun 1859 daerah jajahan Belanda meluas ke daerah Silindung, dan meluas lagi ke daerah Toba pada tahun 1883. Oleh karena adanya perluasan wilayah tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan Staadblad No. 193 tahun 1884 yang menentukan teritorial baru di Keresidenan Tapanuli untuk lebih memperkokoh strategi pembagian dan perluasan wilayah. Keresidenan Tapanuli pada saat itu dibagi atas 4 (empat) afdeling. Salah satu diantaranya ialah Afdeling Sibolga yang meliputi 4 (empat) onder afdeling, yaitu:

1. Sibolga dan daerah sekitarnya. 2. Distrik Batang Toru.

3. Barus dan Pakkat. 4. Singkil.

Sejak keluarnya Staadblad No. 496 tahun 1906, status Tapanuli yang tadinya bagian dari Sumatera Barat beralih menjadi di bawah Gubernur Sumatera yang berkedudukan di Medan. Selanjutnya wilayah Keresidenan Tapanuli dibagi dalam 5 (lima) afdeling, yaitu:

1. Afdeling Natal dan Batang Natal. 2. Afdeling Sibolga dan Batang Toru. 3. Afdeling Padang Sidempuan. 4. Afdeling Nias.

5. Afdeling Tanah Batak.

Afdeling Sibolga diperintah oleh seorang Contraleur dengan wilayah meliputi 13 Kakurian yang masing‐masing dipimpin oleh Kepala Kuria. Pada saat itu Onder Afdeling Barus masih termasuk Afdeling Tanah Batak. Dengan keluarnya Staadblad No. 93 tahun 1933 maka sebagian Onder Afdeling Barus digabung ke Afdeling Sibolga dan sebagian lagi masuk Afdeling Dataran‐dataran Tinggi Toba. Selanjutnya dengan Staadblad No. 563 tahun 1937 Onder Afdeling Barus keseluruhannya dimasukkan ke Afdeling Sibolga dimana berdasarkan Staadblad tersebut keresidenan-keresidenan Tapanuli dibagi atas 4 Afdeling, yaitu:

1. Afdeling Sibolga. 2. Afdeling Nias.

(32)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 3. Afdeling Sedempuan.

4. Afdeling Tanah Batak.

Sementara itu yang termasuk dalam Afdeling Sibolga adalah: 1. Onder Distrik Sibolga.

2. Onder Distrik Lumut. 3. Onder Distrik Barus.

Sedang Sorkam berada dalam lingkungan Onder Distrik Barus. Pada kenyataannya, apa yang disebut Daerah Tingkat II Tapanuli Tengah adalah pencerminan dari pembagian wilayah yang diatur dengan Staadblad No. 563 tahun 1937 tersebut. Pada zaman Jepang khususnya sistem pemerintahan Keresidenan Tapanuli lebih dititikberatkan pada strategi pertahanan misalnya Heiho, Gyugun, Kaygon Heiho dan badan‐badan lainnya.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, maka pada tanggal 15 Oktober 1945 oleh Gubernur Sumatera Mr. T. Mohd. Hasan menyerahkan urusan pembentukan daerah otonom bawahan dan penyusunan pemerintahan daerah kepada masing‐masing residen. Bahkan telah dipertegas lagi dengan PP No. 8 tahun 1947 yang menetapkan bahwa kabupaten yang dibentuk oleh residen sekaligus menjadi daerah otonom. Pada permulaan kemerdekaan, Residen Tapanuli Dr. F.L. Tobing yang berkedudukan di Tarutung, dengan dasar telegram Gubernur Sumatera tanggal 12 Oktober 1945 tentang pembentukan kepala‐kepala Luha (Bupati) Sibolga.

Selanjutnya pada bulan Juni 1946 melalui sidang Komite Nasional Daerah Keresidenan Tapanuli dibentuk Kabupaten Tanah Batak. Khususnya untuk Kota Sibolga, dengan Surat Keputusan Gubernur pada tanggal 17 Mei 1946, Kota Sibolga dijadikan kota administratif yang dipimpin oleh seorang walikota yang pada saat itu dirangkap oleh Bupati Kabupaten Sibolga, maka pada tangga 17 Nopember 1947 dibentuk sebuah Dewan Kota. Pada tahun 1946 di Tapanuli Tengah mulai dibentuk kecamatan-kecamatan untuk menggantikan Sistem Pemerintahan Onder Distrik Afdeling pada masa pemerintahan Belanda. Kecamatan pertama sekali dibentuk ialah Kecamatan Sibolga, kemudian Lumut dan Barus.

