2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya . Pengetahuan adalah hasil dari kondisi tahu yang akan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Tingkatan Kognitif Pengetahuan
Tingkat pengetahuan di Dalam Domain kognitif dibagi menjadi enam tingkatan (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (komprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainnya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada.
1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi elemen -elemen dasar yang para ahli gunakan dalam menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya, dan mengaturnya secara sistematis. Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang yang bekerja pada beragam bentuk disiplin dimana elemen -elemen tersebut disajikan; mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau penerapan yang digunakan pada elemen lainnya. Pengetahuan faktual berisi eleme n-elemen dasar yang harus diketahui para murid jika mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah apapun di dalamnya. Elemen -elemen biasanya merupakan simbolsimbol yang berkaitan dengan beberapa referensi konkret, atau “benang -benang simbol” yang menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Dua bagian jenis pengetahuan faktual adalah pengetahuan terminologi dan pengetahuan detail -detail dan elemen-elemen yang spesifik
2. Pengetahuan Konseptual
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan mengenai bagaimana” melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi latihan -latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini meliputi pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, tehnik-tehnik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagai prosedur-prosedur (Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; Anderson, 1983; deJong dan Ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995).
Pengetahuan prosedural juga meliputi pengetahuan mengenai kriteria yang digunakan untuk menentukan kapan menggunakan beragam prosedur. Sementara pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual menyajikan pengetahuan “apa”, pengetahuan prosedural menekankan pada “bagaimana”. Dengan kata lain, pengetahuan prosedural mencerminkan pengetahuan dari “proses” yang berbeda, sementara pengetahuan faktual dan konseptual berkaitan dengan apa yang disebut “produk.” Pengetahuan prosedural merupakan spesifik atau berhubungan erat dengan pokok-pokok bahasan atau disiplin-disiplin ilmu tertentu.
Maka, pengetahuan prosedural untuk pengetahuan mengenai keahlian -keahlian, algoritma-algoritma, tehniktehnik, dan metode-metode yang merupakan apesifik subjek atau spesifik disiplin ilmu
4. Pengetahuan Metakognitif
mereka mengetahui kesadaran secara umum, (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan. 1. Pendidikan
Mubarak (2012) menjelaskan pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat dipahami suatu hal. Tidak dipungkiri semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak.
2. Pekerjaan
Mubarak (2012) lingkungan pekerjaan yang dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Mubarak (2012) menjelaskan dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis. Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri dari perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru.
4. Minat
Mubarak (2012) berpendapat minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
6. Kebudayaan, Sosial dan lingkungan sekitar
Mubarak (2012) menjelaskan lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi atau sikap seseorang. Kebudayaan lingkungan sekitar tempat kita hidup dan dibesarkan memiliki pengaruh besar pada pembentukan sikap kita.
7. Informasi
Mubarak (2012) Informasi merupakan suatu yang dapat diketahui atau sebagai kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang dalam mendapatkan pengetahuan yang baru.
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara maupun menggunakan angket yang menanyakan isi materi yang ingin dukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmojo, 2010).
2.2 Konsep Perilaku 2.2.1 Perilaku
Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai salah suatu kegiatan atau aktivitas prganisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skinner (1938) dalam Notoatmojo,(2007) mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terrhadap stimulus (rangsangan dari luar). Ia membedakan adanya dua respons yakni :
1. Respondent respon atau reflexive respons ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam ini disebut eliciting stimulasi , karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang nya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce.
a) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulant dalam bentuk terselubung atau tertutup, ini masih terbatas pada reaksi perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, sehinggan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain. b) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.2.2 Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan pada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini akan enghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut beum tentu akan berlangsung lama, karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi tentang cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai kan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua. Dimana dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja tetapi dua arah. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan – pesan kesehatan.
2.3 Radiasi
2.3.1 Pengertian Radiasi sinar-x
Radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energy yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya (BAPETEN 2010). Radiasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana energi dilepaskan oleh atom-atom.
Wilhelm Conrad Rontgen ialah fisikawan Jerman yang merupakan penerima pertama Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1901 untuk penemuannya pada sinar-X. Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, cahaya tampak (visible light) dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang kelihatan.
Sinar X merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang mempunyai energi relatif besar sehingga daya tembusnya tinggi, bahkan dapat menembus lapisan logam.
