• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN CIPOCOK JAYA KOTA SERANG - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KINERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN CIPOCOK JAYA KOTA SERANG - FISIP Untirta Repository"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

1 SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

SELVI DESTIASARI

NIM 6661081111

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

"Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik." (Evelyn Underhill)

Perjuangan adalah awal dari kesuksesan

Namun halangan dan rintangan kunci kesabaran

Tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan Dan tidak ada perjuangan tanpa perngorbanan

“Inna ma‟al „usri yusroo.”

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Al insyirah : 6)

)“Barang Siapa yang bersungguh-sungguh maka pasti akan berhasil”

(6)

6

ABSTRAK

Selvi Destiasari, 6661081111. Skripsi. Kinerja pegawai di kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Titi Stiawati, M.Si., Pembimbing II Rahmawati, M.Si.

Peneliti memfokuskan penelitian di kantor kecamatan Cipocok Jaya kota Serang. Identifikasi masalah: kurang optimalnya pegawai kecamatan dalam pelayanan publik; Pelanggaran yang dilakukan pegawai dalam ketentuan jam kerja dan keterlambatan dalam pelayanan; kurangnya teguran ataupun sanksi dari pimpinan terhadap bawahannya yang melakukan pelanggaran; pelaksanaan tugas yang tidak efisien. Metode penelitian: kualitatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Kinerja Pegawai di Kantor kecamatan Cipocok Jaya kota Serang. Menggunakan teori pengukuran kinerja menurut Bernandian & Russel (dalam Faustino Cardoso Gomes, 2005:142), indikator kinerja yaitu kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, pengetahuan terhadap pekerjaan, kreatifitas, kerjasama, keteguhan dalam pekerjaan, inisiatif dan kualitas pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada tumpang tindih pekerjaan yang terjadi, kualitas pegawai belum menunjukkan kinerja yang maksimal, pengetahuan pegawai terhadap pekerjaannya sudah cukup baik, kreatifitas dan kerjasama yang belum optimal sehingga menghambat pekerjaan, Inisiatif yang masih kurang disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri untuk menyampaikan dan ada juga yang menyampaikan akan tetapi menunggu diberikan kesempatan untuk menyampaikan, sikap keramahtamahan pegawai menunjukkan sikap yang belum prima dalam melayani warga hal ini ditunjukkan dari hasil pengakuan warga yang mengeluhkan masih adanya sikap yang kurang prima yang diterima warga. Kesimpulannya kinerja pegawai kecamatan Cipocok Jaya belum optimal; Saran : perlunya penambahan SDM (pegawai) untuk menghindari tumpang tindih pekerjaan, perlunya pengawasan yang ketat dan tegas bagi pegawai yang melanggar aturan, perlu adanya peningkatan kualitas pegawai dan pemberian penghargaan kepada pegawai yang bekerja rajin dan profesional sehingga dapat mengoptimalkan kinerja.

(7)

ABSTRACT

Selvi Destiasari, 6661081111. Thesis. Employee Performance at the District Office Cipocok Jaya Serang. Study Program of Public Administration, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan Agung Tirtayasa. Advisor I Titi Stiawati, M.Sc., Advisor II Rahmawati, M.Sc.

Researchers focus on research at the district office Cipocok Jaya Serang city. Identification of problems: less optimal sub-district employees in the public service; Violations committed by employees under the terms of working hours and delays in service; lack of warning or sanction of the leadership against subordinates who commit violations; implementation tasks efficiently. Research methods: qualitative. The purpose of this study is to determine the Employee Performance in the sub-district office Cipocok Jaya Serang city. Using the theory of performance measurement according Bernandian & Russel (in Faustino Cardoso Gomes, 2005:142), performance indicators, namely the quantity of work, quality of work, knowledge of the work, creativity, cooperation, persistence in work, initiative and personal qualities. The results showed that there is still overlap of work going on, the quality of employees has yet to show maximum performance, knowledge of employees towards their work is good enough, creativity and collaboration are not optimal so that hinder the work, initiatives are still lacking due to lack confidence to deliver and there also were delivered but wait given the opportunity to present, indicates the attitude the attitude of hospitality employees who have not been primed in serving the citizens it is shown from the result of the recognition of the people who complained about the persistence of the attitudes that they receive are less vibrant. In conclusion Cipocok Jaya sub-district employee performance is not optimal; Suggestion: the need for additional human resources (employees) to avoid duplication of work, the need for close monitoring and decisive for employees who violate the rules, it is necessary to improve the quality of employees and granting awards to employees who work diligently and professionally in order to optimize performance.

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, maka dimulailah babak baru bagi pemerintahan daerah di Indonesia dengan diterapkannya otonomi daerah. Di Indonesia otonomi daerah atau desentralisasi dianggap sebagai salah satu agenda reformasi, dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan berlakunya undang-undang tersebut, Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola keuangan daerah dan sumber daya yang ada di daerahnya.

Pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi membuka peluang/kesempatan untuk suatu daerah menjadi maju dan berkembang dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada di daerahnya, yang mana hal ini tidak dapat terwujud ketika sistem sentralisasi masih diterapkan di Indonesia.

(17)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada prinsipnya mengubah sistem penyelenggaraan pemerintah daerah, sehingga daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat.

Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki perangkat daerah tersendiri untuk menjalankan roda pemerintahannya. Salah satu perangkat daerah di kabupaten/kota adalah kecamatan. Kecamatan sebagai salah satu perangkat daerah yang memiliki kewenangan untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Pembentukan kecamatan-kecamatan dimaksudkan untuk mempermudah jangkauan masyarakat dalam mengakses pelayanan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sehingga tidak harus ke kantor kabupaten/kota.

Kecamatan merupakan ujung tombak dari penyelenggaraan pemerintahan yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Citra birokrasi pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan oleh kinerja organisasi tersebut. Kecamatan juga merupakan pemberi pelayanan terdepan dari pemerintah pusat yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas membina desa sehingga harus pula diselenggarakan secara berdayaguna dan berhasilguna.(Wasistiono, Sadu dkk. 2002)

(18)

3

pemerintahan yang baik (good governancre), perlu adanya penyatuan arah dan pandangan bagi segenap jajaran pegawai pemerintah yang dapat dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas baik menejerial maupun operasional di seluruh bidang tugas dan unit organisasi instansi pemerintah secara terpadu.

