i
JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Erza Hari Aziz
NIM : 21414057
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iii
JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Erza Hari Aziz
NIM : 21414057
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplarHal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Erza Hari Aziz
NIM : 21414057
Judul : JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM IALAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam
sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 21 Agustus 2018 Pembimbing,
v
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkrmat)
Oleh: Erza Hari Aziz NIM : 21414057
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Selasa, tanggal 21 Agustus 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. H. Muh Irfan Helmy, M.A ...
Sekretaris Sidang : Heni Satar Nurhaida, SH., M.S
...
Penguji I : Drs. Machfudz, M.Ag ...
Penguji II : Luthiana Zahriani, SH., MH ...
Salatiga, 21 Agustus 2018
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP.19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : Erza Hari Aziz
NIM : 21414057
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PRESFEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, 21 Agustus 2018 Yang menyatakan
vii MOTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang
disertai dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha.
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Allah SWT Yang telah memberikan nikmat dan karuninya di dunia ini.
2. Kedua orang tuaku Ibu Titik Hariati dan Bapak Ahmad Jirjis tercinta, yang
telah mendoakan dan member kasih sayang serta pengorbanan selama ini.
3. Kakakku Soni Hariadi yang telah mendoakan agar selalu semangat dalam
menuntut ilmu untuk menjalani kehidupan di dunia ini.
4. Keluarga besar yang tidak hentinya memberikan dukungan dan doa
kepadaku.
5. Temanku Rif‟at Maulidi yang selalu menemaniku dan menyemangati tiada henti.
6. Teman-teman Rasan-rasan Squad terima kasih kalian memberikan warna
dalam hidupku.
7. Teman-teman HES 2014 terimakasih untuk 4 tahun ini, kaliam
memberikan semangat dan pengalaman yang tidak terlupakan.
8. Untuk semua orang yang disekitarku yang tidak bisa kusebutkan satu
ix
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat- Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikansesuai dengan yang
diharapakan. Penulis juga beryukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan
oleh- Nya sehingga penulis dapat menyusun Skripsi ini.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan untuk Nabi, Kekasih, Spirit
Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW bserta segenap keluarga dan para
sahabat- sahabatnya.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Strata Satu Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, dengan
Judul JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat). Penulis mengakui bahwa dalam
menyusun Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa
pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi- tingginya,
ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata- kata, namun perlu kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. BapakDr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah 3. IAIN Salatiga.
4. Ibu Evi Ariyani, SH., MH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi
5. Syari‟ah IAIN Salatiga.
x
7. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si, selaku Dosen Pembimbing
8. yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga
9. skripsi dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
10.Bapak Farkhani, SH., M.H, selaku pembimbing akademik.
11. Bapak Mariman Kepala Pasar Kebakkramat.
12.Kepada Penjual Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat yang sudah memberikan
informasi.
13.Teman- teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2014 IAIN
Salatiga, yang selalu mendukung penulis dalam menuntut ilmu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan maghfiroh,
dilingkupi rahmat dan cita- Nya. Amin.
Akhirnya, peneliti berharap semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, September 2016
xi ABSTRAK
Aziz, Erza Hari. 2018. Jual Beli Roti Rijekan Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat). Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan
Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institute Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Heni Satar Nurhaida. S.H., M.SI.
Kata Kunci: Jual Beli, Rijectkan, Hukum Islam
Dalam suatu kegiatan bisnis, banyak masalah yang kadang-kadang muncul begitu saja. sehingga tidak jarang menimbulkan kecurangan dalam suatu usaha. Di Pasar Kebakkramat yaitu adanya penjualan Roti Rijekan misalnya, makanan tersebut sudah popular di kalangan pembeli terutama oleh pedagang di Pasar kebakkramat dan dijual belikan kembali di Pasar tradisional dengan setengah harga normalnya. Membuat peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa saja yang menjadi penyebab maraknya penjualan roti rijekan di Pasar Kebakkrmat. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap jual beli roti rijekan, tujuan peneliti untuk mengetahui faktor penyebab maraknya penjualan roti rijekan di Pasar Kebakkrmat untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap praktik jual beli roti rijekan untuk mengetahui sejauh mana peran pemkot kesehatan daerah Kebakkrmat dalam menangani masalah jual beli roti rijekan.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian langsung yang dapat berupa interview dan data-data yang dibutuhkan. Peneliti juga menggunakan pendekatan yuridis sosiologi yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif yang ada di Indonesia, Dan bersifat deskriptif analisis yaitu pendekatan yang mentelaah tentang kehidupan masyarakat.
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 55
Tabel 1.2 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat .... 56 Error! Bookmark not defined. Tabel 1.3 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 57
Tabel 1.4 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 63
Tabel 1.5 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 65
Tabel 2.1 Struktur Organisasi ... 65
Tabel 3.1 Harga Roti Rijekan ... 71
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Wawancara Dengan Penjual Roti Rijekan
2. Wawancara Dengan Pembeli Roti Rijekan
3. Wawancara Dengan Kepala Pasar Kebakkrmat
4. Foto Lapak Penjual Roti Rijekan
5. Foto Kantor Pasar Kebakkrmat
6. Surat Nota Pembimbing
7. Surat Izin Penelitian Penjual Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat
8. Daftar Nilai SKK
9. Lembar Konsultasi Skripsi
xv
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
NOTA PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ... vii
MOTO ... viii
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Pengesahan Penelitian ... 8
xvi
G. Metode Penelitian ... 10
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II PEMBAHASAN ... 16
A. Akad Perjanjian ... 16
B. Dalam Jual Beli ... 28
C. Jual Beli ... 34
D. Kadaluarsa ... 49
BAB III PROSES JUAL BELI ROTI RIJEKAN DI PASAR KEABKKRMAT KARANGANNYAR ... 53
A. Gambaran Umum Pasar Kebakkramat Karangannyar ... 53
B. Praktek Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat Karangannyar .... 70
C. Jual Beli ... 77
BAB IV ANALISIS ... 78
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat ... 78
B. Aanalisis Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat Karangannyar dalam Prespektif Hukum Islam ... 79
BAB V PENUTUP ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu kegiatan bisnis, banyak masalah yang kadang-kadang
muncul begitu saja. Persaingan dalam kegiatan usaha senafas dengan
kegiatan usaha itu sendiri. Pada prinsipnya, setiap orang berhak menjual
atau membeli barang atau jasa apa saja, dengan siapa, berapa banyak serta
bagaimana cara produksi, inilah apa yang disebut dengan ekonomi pasar.
Sejalan dengan itu, perilaku dan struktur pasar terkadang tidak dapat
diprediksi, sehingga tidak jarang menimbulkan kecurangan dalam suatu
usaha.
Salah satu bentuk kejahatan bisnis yang dilakukan oleh sebagian
pengusaha yang tidak bertanggung jawab adalah memproduksi,
mengedarkan, menawarkan produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan
manusia (konsumen). Ulah para pengusaha yang hanya mementingkan
keuntungannya tanpa memperhatikan akibat bagi konsumen tersebut telah
menelan banyak korban. Persaingan global yang terjadi membuat produsen
menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan. Akibatnya, berbagai
cara dilakukan untuk mengelabui konsumen. (Apriolem, 2013:1)
Sejak manusia hidup bergaul di dunia tumbuhlah suatu masalah
yang harus dipecahkan bersama-sama, setiap manusia memenuhi
kebutuhan hidup masing masing, karena kebutuhan seseorang tidak
2
Bahwa manusia adalah mahkluk bergaul, istilah itu
menggambarkan bagaiman eratnya hubungan antara seseorang manusia
dengan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu bentuk hubungan antara sesama manusia (muamalah)
kegiatan ekonomi yaitu kegiatan jual beli. Dalam kehidupa sehari-hari
manusia tidak mungkin lepas dari kegiatan (bermuamalah) yaitu kegiatan
jual beli, jual beli merupakan suatu bagian dari muamalah yang biasa
dialami oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dalam hal ekonomi.
Dari pelaksanaan jual beli itu maka apa yang dibutuhkan manusia dapat
diperoleh, bahkan dengan jual beli itu pula manusia dapat memperoleh
keuntungan yang akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup perekonomian
mereka.
Jual beli merupakan sebuah transaksi dilakukan oleh kedua belah
pihak, yaitu penjual dan pembeli dalam hal pemindahan hak pemilikan
suatu benda yang didahului dengan akad dan penyerahan sejumlah uang
yang telah ditentukan, menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah penukaran
harta atas dasr saling rela dan memindahkan hak milik dengan ganti yang
diperbolehkan oleh syar‟i. Pada hakikatnya semua kegiatan bermuamalah dalam Islam di perbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan syara‟.
Ibnu Qudamah menyatakan bahwa kaum muslim telah sepakat
tentang diperbolehkan jual beli karena mengandung hikmah yang
mendasar, yakni setiap orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap
3
memberikan sesuatu yang dibutuhkan tanpa adanya kompesasi. Dengan
disyari‟atkan jual, beli, setiap orang dapat meraih tujuannya dan memenuhi kebutuhannya. (Lestari, 2015:2)
Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan. Manusia dalam
usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang
terbaik. Sebagai makhluk sosial, dalam usaha pemenuhan kebutuhan
hidupnya manusia memerlukan pihak lain. Dan seseorang tidak mungkin
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Islam memandang jual beli merupakan sarana tolong menolong
antar sesama manusia. Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli
tidak dilihat sebagai orang yang sedang mencari keuntungan semata, akan
tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu saudaranya.
Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan barang yang dibutuhkan
pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan
keuntungan yang sedang dicari oleh penjual.