2.3.2 Sumber radiasi
Semua individu menerima radiasi alami namun saat ini berbagai tes diagnostic merupakan sumber terbesar pajanan radiasi sehingga harus dilakukan usaha- usaha untuk mengurangi radiasi tersebut. Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi bahaya, resiko ini harus dipertimbangkan selain berbagai manfaat yang akan didapatkan oleh pasien (Pradip,2007).
dipasang pada bidang cekung untuk memfokuskan electron menuju daerah sempit pada target (anoda).
Sifat – sifat sinar- x terdiri dari : 1. Dapat menembus bahan
2. Mengalami atenuasi ketika melewati suatu medium
3. Menimbulkan radiasi sekunder ketika melewati suatu medium 4. Mampu menghitamkan emulsi film (perak biomida)
5. Keluar dari focus menurut garis lurus kesegala arah
6. Menimbulkan efek biologis, radiasi merupakan pemicu terjadinya kanker
2.3.3 Dosis radiasi
Dosis radiasi atau paparan radiasi merupakan dosis radiasi yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja Radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir disebut dengan Nilai Batas Dosis (NBD). Adapun NBD yang dimaksud berlaku untuk : (PERKA BAPETEN No. 4 Tahun 2013).
1. Pekerja Radiasi
2. Pekerja magang untuk pelatihan kerja, pelajar, atau mahasiswa yang berumur 16 tahun sampai dengan 18 tahun
3. Anggota masyarakat.
Setiap organ atau jaringan tubuh juga mempunyai kepekaan masing-masing terhadap radiasi. Kerusakan akibat radiasi yang diterima oleh suatu organ, misalnya hati, juga berbeda dengan organ lain, misalnya paru-paru. Karena itu, setiap organ juga mempunyai faktor bobot organ.
Tabel 2. 1
.
Keterangan :
WT* : Nilai WT menurut SK No.01/Ka. BAPETEN V/-1999 WT** : Nilai WT menurut ICRP No. 60 Tahun 1990
2.3.4 Efek Radiasi
Efek radiasi pada tubuh/materi dapat menimbulkan akibat biologi melalui dua cara yaitu secara langsung dan tak langsung. Secara langsung yaitu melalui jalur disosiasi molekul setelah terjadinya pengionan dan eksitasi. Sementara itu secara tak langsung yaitu melalui pembentukan radikal bebas dan peroksida hidrogen dalam air cairan tubuh.(BATAN,2013)
Efek radiasi pengion adalah mutagenic, karsinogenik, dan teratogenik. Anak-anak lebih sensitif daripada orang dewasa. Akibat buruk dari radiasi pengion
Organ atau jaringan tubuh WT*
WT**
Kelamin (gonad) 0.25 0.20
Sumsum tulang 0.12 0.12
Usus besar (colon) - 0.12
Paru-paru 0.12 0.12
Lambung - 0.12
Ginjal - 0.05
Payudara - 0.05
Hati - 0.05
Kerongkongan - 0.05
Kelenjar gondok 0.03 0.05
Kulit - 0.01
Tulang (Permukaan) 0.03 0.01
Dada 0.15
dikenal sebagai efek somatic apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek herediter apabila dialami oleh keturunannya.
Efek radiasi pada tubuh/materi dapat menimbulkan akibat biologi melalui dua cara yaitu secara langsung dan tak langsung. Secara langsung yaitu melalui jalur disosiasi molekul setelah terjadinya pengionan dan eksitasi. Sementara itu secara tak langsung yaitu melalui pembentukan radikal bebas dan peroksida hidrogen dalam air cairan tubuh.(BATAN,2013)
Efek Radiasi terhadap sel tubuh manusia yang merusak DNA ini dibagi atas dua macam berdasarkan jangka waktu setelah pemaparan yaitu efek stokastik dan efek deterministic:
1. Efek stokastik
Efek stokastik adalah efek yang kemunculannya pada individu tidak bisa dipastikan tetapi tingkat kebolehjadian munculnya efek tersebut dapat diperkirakan berdasarkan data statistik yang ada. Efek stokastik berkaitan dengan dosis rendah yang dapat muncul pada tubuh manusia dalam bentuk kanker yang dikenal dengan kerusakan somatik atau cacat pada keturunan yang mengakibatkan kerusakan genetik. Dalam efek stokastik tidak dikenal dengan adanya dosis ambang. Kemunculan efek ini berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan hanya dialami beberapa orang diantara kelompok yang menerima penyinaran. Ada empat ciri khas dari efek stokastik :
a) Tidak mengenal dosis ambang
b) Timbulnya efek setelah melalui masa tunda yang lama c) Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi d) Tidak ada penyembuhan spontan
Efek deterministik adalah efek yang berkaitan dengan paparan radiasi dosis tinggi yang kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Efek tersebut dapat muncul seketika hingga beberapa minggu setelah penyinaran. Efek ini mengenal adanya dosis ambang. Jadi hanya radiasi dengan dosis tertentu yang dapat menimbulkan efek deterministik, radiasi dengan dosis di bawah dosis ambang tidak akan menimbulkan efek deterministik tertentu. Sebagai contoh dari efek deterministik ini adalah erythema kulit ( kulit memerah ) karena terkena paparan radiasi sebesar 3.000 – 6.000 mSv, atau kerontokan rambut.