Sedangkan Kecamatan Sorkam ditetapkan kemudian berdasarkan perintah Residen Tapanuli pada tahun 1947. Kecamatan Sorkam dipisah dari Barus

(33)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 didasarkan kepada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten harus minimal mempunyai dua kewedanaan sedang, dan satu kewedanaan minimal mempunyai dua kecamatan. Demikianlah sejarahnya maka Tapanuli Tengah mempunyai empat kecamatan ketika itu. Saat ini Kabupaten Tapanuli Tengah telah memiliki 20 kecamatan, yakni Kecamatan Pinangsori, Kecamatan Badiri, Kecamatan Sibabangun, Kecamatan Lumut, Kecamatan Sukabangun, Kecamatan Pandan, Kecamatan Tukka, Kecamatan Sarudik, Kecamatan Tapian Nauli, Kecamatan Sitahuis, Kecamatan Kolang, Kecamatan Sorkam, Kecamatan Sorkam Barat, Kecamatan Pasaribu Tobing, Kecamatan Barus, Kecamatan Sosor Gadong, Kecamatan Andam Dewi, Kecamatan Barus Utara, Kecamatan Manduamas, dan Kecamatan Sirandorung.

Pada masa Undang‐Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS dan Undang‐undang Sementara 1950, sistem pemerintahan yang ada tidak mengadakan perubahan atas bentuk dan batas‐batas wilayah Tapanuli Tengah yang ada sebelumnya. Dengan Undang‐Undang Darurat No. 7 Tahun 1956, Sumatera Utara dibentuk Daerah Otonom Kabupaten, kecuali Kabupaten Dairi (yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang No. 4 Tahun 1964).

Salah satu kabupaten yang disebutkan dalam undang‐undang darurat tersebut ialah Tapanuli Tengah yang pada saat itu masih meliputi wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga sekarang ini. Tetapi dengan Undang‐Undang Darurat No. 8 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota‐kota besar terbentuklah Kotapraja Sibolga yang pada saat ini dikenal sebagai Kotamadya Sibolga.

Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang pernah bertugas di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebagai berikut:

1. Z.A. Gir St. Komala Pontas (24‐08‐1945 s.d. 31‐01‐1946) 2. Prof. Mr. Dr. M. Hazairin (01‐02‐1946 s.d. 13‐04‐1946) 3. A.M. Djalaluddin (13‐04‐1946 s.d. 10‐12‐1947) 4. Mangaraja Sorimuda (10‐12‐1947 s.d. 11‐08‐1952)

5. Ibnu Sa'adan (11‐08‐1952 s.d. 20‐01‐1954)

6. Raja Djunjungan (20‐01‐1954 s.d. 31‐07‐1958) 7. Matseh Gir. St. Kajasangan (01‐08‐1958 s.d. 23‐07‐1959)

(34)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 8. M. Samin Pakpahan (14‐07‐1959 s.d. 09‐10‐1965)

9. Sutan Singengu Paruhuman (15‐10‐1965 s.d. 28‐08‐1967) 10. Ridwan Hutagalung (28‐08‐1967 s.d. 05‐09‐1975) 11. Bangun Siregar (05‐09‐1975 s.d. 05‐09‐1980) 12. Lundu Panjaitan, SH (05‐09‐1980 s.d. 05‐09‐1985) 13. Abd. Wahab Dalimunthe, SH (05‐09‐1985 s.d. 05‐09‐1990) 14. Drs. Amrun Daulay (05‐09‐1990 s.d. 05‐09‐1995) 15. Drs. Panusunan Pasaribu (05‐09‐1995 s.d. 05‐04‐2001) 16. Drs. Tuani Lumbantobing (05‐04‐2001 s.d.12‐06‐2011) 17. Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum (29‐08‐2011 s.d. 2014) 18. Syukran Jamilan Tanjung, SE (2014 s.d. sekarang).

Sebagai salah satu wilayah yang merupakan kawasan minapolitan, Kabupaten Tapanuli Tengah berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0–1.266 m di atas permukaan laut (mdpl) serta terletak pada 1o11’00”–2o22’00” Lintang Utara dan 98o07’–98o12’ Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah timur dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai luas 2.194,98 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau‐pulau kecil di sekitar wilayah kabupaten ini. Kecamatan Kolang merupakan kecamatan yang terluas, dengan luasnya sebesar 436,29 km2. Oleh karena luas wilayah yang dihiasi dengan pantai yang indah, maka Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah membuat

brand image “Negeri Wisata Sejuta Pesona” untuk menunjukkan begitu besar dan

lengkapnya objek wisata di daerah ini. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan disajikan pada Tabel 2.2. berikut.