Pembenahan dalam penyelenggaraan pemerintah yang berorientasi pada fungsi pelayanan masyarakat, hendaknya dititikberatkan pada pemerintah kecamatan. Karena kecamatan merupakan pusat pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan harus dilakukan, terutama bagaimana menumbuhkan dan meningkatkan kinerja aparatur kantor kecamatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang mau tidak mau harus berupaya meningkatkan kemampuan kerjanya semaksimal mungkin, karena pelaksanaan tugas pelayanan oleh pemerintah kecamatan sangat tergantung pada kinerja aparatnya. Sedangkan masyarakat hanya dapat menilai kinerja kantor kecamatan dari kualitas pelayanan yang diterimanya.

Kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku, dalam kurun waktu tertentu, berkenaan dengan pekerjaan serta perilaku dan tindakannya (Suwatno, 2011 : 196).

Tingkat keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya

disebut dengan istilah “level of performance” atau level kinerja. Pegawai yang

(19)

pegawai yang tidak produktif. Penilaian kinerja merupakan tugas penting bagi organisasi publik khususnya kecamatan untuk mengetahui level kinerja pegawai yang dimilikinya. Namun demikian, yang sederhana, mengingat setiap metode yang digunakan dalam penilaian kinerja mengandung bias penilaian. Bias penilaian tersebut, bisa menghasilkan hasil penilaian yang tidak cermat dan tidak tepat sasaran bagi organisasi publik. Sedangkan di sisi yang lain, organisasi harus memperoleh informasi yang memadai terkait dengan kinerja pegawainya, sebagai bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan strategis organisasi, baik terkait kebijakan umum organisasi, maupun terkait dengan kebijakan pengembangan Sumber Daya Manusia.

Sebagaimana diketahui terbentuknya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebagaimana dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian bahwa untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara. Dengan adanya Undang-Undang ini, penilaian kinerja pegawai nantinya tidak berpatokan pada Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), tapi lebih ditekankan pada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).

(20)

5

lebih mengintensifkan kinerja PNS, karena merupakan penggabungan antara penilaian Sasaran Kinerja Pegawai dengan perilaku kerja. Untuk bobot penilaian sendiri terdiri dari SKP sebesar 60 persen dan perilaku kerja sebesar 40 persen.

Terbitnya Undang-Undang ASN itu mungkin karena metoda DP3 sudah tidak efektif lagi karena cenderung terjebak dalam proses formalitas sehingga kehilangan arti dan makna substantif. Untuk itu Undang-Undang ASN terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas, dan pengembangan pemanfaatan potensi. Aturan menyangkut kinerja dan prestasi kepegawaian merupakan kewenangan pemerintah pusat, artinya undang-undang ASN merupakan keputusan dari pemerintah pusat, sehingga aturan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya di instansi pemerintah lainnya seperti di kecamatan.

Kinerja pegawai kantor kecamatan yang cukup tinggi diharapkan dapat mewujudkan suatu efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintah kecamatan sebagai bentuk kesiapan pegawai kantor kecamatan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

(21)

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Kecamatan Cipocok Jaya per Kelurahan

No Kelurahan Jumlah Penduduk

Tahun 2013 Tahun 2014

1 Gelam 7.446 Jiwa 6.937 Jiwa

2 Dalung 6.933 Jiwa 8.515 Jiwa

3 Tembong 6.853 Jiwa 6.338 Jiwa

4 Karundang 8.042 Jiwa 7.786 Jiwa

5 Cipocok Jaya 13.446 Jiwa 14.059 Jiwa

6 Banjarsari 17.919 Jiwa 19.513 Jiwa

7 Banjaragung 14.173 Jiwa 15.134 Jiwa

8 Penancangan 14.138 Jiwa 14. 799 Jiwa

Total Penduduk

Kecamatan Cipocok Jaya 89.950 Jiwa 93.081 Jiwa

Sumber: BPS Kota Serang tahun 2013 dan tahun 2014

Kemajuan suatu organisasi seperti kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang sangat ditentukan dari kinerja para pegawai dalam menjalankan tugas sehingga berbanding lurus dengan kinerja pelayanan dari instansi tersebut. Setiap organisasi pada umumnya mengharapkan para pegawainya mampu melaksanakan tugasnya dengan efektif, efisien, produktif, dan profesional. Semua ini bertujuan agar organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan sekaligus memiliki daya saing yang tinggi.

(22)

7

pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas baik manajerial maupun operasional di seluruh bidang tugas dan unit organisasi instansi pemerintah secara terpadu.

Tujuan instansi pemerintah dapat dicapai apabila mampu mengolah, menggerakkan dan menggunakan sumber daya manusia yang dimiliki secara efektif dan efisien. Peran manusia dalam organisasi sebagai pegawai memegang peranan yang menentukan hidup matinya suatu organisasi pemerintah semata-mata tergantung pada manusia, karena pegawai merupakan faktor penting dalam setiap organisasi pemerintahan.

Tabel 1.2

Data Pegawai Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang

Pegawai Negeri Sipil Non – PNS (Magang)

12 Pegawai 14 Pegawai

Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Cipocok Jaya tahun 2014

Tabel 1.3

49 Pegawai 34 Pegawai

(23)

Berdasarkan data yang menunjukkan jumlah pegawai tersebut, pegawai yang merupakan penggerak kegiatan dan faktor penentu dalam pencapaian tujuan instansi khususnya di kecamatan Cipocok Jaya dibutuhkan manajemen yang baik terutama pada faktor sumber daya manusia ini merupakan elemen yang harus diperhatikan oleh instansi, terutama bila mengingat bahwa instansi pemerintah yang berhubungan dengan pelayanan publik. Hal ini memaksa setiap instansi harus dapat bekerja dengan lebih efektif, efisien dan produktif.

Pegawai yang menjadi penggerak dan penentu jalannya organisasi seperti di kecamatan akan dapat di capai dengan kinerja yang baik, apabila dapat memberikan rasa kepuasan terhadap masyarakat dalam hal pelayanan publik yang diperoleh masyarakat seperti yang disebutkan di atas dalam hal melayani masyarakat. Tentunya hal ini tidak terlepas dari kinerja pegawai yang mau tidak mau sebagai aparatur dan abdi negara harus sepenuhnya memberikan mutu profesionalitasnya yang terbaik untuk masyarakat. Akan tetapi hal itu belum begitu dirasakan seperti mayoritas harapan masyarakat di Kecamatan Cipocok Jaya. birokrasi kecamatan di akui oleh banyak pihak pejabat birokrasi kecamatan belum sepenuhnya dapat bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya. Utamanya dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Kemampuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan pekerjaannya menurut bidang dan tingkatan masing-masing belum dapat dijalankan secara maksimal.

(24)

9

15 oktober 2014 12:42 WIB disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kota Serang Mahfud MD mengemukakan bahwa:

“Setidaknya ada 17 SKPD yang lalai dalam menjalankan SOP sesuai dengan semestinya. SOP sangat penting, baik dalam masalah pelayanan juga dalam efisiensi mengingat banyak SKPD yang kekurangan tenaga. Dengan adanya SOP harusnya masing masing personal sudah mengetahui tugas pokok seksinya. Dan sejauh ini menurutnya bila dilihat pada pengajuan SOP 2013 dari seluruh SKPD bisa dikatakan belum seluruhnya menjalankan sesuai pengajuan.” Dari daftar 17 SKPD Kota Serang yang SOP nya belum efektif terlaksana dengan baik yaitu : 1) Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Kota Serang, 2)Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMKB), 3)Badan Kepegawaian Daerah (BKD), 4) Kantor Polisi Pamong Praja (Pol-PP), 5)Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), 6) KPAD, 7) Dinas pertanian, 8) Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPPKD). 9 Dinas Pemuda Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), 10) Kecamatan Cipocok Jaya, 11) Kecamatan Serang, 12) Kecamatan Taktakan, 13) Kecamatan Kasemen, 14. Dinas Pekerjaan Umum (PU), 15) Kecamatan Curug, 16) Kecamatan Walantaka, 17) Sekertariat DPRD (Setwan) Kota Serang.

(25)

Kemudian berdasarkan dari hasil obeservasi awal, terindikasi beberapa masalah kinerja pegawai yang di langgar oleh para pegawai di kantor kecamatan Cipocok Jaya antara lain:

(26)

11

2. Masyarakat mengeluhkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pegawai yang tidak disiplin seperti pelanggaran ketentuan jam kerja; keterlambatan masuk kerja serta keterlambatan dalam pelayanan, sehingga secara langsung menghambat dalam hal ketepatan waktu pelayanan. Beberapa pegawai yang datang terlambat ke kantor padahal jam masuk adalah pukul 08.00 WIB. Pada jam pulang pun terdapat beberapa pegawai yang lebih dulu pulang dari jam yang ditentukan pukul 16.00 WIB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak “KD” Kasie Pemerintahan beliau mengatakan : “mengenai ketentuan jam kerja atau adanya keterlambatan masuk kerja, memang ada aja pegawai setiap hari yang datang ke kantor sudah lewat. Seperti halnya pelaksanaan apel ada yang ikut dan ada juga yang tidak, biasanya itu pegawai staf. Yaa ada pengaruhnya juga seh pada efisiensi kinerja.” Kemudian masih adanya pegawai yang bersikap kurang ramah dalam hal melayani masyarakat. Hal semacam ini yang menyebabkan penurunan hasil kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga kualitas dan pencapaian kerja di kantor kecamatan menjadi tidak efektif dan efisien. Seperti hasil wawancara

yang dikemukakan oleh “SL” warga karundang mengatakan : ”iya

(27)

3. Banyaknya keluhan masyarakat tersebut, peneliti mengindikasikan bahwa tidak adanya teguran ataupun sanksi dari pimpinan terhadap bawahannya yang melakukan pelanggaran.

4. Pelaksanaan tugas yang tidak efisien, seperti berkas pekerjaan yang menumpuk tertunda di meja pimpinan. Berikut ini hasil wawancara

dengan ibu “HL” Kasubag Umum dan Kepegawaian “Kalau

pekerjaan relatif ya di kantor ini tidak ditetapkan target khusus, biasanya memang kalau pekerjaan sedang menumpuk agak sedikit keteteran kadang pekerjaan ada yang tertunda, karena ibu ga punya

staf dan sebenarnya disini kurang ya mengenai pegawai staf”. Dari

hasil pemaparan yang disampaikan mengindikasi masih ada pelaksanaan tugas yang tidak efisien, membuat sejumlah pekerjaan dapat tertunda ditunjang juga dengan jumlah pegawai yang minim. Berdasarkan masalah-masalah di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang kinerja pegawai di kecamatan Cipocok Jaya. Sehingga peneliti dapat mengetahui sejauh mana kinerja pegawai serta kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat di kecamatan tersebut. Peneliti melakukan

penelitian dengan judul “Kinerja Pegawai di kantor Kecamatan Cipocok Jaya

Kota Serang”.

1.2 Identifikasi Masalah

(28)

13

1. Kurang optimalnya pegawai kecamatan dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, hal ini peneliti indikasikan dari banyaknya masyarakat yang mengeluhkan lambatnya pelayanan yang diterima.

2. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pegawai seperti keterlambatan masuk kerja serta keterlambatan dalam pelayanan.

3. Banyaknya keluhan dari masyarakat tersebut, peneliti mengindikasikan bahwa tidak adanya teguran ataupun sanksi dari pimpinan terhadap bawahannya yang melakukan pelanggaran.

4. Pelaksanaan tugas yang tidak efisien, membuat sejumlah pekerjaan tertunda ditunjang juga dengan jumlah pegawai yang minim.

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini peneliti membatasi masalah yang diteliti pada kinerja pegawai di kantor Kecamatan Cipocok Jaya. Lokus penelitian di kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang Provinsi Banten.

1.4 Perumusan Masalah

(29)

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan menganalisis kinerja pegawai di kantor kecamatan Cipocok Jaya kota Serang.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian yang berjudul “Kinerja Pegawai di Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang” adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam dunia akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara, terutama yang berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi administrasi negara.

2. Secara Praktis

(30)

15

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Masalah

Menerangkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling umum sehingga menukik kemasalah yang paling spesifik.

1.2 Identifikasi Masalah

Mengklasifikasikan permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/topik/judul penelitian atau dengan masalah-masalah yang diperoleh peneliti ketika penelitian.

1.3 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi masalah yang akan diteliti atau dikaji, dengan kata lain pembatasan masalah digunakan peneliti untuk membatasi atau mefokuskan masalah yang akan diteliti. Sedangkan perumusan masalah adalah penyusunan masalah-masalah yang ada dengan fokus penelitian.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini disusun berdasarkan perumusan masalah, dimana tujuan masalah sangat berkaitan dengan perumusan masalah

1.5 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat baik secara teoritis maupun praktis dari penelitian yang akan diteliti.

(31)

Pada bagian ini menjelaskan secara singkat isi dari bab per bab yang ada dalam penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Pengkajian teori yang berkaitan dengan permasalahan serta variabel permasalahan yang disusun secara sistematis sehingga peneliti memiliki konsep yang jelas.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam bagian ini peneliti memaparkan tentang penelitian-penelitian terdahulu terkait teori yang peneliti gunakan.

2.3. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir menjelaskan tentang alur pemikiran peniliti dalam melakukan penelitian di lokus penelitian.

2.4. Asumsi Dasar Penelitian

Merupakan anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian menjelaskan tentang metode apa yang digunakan dalam penelitian ini.

(32)

17

Dalam sub bab ini dijelaskan bagaimana cara untuk mengumpulkan data yang dibedakan menjadi dua sumber data penelitian serta siapa yang menjadi instrumen penelitian oleh peneliti dalam mengumpulkan data dari informan

3.3 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Pada sub bab ini dijelaskan bagaimana peneliti melakukan suatu analisis dari data yang telah diperoleh tadi untuk selanjutnya diolah kembali menjadi data yang benar.

3.4 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Menjelaskan mengenai dimana tempat berlangsungnya penelitian dan jadwal waktu dimulainya penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Menjelaskan tentang obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan obyek penelitian. 4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

(33)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, mudah, jelas dan dapat dipahami.

5.2 Saran

(34)

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Teori dalam administrasi mempunyai peranan yang sama dengan teori yang ada didalam ilmu fisika, kimia maupun biologi yaitu berfungsi untuk menjelaskan dan panduan dalam penelitian seperti yang dikemukakan oleh Hoy dan Miskel dalam Sugiyono (2005:55) bahwa “Theory is a set of interrelated concepts, assumptions, and generalizations that systematically describes and explains regularities in behavior in organizations”.

Selanjutnya teori didefinisikan sebagai seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi.

Berdasarkan definisi tersebut menurut Sugiyono (2005: 55-56). dapat dikemukakan ada empat kegunaan teori didalam penelitian yaitu :

1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis. 2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi

prilaku yang memiliki keteraturan.

3. Teori sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.

4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.

(35)

kelompok teori yang perlu dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah (dalam Sugiyono, 2005: 63).

2.1.1 Definisi Kinerja

Kinerja (job performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Setiap pekerjaan yang efisien tentu juga efektif, karena dilihat dari segi hasil, tujuan dan akibat yang dikehendaki dari perbuatan itu telah dicapai secara maksimal.

(36)

21

Pengertian kinerja dalam Kamus Besar Bahasa indonesia, dikatakan bahwa kinerja berarti: (1) suatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; dan (3) kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari dimensi yang berbeda.

Kinerja juga bisa diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang/sekelompok orang yang menurut ukuran tertentu, dalam kurun waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersangkutan. Pada dasarnya dalam setiap organisasi di kenal ada 3 (tiga) macam kinerja yaitu kinerja organisasi, kinerja proses dan kinerja pegawai. Kinerja organisasi merupakan kinerja yang ditunjukan oleh organisasi, kinerja proses adalah kinerja yang di tunjukan oleh proses yang terjadi dalam organisasi, sedangkan kinerja pegawai adalah kinerja yang ditunjukan oleh pegawai atau sekelompok pegawai. Hubungan ketiga kinerja ini sangat erat, karena kinerja organisasi tergantung pada kinerja proses dan kinerja proses sangat tergantung pada kinerja pegawai.

(37)

Menurut Shadly (1980:183) Kinerja menunjukkan tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya dengan ukuran-ukuran yang mendekati kepastian.

Sedangkan pengertian kinerja Pemerintah Daerah menurut Mohamad Mahsun (2006:25) yaitu :

“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi”.

Dari pendapat yang dikemukakan para ahli tentang kinerja, maka diperoleh gambaran bahwa suatu pekerjaan itu dikatakan efektif, jika proses yang dilakukan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Pekerjaan yang cenderung banyak menggunakan biaya dan waktu dan hasilnya kurang optimal tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang efektif.

Amitai Etzioni (1985:3) menyatakan bahwa, ”Organisasi dibentuk agar menjadi unit sosial yang efektif dan efesien. Kinerja organisasi diukur dari tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya, sedangkan efesiensi organisasi dikaji dari segi jumlah sumber daya

yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu unit keseluruhan”.

Dari konsep-konsep yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh pengertian bahwa kinerja adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan tertentu dalam suatu organisasi atau institusi.

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:

(38)

23

2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang.

4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Menurut Ruky (2001) ada dua komponen penting yang dikandung dalam kinerja yaitu :

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Salah satu kunci sukses dalam implementasi manajemen strategis adalah menyiapkan pengukuran kinerja (performance measurement). Hal ini menjadi niscaya mengingat pengukuran kinerja merupakan salah satu tahapan dalam siklus manajemen strategis yang dimulai dari penyusunan rencana strategis, pengukuran kinerja (penetapan indikator), implementasi, dan evaluasi kinerja.

Berdasarkan pengertian kinerja yang dipaparkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja adalah suatu tingkat pencapaian dalam pelaksanaan kegiatan atau program yang memiliki tujuan untuk mewujudkan sasaran atau target yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi baik itu organisasi sektor publik maupun organisasi sektor privat.

2.1.2. Indikator Kinerja

(39)

yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2003:147-148) bahwa arti performance atau kinerja dapat disimpulkan menjadi sebagai berikut:

performance” adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Sedangkan menurut Bernardian & Russel (dalam Sedarmayanti 2003:148) kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcome yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula. Selanjutnya menurut Hasibuan (1999:75), kinerja atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang didasarkan atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa gabungan dari tiga faktor penting yaitu; kecakapan, usaha, dan kesempatan.

Menurut Mahmudi (2005:103) mengatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Mahsun (2006:77) mengemukakan bahwa jenis indikator kinerja pemerintah daerah meliputi indikator masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.

Berikut adalah penjelasan dari teori indikator kinerja yang disampaikan oleh Mahsun. Penjelasan dari jenis-jenis diatas adalah sebagai berikut:

(40)

25

pegawai yang dibutuhkan; c. Jumlah infrastruktur yang ada; serta d. Jumlah waktu yang digunakan

2. Indikator proses (Process). Dalam indikator ini, organisasi/ instansi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi/ instansi. Misalnya : Ketaatan pada peraturan perundangan.

3. Indikator keluaran (Output), adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau non-fisik. Indikator ini digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Misalnya : Jumlah produk atau jasa yang dihasilkan, serta ketepatan dalam memproduksi barang atau jasa.

4. Indikator hasil (Outcomes), segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan indikator ini, organisasi/ instansi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Misalnya : a. Tingkat kualitas produk atau jasa yang dihasilkan; b. Produktivitas para karyawan atau pegawai.

5. Indikator manfaat (Benefit), adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Misalnya : a. Tingkat kepuasan masyarakat; b. Tingkat partisipasi masyarakat.

6. Indikator dampak (Impact), pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

(41)

(akuntabilitas). Senada dengan pendapat di atas, Dwiyanto (2006: 50) mengatakan bahwa

“dalam mengukur kinerja organisasi pemerintah (birokrasi publik) disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang dijalankan. Selanjutnya dikatakan bahwa indikator kinerja yang komprehensif karena mencakup dimensi-dimensi: kualitas layanan, produktivitas, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.”

Sedangkan menurut Schuler & Dowling (dalam Keban, 2000:195)

“kinerja dapat diukur dari (1) kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3)

kerjasama, (4) pengetahuan tentang kerja, (5) kemandirian kerja, (6) kehadiran dan ketepatan waktu, (7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, (8) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (9)

kemampuan supervisi dan teknik”

Lebih lanjut Schuler dan Dowling menjelaskan indikator pengukuran diatas

tergolong penilaian umum yang dapat digunakan kepada setiap pegawai kecuali

kemampuan melakukan supervisi. Surya Dharma (2005: 101) menyebutkan

indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja

pegawai adalah (1) pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3) kepegawaian, (4)

perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.

Neal dalam Mangkunegara (2006) terdapat beberapa aspek kinerja yang dapat diukur yaitu :

1. Akurasi (Pemenuhan standar akurasi)

2. Prestasi (Menyelesaikan tanggung jawab dan tugas) 3. Administrasi (Menunjukkan efektivitas administratif) 4. Analitis (Analisa secara efektif)

5. Komunikasi (Berkomunikasi dengan pihak lain) 6. Kompetensi (Menunjukkan kemampuan dan kualitas) 5. Kerjasama (Bekerjasama dengan orang lain)

6. Kreativitas (Menunjukkan daya imaginasi dan daya kreatif) 7. Pengambilan Keputusan (Pengambilan keputusan dan pemberian

solusi)

(42)

27

9. bagi orang lain)

10.Dapat diandalkan (Menunjukkan sifat yang dapat dipercaya) 11.Improvisasi (Peningkatan kualitas atau kondisi yang lebih baik) 12.Inisiatif (Mengemukakan gagasan, metode dan pendekatan baru) 13.Inovasi (Pengenalan metode dan prosedur baru)

14.Keahlian Interpersonal (Hubungan manusiawi)

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1997:164) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut:

a. Faktor Individu

Faktor individu meliputi: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

b. Faktor Psikologis

Faktor – faktor psikologis terdiri dari persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, lingkungan kerja dan kepuasan kerja.

c. Faktor Organisasi

Struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan imbalan.

Kinerja seorang pegawai akan baik apabila (Prawirosentono, 1999): 1. Mempunyai keahlian yang tinggi.

2. Kesediaan untuk bekerja.

3. Lingkungan kerja yang mendukung.

4. Adanya imbalan yang layak dan mempunyai harapan masa depan.

Menurut Usman (2009:458) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu :

1. Kualitas pekerjaan, meliputi akurasi, ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluhan.

(43)

4. Kehadiran, meliputi regulasi, dapat dipercaya dan diandalkan dan ketepatan waktu.

5. Konversi, meliputi pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan peralatan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Siagian (2002) menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kompensasi, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, komunikasi dan faktor – faktor lainnya.

Sementara menurut Timple yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:15) faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang itu mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

(44)

29

tersebut tentunya akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal.

Menurut Sedarmayanti (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

antara lain :1) Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja),

2) Pendidikan, 3) Keterampilan, 4) Manajemen kepemimpinan, 5) Tingkat

penghasilan, 6) Gaji dan kesehatan, 7) Jaminan sosial, 8) Iklim kerja, 9) Sarana

dan prasarana, 10) Teknologi, dan 11) Kesempatan berprestasi.

Menurut Sedarmayanti (2010:377), instrumen pengukuran kinerja

merupakan alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai

yang meliputi, yaitu :

1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja.

2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk pengetahuan, inisiatif, komunikasi, kerja sama, dan lain-lain.

3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.

4. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan penentuan prioritas.

2.1.4. Penilaian Kinerja

Menurut Attwood Margaret & Stuart Dimmock (Sedarmayanti 2007 : 260 ) Definisi kata “to appraise”(menilai) adalah: “menetapkan harga untuk”

(45)

berarti kita terlibat dalam proses menentukan nilai karyawan bagi perusahaan, dengan maksud meningkatkannya.

Menurut Dessler,Gary (Sedarmayanti, 2007:260) mengungkapkan penilaian kinerja adalah prosedur apa saja yang meliputi :

1.Penetapan standar kinerja

2.Penilaian kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar. 3.Memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi

karyawan untuk menghilangkan penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.

Menurut Dimmock (Sedarmayanti, 2007 : 263) mengungkapkan tujuan penilaian kinerja yaitu :

1. Membantu meningkatkan kinerja

2. Menetapkan sasaran bagi kinerja perorangan 3. Menilai kebutuhan pelatihan dan pengmbangan

4. Menyepakati rencana untuk pengembangan karyawan di masa depan 5. Menilai potensi di masa depan untuk kenaikan pangkat.

6. Memberi umpan balik kepada karyawan mengenai kinerja mereka 7. Memberi konsultasi kapada karyawan mengenai peluang karier 8. Menentukan taraf kinerja karyawan untuk maksud peninjauan gaji 9. Mendorong pimpinan untuk berpikir cermat mengenai kinerja staf pada

umumnya dan faktor yang mempengaruhinya, termasuk gaya kepemimpinan dan perilaku mereka sendiri.

Menurut Cascio (Suwatno, 2011 : 198-199) terdapat enam syarat yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam mengukur efektif atau tidaknya sistem penilaian kinerja, yaitu :

a.Penilai (Supervisor)

Mengukur kemampuan dan motivasi penilai dalam melakukan penilaian secara terus menerus, merumuskan kinerja karyawan secara obyektif, dan memberikan umpan balik bagi karyawan.

b.Keterkaitan (Relevance)

Mengukur keterkaitan langsung unsur-unsur penilaian kinerja dengan pekerjaan.

(46)

31

Mengukur keakuratan/kecermatan sistem penilaian kinerja yang dapat membedakan karyawan yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, serta sistem harus dapat digunakan untuk tujuan administrasi kekaryawanan.

d.Keterandalan (Reliability)

Mengukur keandalan dan konsistensi alat ukur yang digunakan e.Kepraktisan (Practicality)

Mengukur alat penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dimengerti oleh penilai dan bawahannya

f.Dapat diterima (Acceptability)

Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan kemampuan tugas dan tanggung jawab bawahannya. Mengkomunikasikan dan mendefinisikan dengan jelas standar dari unsur-unsur penilaian yang harus dicapai.

Selanjutnya peneliti akan mengemukakan ukuran-ukuran dari Kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Bernardian & Russell (dalam Faustino Cardoso Gomes 2005 : 142) :

1. Quantity of work (Kuantitas Pekerjaan) : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of work (Kualitas pekerjaan) : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job Knowledge ( Pengetahuan Terhadap Pekerjaan) : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness (Kreativitas) : keaslian gagasan –gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation (Kerjasama) : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability (Keteguhan dalam bekerja) : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative (Inisiatif) : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

8. Personal Qualities (Kualitas Pribadi) : menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

(47)

Perencanaan dan pengembangan karier, 6) Kekurangan dalam proses penyusunan karyawan, 7) Kesempatan kerja yang sama, 8) Tantangan dari luar, 9) Umpan balik terhadap sumber daya manusia.

Berdasarkan paparan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian dalam pelaksanaan kegiatan atau program yang memiliki tujuan untuk mewujudkan sasaran atau target yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi baik itu organisasi sektor publik maupun organisasi sektor privat. Untuk mencapai kinerja yang baik harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti tingkat kedisiplinan, motivasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja serta faktor yang lain. Sehingga dari faktor-faktor tersebut kita dapat menilai seberapa besar dan bagaimana kinerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.1.5 Pelayanan Publik

Pelayanan menurut Kotler (Sinambela, 2006:4) adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sedangkan Lukman (Sinambela, 2006:4) berpendapat bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pendapat lain mengenai pelayanan dikemukakan oleh Granross (dalam Ratmiko dan Winarsih 2006:3) :

“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang

(48)

33

adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan

untukmemecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”.

Pelayanan berkaitan erat dengan masyarakat, sehingga pelayanan lebih dikenal dengan istilah pelayanan publik. Publik berasal dari bahasa Inggris Public yang berarti masyarakat, umum dan negara. Kata publik dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai umum, orang banyak dan ramai.

Pelayanan publik menurut Sinambela (2006:5) adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara. Pendapat lain mengenai pelayanan umum dikemukakan oleh Moenir (2006:26), adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material, melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Manajemen Pelayanan Publik di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan berikut :

1. Kepmen PAN No.90 / MENPAN /1989 tentang Delapan Program Strategis Pemicu Pendayagunaan Adm. Negara. Diantara 8 program strategis tersebut salah satunya adalah tentang penyederhanaan pelayanan publik.

(49)

3. Inpres No. 1 / 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat. Inpres RI kepada MENPAN untuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi dengan departemen / instansi pemerintah di pusat dan daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat baik yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan pemerintah, pembangunan maupun kemasyarakatan.

4. Kepmen PAN No. 06 / 1995 tentang Pedoman Penganugrahan Penghargaan Abdisatyabakti bagi unit kerja / Kantor Pelayanan Percontohan.

5. Instruksi Mendagri No. 20 / 1999.Gubernur KDH TK I dan Bupati / Walikota madya KDH TK II diseluruh Indonesia diinstruksikan untuk : (a). mengambil langkah-langkah penyederhanaan perijinan beserta pelaksanaannya; (b). memberikan kemudahan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan di bidang usaha; dan (c). menyusun buku petunjuk pelayanan perijinan di daerah.

(50)

35

7. SE Mendagri No. 100/757/OTDA tanggal 8 Juli 2002, tentang Pelaksanaan kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

8. Kep. MENPAN No. 63/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan.

9. Kep.MENPAN No. 25/2004 tentang Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan.

10.Kep. MENPAN No. 26/2004 tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat.

11.Kep.MENPAN No. 119/2004 tentang Pemberian Tanda Penghargaan

“Citra Pelayanan Prima”.

(51)

1. Transparansi; bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang memerlukan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas; dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional; sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berprinsip pada efesiensi dan efektifitas.

4. Partisipatif; mendorong peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak ; tidak deskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban; pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

2.1.6. Prinsip Pelayanan Publik

Sesuai Kep. MENPAN No. 63/2003 prinsip penyelenggaran pelayanan adalah sebagai berikut:

a. Kesederhanaan; prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

(52)

37

penyelesaian keluhan/persoalan / sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; (3) rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.

c. Kepastian waktu; pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi; produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

e. Keamanan; proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung jawab; pimpinan penyelenggara pelayanan publik / pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana; tersedianya sarana prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk sarana telematika.

h. Kemudahan akses; tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan memanfaatkan teknologi telematika.

(53)

j. Kenyamanan; lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, serta disediakan fasilitas pendukung seperti tempat parkir, toilet, tempat ibadah, dll.

2.1.7 Standar Pelayanan Publik

Merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan; sekurang-kurangnya meliputi:

a. Prosedur pelayanan; yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

b. Waktu penyelesaian; yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan, termasuk pengaduan.

c. Biaya pelayanan; termasuk rincian tarif yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

d. Produk pelayanan; hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Sarana dan prasarana; penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

(54)

39

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dan rujukan dalam penelitian ini akan di cantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mita Wirnawati tahun 2012, dengan judul Kinerja Satpol PP dalam Pengendalian Pedagang Kaki Lima di Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kinerja Satpol PP Kota Cilegon belum berjalan baik dan belum optimal disebabkan produktivitas Satpol PP masih rendah, kualitas layanan kurang memadai yaitu terbatasnya jumlah anggota personil, Satpol PP tidak cepat tanggap dalam masalah pedagang kaki lima dan pertanggungjawaban penertiban pedagang kaki lima belum berjalan maksimal.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nesya Ayu Wardhani tahun 2012, dengan judul Analisis Kinerja Pegawai di Sekretariat DPRD Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kinerja pegawai Sekretariat DPRD Provinsi Banten masih belum optimal dikarenakan masih banyak pegawai yang tidak disiplin, penempatan pegawai yang tidak menerapkan prinsip The Right Man in The Right Place, serta gaya kepemimpinan yang kurang baik dari atasan.

(55)

pegawai/aparat Kecamatan Balaraja dalam pembuatan Kartu Keluarga masih belum optimal. Dalam hal ini diupayakan peningkatan dalam hal kedisiplinan pegawai, penambahan alat atau sarana untuk menunjang standar pengerjaan waktu pengerjaan waktu agar dapat menyelesaikan pelayanan dengan cepat dan tepat waktu sebagaimana sesuai dengan standar pelayanan minimum.

Kemudian dari hasil penelitian terdahulu tersebut peneliti memperoleh ilmu sebagai acuan yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian yang di hasilkan oleh peneliti yang juga memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu terkait organisasi publik yang hal utamanya membahas Kinerja Pegawai pada pemerintahan, sedangkan perbedaannya dari penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu terdapat pada teori yang digunakan peneliti yakni berdasarkan pada teori pengukuran Kinerja yang dikemukakan oleh Bernardian & Russell (dalam Faustino Cardoso Gomes 2005 : 142)

Untuk lebih jelas dan detail terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis

N o

(56)

41

(57)

gaya kepemimpinan yang

(58)

43

2.3 Kerangka Berfikir

Kinerja pegawai kantor Kecamatan yang cukup tinggi diharapkan dapat mewujudkan suatu efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintah kecamatan sebagai bentuk kesiapan pegawai kantor kecamatan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Pembenahan dalam penyelenggaraan pemerintah yang berorientasi pada fungsi pelayanan masyarakat, hendaknya di titikberatkan pada pemerintah kecamatan. Karena kecamatan merupakan pusat pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan harus dilakukan, terutama bagaimana menumbuhkan dan meningkatkan kinerja aparatur kantor kecamatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang mau tidak mau harus berupaya meningkatkan kemampuan kerjanya semaksimal mungkin, karena pelaksanaan tugas pelayanan oleh pemerintah kecamatan sangat tergantung pada kinerja aparatnya. Sedangkan masyarakat hanya dapat menilai kinerja kantor kecamatan dari kualitas pelayanan yang di terimanya.

(59)

operasional di seluruh bidang tugas dan unit organisasi instansi Pemerintah secara terpadu.

Berdasarkan data kepegawaian di kantor Kecamatan Cipocok Jaya terdiri dari 26 orang pegawai. Dari sejumlah pegawai yang berada di Kecamatan Cipocok Jaya seharusnya dapat melaksanakan kinerja pelayanan dengan baik. Akan tetapi hal itu belum dirasakan seperti harapan masyarakat di Kecamatan Cipocok Jaya. Pada observasi awal peneliti, terindikasi bahwa sebagian besar masyarakat cenderung belum merasakan kepuasan akan kinerja pegawai Kecamatan Cipocok Jaya terhadap pelayanan publik yang diberikan. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa, kinerja pegawai masih belum optimal bila dilihat dari lambatnya pegawai dalam pemberian pelayanan publik. Disamping itu, masyarakat juga mengeluhkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pegawai seperti keterlambatan masuk kerja serta keterlambatan dalam pelayanan, sehingga secara langsung menghambat dalam hal ketepatan waktu pelayanan. Melihat banyaknya keluhan dari masyarakat tersebut, peneliti mengindikasikan bahwa tidak adanya teguran ataupun sanksi dari pimpinan terhadap bawahannya yang melakukan pelanggaran. Kemudian pelaksanaan tugas yang tidak efisien sehingga membuat sejumlah pekerjaan tertunda.

(60)

45

yang serius. Berdasarkan masalah tersebut di atas, peneliti bermaksud menganalisis kinerja pegawai di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang, analisis kinerja yang peneliti lakukan didasarkan pada teori pengukuran Kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Bernardian & Russell (dalam Faustino Cardoso Gomes 2005 : 142) :

1. Quantity of work (Kuantitas Pekerjaan): jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan. Hal ini dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam kerja penggunaan waktu tertentu dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya.

2. Quality of work (Kualitas Pekerjaan): kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapanya. Hal ini

menunjukkan sejauh mana mutu seorang pegawai dalam

melaksanakan tugas-tugasnya meliputi ketepatan, kelengkapan, dan kerapian.

3. Job Knowledge (Pengetahuan terhadap pekerjaan): luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Sejauhmana pegawai mengetahui pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan standar operasional kerja yang ditetapkan.