Efek deterministik ini dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat pasti antara dosis yang diterima (sebab) dengan efek yang ditimbulkannya( akibat). Efek ini termasuk dalam kelompok efek segera, dengan masa tunggu pemunculannya tergantung pada dosis yang diberikan pada suatu sistem biologi bersangkutan. Ada empat ciri khas mengenai efek deterministik ini adalah:
a) Mempunyai dosis ambang,
b) Umumnya timbul beberapa saat setelah penerimaan dosis radiasi, c) Dapat dilakukan penyembuhan spontan bergantung pada tingkat keparahannya; serta keparahan efek deterministik bergantung pada dosis radiasi yang diterima.
Kemunculan efek ini juga ditandai dengan munculnya keluhan baik umum maupun lokal namun sulit dibedakan dengan penyakit – penyakit lainnya. Keluhan umum bisa berupa : nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah, demam, keringat berlebihan hingga menyebabkan terjadinya shock. Sedangkan keluhan lokal yang biasanya muncul adalah erythema atau kulit memerah, pedih, gatal, bengkak, melepuh, memborok, dan kerontokan rambut kulit.
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commision Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu:
1. Justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2. Limitasi dosis
Limitasi Dosis yaitu penerapan nilai batas dosis. Nilai Batas Dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja Radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.
3. Optimisasi
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably achieveable – ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. Tindakan proteksi dan keselamatan radiasi yang diperlukan untuk bekerja di daerah pengendalian meliputi:
a) Menandai dan membatasi Daerah Pengendalian yang ditetapkan dengan tanda fisik yang jelas atau tanda lainnya;
b) Memasang atau menempatkan tanda peringatan atau petunjuk pada titik akses dan lokasi lain yang dianggap perlu di dalam Daerah Pengendalian; c) Memastikan akses ke Daerah Pengendalian hanya untuk Pekerja Radiasi;
d) Menyediakan peralatan pemantauan dan peralatan protektif radiasi Menyediakan sarana pada pintu keluar Daerah Pengendalian yang meliputi:
1) Peralatan pemantauan kontaminasi kulit dan pakaian
2) Peralatan pemantau kontaminasi terhadap benda atau zat yang dipindahkan dari Daerah Pengendalian
3) Fasilitas mencuci dan mandi untuk dekontaminasi
4) Tempat penyimpanan untuk peralatan dan peralatan protektif radiasi yang terkontaminasi
2.4 Kepatuhan
2.4.1. Pengertian Kepatuhan
Menurut David G Mayer (2012) kepatuhan merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang sebagai dari akibat adanya tekanan kelompok yang terdiri dari pemenuhan dan penerimaan, serta mengikuti peraturan atau perintah langsung yang diberikan kepada suatu kelompok maupun individu. Kepatuhan (Obedience) didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang lain.
Kepatuhan akan menghasilkan perubahan perilaku seseorang yang sementara dan cenderung akan kembali ke perilaku semula jika pengawasan kelompok mengendur ataupun jika ia pindah dari kelompoknya, karena perubahan sikap dan perilaku seseorang dimulai dari tahap kepatuhan, identifikasi, lalu menjadi internalisasi. Tahap dari kepatuhan adalah mula- mula individu mematuhi anjuran maupun instruksi yang ada untuk melaksanakan suatu tindakan tanpa kerelaan, tindakan itu dilakukan karena ada rasa takut mendapatkan sanksi atau hukuman sehingga berakibat kehilangan imbalan.
perusahan dan supervisor harus memberikan contoh yang baik kepada pekerja, yaitu mereka harus selalu memakai APD yang diwajibkan bila memasuki tempat yang dinyatakan berbahaya. Dengan demikian, para pekerja akan merasa bahwa pimpinan mereka sangat disiplin dan perhatian dengan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Tarwaka,2014).
Faktor yang juga mempengaruhi sikap dari pemakaian Alat Pelindung Diri meliputi :
1. Pendidikan
Menurut Notoatmojo (2010), menyebutkan pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan anak didik yang menuju kedewasaan. Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku pekerja.Program pendidikan pekerja dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat memberikan landasan yang mendasar sehingga memerlukan partisipasi secara efektif dalam menemukan sendiri pemecahan masalah di tempat kerja. Pendidikan yang dirmaksud dalam hal ini merupakan pendidikan formal yang diperoleh di bangku sekolah.
2. Masa Kerja
Teori dari Max Weber menyatakan bahwa seseorang individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalamannya. Petugas kesehatan yang berpengalaman akan melakukan tindakan sesuai kebiasaan yang telah diterapkan setiap harinya berdasarkan dari pengalaman yang di dapat selama bekerja.
3. Usia
bertambah kedewasaannya dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi perilakunya.
4. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan dengan panca inderanya terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2005).
2.4.2. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Salah satu perilaku kepatuhan adalah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang benar. Seperti dituliskan oleh Geller, kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dipengaruhi oleh factor internal maupun eksternal. Kepatuhan menggunakan APD memiliki peran yan gpenting dalam menciptakan keselamatan di tempat kerja. Tidak patuh dalam menggunakan APD adalah salah satu perilaku tidak aman yang sering dilakukan di tempat kerja ; seperti memberikan factor eksposi yang tidak sesuai, melepas alat pengaman, mengoperasikan mesin dengan tidak sesuai.
Petugas akan patuh bila petugas merasakan upaya perlindungan diri dari keterpaparan dari berbagai infeksi ataupun pencemaran merupakan kebutuhan yang disaradari manfaatnya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh karakteristik, pengetahuan, sikap, serta keyakinan petugas terhadap hal yang berkaitan dengan pentingnya penerapan kewaspadaan universal.
kesuksesan pekerja dalam melakukan usaha preventif yang difasilitasi oleh pihak rumah sakit. Sedangkan ketidakpatuhan mengacu pada kealpaan, ketidakpahaman pekerja tentang cara-cara menggunakan APD yang baik dan benar, sehingga pekerja tidak menggunakan APD secara tepat atau tidak sama sekali menggunakan APD. Ketidakpatuhan terhadap penggunaan APD mengakibatkan kecelakaan yang tinggi.
Menurut (Tejowati,2012) kepatuhan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Kebiasaan yang dibawa sejak kecil
Individu yang sejak kecil sudah terbiasa untuk patuh terhadap suatu aturan akan lebih patuh dibandingkan dengan mereka yang suka melanggar aturan. 2. Motivasi
Tingkat kepatuhan individu yang termotivasi akan lebih lama bertahan dari pada individu yang tidak termotivasi.
3. Percaya Diri (Self Confidence)
Individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan lebih patuh daripada individu yang kurang percaya diri, karena individu yang memiliki self confidence yang tinggi tercermin dari persepsi yang positif terhadap sebuah permasalahan.
4. Lingkungan sekitarnya
Individu yang memiliki dukungan / interaksi dari lingkungan sekitar termaksuk rekan kerja dan supervisornya akan membuat lebih patuh dibandingkan bila tidak adanya dukungan dari rekan kerjanya.
5. Pendidikan
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik menuju kedewasaan. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh besar terhadap pola berfikir dan pemahaman seseorang terhadap suatu permasalahan dan dapat mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapi pekerjaan, menerima latihan kerja dan cara menghindari kecelakaan kerja.
Keterampilan yang terdiri dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan, interpersonal akan mempengaruhi perilaku.
7. Sikap
Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari individu terhadap suatu stimulasi atau objek.pembentukan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor akan membentuk sikap utuh, yaitu kepercayaan ide dan konsep suatu objek, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak.
8. Pelatihan
Pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Mereka harus mengetahui apa yang harus dilakukan atau dikerjakan agar sesuai dengan standar pekerjaan yang ada sehingga menghasilkan pekerjaan yang efektif dan efisien.
9. Pengalaman kerja
Adanya pengalaman kerja ini merupakan bekal yang sangat baik untuk memperbaiki kinerja seseorang. Dengan demikian lama seseorang melakukan suatu pekerjaan maka semakin banyak pengalaman yang dapat dijadikan pedoman untuk memperbaiki kinerjanya.
10. Pengawasan
Pengawasan merupakan bagian dari proses pengendalian untuk memastikan agar pelaksanaan pelayanan sesuai dengan standar yang diharapkan.
2.4.3. Faktor –Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi 4 bagian menurut Niven (2002) antara lain :
1. Pemahaman tentang instruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya.
2. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
Keluarga dapat menjadi factor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usalan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
2.5. Alat Pelindung Diri
2.5.1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) dalam Nindiasa (2011) mendefinisikan APD adalah alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Menurut Budiono A,M,dkk (2003) APD adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan yang terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan dan sebagai pelengkap pengendalian teknis maupun pengendalian administratif.
dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi.
Dapat disimpulkan Alat Pelindung Diri(APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan pekerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
2.5.2. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan Alat Pelindung Diri ditempat kerja telah diatur melalui perundang- undangan yaitu :
1. Undang-undang No.1 tahun 1970
a) Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD.
b) Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c) Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.
d) Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-cuma
2. Permenakertrans no.per.01/MEN/1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Permenakertrans No.per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai
perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja. 4. Permenakertrans no.per.03/Men/1986
lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan.
2.5.3. Pemilihan dan Persyaratan Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Ridley (2006), dalam menentukan Alat Pelindung Diri (APD), perlu disesuaikan dengan persyaratan yang ada mengenai alat pelindung diri, yaitu :
1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi 2. Memiliki konstruksi yang kuat
3. Terbuat dari material yang tahan terhadap bahaya tersebut 4. Nyaman digunakan
5. Alat Pelindung Diri (APD) tidak mendatangkan bahaya tambahan bagi pemakainya
6. Alat Pelindung Diri (APD) harus memenuhi standar yang ada 7. Tidak mengganggu kerja operator
Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah : 1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja. 2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan. 3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya.
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. 9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
2.5.4. Jenis- Jenis dan Funsi Alat Pelindung Diri (APD)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Tentang Jenis dan Fungsi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja sebagai berikut :
1. Alat Pelindung Kepala
Tujuan dari penggunaan alat ini adalah melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka tergores, terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda jatuh, melayang dan meluncur, juga melindungi kepala dari panas radiasi, sengatan arus listrik, api, percikan bahan-bahan kimia korosif dan mencegah rambut rontok dengan
bagian mesin yang berputar Jenisnya berupa topi pengaman yang terbuat dari plastik, fiberglass, bakelite.
2. Alat Pelindung Mata
Masalah pencegahan yang paling sulit adalah kecelakaan pada mata, oleh karena biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai pengaman yang dianggapnya mengganggu dan tidak enak dipakai. Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif partikel melayang, atau kena radiasi gelombang elektromagnetik.
3. Alat Pelindung Muka
Alat Pelindung Muka digunakan untuk mencegah terkenanya muka oleh partikel-partikel yang dapat melukai muka seperti terkena percikan logam pada saat melakukan pengelasan. Alat pelindung muka sekaligus pula dapat melindungi mata. Alat pelindung muka yang biasa digunakan berupa tameng muka atau perisai muka seperti goggles, helm pengelas dan topi penutup.
4. Alat Pelindung Telinga
dalam. Selain itu, alat ini melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas misalnya pada saat pengelasan. Alat pelindung telinga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Sumbat telinga
Alat ini memberikan perlindungan yang paling efektif karena langsung dimasukkan ke dalam telinga
b) Tutup telinga
Alat ini dipakai di luar telinga dan penutupnya terbuat dari sponge untuk memberikan perlindungan yang baik.
5. Alat Pelindung Pernafasan
Secara umum alat pelindung pernafasan dapat dibedakan menjadi 2 alat yaitu;
a. Respirator, yang berfungsi membersihkan udara yang telah terkontaminasi yang akan dihirup oleh pemakainya.
b. Breathing Apparatus, yang mensuplay udara bersih atau oksigen kepada pemakainya,
6. Alat Pelindung Tangan
Alat Pelindung Tangan merupakan alat yang paling banyak digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Pekerja harus memakai pelindung tangan ketika terdapat kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka tangan karena benda-benda keras, luka gores, terkena bahan kimia berbahaya, luka sengatan dan lain-lainnya.
7. Alat Pelindung Kaki
Ketika bekerja di tempat yang mengandung aliran listrik, maka harus digunakan sepatu tanpa logam yang dapat menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja di tempat biasa maka harus vdigunakan sepatu yang tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet harus digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia.
8. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk APRON yang menutupi sebagian dari tubuh yaitu mulai dari dada sampai lutut dan overalla yang menutup seluruh badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari percikan cairan, api, larutan bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin, dan kelembapan). APRON dapat dibuat dari kain, kulit, plastik, karet, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Perlu diingat bahwa APRON tidak boleh dipakai di tempat-tempat kerja yang terdapat mesin berputar.
2.5.5. Jenis Alat Pelindung Diri (APD) di Radiologi
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-x Radiologi Diagnostik dan Intervensional pasal 35 ayat 3 menyebutkan bahwa perlengkapan proteksi radiasi meliputi; peralatan pemantau dosis perorangan serta peralatan protektif radiasi. Alat pelindung diri atau perlengkapan proteksi yang biasa digunakan oleh pekerja radiasi yaitu ;
1. Personal Monitor
saringan radiasi (filter). Untuk mengetahui jenis radiasi atau energi radiasi yang mempengaruhi film badge digunakan beberapa filter yang terpasang pada holder (tempat film badge).
2. Apron Proteksi Tubuh
Apron proteksi tubuh yang digunakan untuk pemeriksaan radiografi atau fluoroskopi dengan tabung puncak sinar x hin gga 150 kVp harus menyediakan sekurang – kurangnya setara 0,5 mm lempengan Pb.Tebal kesetaraan timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
3. Gonad Shield
Penahan radiasi gonad jenis kontak yang digunakan untuk radiologi diagnostik rutin harus mempunyai lempengan Pb, tebal sekurang -kurangnya setara 0,25 mm dan hendaknya mempunyai tebal setara lempengan Pb 0,5 mm pada 150 Kvp. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
4. Sarung Tangan Proteksi
Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus memberikan kesetaraan atenuasi sekurang – kurangnya 0,25 mm Pb pada 150 kVp.Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.
5. Penahan Radiasi Thyroid
Penahan Radiasi Thyroid digunakan untuk melindungi bagian leher dan harus mempunyai lempengan Pb setebal 0.5 mm pada 150 kVp.
Kacamata anti radiasi digunakan untuk melindungi bagian mata dan mempunyai lempengan Pb setebal 0.5 mm pada 150 kVp.
7. Penahan Radiasi
Penahan radiasi di Instalansi Radiologi ada 2 macam, diantaranya adalah : a) Penahan radiasi yang ditempatkan di antara operator atau panel control dan tabung sinar-X. Fungsinya adalah untuk melindungi operator dari radiasi bocor dan hamburan. Penahan radiasi harus mempunyai ketebalan minimum yang setara dengan 1,5 mm Pb. b) Jendela pengamatan yang terpasang di penahan radiasi.
Jendela pengamatan harus mempunyai ketebalan yang setara dengan 1,5 mm Pb. Ketebalan yang setara dengan Pb tersebut harus tertera pada penahan radiasi dan jendela pengamat atau kaca intip.
2.6. Kerangka Berfikir
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sutu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
dengan kebutuhan. Kaitan perilaku dengan alat pelindung diri, seseorang memilih alat pelidung diri tertentu karena melihat resiko dan potensi bahaya yang akan terjadi dilingkungan kerja tersebut. Pemilihan alat pelindung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk melihat pemilihan APD yang akan digunakan dilingkungan kerja sesuai dengan resiko dan potensi bahaya yang akan terjadi dilingkungan tersebut.
= Di teliti
= Tidak di teliti
Sumber : Modifikasi teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Sikap
Pengetahuan
Kepatuhan Penggunaan APD Tersedianya Tersedianya
sarana / prasarana
Perilaku
2.7. Penelitian Terkait
o. Penelitian menunjukan Radiografer yang tidak patuh menggunakan APD 96,8 % dan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur p = 0,484 pendidikan p = 1,000 pelatihan p = 1,000 masa kerja 0,387 dengan praktik
menunjukkan bahwa berpengetahuan baik 80%, sikap sedang 7-0% dan 80% yang memiliki tindakan sedang. Penggunaan alat pelindung diri berdasarkan oservasi masih belum digunakan dengan disiplin dan sesuai dengan prosedur. (52%), rata-rata umur responden lebih dari 40 tahun (40%), berlatar pendidikan D3 (48%), dengan masa kerja kurang dari 10 tahun (40%) dan sebagian besar pekerja radiasi pernah mengikuti pelatihan yaitu 15 orang (60%). Skor Rata-rata pengetahuan tentang risiko potensi bahaya radiasi sebesar 30,72 (± 4,345), dan rata-rata kepatuhan