(35)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 Tabel 2.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan

No. Kecamatan Luas (km2) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Pinangsori Badiri Sibabangun Lumut Sukabangun Pandan Sarudik Tukka Tapian Nauli Sitahuis Kolang Sorkam Sorkam Barat Pasaribu Tobing Barus Sosor Gadong Andam Dewi Barus Utara Manduamas Sirandorung 78,32 129,49 284,64 105,98 49,37 34,31 25,92 150,93 83,01 50,52 436,29 80,61 44,58 103,36 21,81 143,13 122,42 63,02 99,55 87,72 3,57 5,90 12,97 4,83 2,25 1,56 1,18 6,87 3,78 2,30 19,88 3,67 2,03 4,71 0,99 6,52 5,58 2,87 4,54 4,00 Tapanuli Tengah 2.194,98 100

Sumber: BPS Tapanuli Tengah (2015)

BPS Sibolga (2015) menjelaskan bahwa Kota Sibolga dahulunya merupakan Bandar kecil di Teluk Tapian Nauli dan terletak di Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari Kota Sibolga yang sekarang ini. Diperkirakan Bandar tersebut berdiri sekitar abad delapan belas dan sebagai penguasa adalah “Datuk Bandar”.

Kemudian pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda, pada abad XIX didirikan Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang, karena Bandar di Pulau Poncan Ketek dianggapnya tidak akan dapat berkembang, disamping pulaunya terlalu kecil juga tidak memungkinkan menjadi kota pelabuhan yang fungsinya

(36)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 bukan saja sebagai tempat bongkar muat barang tetapi juga akan berkembang sebagai kota perdagangan. Akhirnya Bandar Pulau Poncan Ketek mati bahkan bekas-bekasnyapun tidak terlihat lagi saat ini. Sebaliknya Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang berkembang pesat menjadi kota pelabuhan dan perdagangan.

Pada zaman awal kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Sibolga menjadi Ibukota Keresidenan Tapanuli dibawah pimpinan seorang Residen dan membawahi beberapa “Luka atau Bupati”. Pada zaman revolusi fisik, Sibolga juga menjadi tempat kedudukan Gubernur Militer Wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur Bagian Selatan, kemudian dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 102 tanggal 17 Mei 1946, Sibolga menjadi Daerah Otonom Tingkat “D” yang luas wilayahnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli No. 999 tanggal 19 Nopember 1946 yaitu Daerah Kota Sibolga yang sekarang. Sedang desa-desa sekitarnya yang sebelumnya masuk wilayah Sibolga On Omme Landen menjadi atau masuk daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1956, Sibolga ditetapkan menjadi Daerah Swatantra Tingkat II dengan Nama Kotapraja Sibolga yang dipimpin oleh seorang walikota dan daerah wilayahnya sama dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli No. 999 tanggal 19 Nopember 1946. Selanjutnya dengan Undang-undang No. 18 Tahun 1965, Daerah Swatantra Tingkat II Kotapraja Sibolga diganti sebutannya menjadi Daerah Tingkat II Kota Sibolga yang pengaturan selanjutnya ditentukan oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang dipimpin oleh walikota kepala daerah. Kemudian, hingga sekarang Sibolga merupakan Daerah Otonom Tingkat II Kota yang dipimpin oleh walikota.

Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1979 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Sibolga ditetapkan sebagi Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumatera Utara. Perkembangan selanjutnya yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1981, Kota Daerah Tingkat II Sibolga dipecah menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota dan Kecamatan Sibolga Selatan.

(37)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 Pada tahun 2002 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Sibolga, Kota Sibolga dibagi menjadi empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sibolga Utara, Sibolga Kota, Sibolga Selatan dan Kecamatan Sibolga Sambas.

Berikut ini adalah para pejabat yang pernah memegang tampuk pemerintahan di Kota Sibolga sebagai berikut:

1. A.M. Jalaluddin (13-11-1946 s/d 10-12-1947) 2. M. Sori Muda (11-12-1947 s/d 11-08-1952) 3. Ibnu Sa’adan (12-08-1952 s/d 10-02-1954) 4. Raja Junjungan Lubis (11-02-1954 s/d 31-12-1957) 5. D.E. Sutan Bugaran (01-01-1958 s/d 14-10-1959) 6. H.A.Murad Tanjung (15-10-1959 s/d 04-03-1965) 7. Syariful Alamsyah Pasaribu (05-03-1965 s/d 24-11-1965) 8. Firman Simanjuntak (25-11-1965 s/d 19-06-1974) 9. Pandapotan Nasution, SH (20-06-1974 s/d 19-06-1979) 10. Khairuddin Siregar, SH (20-06-1979 s/d 19-06-1984) 11. Baharuddin Lubis, SH (20-06-1984 s/d 19-06-1989) 12. Drs. H. Ali Amran Lubis (20-06-1989 s/d 19-06-1994) 13. Drs. H. Zainuddin Siregar (20-06-1994 s/d 19-06-2000) 14. Drs. Sahat P. Panggabean (20-06-2000 s/d 25-08-2010) 15. Drs. H. M. Syarfi Hutauruk (26-08-2010 s/d sekarang).

Sibolga merupakan salah satu kota yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada pada ketinggian 0–200 mdpl. Secara georafis Kota Sibolga terletak antara 01o42’–01o46’ Lintang Utara dan 98o46’–98o48’ Bujur Timur. Kota Sibolga di sebelah utara, timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan di sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli. Luas Kota Sibolga adalah 10,77 km2 atau 1.077 ha yang terdiri atas 889,16 daratan di Pulau Sumatera dan 187,84 Ha daratan berupa kepulauan. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan disajikan pada Tabel 2.3.

(38)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 Tabel 2.3. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan

No. Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. Sibolga Utara Sibolga Selatan Sibolga Kota Sibolga Sambas 3,33 3,14 1,57 2,73 30,95 29,14 25,37 14,54 Sibolga 10,77 100,00 Sumber: BPS Sibolga (2015) 2. Kawasan Hutan

Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga terbagai menjadi dua golongan wilayah besar yaitu kawasan hutan (33,026.37 ha) dan kawasan non hutan (27,061.46 ha) seperti disajikan pada Tabel 2.4. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa di KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga, masih didominasi kawasan hutan. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak potensi hutan yang masih dapat dikelola dengan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan (sustainable

forest management).

Tabel 2.4. Kawasan hutan dan non hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

No. Hutan dan Non Hutan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan 33,026.37 54.96

2 Non Hutan 27,061.46 45.04

Total 60,087.83 100.00

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Berdasarkan fungsinya kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga terbagi menjadi hutan lindung (43,714.65 ha), hutan produksi (2,612.04 ha) dan hutan produksi terbatas (13,761.14 ha). Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

(39)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga 2016–2025 Tabel 2.5. Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga

No. Fungsi Hutan (SK 579) Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan Lindung 43,714.65 72.75

2 Hutan Produksi 2,612.04 4.35

3 Hutan Produksi Terbatas 13,761.14 22.90

Total 60,087.83 100.00

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Berdasarkan kesesuaian lahannya, kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga terbagi menjadi kawasan peruntukan lahan (35,257.20 ha), kawasan lindung (ha), pertanian semusim lahan kering (3,918.94 ha), pertanian semusim lahan basah (2,156.92 ha) dan tanaman tahunan (1,912.53 ha). Kesesuain lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6. Kesesuaian lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga No. Kesesuaian Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Kawasan peruntukan hutan 35,257.20 58.68

2 Kawasan lindung 8,754.47 14.57

3 No data 8,087.77 13.46

4 Tanaman semusim lahan kering 3,918.94 6.52 5 Pertanian semusim lahan basah 2,156.92 3.59

6 Tanaman tahunan 1,912.53 3.18

Total 60,087.83 100.00

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Berdasarkan tingkat kekritisan lahan, KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga didominasi oleh lahan yang berpotensi kritis (24,216.61 ha) dan agak kritis (12,053.78 ha). Selebihnya adalah lahan yang tidak kritis (9,736.40 ha), sangat kritis (7,953.46 ha) dan kritis (6,127.58 ha). Tingkat kekritisan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga disajikan pada Tabel 2.7.

Gambar

Tabel 2.1. Wilayah administratif KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga
Tabel 2.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan
Tabel 2.3.  Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan
Tabel 2.6. Kesesuaian lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah–Sibolga   No.  Kesesuaian Lahan  Luas (Ha)  Persentase (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait