ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu
pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum,
serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah,
persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari
pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline
awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan
berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral,
dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan
dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
8.1 Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan
permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk
pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman
perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
8.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan
kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus,
dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang
diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas
di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,
serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan
perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
VIII - 3 c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman
kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di
kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk
penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan
peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim.
. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh
perkotaan.
. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang
tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan
Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang
bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman.
serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di
bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang
terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang
bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu
strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi
awal dalam perencanaan.
Tabel 8.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Perkotaan
No Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1. Banjir/genangan Perkotaan pada kawasan perkotaan Tanjung Redeb
2. Fungsi Perdagangan, pertambangan dan industry sebagai factor pemicu berkembangnya kawasan
3. Pengembangan kawasan permukiman Tanjung Redeb dibatasi daerah aliran sungai dan daerah resapan (Catchmen Area)
4. Kepadatan bangunan yang cukup tinggi pada beberapa kawasan permukiman di kecamatan Tanjung Redeb, Teluk Bayur
5. Perkembangan kawasan permukiman kumuh yang cenderung sporadic pada daerah aliran sungai
6.
Pencemaran lingkungan permukiman akibat kesadaran masyarakat relative masih rendah khususnya pada kawasan permukiman kumuh daerah bantaran sungai
7. Instrument pengendalian pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan belum berjalan efektif
8. Sedimentasi sepanjang daerah aliran sungai Segah dan Kelay yang bersentuhan langsung dengan kawasan permukiman kumuh
9.
Tingkat pelayanan sarana permukiman akan pelayanan kesehatan belum optimal dalam menjangkau keberadaan kawasan permukiman
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional
mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500
kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit
VIII - 5 terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun
infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun
infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan
15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/
kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu
diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah,
peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung
seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan
permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan
kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan
infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan
potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data
untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Tabel 8.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
Pengaturan No./Tahun Perihal
(1) (2) (3) (4) (5)
Tabel 8.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Berau Tahun 2015
1. Kawasan Bugis 33,1
Tabel 8.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Tanjung Redeb Tahun 2015
No Lokasi RSH Tahun
Tabel 8.6 Data Program Perdesaan Di Kabupaten Berau Tahun 2015
No Program/Kegiatan Lokasi Kec Volume/Satuan Status Kondisi
VIII - 7 Pulau
Derawan
2. Rehabilitasi
dermaga nelayan
Pulau
Derawan,
Gunung
Tabur,
Sambaliung,
Tabalar,
Talisayan,
Batu Putih
1 paket
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih
terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah
terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya
sektor Pengembangan Permukiman.
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya
kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur
permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada
Kabupaten/Kota.
Tabel 8.7 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Berau Tahun 2015
2. Jarak antar kecamatan/desa yang jauh
Dengan luasan wilayah yang sangat besar berdampak dengan pembiayan Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam yang bekaitan dengan pengembangan
permukiman
3. Aspek Pembiayaan
1. Luas Wilayah yang sangat besar
2. Jarak antar kecamatan/desa yang jauh
Dengan luasan wilayah yang sangat besar berdampak dengan pembiayan Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam pembiayaan
Pembangunan
4. Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta
1. Masyarakat didominasi pendatang
2. Masyarakat banyak yang
bertani, kebun dan nelayan
VIII - 9 mengakibatkan
permukiman susah berkembang.
5. Aspek lingkungan Permukiman
8.1.4 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting.
Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai.
Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta
Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015
(pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan
MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk
program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat
kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan
kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan
permukiman.
Tabel 8.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
1. Jumlah Penduduk Jiwa 367.247 430.865 527.723 554.751 412.459 Dukcapil
5. Kebutuhan Pengembangan Permukiman baru
KWS
Tabel 8.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun
1. Jumlah Penduduk Jiwa 367.247 430.865 527.723 554.751 412.459 Dukcapil
Kepadatan
Untuk Agropolitan Desa Kec. Sambaliung, Tabalar, Batu Putih, Gunung Tabur, Segah
3. Desa Potensial
Untuk Minapolitan Desa Kec. Pulau Derawan, Talisayan, Batu Putih, Biduk-Biduk
4. Kawasan Rawan Bencana Kws
5. Kawasan
Perbatasan Kws Kec. Maratua
6. Kawasan
Permukiman Pulau-pulau Kecil
Kws Pulau Derawan, Kaniungan Besar
7. Desa Kategori
8.1.5 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri
dari:
VIII - 11 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan
dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana
diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
. Infrastruktur permukiman RSH
. Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman
Perdesaan
. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)
. Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
. Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
. Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
. Infrastruktur perdesaan PPIP
. Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 8.1 Alur Program Pengembangan Permukiman Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria
umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
. Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
. Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
VIII - 13 . Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan.
Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
. Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
. Ada unit pelaksana kegiatan.
. Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus Rusunawa
- Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
- Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
- Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
- Ada calon penghuni
RIS PNPM
- Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
- Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
- Tingkat kemiskinan desa >25%.
- Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
- Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
- Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya
lainnya
- Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
- Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
- Berbasis pengembangan wilayah
- Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii)
produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan,
serta (vi) kesehatan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan
kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum,
(3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan
utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria
yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau
RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi
terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian
berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan
kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah
apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi
memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang
ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan
perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan
permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
VIII - 15 b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah. 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan
indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand
scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
8.1.6 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi
eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan
program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah
kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM
dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Tabel 8.10. Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Berau
No Program/Kegiata
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus
meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber pembiayaan dari
Tabel 8.11 Usulan Pembiayaan Proyek
No Program/Kegiatan APBN APBD Prov
APBD
Kab/Kota Masyarakat Swasta CSR TOTAL
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Peningkatan Jalan Pedesaan
X x x
2. Pembangunan Drainase pedesaan
X x x
3.
8.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan
lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan
gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan
peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat
bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah
kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di
dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah
dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan
yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
VIII - 17
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang
ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan
bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28
tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi
kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran
masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang
peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini
ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian
pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru
berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun
kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator
pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan
dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal
Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk
pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan
lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan
dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan
gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan
bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan
VIII - 19 e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor
PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan
gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.2.
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 8.2. Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
- Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
- Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan
nelayan;
- Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
- Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
- Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
- Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
- Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
- Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
- Paket dan Replikasi.
8.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda
Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional,
salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan
program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda
nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya
masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga
Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait
bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk
tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman
VIII - 21 Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat
konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C
antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga
mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi
kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir,
kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di
Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada
tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan
permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di
lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All"
dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka
dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan
dan lingkungan.
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di
kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan
mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar
11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai
MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana
tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d)
penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan
permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
Tabel 8.13 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Berau
No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL di Kab/Kota
(1) (2) (3)
1
Penataan Lingkungan Permukiman a.
b.
2
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan rumah Negara
a.
VIII - 23
3
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a.
b.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah
dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas
infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah
sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda
Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk
RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2
Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota
dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan
pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana
lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan
fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di
Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
Tabel 8.14 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No.
Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainnya
Amanat Jenis Produk
Pengaturan
Nomor &
Tahun Tentang
Tabel 8.15 Penataan Lingkungan Permukiman
Kawasan
Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM
Penanganan
Tabel 8.16 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
VIII - 25
Tabel 8.17 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Kecamatan Kegiatan PNPM
Perkotaan (P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan
Lainnya
(1) (2) (3) (4)
1 Tanjung Redeb x
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan
dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas
lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Tabel 8.18 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Aspek PBL Permasalah yang
dihadapi
Tantangan Pengembangan
VIII - 27
(1) (2) (3) (4) (5)
I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Aspek Teknis 1) .
II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1 Aspek Teknis 1) .
III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 Aspek Teknis 1) .
8.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat
PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan
sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:
. Program Bangunan dan Lingkungan;
. Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
. Rencana Investasi;
. Ketentuan Pengendalian Rencana;
. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen
PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang
terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi
aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan
VIII - 29 Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat
rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman
bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan
edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar,
Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan
kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa
dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman
Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan
kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu
juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus
untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan
penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL
sebagaimana terlihat pada tabel 8.19, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk
Tabel 8.19 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan
Minimal
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan
keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu
dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan
pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
VIII - 31 Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah
PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi
berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku
Tabel 8.20 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Tabel 8.20 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) M2
6. Pelatihan Teknis Tenaga
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1.
III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1. P2KP
VIII - 33
8.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup
antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung
pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan,
serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola
aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
- Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage;
• Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business
district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;
• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan
Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen
kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta
DAED/DED.
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
VIII - 35 • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata
ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged
Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• husus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat
yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
VIII - 37 • Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal,
stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
8.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 8.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau
mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara
pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah
(BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat
melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan,
perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam
penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah
tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk
pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP)
Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan
tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air
minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas,
dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan
sejahtera.
v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi
dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit
distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan
dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air,
mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan
SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan
VIII - 39 Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang
pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
. Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
. Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan
peran serta masyarakat di bidang air minum.
8.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk
mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian
konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan
Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah
masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan
infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan
program dan
kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang
diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat di
dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta kondisi
pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga
dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan
bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan perpipaan
maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum,
pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening.
Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.
iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan
air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan.
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun
VIII - 41 3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.
iv. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll)
yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta permasalahan terkait
dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan
membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran
serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan
yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber
air, jaringan yang ada dll.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan
kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan AM pada tingkat
nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang
dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan
distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun
kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum
yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk
pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar
negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM
masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola
SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras
dengan peraturan yang lebih tinggi.
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik
kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air
minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
VIII - 43 c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi
kebutuhannya sendiri.
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, agar
dapat digambarkan, misalnya :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah
mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum
yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan
dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP
16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan.
Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery
merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan
dalam pengembangan SPAM di masa depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana
disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi
standar yang diperlukan.
e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum
diberdayakan.
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial,
dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan
c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan
Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan
pembangunan perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat,
serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang
kompetitif.
8.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang
ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air
minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air
minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di
masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini.
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air
Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya
kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic
need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah
harus diuraikan penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen
penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta diperlihatkan
arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis
diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey), analisis
kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan
VIII - 45 Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK
tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan,
Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target pengembangan
sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota.
8.3.4 Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
8.3.4.1 Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:
A. Program SPAM IKK
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
. Sasaran : IKK yang belum memiliki SPAM
. Kegiatan :
. Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)
. Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total
. Indikator :
. Peningkatan kapasitas (liter/detik)
. Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:
. Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
. Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR
. Indikator: