Kota Langsa 2015 ‐ 2019
1
SSK BAB II
BAB II
Profil Sanitasi
2.1 Gambaran Wilayah
Uraian berikut mengenai kondisi administratif, kondisi wilayah kajian, kependudukan, jumlah penduduk miskin dan kebijakan penataan ruangnya.
2.1.1 Gambaran Geografis
Kota Langsa merupakan daerah dari pemekaran Kabupaten Aceh Timur.
Terletak lebih kurang 400 Km dari Kota Banda Aceh. Kota Langsa sebelumnya berstatus Kota Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang pembentukan Kota Administratif. Langsa kemudian ditetapkan statusnya menjadi kota dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2001 Kota Langsa memiliki luas 262,41 Km2.
Dengan letak geografis 04o24’35.68’’– 04o33’47.03’’ Lintang Utara 97o53’14.59’’– 98o04’42.16’’ Bujur Timur. Yang berbatasan sebelah utara dengan Aceh Timur dan Selat Malaka, sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Tamiang, sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Timur dan dan Kabupaten Aceh Tamiang dan sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Timur.
2.1.2 Gambaran Administrasi Wilayah
Tahun 2002 wilayah Kota Langsa terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Langsa Timur, Kecamatan Langsa Barat, dan Kecamatan Langsa Kota, yang terdiri dari 3 Kelurahan dan 48 Desa. Pada Tahun 2007 berdasrkan Keputusan Walikota Langsa nomor 5 terjadi pemekaran menjadi 5 (lima) kecamatan dengan bertambahnya 2 kecamatan baru yaitu Langsa Baro dan Langsa Lama yang mencakupi 51 desa. Dua kecamatan yang baru tersebut merupakan pemekaran dari
kecamatan Langsa Timur dan Langsa Barat. Kemudian sesuai dengan Qanun Nomor 2 4 Tahun 2010, terjadi pemekaran desa menjadi 66 desa.
Kecamatan Langsa Timur terdiri dari 16 desa, Kecamatan Langsa Lama terdiri dari dari 15 desa. Sedangkan kecamatan Langsa Barat terdiri dari 13 desa dan 12 desa berada di Kecamatan Langsa Baro serta 10 desa berada di Kecamatan Langsa Kota.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
3
SSK BAB II
Gambar 2.1. Peta Wilayah Administrasi Kota Langsa (Lampiran 2.1 A1)
Sumber : Bappeda Kota Langsa
Tabel 2.1 Nama Data Luas Per Kecamatan Dalam Wilayah Kota Langsa 4
Nama Kecamatan
Jumlah Kelurahan /Desa/Gampo
ng
Luas Wilayah
Administrasi Terbangun (Ha) (%) thd total
administrasi (Ha) (%) thd luas administrasi
Langsa Timur 16 7.823 32,62 473 6,04
Langsa Lama 15 4.505 18,78 513 11,38
Langsa Barat 13 4.878 20,34 587 12,03
Langsa Baro 12 6.168 25,72 1,029 0,01
Langsa Kota 10 609 2,54 441 72,41
Total 66 23,983 100 3.043 100
Sumber : Analisis
Tabel 2.2 Data Nama Desa Per Kecamatan Dalam Wilayah Kota Langsa
No Provinsi Kab/Kota Kecamatan Kode
Desa Desa/Gampong
ACEH LANGSA LANGSA TIMUR
1 1100 1173 10 007 Buket Medang Ara
2 009 Matang Setui
3 010 Buket Pulo
4 011 Matang Panyang
5 012 Simpang Wie
6 013 Buket Rata
7 014 Buket Meutuah
8 015 Alue Merbau
9 016 Matang Cengai
10 017 Senebok Antara
11 018 Alur Pineung
12 019 Sukarejo
13 020 Cinta Raja
14 021 Sungai Lueng
15 022 Alur Pineung Timu
16 023 Kapa
ACEH LGS LANGSA LAMA
1 1100 1173 11 001 Pondok Kemuning
2 002 Seulalah
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
5
SSK BAB II
No Provinsi Kab/Kota Kecamatan Kode
Desa Desa/Gampong
3 003 Pondok Pabrik
4 004 Sidodadi
5 005 Sidorejo
6 006 Gp. Baro
7 007 Meurandeh
8 008 Asam Peutek
9 009 Baroh Langsa Lama
10 010 Seulalah Baru
11 011 Suka Jadi Kebun Ireng
12 012 Meurandeh Tengah
13 013 Meurandeh Dayah
14 014 Meurandeh Aceh
15 015 Bate Puteh
ACEH LGS LANGSA BARAT
1 1100 1173 20 008 Lhok Banie
2 009 PB. Teugoh
3 010 PB. Beuramoe
4 011 Simpang Lhee
5 012 Seuriget
6 019 Matang Seulimeng
7 020 Sungai Pauh
8 021 Kuala Langsa
9 022 Telaga Tujoh
10 023 Serambi Indah
11 024 Sungai Pauh Pusaka
12 025 Sungai Pauh Tanjung
13 026 Sungai Pauh Firdaus
ACEH LGS LANGSA BARO
1 1100 1173 21 001 Timbang Langsa
2 002 Alue Dua
3 003 Birem Puntong
4 004 PB. Seuleumak
5 005 Pondok Kelapa
6 006 Karang Anyer
7 007 PB. Tunong
8 008 Gedubang Jawa
6 No Provinsi Kab/Kota Kecamatan Kode
Desa Desa/Gampong
10 010 Alue Dua Bakaran Batee
11 011 Lengkong
12 012 Suka Jadi Makmur
ACEH LGS LANGSA KOTA
1 1100 1173 30 001 Gampong Teungoh
2 002 Pekan Langsa
3 004 Gampong Jawa
4 005 PB. Blang paseh
5 006 Gampong Blang
6 007 Alue Berawe
7 009 Gampong Daulat
8 010 Gampong Meutia
9 011 Blang Senibong
10 013 Tualang Teungoh
Sumber : Bappeda Kota Langsa
2.1.3 Kondisi Wilayah Kajian A. Topografi
Secara umum Kota Langsa terletak pada ketinggian 0 -25 Meter diatas permukaan laut (above sea level). Namun sebagian besar wilayah Kota Langsa di sebelah barat daya merupakan daratan aluviasi pantai, dengan elevasi yang berkisar pada ketinggian sekitar 8 mdpl. Bagian selatan merupakan pegunungan lipatan bergelombang sedang, dengan elevasi yang berkisar pada ketinggian sekitar 75 m di atas permukaan laut, sedang bagian timur terdapat endapan rawa-rawa juga dengan jumlah sebaran yang cukup luas. Selain itu, wilayah Kota Langsa juga memiliki dataran rendah dan bergelombang serta sungai-sungai.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
7
SSK BAB II
Gambar 2.2 Peta Tata Guna Lahan/ Wilayah Terbangun Kota Langsa (Lampiran 2.2 A1)
Sumber : Bappeda Kota Langsa
B. Klimatologi 8
Kota Langsa yang beriklim tropis memiliki musim yang hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu : musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan (pancaroba) pada bulan-bulan tertentu.
Secara umum daerah Kota Langsa beriklim panas dengan suhu udara pada tahun 2013 berkisar antara 28° C sampai dengan 32ºC. Sedangkan kelembaban udaranya berada pada kisaran kelembaban sedang-tinggi yaitu antara 82 hingga 93 persen. Curah hujan di kota Langsa sangat bervariasi menurut bulan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2013 yang tercatat pada DDA Kota Langsa masing- masing sebesar 138 mm.
2.1.3 Kondisi Demografis
Penduduk yang berkualitas dan produktif merupakan sasaran dan tujuan utama dari capaian pembangunan yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Langsa.
Kualitas penduduk yang meningkat serta berdaya saing tinggi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pendayagunaan potensi sumberdaya ekonomi secara optimal dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang pada akhirnya akan mewujudkan pencapaian taraf hidup masyarakat yang lebih sejahtera. Karena itu, potensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat Kota Langsa diharapkan dapat lebih berdayaguna secara optimal dalam memainkan peran dan fungsi sosial kemasyarakatan untuk dapat secara aktif terlibat sebagai bagian dari pelaku proses pembangunan itu sendiri. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka dikhawatirkan keberadaan SDM daerah tersebut bahkan justru menjadi beban dan bahkan dapat menghambat pembangunan di masa mendatang.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
9
SSK BAB II
A. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Sesuai hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2013 Kota Langsa adalah sebanyak sebanyak 157.011 jiwa, terdiri atas 77.966 jiwa laki-laki, dan 79.045 jiwa perempuan serta Sex Ratio sebesar 98,63persen. Distribusi penduduk Kota Langsa di masing-masing Kecamatan paling besar di Kecamatan Langsa Baro, 28,08 persen penduduk Kota Langsa berdomisili di kecamatan ini yaitu 44.095 jiwa. Berdasarkan Proyeksi penduduk Kota Langsa selama 5 tahun, pada tahun 2015 s/d 2019 tercatat Kecamatan Langsa Baro memiliki jumlah penduduk wilayah perkotaan tertinggi yaitu 45.039 Jiwa ditahun 2015 sedang proyeksi total jumlah penduduk pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 49.019 Jiwa, Untuk Proyeksi Jumlah penduduk Kota Langsa yang terkecil terdapat pada Kecamatan Langsa Timur dengan total jumlah penduduk mencapai 15.138 Jiwa di tahun 2015 dengan pembagian jumlah penduduk wilayah perkotaan 2.291 sedang jumlah penduduk diwilayah perdesaan 12.847 Jiwa.
10
SSK BAB II
Tabel 2.3. Data Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga dan Proyeksinya 5 tahun
Nama Kecamatan
Jumlah Penduduk (orang) Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan
Total
Tahun Tahun
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Langsa Timur 2.291 2.340 2.390 2.441 2.493 12.847 13.122 13.403 13.690 13.983 15.138 15.462 15.793 16.131 16.476 Langsa Lama 24.370 5.535 5.653 5.774 5.898 3.910 23.348 23.848 24.358 24.879 28.280 28.883 29.501 30.132 30.777 Langsa Barat 23.065 23.559 24.063 24.578 25.104 9.995 10.210 10.428 10.652 10.880 33.061 33.769 34.492 35.230 35.984 Langsa Baro 45.039 46.002 46.986 47.992 49.019 45.039 46.002 46.986 47.992 49.019 Langsa Kota 38.854 39.684 40.533 41.401 42.287 38.854 39.684 40.533 41.401 42.287 Sumber : analisis 2015
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
11
SSK BAB II
Kepadatan penduduk di Kota Langsa tahun 2014 mencapai 598 orang/km2.
Kecamatan yang terpadat adalah Kecamatan Langsa Kota yang rata-rata per kilometer wilayahnya dihuni oleh sekitar 6.280 jiwa. Daerah yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Langsa Timur, hanya dihuni oleh sekitar 184 jiwa per kilometer wilayahnya. Data pada Tabel di atas juga dapat menggambarkan bahwa secara rata-rata kepadatan jumlah penduduk di wilayah Kota Langsa masih belum cukup merata atau sebanding dengan luas wilayah dari tiap kecamatan.
Terdapat sejumlah kecamatan dengan wilayah yang relatif luas, namun belum diimbangi dengan kuantitas atau jumlah penduduk yang ada di kecamatan tersebut.
Komposisi jumlah penduduk perempuan tetap mendominasi meskipun dengan besaran yangh sedikit mengalami penurunan, dimana pada tahun 2010 jumlahnya tercatat mencapai 50,35 persen, tahun 2011 jumlahnya tercatat mencapai 50,32 persen, hingga pada akhir tahun 2013 tercatat besaran jumlah penduduk perempuan sebanyak 79.045 jiwa (50,47 persen), sedangkan jumlah penduduk laki- laki sebanyak 77.966 jiwa (49,52 persen).
Distribusi penduduk Kota Langsa di masing-masing Kecamatan paling besar di Kecamatan Langsa Baro, 28,08 persen penduduk Kota Langsa berdomisili di kecamatan ini yaitu 44.095 jiwa. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah Kecamatan Langsa Timur, hanya sebesar 9,18 persen dari total penduduk Kota Langsa atau sebanyak 14.421 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Langsa tahun 2014 mencapai 598 orang/km2. Kecamatan yang terpadat adalah Kecamatan Langsa Kota yang rata-rata per kilometer wilayahnya dihuni oleh sekitar 6.280 jiwa. Daerah yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Langsa Timur, hanya dihuni oleh sekitar 184 jiwa per kilometer wilayahnya.
12
SSK BAB II
Tabel 2.4. Data Jumlah kepala keluarga dan proyeksinya 5 Tahun
Nama Kecamatan
Jumlah Kepala Keluarga/KK
Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total
Tahun Tahun Tahun
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Langsa Timur 573 585 598 610 623 3145 3212 3281 3351 3422 3866 3948 4033 4119 3785
Langsa Lama 6092 1384 1413 1444 1475 957 977 5837 5962 6089 7221 7375 7533 7694 7070
Langsa Barat 5766 5890 6016 6145 6276 2447 2499 2553 2607 2663 8442 8623 8807 8996 8265
Langsa Baro 11260 11501 11747 11998 12255 11501 11747 11998 12255 11260
Langsa Kota 9714 9921 10133 10350 10572 9921 10133 10350 10572 9714
Sumber : analisis
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
13
SSK BAB II
Jumlah Kepala Keluarga/KK yang ada di Kota Langsa Tahun 2015 tercatat sebanyak 40.093 KK, dengan rata-rata penghuni empat jiwa per rumah tangga. Wilayah yang relatif luas namun tidak diimbangi dengan jumlah penduduk yang memadai mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi lokal.
Sebaliknya di Kecamatan Langsa Kota dengan luas wilayah yang relatif kecil, terdapat jumlah penduduk yang relatif cukup padat, yang mencapai 88.07 jiwa/Ha Namun demikian, data pada tahun 2015 menggambarkan bahwa secara keseluruhan tingkat kepadatan penduduk Kota Langsa adalah 275.28 jiwa/Ha.
Tabel 2.5 Tingkat pertumbuhan penduduk dan kepadatan saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun
Nama Kecamatan
Tingkat Pertumbuhan (%)
Kepadatan Pddk (orang/Ha)
Tahun Tahun
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Langsa Timur 2.14 2.14 2.14 2.14 2.14 32.01 32.70 33.40 34.11 34.84 Langsa Lama 2.14 2.14 2.14 2.14 2.14 55.09 56.27 57.47 58.70 59.96 Langsa Barat 2.14 2.14 2.14 2.14 2.14 56.32 57.53 58.76 60.02 61.30 Langsa Baro 2.14 2.14 2.14 2.14 2.14 43.78 44.72 45.68 46.66 47.65 Langsa Kota 2.14 2.14 2.14 2.14 2.14 88.07 89.95 91.88 93.84 95.85 Sumber: Analisis Proyeksi RTRW
Tabel 2.6 Data Jumlah keluarga Miskin Nama Kecamatan Jumlah keluarga miskin
(KK)
Langsa Timur 1.197
Langsa Lama 1.656
Langsa Barat 2.191
Langsa Baro 1.873
Langsa Kota 1.402
Sumber : Bappeda Kota Langsa
14
SSK BAB II
Gambar 2.3. Peta Wilayah Urban-Rural Kota Langsa (Lampiran 2.3 A1)
Sumber : BPS Kota Langsa
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
15
SSK BAB II
2.1.4 Kebijakan Tata Ruang
A. Rencana Pemanfatan Ruang
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Langsa merupakan perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama kota dalam jangka waktu perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 tahun.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Langsa berfungsi :
1. Sebagai acuan bagi pemerintah Kota Langsa dan masyarakat dalam pemrograman pemanfaatan ruang;
2. Sebagai arahan untuk sektor dalam penyusunan kegiatan prioritas (besaran, lokasi, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan);
3. Sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun pertama; dan
4. Sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Langsa disusun berdasarkan : 1. Rencana struktur ruang dan pola ruang;
2. Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
3. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan 4. Prioritas pengembangan wilayah Kota Langsadan pentahapan rencana
pelaksanaan program sesuai dengan RPJPD.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Langsa disusun dengan kriteria :
1. Mendukung perwujudan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis kota;
2. Mendukung program utama penataan ruang nasional dan provinsi;
3. Realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan;
4. Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; dan
5. Sinkronisasi antar program harus terjaga. 16
Untuk mewujudkan keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antar wilayah, maka setiap pusat kegiatan di wilayah Kota Langsa perlu didukung oleh ketersediaan serta kualitas sarana dan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi sesuai dengan skala pelayanannya. Perwujudan rencana struktur ruang wilayah Kota Langsa antara lain, mencakup :
1. Perwujudan pusat-pusat pelayanan dalam wilayah Kota Langsa, sebagai arahan pembentuk sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota yang memberikan layanan bagi wilayah kota;
2. Perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah Kota Langsa, sebagai arahan perletakan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan fungsi jaringannya yang menunjang keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan kota.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
17
SSK BAB II
Gambar 2.4. Peta Rencana Struktur Ruang Kota Langsa (Lampiran 2.4 A1)
Sumber : BPS-Bappeda Kota Langsa
B. Rencana Pola Ruang 18
Rencana pola ruang wilayah kota merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Rencana pola ruang wilayah kota berfungsi:
a. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kota;
b. mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
c. sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan
d. sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kota.
Rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;
b. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota;
c. kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria:
a. merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta rencana rincinya;
b. merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW provinsi beserta rencana rincinya;
c. memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;
d. memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah kota;
e. memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah kota;
f. menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas wilayah kota;
g. menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
19
SSK BAB II
h. menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota; dan
i. jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah kota bersangkutan;
j. mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kota yang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya, sebagai berikut:
1) Kawasan lindung yang dapat terdiri atas:
a) hutan lindung;
b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air;
c) kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air;
d) ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan permakaman;
e) kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f) kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan
g) kawasan lindung lainnya.
2) Kawasan budi daya yang terdiri atas:
a) kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan dengan kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan dengan kepadatan rendah;
b) kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern;
c) kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta;
d) kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan 20 industri ringan;
e) kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan;
f) kawasan ruang terbuka non hijau;
g) kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang- ruang lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana terjadi;
h) kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i) kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian, pertambangan (disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan penambangannya), pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta keamanan dan keselamatan), militer, dan lain-lain sesuai dengan peran dan fungsi kota.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
21
SSK BAB II
Gambar 2.6. Peta Rencana Pola Ruang Kota Langsa (Lampiran 2.6. A1)
Sumber : BPS-Bappeda Kota Langsa
Rencana pola ruang Kota Langsa menggambarkan letak dan luasan dari 22 kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Pola ruang didapatkan dengan melakukan delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan- kawasan lainnya, sehingga didapatkan kategori kawasan budidaya dan kawasan lindung. Secara umum, pembagian kategori kawasan dilakukan agar terwujud keseimbangan antara fungsi ekonomi dan lingkungan.
Rencana Pola Ruang Kota Langsa, terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penetapan kawasan lindung bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kawasan-kawasan sekitar dalam memasok air, mencegah longsor, meminimalisasi dampak bencana dan menjaga fungsi hidrologi ekosistem sumber daya air dan kawasan sekitarnya.
Sedangkan kawasan budidaya yang dikembangkan adalah: perumahan yang meliputi perumahan dengan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah;
perdagangan dan jasa, yang meliputi pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern; perkantoran meliputi : perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta;
industri meliputi : industri rumah tangga/kecil; pariwisata meliputi : pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan; ruang terbuka non hijau; dan peruntukan lainnya.
2.1.5 Kelembagaan Pemerintah Kota Langsa
Dalam rangka penyesuaian susunan organisasi dan tata kerja dinas dan lembaga teknis daerah dengan kebutuhan dan analisis beban kerja, perlu menyempurnakan dan menata kembali beberapa susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah dan kecamatan dalam lingkungan pemerintah Kota Langsa; menetapkan Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2008, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Langsa;
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
23
SSK BAB II
Dengan Qanun ini dibentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas dan Lembaga Teknis Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Langsa, terdiri dari : Susunan Organisasi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota Langsa, dan Tata Kerja Dinas dan Lembaga Teknis Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Langsa.
Sekretariat Daerah
Susunan Organisasi Setda terdiri dari Sekda, 3 (tiga) Asisten, 9 (sembilan) Bagian dan 3 (tiga) Staf Ahli.
Sekretariat DPRK
1. Susunan Organisasi Sekretariat DPRK, terdiri dari:
2. Sekretaris DPRK;
3. Bagian Umum;
4. Bagian Persidangan dan Risalah;
5. Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat;
6. Bagian Keuangan; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
Organisasi dan Tata Kerja Dinas dan Lembaga Teknis Daerah 1. Dinas Kesehatan;
2. Dinas Pendidikan;
3. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
4. Dinas Pekerjaan Umum;
5. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
6. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;
7. Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian;
8. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk;
9. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset;
10. Dinas Pemuda, Olah Raga,Kebudayaan dan Pariwisata;
11. Inspektorat;
12. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
13. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan; 24 14 Rumah Sakit Umum Daerah;
15. Badan Pemberdayaan Masyarakat;
16. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
17. Badan Kependudukan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan;
18. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan;
19. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
20. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah;
21. Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu; dan 22. Kecamatan.
2.1.4 Keuangan Pemerintah Kota Langsa
Tabel 2.7. Rekapitulasi APBK Kota Langsa
Sumber : DPKA Kota Langsa
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
25
SSK BAB II
2.2 Kemajuan Pelaksanaan SSK
Dalam rangka pelaksakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) tahun 2015 dan pencapaian Universal Acces untuk layanan sanitasi tahun 2015-2019, dimana Pemerintah Kota Langsa telah menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK) pada tahun 2010 yang tergabung dalam 424 Kota dan 506 Kabupaten di seluruh Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut berikut kami uraikan status dan implementasi SSK Tahun 2010-2014, yang berkaitan dengan Subsektor Air Limbah, Pengelolaan Persampahan dan Drainase Perkotaan.
2.2.1 Sub Sektor Air Limbah
Daerah Pada umumnya air limbah dapat menimbulkan dampak, yaitu dampak terhadap kehidupan biota air, dampak terhadap kualitas air tanah, dampak terhadap kesehatan, dampak terhadap estetika lingkungan. Pada wilayah perkotaan mudah terlihat adanya sarana air limbah yang dialirkan melalui saluran-saluran.
Tabel 2.7.Kemajuan pelaksanaan SSK untuk Sub Sektor Air limbah domestik
SSK (2010-2014) SSK (2015 – 2019)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
(1) (2) (3) (4)
Tertanggulanginya
permasalah Air Limbah Kota Langsa Pada Akhir Tahun 2014 Baik di Ibu Kota dan Ibu Kota Kecamatan.
Terwujudnya kondisi buang air besar sembarangan (BABS) di Kota Langsa hingga akhir tahun 2014
Perilaku BABS masih tinggi
BABS : 26 % Penduduk Kota Langsa atau setara 2161 kk yang masih BABS
Fasilitas pengelolaan Limbah Rumah tangga yang tidak memadai (38 %) Wc cemplung dan lain-lain.
Pencemaran Tangki septic yang tidak aman 27.4 % dan Pencemaran SPAL 45.5 % (ehra)
Meningkatnya Akses RumahTangga terhadap Pengelolaan Air limbah (90% system on-site) Dan Akses RumahTangga terhadap Pengelolaan Air limbah (10% system off- site/ 5% komunal dan 5%
Sewerage sytem)
Masih kurangnya Akses pelayanan air
limbah bagi masyarakat
Tingkat Kepemilikan Jamban 91.23 %, sedangkan 8.77 % masyarakat belum memiliki Jamban (ehra) (Pembangunan SANIMAS di 5 lokasi pada tahun 2015) Belum tersedianya
Sistem off-site. Belum tersedianya sistem off-site.
SSK (2010-2014) SSK (2015 – 2019) 26
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
Meningkatkan
Pemahaman dan Pelayanan Kepada Masyarakat akan
Meningkatnya Jumlah permintaan terhadap Penyedotan Tinja
Masih rendahnya permintaan jasa layanan penyedotan tinja
Praktek pengurasan tangki septic baru mencapai 18 %,(ehra
Berfungsinya IPLT Pemahaman
masyarkat tentang sanitasi masih minim
Kapasitas IPLT belum terencana sesuai dengan kebutuhan
dan laju pengembangan
pembangunan
Bertambahnya alat
angkut (Truck Tanki) Keterbatasan Alat angkut
Kondisi IPLT di Kota
Langsa belum berfungsi optimal (Design IPLT tahun 2015)
Tersedianya Jaringan SPAL Skala Kawasan
Belum adanya jaringan Sistem Pengolahan Air Limbah
Belum adanya MP Air
Limbah Skala Kawasan (Outline Plan
Air Limbah Skala Kawasan Tahun 2015) Akses RumahTangga
terhadap Pengelolaan Air limbah (5% Sewerage sytem)
Air limbah masih dialirkan ke dalam drainase
Belum adanya Jaringan sewerage sistem baik skala komunal ataupu kawasan
Sumber : Analisis
2.2.2 Pengelolaan Persampahan
Kondisi sistem pengelolaan persampahan pada umumnya masih berjalan dengan paradigma klasik yaitu kumpul, angkut dan buang. Pada kenyataannya dengan masih berlangsungnya paradigma lama ini akan memberikan dampak negativ karena sampah tidak dikelola dan tidak ada upaya untuk mengurangi timbulan sampah. Seiring dengan berjalannya waktu dan dinamika pembangunan dan pertumbuhan penduduk diharapkan pengelolaan persampahan secara terpadu akan lebih optimal.
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
27
SSK BAB II
Tabel 2.8. Kemajuan Pelaksanaan SSK untuk Sub Sektor Persampahan
SSK (2010-2014) SSK (2015 – 2019)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
(1) (2) (3) (4)
Tertanggulanginya permasalah persampahan
Meningkatkan layanan sampai > 70 % Untuk 2 Desa, Peningkatan layanan Penuh Termasuk Sapuan Jalan
untuk 12 Desa.
Fasilitas TPSP yang belum memadai.
19.8 % sampah yang dikumpulkan di TPS (ehra)
Pengelolaan sampah yang Dibuang
kesungai/kali/laut/danau dan Perilaku
Pembakaran Sampah
76 % Sampah Dibakar (ehra)
Layanan Seperlunya untuk 38 Desa.
Penduduk tidak terlayani pengangkutan
sampah
63.0 % penduduk tidak terlayani pengangkutan sampah (ehra).
Peningkatan Volume sampah terangkut /Tahun dengan produksi sampah.
Volume sampah terangkut 55.977 m³/Tahun dengan produksi sampah 28.38% (BLHKP)
Meningkatkan Pemahaman dan Pelayanan Persampahan Kepada Masyarakat akan
Tersedianya Akses terhadap pengelolaan Sampah bagi 80 % RT di Kota Langsa
Paraktek Pemilahan sampah belum tersosialisasi dengan baik
Masih kurangnya Partisipasi Masyarakat dan Dunia usaha Pengurangan Sampah
dari sumbernya
Belum adanya Minat Pihak Lain dalam Pengelolaan Persampahan
Belum Adanya Pihak Lain yang berminat dalam pengelolaan
Persampahan Penanganan Sampah
Yang berwawasan Lingkungan
Belum Optimalnya Upaya Pemanfaatan
&Daur Ulang sampah (Komposting)
Belum adanya Inovasi Teknologi Untuk Nilai tambah secara Ekonomis
Meningkatnya Akan Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tingkat Partisipasi dan Kepahaman Masyarakat serta kepedulian Pihak Swasta
Adanya Gerakan Sadar Lingkungan yang dicangakan Oleh Bapak Walikota
Bertambahnya Alat angkut (Truck Sampah dan Becak Motor Betor)
Keterbatasan Alat
angkut Kondisi Alat Angkut Sampah yang memadai Meningkatkan minat
warga untuk melakukan 3R dan
Komposting
Belum Tersedianya Unit 3R Skala Desa/Kawasan
Adanya Unit 3R di Tahun 2015 (2 Dari Keg. APBN dan 1 Keg DAK)
TPA dengan Skema
Sanitary landfill TPA beroperasi dengan
Open dumping skema Controlled landfill bisa berjalan
Sumber : Analisis
2.2.3 Pengelolaan Drainase Perkotaan 28
Kondisi drainase Perkotaan yang ada belum banyak membantu karena saluran yang ada masih belum bersinergi antara hierarki saluran dan pengurangan area genangan seluas 200 Ha. Perencanaan Pembangunan drainase yang diperuntukkan untuk penanggulangi debit air hujan yang berada diatas permukaan dengan secepatnya dapat dilarkan dengan mudah ke saluran-saluran pengumpul yang kemudian dialirkan ke saluran induk, saluran pembuangan, dan juga badan- badan sungai, dengan harapan tidak terjadi genangan air tanah yang berakibat pada higienitas lingkungan dan distorsi konstruksi badan jalan.
Tabel 2.9. Kemajuan Pelaksanaan SSK untuk Sub Sektor Drainase
SSK (2010-2014) SSK (2015 – 2019)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
(1) (2) (3) (4)
Menurunnya Luas Genangan sebesar 200 Ha di 5 Kawasan Strategis Kota Langsa
Meningkatkan
Resapan Air ke dalam tanah, melalui lubang- lubang biopori, sumur serapan dan parit resapan
Fasilitas Drainase
yang belum memadai Pengaruh Climate Change
Perencanaan Teknis MP Drainase Perkotaan
Telah tersedia
Masterplan Dokumen Rencana Teknis Pembangunan Kepedulian Dunia
Usaha/Swasta dalam fungsi dan
penyelenggaran sistem drainase perkotaan
Belum tersosialisasinya, peningkatan
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat, Dunia Usaha/Swasta/
Pihak Pengembang akan Fasilitas Drainase
Meningkatnya Luasan Kolam penampungan, Waduk-waduk dan sejenisnya
Belum adanya Kolam penampungan guna menampung Debit air Yang melimpah ketika musim penghujan dan antisipasi gelombang pasang
Terdapat 453 Ha Area Genangan
Memperbaiki kondisi drainase dan sarana pendukungnya
Adanya Tumpukan Sampah dalam drainase
Perlunya sosialisasi Pola hidup Masyarkat dan Partisipasi Dunia Usaha Terjadinya
Penumpukan Perawatan Belum
maksimal, dan failure
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
29
SSK BAB II
SSK (2010-2014) SSK (2015 – 2019)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
(1) (2) (3) (4)
Sendimen construction
Peruntukan dan Alih Fungsi Drainase
fungsi saluran drainase perkotaan untuk sistem Pengaturan air hujan masih disatukan dengan Pembuangan air limbah rumah tangga (grey water)
Sumber : Analisis
2.3 Profil Sanitasi Kota Langsa
Profil Sanitasi Kota Langsa saat ini secara umum dapat dilihat dari tingkat layanan, cakupan layanan maupun akses masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana baik untuk sektor air limbah, persampahan dan drainase perkotaan yang ada di Kota Langsa. Demikian juga dengan pola perilaku masyarakat serta pembiayaan sanitasi Kota Langsa
2.3.1. Air limbah domestik 1). Sistem Dan Infrastruktur
Kota Langsa merupakan Kota Kecil dengan jumlah penduduk dibawah 200 ribu jiwa, dimana untuk Sistem Pengelolaan Air limbah (SPAL) masih belum memiliki sistem off Site baik untuk komunal maupun sistem terpusat. Tingkat kemapanan masyarakat secara sosial sangat mempengaruhi dengan prilaku hidup sehat, masih adanya masyarakat yang belum memiliki tanki septic dan kondisi kekinian masyarakat kawasan pesisir yang melakukan Buang Air besar dengan fasilitas seadanya. Untuk wilayah pusat kota masih ada nya kondisi konstruksi tanki septic rumah tangga yang tidak standart,. Ditambah pembangunan tanki septic sangat beresiko dimana limbah Black water akan mempengaruhi kadar dan kandungan sumber air/sumur yang digunakan sebagai hajat hidup sehari-hari, karena gagal
konstruksi/kebocoran dan jarak dengan sumber air/sumur yang tidak memenuhi 30 standar kesahatan.
Sumber air limbah dari kegiatan rumah tangga seperti dari urine, kegiatan mandi, mencuci peralatan rumah tangga, mencuci pakaian serta kegiatan dapur lainnya, idealnya sebelum air limbah dibuang ke saluran air harus diolah terlebih dahulu dalam tangki peresapan, sehingga tidak menimbulkan dampak, yaitu dampak terhadap kehidupan biota air, dampak terhadap kualitas air tanah, dampak terhadap kesehatan, dampak terhadap estetika lingkungan. Saat ini air limbah dari rumah tangga dialirkan ke saluran-saluran yang ada di sekitar wilayah permukiman sampai ke badan air anak sungai dan sungai terdekat. Air Limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak sangat luas dan ini juga disebabkan karena belum mampu meningkatkan dan mempertegas fungsi sistem drainase dimana fungsi saluran drainase perkotaan untuk sistem pematusan air hujan, tetapi kondisi saat ini masih disatukan dengan pembuangan air limbah rumah tangga (grey water).
Gambar 2.11. Kondisi Sub Sektor Air Limbah
Pengelolaan Air limbah Rumah Tangga
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
31
SSK BAB II
Sumber : Field Research
IPLT
Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) milik Pemerintah Kota Langsa yang berlokasi di Desa Simpang Wie, Kecamatan Langsa Timur merupakan system existing, IPLT dibangun tahun 2007 oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR NAD-Nias) dan selesai pembangunannnya tahun 2008 dengan luasan 1,7 Ha.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan penyedotan limbah tinja (black water) menjadi salah satu factor yang mempengaruhi belum optimalnya pendaya gunaan Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT).
Kondisi Pengelolaan Sektor Air limbah
Gambar 2.12. Tempat Pengolahan Air Limbah 32
Sumber : Field Research
SANIMAS dan MCK ++
Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) merupakan salah satu program pemerintah yang dilaksanakan untuk peningkatan kualitas di bidang sanitasi khususnya pengelolaan air limbah dan penyediaan Mandi Cuci Kakus (MCK) layak yang diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin perkotaan dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Program ini
Instalasi Pengolahan Air Limbah
Kolam Fakultasi : 17 m x 9 m Kolam
Kolam Anaerob (1) : 16 m x 6 m Kolam Anaerob (2) : 10 m x 6
m
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
33
SSK BAB II
dibentuk dalam rangka membantu pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015 yakni pencapaian akses sanitasi layak hingga 62,4%.
Beberapa daerah memiliki akses sanitasi layak yang rendah, khususnya dalam penyedian MCK atau jamban sehat. Beberapa diantaranya telah merintis pelaksanakan program SANIMAS yang pada implementasinya dinamakan MCK ++.
MCK ++ adalah salah satu implementasi nyata masyarakat dalam Wilayah Kota Langsa, yakni sebagai bagian dari program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Sejak Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014 Pemerintah Kota Langsa telah melaksanakan Pembangunan MCK ++ di 15 titik lokasi Pada Wilayah yang telah ditentukan, dimana Lokasi tersebut berpotensi sebagai wilayah rawan sanitasi.
Pembanguan MCK++ yang sumber pendanaannya dari APBK Kota Langsa, dengan Dana Alokasi Khusus DAK Bidang Sanitasi.
Tahun 2015 Pemerintah Kota dengan pembiaaya yang bersumber dari dana APBN melalui Satker PPLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, melakukan penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Langsa Skala Kawasan dan Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat sejumlah 5 (unit) untuk lima lokasi yang telah ditetapkan.
Gambar 2.13 Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik 34
Sumber : Analisis Faktual DSS AIR LIMBAH
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
35
SSK BAB II
Tabel 2.9. Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kota Langsa
Sumber : Instrument Profil Sanitasi 2015 No Nama
Kecamatan
Sanitasi
tidak layak Sanitasi Layak
BABS*
Sistem Onsite Sistem Offsite
Sistem Berbasis Komunal Skala Kawasan /
terpusat
(KK)
Cubluk
***, jamban
tidak aman*
* (KK)
Cubluk aman/
Jamban keluarga dgn tangki
septik aman (KK)
MCK /Jamba
n Bersam
a (KK)
MCK Komunal
****
(KK)
Tangki Septik Komu
nal >
10 KK (KK)
IPAL Komunal
(KK)
SR yg berfungsi
(KK)
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x)
1. Wilayah Perdesaan Kecamatan
Langsa Timur 96 280 3,228 3 3 - - -
Kecamatan
Langsa Lama 330 354 6,191 0 1 - - -
Kecamatan
Langsa Barat 980 710 6,087 5 7 - - -
Kecamatan
Langsa Baro - - - - - - - -
Kecamatan
Langsa Kota - - - - - - - -
2. Wilayah Perkotaan Kecamatan
Langsa Timur - - - - - - - -
Kecamatan
Langsa Lama - - - - - - - -
Kecamatan
Langsa Barat - - - - - - - -
Kecamatan
Langsa Baro 375 247 10,211 15 3 - - -
Kecamatan
Langsa Kota 380 0 9,022 0 3 - - -
36 Tabel 2.10. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik
No Jenis Satuan Jumlah/
Kapasitas
Kondisi Keterangan Berfungsi Tdk
berfungsi
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)
SPAL Setempat (Sistem Onsite) 1 Berbasis komunal
- MCK Komunal unit 17 ya -
2. Truk Tinja unit 2 1 1
3 IPLT : kapasitas M3/hari 12 ya
SPAL Terpusat (Sistem Offsite) 1 Berbasis komunal
- Tangki septik komunal
>10KK unit - - ‐ -
- IPAL Komunal unit - - ‐ -
2 IPAL Kawasan/Terpusat
- kapasitas M3/hari - - ‐ -
- sistem - - ‐ -
Sumber : Analisis
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
37
SSK BAB II
Gambar 2.14 Peta Cakupan Akses dan Sistem Layanan Air Limbah Domestik Kecamatan
Sumber : Analisis
2). Kelembagaan dan Peraturan 38
IPLT merupakan salah satu system yang pengelolaannya berada dibawah kewenangan SKPK Badan Lingkungan Hidup dan Pertamanan (BLHKP) Kota Langsa, yang berada dibawah kendali operasi Bidang Kebersihan. IPLT belum menjadi Lembaga teknis pelayanan yang berdiri sendiri selayaknya Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) dikarakenakan faktor teknis dan non teknis. Sarana yang sudah ada tetapi masih terkendala dalam optimalisasi fungsi yang berdaya guna secara ekonomis dan peningkatan kapasitas operasional.
Selama ini untuk pelayanan limbah rumah tangga (black water) yang ditangani oleh truck tanki pengangkut BLHK yang menghasil retribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai mana diatur dalam Qanun kota Langsa Nomor 01 Tahun 2012. Jadi BLHKP sebagai Regulator dan juga sebagai Operator.
Kondisi Pelayanan Praktek pengurasan tangki septic rumah tangga di Kota Langsa baru mencapai 18 % (ehra).
Adapun Sumberdaya yang mengelola IPLT terdiri dari 3 PNS dan dan 9 Orang Karyawan dan Untuk Sarana Pengangkut tersedia 1 Unit truck Tanki. Tahun 2015 Pemerintah Kota Langsa melalui Satker PPLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang menyusun Outline Plan Air Limbah Skala Kawasan dengan Pemanfaatan Dana APBN.
2.3.2. Persampahan
1). Sistem dan Infrastruktur Persampahan
Sumber-sumber sampah secara umum dapat dibagi
‐ Permukiman atau Rumah tangga
‐ Pasar
‐ Kegiatan Komersial
‐ Kegiatan Perkantoran
‐ Hotel dan Restoran
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
39
SSK BAB II
‐ Institusi Pelayanan
‐ Penyapuan jalan
‐ Taman-taman
Penanganan sampah perlu dilakukan dari sumber penghasil sampah, karena penanganan sampah dari sumbernya dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik sampah, kesehatan masyarakat, serta sikap masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah.
Pengurangan dan pemanfaatan sampah secara signifikan dapat mengurangi kebutuhan pengelolaan sampah sehingga sebaiknya dilakukandisemua tahap yang memungkinkan, yaitu mulai dari sumber, TPS, Instalasi pengolahan, dan TPA.
Komposisi sampah di Indoneesia umumnya memiliki kandungan organic (60% - 80%), sehingga memiliki potensi besar untuk dikakukasn proses composting. Untuk hal ini peran serta masyarakat sangatlah berarti. Daur ulang sektor informal perlu diupayakan menjadi bagian dari dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan sifat sampah.
‐ Pengumpulan
Dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara
‐ Pengangkutan
Dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah Komunal/Terpadu menuju tempat pemrosesan akhir
‐ Pengolahan
Dalam bentuk mengubah karakteristtik, komposisi dan Jumlah
‐ Pemrosesan akhir Sampah
Dalam bentuk pengambilan sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Dalam operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber sampah ke Tempat Pemrosesan akhir, BLHKP melakukan dengan dua metode..
1. secara Langsa langsung (door to door) 40
Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan secara bersamaan, dengan cara mendatangi dan mengosongkan sampah dari tiap-tiap sumber ke truk kemudian dikumpulkan dan langsung ke TPA
2. Secara Tidak langsung
Pada sistem ini, sebelum diangkut ke TPA, sampah dikumpulkan terlebih dahulu oleh sarana pengumpul seperti gerobak sampah, Becak Motor (BETOR) dan dikumpulkan atau diangkut Ke TPS.
Alur mekanisme pengankutan sampah pada sumber-sumber sampah di Kota Langsa dapat dilihan pada bagan alur berikut:
Gambar 2. 14. Mekanisme pengangkutan sampah
Sumber : BLHKP Kota Langsa
Kota Langsa 2015 ‐ 2019
41
SSK BAB II
Gambar 2. 15. Sarana Persampah
Sumber : Field Research Sarana Persampahan
Untuk sementara Halaman Kantor BLHKP Kota Langsa berfungsi sebagai Depo /Stasiun Antara/(STA )