4. Creativeness (Kreativitas): keaslian gagasan–gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

(61)

6. Dependability (Keteguhan dalam pekerjaan): kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative (Inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

8. Personal Qualities (Kualitas Pribadi): menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

(62)

47

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Sumber : Hasil Analisis Konsep Peneliti

Masalah:

1. Kinerja pegawai masih belum optimal dengan apa yang masyarakat harapkan, banyak warga masyarakat mengeluhkan lambatnya pelayanan yang mereka terima;

2. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan pegawai secara langsung berpengaruh terhadap pelayanan publik yang diberikan; dan

3. Melihat banyaknya keluhan dari masyarakat mengenai kinerja pegawai dilapangan, peneliti mengindikasikan bahwa tidak adanya teguran ataupun sanksi dari pimpinan terhadap bawahannya yang melakukan pelanggaran.

4. Pelaksanaan tugas yang tidak efisien, membuat sejumlah pekerjaan tertunda.

Indikator Kinerja Menurut Bernandian & Russel (dalam Faustino Cardoso Gomes 2005 : 142)

1. Quantity of work (Kuantitas Pekerjaan) 2. Quality of work (Kualitas Pekerjaan)

3. Job Knowledge (Pengetahuan terhadap pekerjaan) 4. Creativeness (Kreatifitas)

5. Cooperation (Kerjasama)

6. Dependability (Keteguhan dalam Pekerjaan) 7. Initiative (Inisiatif)

8. Personal Qualities (Kualitas Pribadi)

Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang Optimal

(63)

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan observasi pendahuluan yang peneliti lakukan serta merujuk kepada konsep kerangka berfikir di atas, maka peneliti berasumsi bahwa kinerja pegawai di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang dalam realitanya ternyata masih belum optimal atau bisa dikatakan belum mencapai kinerja yang baik.

(64)

49

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengenali dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.

(65)

Sedangkan, menurut Burgess dalam Nasution (1988:17), metode penelitian kualitatif bukan satu metode khusus melainkan meliputi berbagai metode yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data yang dihasilkan berbentuk kata, kalimat dan gambar untuk mengeksplorasi bagaimana fenomena sosial yang terjadi.

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrument penelitian yang digunakan ialah peneliti sendiri, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, dan pelapor hasil penelitiannya.

Menurut Irawan (2006:17) satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Nasution dalam Sugiyono (2008:223) menyebutkan alasan manusia sebagai instrumen penelitian utama:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada

menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.”

(66)

51

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung, seperti wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder adalah data yang telah tersedia dan diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder ini dijadikan sebagai data tambahan untuk memperkuat penelitian, seperti dokumen, peraturan daerah, gambar, rekaman, dan lain-lain. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam mengumpullkan data berupa panduan wawancara, buku catatan, dan handphone untuk mengambil gambar atau foto dan untuk merekam hasil wawancara.

3.3 Informan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan

Cipocok Jaya Kota Serang”, penentuan informannya menggunakan teknik purposive (bertujuan), Teknik purposive adalah teknik penentuan informan berdasarkan pada pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan tersebut didasarkan pada informan yang mengetahui secara jelas dan tepat informasi mengenai masalah dalam penelitian ini.

(67)

Tabel 3.1 4 Kasie Pemberdayaan Masy dan

Desa/Kelurahan

i.4 1 Key Informan

5 Kasie Tata Pemerintahan i.5 1 Key Informan

6 Kasie Kesejahteraan Sosial i.6 1 Key Informan

7 Kasie Ekonomi Pembangunan i.7 1 Key Informan

8 Pegawai Kecamatan Cipocok Jaya i.8, i.9, i.10, dan i.11

4 Key Secondary

9 Warga Masyarakat Cipocok Jaya i.12, i.13, i.14, i.15, i.16, dan

i.17

6 Key Informan

Sumber : Hasil Analisis Konsep Peneliti

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian yang berjudul “Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang” adalah kombinasi dari beberapa teknik, yaitu:

1. Wawancara Mendalam

(68)

53

(indept interview) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang.

Menurut Denzin dalam Alwasilah (2006:154), wawancara adalah pertukaran percakapan dengan tatap muka dimana seseorang memperoleh informasi dari yang lain. Melalui wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (indepth interviev) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang.

Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2008:160) wawancara tidak terstruktur ialah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Hal ini dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung secara alami dan mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif.

2. Observasi

(69)

Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah observasi partisipasi, dimana menitikberatkan pada keterlibatan peneliti. Peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang-orang yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Menurut Soehartono (2002:70), dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.

3. Studi Dokumentasi

(70)

55

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan meyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2010:248), yaitu:

“Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip interview, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain yang anda di dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) dan membantu anda untuk mempresentasikan penemuan anda kepada

orang lain.”

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data model Milles dan Huberman, dimana terdapat tiga aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification). Menurut Milles dan Huberman, aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.3
Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti memberikan saran untuk meningkatkan kinerja Pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan

Saran untuk Sekretariat DPRD Kota Serang harus mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas terampil dan berdaya saing untuk itu harus mampu memotivasi

Pengelolaan manajemen aset daerah di setiap pemerintah daerah dikelola oleh sebuah organisasi publik, seperti halnya pengelolaan aset daerah pemerintahan Kabupaten Serang

“A nggota panitia yang diangkat dari unit kerja/instansi/ departemen/lembaga lain karena di instansi yang sedang melakukan pengadaan barang/jasa tidak mempunyai

Hal ini menunjukkan bahwa dimensi kreatifitas dengan indikator kreatifitas dan disiplin pegawai didominasi oleh tanggapan yang tidak setuju atau kurang baik dari

Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten (JAMSOSRATU) adalah salah satu Program Perlindungan dan Jaminan Sosial Pemerintah Provinsi Banten untuk menjamin

Untuk meningkatkan kinerja pegagawai maka pengawaan sangatlah penting dalam menunjang keberhasilan berbagai program kegiatan dalam proses pemerintahan agar dapat di

Lowokwaru sangat menentukan bagaimana tujuan dari instansi tersebut dapat tercapai. Dalam rangka meningkatkan kinerja, Kecamatan Lowokwaru melaksanakan pengembangan sumber