Di dalam Bab Ini Diuraikan Tentang Profil, Sasaran, Permasalahan Serta Usulan Program Dan Kegiatan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Aceh Jaya.
PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
5.1. KONDISI UMUM
Penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman termasuk kegiatan pemanfaatan lahan yang paling dominan di Kabupaten Aceh Jaya. Pembangunan perumahan di Kabupaten Aceh Jaya dapat dibedakan dalam 2 (dua) kelompok:
Perumahan yang tumbuh dan berkembang tidak tertata dalam skala ruang yang relatif
kecil atau yang lazim disebut perkampungan.
Perumahan yang tumbuh dan berkembang dibangun secara massal oleh perusahaan
pengembang dalam skala ruang yang relatif besar dengan berbagai kelengkapannya, yang umumnya disebut komplek perumahan.
kebutuhan rumah dari tahun ketahun terus meningkat Meskipun demikian, dengan melihat perkembangan tingkat daya beli masyarakat yang cenderung fluktuatif serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingginya harga rumah (nilai lahan), maka diperkirakan kemampuan masyarakat menengah kebawah untuk membeli rumah akan menurun. Untuk itu telah dilakukan upaya antisipasi, yaitu dengan bantuan NGO Internasional dengan membuat rumah bagi korban tsunami. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah membangun rumah duafa dan rumah sangat sederhana bagi masyarakat kurang mampu. Kebutuhan akan perumahan berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Jaya, dalam lima tahun terakhir mengakibatkan permintaan akan penyediaan perumahan semakin besar. Pemenuhan kebutuhan perumahan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh developer atau swasta. Penyediaan perumahan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membangun rumah duafa dan rumah sangat sederhana yang ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah dengan asumsi kebutuhan perumahan untuk masyarakat kelompok lain telah dipenuhi oleh developer/swasta dan individu.
5.2. GAMBARAN UMUM
5.2.1. Prasarana dan Sarana Dasar
A. Gambaran Umum Perumahan
pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan; dan (4) Kualitas struktur konstruksi bangunan yang memenuhi persyaratan teknis. Terkait dengan pengadaan rumah oleh pengembang perumahan, saat ini terdapat permasalahan dalam penyediaan fasum dan fasos perumahan. Permasalahan tersebut terletak pada tidak memenuhinya fasum dan fasos yang telah dibangun oleh pengembang di dalam perumahan terhadap persyaratan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Tidak tersedianya fasum dan fasos termasuk prasarana lingkungan di suatu perumahan dapat mempengaruhi kualitas kelayakan huni rumah tersebut dan kondisi lingkungan setempat.
B. Sanitasi
Resiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Area beresiko dideskripsikan dengan mengklasifikasi dan memetakan area-area yang berada dalam lingkup kabupaten/ kota berdasarkan tingkat/ derajat resiko sanitasi. Dalam hal ini unit area digunakan adalah desa/ kelurahan.
Pendekatan area beresiko dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
a. Study EHRA mencakup : Kondisi kesehatan, meliputi : sistem penyediaan air, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah dan perilaku dengan higienitas dan sanitasi, meliputi : cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah. Studi EHRA ini dilakukan di 20 desa dari 172 desa dari 9 kecamatan sesuai dengan klastering hasil kesepakatan anggota pokja yang tidak lepas dari kriteria dan sumber data primer serta sekunder seperti : Kepadatan penduduk, Angka kemiskinan, Jamban keluarga, SR dan HU air bersih serta IR penyakit diare.
b. Data Sekunder merupakan pendekatan resiko sanitasi dengan menggunakan data, dokumen, catatan yang terekam dalam buku, file atau modul untuk kemudian dianalisis menjadi area beresiko. Indikator yang digunakan dalam data sekunder ini adalah : Kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat layanan air minum; kepemilikan jamban; dan Jika tersedia luas genangan banjir.
c. Persepsi SKPK ini merupakan pendapat subjektif SKPK yang menjadi anggota Pokja Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya termasuk di dalamnya telah mempertimbangkan fungsi tata ruang di masa mendatang dengan mendasarkan pada persepsi, keahlian profesi, dan pengetahuan praktis. Dari gabungan pendapat SKPK ini didapat konklusi mengenai tingkat resiko masing-masing area desa/ gampong.
data EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) terkait Sektor AMPL serta melakukan serangkaian observasi dan kunjungan lapangan pada desa yang menjadi sampel survey study EHRA.
Tabel V.1. Area Beresiko Sanitasi
No. Desa/Kecamatan Tingkat Resiko
Perkotaan/ Pedesaan
Kebutuhan Penanganan/ Penyebab Utama Resiko A. Resiko Sangat Tinggi
1. Kec. Jaya
01 Meunasah weh Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan PHBS 02 Cot dulang Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan Genangan Air, PHBS
2. Kec. Indra Jaya
01 Ujong muloh Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sumber Air
3. Kec. Sampoiniet
01 Seumantok Sangat Tinggi Pedesaan Genangan Air, PHBS
02 Ligan Sangat Tinggi Pedesaan Air Limbah Domestik, Genangan Air
4. Kec. Darul Hikmah
01 Paya santeut Sangat Tinggi Pedesaan PHBS 02 Patek Sangat Tinggi Pedesaan Sumber Air 03 Krueng tho Sangat Tinggi Pedesaan Sumber Air
5. Kec. Setia Bakti
01 Gampong baro Sangat Tinggi Pedesaan PHBS 02 Paya laot Sangat Tinggi Pedesaan PHBS
6. Kec. Krueng Sabee
01 Buntha Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan Genangan Air, PHBS 02 Mon mata Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan Genangan Air, PHBS
7. Kec. Panga
01 Keude panga Sangat Tinggi Pedesaan Sumber Air 02 Panton krueng Sangat Tinggi Pedesaan Sumber Air
8. Kec Teunom
03 Alue ambang Sangat Tinggi Perkotaan/Pedesaan Air Limbah Domestik, Genangan Air
9. Kec. Pasie Raya
01 Alue krueng Sangat Tinggi Pedesaan Genangan Air, PHBS
B. Resiko Tinggi 1. Kec. Jaya
01 Meunasah weh Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah, Genangan Air 02 Cot dulang Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah
2. Kec. Indra Jaya
01 Ujong muloh Tinggi Perkotaan/Pedesaan Air Limbah Domestik
3. Kec. Sampoiniet
01 Seumantok Tinggi Pedesaan Sampah
4. Kec. Darul Hikmah
01 Cot pange Tinggi Pedesaan Sampah 02 Paya santeut Tinggi Pedesaan Sampah, Genangan Air 03 Patek Tinggi Pedesaan Air Limbah Domestik 04 Krueng tho Tinggi Pedesaan Air Limbah Domestik
5. Kec. Setia Bakti
01 Gampong baro Tinggi Pedesaan Sampah, Genangan Air 02 Paya laot Tinggi Pedesaan Sampah, Genangan Air
6. Kec. Krueng Sabee
01 Buntha Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah 02 Mon mata Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah
7. Kec. Panga
01 Keude panga Tinggi Pedesaan Air Limbah Domestik 02 Panton krueng Tinggi Pedesaan Air Limbah Domestik
8. Kec Teunom
01 Batee roo Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah 02 Tanoh anou Tinggi Perkotaan/Pedesaan Sampah, Genangan Air 03 Pasi tulak bala Tinggi Perkotaan/Pedesaan Air Limbah Domestik
Sumber: Analisis StudiEHRA dan Buku Putih Sanitasi
C. Air Bersih
Kebutuhan masyarakat terhadap air minum (air bersih) di Kabupaten Aceh Jaya diperoleh melalui sistem perpipaan (Layanan PDAM) dan sistem non perpipaan (sumur gali atau sumur pompa). Pelayanan air bersih melalui sistem perpipaan diperoleh dari pelayanan BLUD SPAM Tirta Mon Mata PDAM Kabupaten Aceh Jaya. Permasalahan dalam distribusi dan jangkauan pelayanan air minum di Kabupaten Aceh Jaya, terkait dengan masih rendahnya tingkat jangkauan pelayanan air bersih PDAM kepada masyarakat. Walau demikian, Pemerintah Kabupaten tetap berupaya -sungguh untuk meningkatkan persentase penduduk yang memiliki akses dan menggunakan air bersih, terutama melalui sambungan langsung PDAM. Akses terhadap air bersih menjadi salah satu faktor penunjang dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya untuk meningkatkan distribusi pelayanan air bersih kepada masyarakat dilakukan antara lain melalui pembangunan sejumlah Terminal Air (TA) atau yang lebih dikenal dengan Hidran Umum (HU). Sumber air bersih yang digunakan dalam sarana penyediaan air bersih (HU atau TA) tidak berasal dari air PDAM, namun menggunakan sumur bor dengan memanfaatkan air tanah. Pemanfaatan air tanah tersebut untuk menekan biaya pengeluaran air masyarakat setiap bulannya, karena program penyediaan sarana air bersih tersebut ditujukan untuk masyarakat miskin. Penggunaan air tanah sebagai bahan baku penyediaan air bersih juga tidak dapat dibenarkan seutuhnya, karena pemanfaatan yang tidak terkontrol dan terus menerus dapat menurunkan kualitas serta kuantitas air tanah. Pada akhirnya dapat membawa bencana penurunan muka tanah (land subsidence) seperti yang telah terjadi di kota-kota besar lainnya.
D. Drainase
Kondisi drainase khususnya di lingkungan perumahan dan permukiman di beberapa kawasan masih menjadi masalah yang perlu mendapatkan penanganan. Hal ini ditandai dengan adanya genangan di beberapa kawasan pada musim hujan. Permasalahan genangan secara umum disebabkan oleh belum memadai fasilitas saluran drainase, sementara fasilitas saluran yang ada belum semuanya berfungsi dikarenakan perilaku buang sampah sembarangan oleh masyarakat.
Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan drainase lingkungan antara lain tidak optimalnya fungsi drainase, belum sinkronnya antara bangunan drainase dengan tata ruang daerah dan kontruksi drainase masih belum permanen.
Sistem jaringan drainase di Kabupaten Aceh Jaya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem drainase makro/drainase alam, yaitu sungai yang berfungsi sebagai badan air penerima dan sistem drainase mikro meliputi saluran primer, sekunder, dan tersier sementara sistem drainase makro Kabupaten Aceh Jaya meliputi 2 (dua) buah wilayah sungai (WS) yaitu: WS Teunom-Lambeusoi dan WS Woyla Batee, Kedua WS tersebut mempunyai daerah tangkapan air yang cukup luas dengan muara berakhir ke Laut.
Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi genangan dan banjir, karena kondisi topografi kota yang cenderung datar dan buruknya kondisi saluran drainase terutama untuk saluran drainase sekunder. Akibat dari kurang terpeliharanya saluran drainase baik makro maupun mikro, maka genangan atau banjir menjadi permasalahan yang cukup mendesak di Kabupaten Aceh Jaya. Luas genangan banjir pada tahun 2014 adalah 304 Ha yang tersebar di 18 titik lokasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya genangan banjir di Kabupaten Aceh Jaya adalah :
1. Berubahnya fungsi tata guna lahan, dari yang semula merupakan daerah resapan air, menjadi bangunan, perumahan, industri/pabrik, pertokoan, pergudangan, dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan semakin berkurangnya areal yang berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum menuju saluran pembuangan.
2. Kurangnya sarana dan sistem drainase yang memadai sebagai pengganti lahan yang mengalami perubahan fungsi tersebut, terlebih apabila perubahan tersebut tidak disertai dengan analisa dampak lingkungan.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal kebersihan dan pemeliharaan terhadap sarana drainase lingkungan yang menyebabkan sistem drainase lingkungan tidak dapat berfungsi dengan optimal.
4. Penyempitan sungai/saluran pembuang diakibatkan pendangkalan, sedimentasi ataupun pemanfaatan secara liar, sehingga kapasitas daya tampung sungai semakin berkurang.
Dilihat dari standar pelayanan minimal fasilitas drainase maka luas daerah genangan banjir di daerah perkotaan maksimal hanya 10 Ha. Sedangkan pada tahun 2014 genangan air di Kabupaten Aceh Jaya telah mencapai luas 304 Ha, jauh melebihi standar yang berlaku. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum, Subdin Pengairan telah melaksanakan beberapa program/kegiatan untuk mencegah dan meminimalisir banjir yang terjadi di Kabupaten Aceh Jaya. Salah satunya adalah program pembangunan turap, rumah pompa, dan pintu air yang tersebar di 9 Kecamatan Kabupaten Aceh Jaya.
namun belum dapat mencapai tujuan yang diinginkan, hal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara pemerintah Pusat dan Daerah.
E. Persampahan
Pengelolaan persampahan merupakan bagian terpenting dalam mewujudkan kondisi sanitasi yang baik khususnya bagi kawasan permukiman dan perumahan. Penanganan program pengelolaan persampahan di Kabupaten Aceh Jaya dilaksanakan oleh kantor KLHKP2K.
Pengelolaan persampahan di perdesaan pada umumnya dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan cara penimbunan dan pembakaran mengingat secara umum lahan mereka masih mencukupi untuk pengelolaan dengan cara tersebut. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan persampahan dapat dilihat padatabel V.2.di bawah ini.
Tabel V.2. Permasalahan persampahan A. Sistem Persampahan :
1.Aspek Pengembang an Sarana dan Prasarana
User Interface:
Tingkat Pengolahan Sampah Rumah Tangga (RT) sbb:
Tingkat layanan penanganan sampah RT: 3.4 % dikumpulkan dan dibuang ke TPS dan dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, 6.6 % tidak diangkut Tukang Sampah (dikubur, dibuang ke sungai, dibuang ke lahan kosong dsb)
Pengelolaan Sampah pada RT:
Keterangan:
- Pelayanan Sampah 3,4 % per hari = 28.5m3/hari.
Praktek Pemilahan Sampah oleh RT:
Keterangan:
Pemilahan sampah yang sudah dilakukan oleh RT : 5.9 % (49.4 m3/Perhari)
Pengurangan sampah dari sumbernya (RT) : 8.1 % (67.8 m3/Perhari) Pengumpula
n setempat Sampai saat ini telah tersedia : 2 unit gerobag dorong, kapasitas angkut: @ 3m3/hari (total: 6 m3/hari).
Sampai saat ini telah tersedia : 9 unit Truk, kapasitas angkut: @ 8 m3/hari (total: 72 m3/hari).
Penampunga n Sementara (TPS):
Sampai saat ini tersedia: 62 unit TPS
Sampai saat ini tersedia: 25 unit Container, kapasitas total: 450 m3/hari atau setara dengan 87 % dari timbulan sampah Kabupaten Aceh Jaya
Pengangkuta n:
Saat ini Pengangkutan yang dilakukan mengunakan truck Kap. @ 8 m3/hari
Semi) Pengolahan Akhir Terpusat
Sampai saat ini Sampah di Kabupaten Aceh Jaya 94.1 % masih belum
melakukan pemilahan
Daur Ulang / TempatPemr osesan Akhir:
Terdapat TPA 2 yang dibangunan tahun2008 Sampai saat ini masih berfungsi dan pengelolaannya masih menggunakan system Open Dumping
Perencanaan Belum tersedianya Outline Plan dan dokumen perencanaan lainnya
Lain-lain: Aspek Kelembagaa n:
Belum tersedia kebijakan yang jelas terkait hubungan kerjasama dengan pihak swasta/investor dalam pengelolaan Persampahan
Kurangnya sosialisasi pemahaman tentang pentingnya pengelolaan persampahan
Kelembagaan pengelolaan tingkat masyarakat desa/kelurahan belum ada Aspek
Pendanaan:
Rendahnya alokasi pendanaan persampahan dari Pemerintah
perencanaan
Anggaran subsector persampahan belum menjadi prioritas oleh para pengambil kebijakan
Potensi masyarakat belum dikembangkan secara sistematis
Belum tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi
Belum adanya skema strategi untuk kerjasama dengan swasta/kelompok masyarakat dalam pengelolaan persampahan.
Target capaian pelayanan pengelolaan persampahan di Kabupaten Aceh Jaya Belum Efektif dilaksanakan oleh pemangku kepentingan
Belum adanya kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam penyediaan layanan pengeloaan sampah
Belum adanya kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan sampah
Belum adanya peraturan terkait kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk
mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah di hunian rumah dan membuang ke TPS
Belum adanya kewajiban dan sanksi bagi kantor / unit usaha di kawasan komersial / fasilitas sosial / fasilitas umum untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah, dan membuang ke TPS
Belum adanya pembagian kerja pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, dari
TPS ke TPA, pengelolaan di TPA da pengaturan waktu pengangkutan sampah dari TPS ke TPA
Belum adanya peraturan terkait kerjasama Pemerintah Kabupaten dengan swasta atau pihak lain dalam pengelolaan sampah
(sumber referensi: BPS )
5.2.2. Parameter Teknis
Kontur wilayah perkotaan Kabupaten Aceh Jaya yang cenderug landai sehingga menyebabkan Kabupaten Aceh Jaya tidak memiliki permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan fisik.
5.2.3. Aspek Kelembagaan
Seluruh kegiatan pengembangan dan pembangunan permukiman di Kabupaten Aceh Jaya dikelola dan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Jaya.
5.2.4. Aspek Pendanaan
5.3. SASARAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN
A. Sasaran RPJP Nasional 2005-2025 :
Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali. Secara fisik, hal itu ditunjukkan oleh (1) meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya kawasan pinggiran (fringe-area) terutama di kota-kota besar dan metropolitan; (2) meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan ‘sub-urban’ yang telah ‘mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota inti dan membentuk kon-urbasi yang tak terkendali; (3) meningkatnya jumlah desa-kota; dan (4) terjadinya reklasifikasi (perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa). Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap perkembangan kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-kota menengah dan kecil di wilayah lain.
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi SDA yang cukup besar serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Walaupun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga.
B. Target MDGS
Target 1 : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah satu dolar per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015;
Target 11 : Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Indikator yang digunakan untuk target 11 adalah proporsi rumah tangga yang memiliki atau menyewa rumah.
C. Sasaran Pembangunan Permukiman Kabupaten Aceh Jaya:
Kebijakan Pembangunan Permukiman sesuai dengan RPJP Daerah Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2005-2025 adalah:
1) Peningkatan ketersediaan dan kualitas rumah yang layak huni dan terjangkau Dengan arahan:
Pengembangan perumahan vertikal yang layak huni dan terjangkau
Fasilitasi rehabilitasi rumah layak huni
Fasilitasi dan kerjasama pembiayaan pembangunan perumahan dengan dunia usaha
2) Penataan dan revitalisasi kawasan kumuh permukiman Dengan arahan:
Peningkatan daya dukung dan kualitas prasarana dan sarana dasar permukiman
Peningkatan daya dukung dan kualitas sanitasi lingkungan permukiman.
5.4. PERMASALAHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten Aceh Jaya adalah:
1. Penyediaan permukiman pekerja industri. Dapat dilihat dari kondisi eksisting yang menunjukkan bahwa tingkat kepadatan permukima yang sangat tinggi di kawasan industri, kondisi sanitasi lingkungan yang cukup buruk, dan terbatasnya ketersediaan air bersih.
2. Minat investasi yang kurang tepat lokasinya seperti di kawasan industri, di lokasi banjir. 3. Adanya kebijakan Pemerintah Pusat tentang pembangunan rumah susun milik.
4. Menurunnya kualitas permukiman. Asumsi rencana jumlah penduduk yang digunakan ketika merancang kawasan ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi, hal ini mengakibatkan dimensi infrastruktur sudah tidak dapat menampung kebutuhan warga seperti saluran drainase, pengelolaan air limbah sistem perpipaan, air bersih, sampah, dan kemacetan lalu lintas. Kecenderungan penetrasi kegiatan perdagangan dan jasa pada fungsi permukiman. 5. Banyaknya lokasi perumahan yang terkena banjir.
Sedangkan potensi pada sektor perumahan dan permukiman di Kabupaten Aceh Jaya adalah:
1. Adanya minat investasi dari pengembang perumahan sederhana sehat pada kawasan yang tidak terlalu besar.
2. Adanya alokasi dana APBK, APBA, APBN dan BLN untuk program perbaikan kampung (kumuh). 3. Kawasan bahaya kecelakaan dan kawasan kebisingan tingkat tiga sebaliknya dibebaskan dari
kawasan terbangun.
4. Relokasi permukiman ke lokasi yang lebih aman.
5. Mengembalikan fungsi kawasan sebagai areal resapan air.
5.5. PROYEKSI KEBUTUHAN RUMAH
5.6. ANALISIS LOKASI PERUMAHAN BARU
5.6.1. Skenario Program Pembangunan Permukiman
Sesuai dengan dokumen RPJM Daerah Kabupaten Aceh Jaya, program pembangunan permukiman dilaksanakan untuk memenuhi misi yaitu “Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur dan Pelayanan Publik”. Misi ini mempunyai tujuan yaitu: “Meningkatkan penyediaan dan pelayanan infrastruktur untuk meningkatkan kualitas permukiman dan perkotaan” dengan sasaran yaitu Tersedianya perumahan dan pelayanan dasar perkotaan yang layak dan terjangkau. Seluruh skenario ini didukung oleh strategi-strategi yaitu:
1. Peningkatan penyediaan dan penataan perumahan rakyat
a. Meningkatkan akses pelayanan penyediaan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat. Program: Pengembangan perumahan.
b. Meningkatkan upaya perbaikan kualitas permukiman dan lingkungannya. Program: Pengembangan perumahan; Lingkungan sehat perumahan.
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan permukiman dan infrastruktur kota yang berkualitas yaituMendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk lebih mandiri dalam perbaikan kualitas permukiman melalui Program: Pemberdayaan komunitas perumahan. 3. Peningkatan penyediaan dan pemeliharaan kapasitas infrastruktur pelayanan perkotaan