Dasar hukum jual beli terdapat pada al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 198. Allah SWT berfirman :
4
Secara klasik orang selalu mengatakan bahwa memakan atau
meminum sesuatu berarti memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui
rongga mulut guna memenuhi zat-zat yang diperlukan oleh badan. Pada
zaman sekarang, pemenuhan keperluan tubuh dalam bentuk makanan atau
minuman tidak hanya melalui rongga mulut, tetapi dapat pula dilakukan
dengan jalan menyuntikkannya ke dalam tubuh.
Selain kebutuhan pangan yang pokok yang dikonsumsi sehari-hari,
ada juga makanan sampingan yang dibuat oleh beberapa pengusaha
makanan. Di zaman yang modern sekarang ini pengolahan makanan sudah
menggunakan mesin-mesin canggih sehingga produksi barang tidak
memakan waktu. Para pelaku usaha di bidang makanan di antaranya ada
yang mengolah makanan dengan cara yang sederhana atau bisnis makanan
rumahan ada juga yang memproduksi dengan skala besar seperti pabrik,
produsen tersebut ada yang memproduksi makanan yang tidak tahan lama
atau cepat basi dan ada juga makanan yang bertahan lama sampai waktu
yang telah ditentukan.
Untuk makanan yang cepat basi yang penulis sering jumpai di
Pasar tradisional biasanya dibungkus dengan cara sederhana menggunakan
plastik tanpa dikemas dengan rapi. Sedangkan makanan yang bisa
bertahan lama umumya dibungkus dengan kemasan yang rapi dan steril
agar makanan yang di dalamnya tidak berubah dan biasanya mengandung
bahan pengawet. Untuk makanan yang menggunakan kemasan seharusnya
5
terkait dengan masalah tersebut.Pendaftaran diselenggarakan dalam rangka
melindungi masyarakat terhadap makanan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan untuk lebih menjamin keamanan dan mutu makanan yang
beredar.
Di Pasar Kebakkramat sendiri jual beli makanan merupakan hal
yang pokok atau wajib yang nantinya akan dikonsumsi oleh konsumen.
Pada dasarnya konsumen tidak mengetahui bahwa makanan tersebut
asal-usulnya seperti apa dari mulai produksi, pengolahan sampai dengan di
tangan konsumen atau ada oknum-oknum penjual nakal yang tidak jujur
dalam menjual makanannya serta tidak bertanggung jawab. (Haqi,
2017:16-22)
Dari permasalahan tersebut penulis menemukan kasus di Pasar
Kebakkramat yaitu adanya penjualan Roti Rijekan misalnya, makanan
tersebut sudah popular di kalangan pembeli terutama oleh pedagang di
Pasar kebakkramat dan dijual belikan kembali di Pasar tradisional dengan
setengah harga normalnya. Pada dasarnya dalam bertransaksi jual beli
haruslah jujur dan tidak merugikan salah satu pihak, permasalahan seperti
semacam itu yang dirugikan disini adalah konsumen itu sendiri.
Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ” Jual Beli Roti Rijekan Menurut Perspektif
6
B. Rumusan Masalah
Dengan pemaparan penulis dari latar belakang diatas maka penulis
membatasi rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya Jual beli roti
rijekan di Pasar Kebakkramat?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli roti rijekan di
Pasar Kebakkramat?
C. Tujuan Penelitian
Adapun dalam melakukan penelitian ini penulis memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya Jual
beli roti rijekan di Kasar Kebakkramat?
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli roti rijekan
di Pasar kebakkramat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi dunia perekonomian.
b. Menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri
7 2. Manfaat praktis Bagi Penulis
a. Menambah wawasan penulis mengenai wacana jual beli yang
sesuai dengan syariat Islam.
b. Agar konsumen selektif dalam membeli produk makanan yang
baik untuk dikonsumsi.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah fahaman arti dan maksud dari penulisan
penelitian ini, maka penulis megaskan istilah-istilah judul sebagai berikut:
1. Jual beli adalah pertukaran antara benda dengan uang atau benda lain.
(Mahjuddin,1991:35)
2. Rijekan berasal dari kata Reject yang artinya dalam kamus bahasa
indonesia memiliki arti tolak, dan di dalam online shop reject memiliki
pengertian sebagai „barang tidak dalam kondisi baik, ada cacat atau rusak. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, Online)
3. Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan oleh Allah kepada
manusia untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan bagi manusia itu
sendiri, baik didunia maupun diakhirat kelak. (Koto, 2012:2)
F. Tinjaun Pustaka
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui validasi
8
pijakan penulis agar penelitiannya berbeda dengan yang terdahulu.
Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah
1. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Durrotul Isnaeni Haqi mahasiswa
IAIN Purwokerto dalam makalahnya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Makanan Yang Belum Memiliki
Nomer Pendaftaran”. Tahun 2017, Rumusan masalahnya adalah bagaimana praktik jual beli makanan kemasan yang belum memiliki
nomor pendaftaran di pasar cilongok. Dan bagaimana tinjauan hukum
islamtentang jual beli makanan kemasan yang belum memiliki nomor
pendaftaran di pasar cilongok.
Dalam skripsi tersebut membahas tentang Jual beli makanan yang
menggunakan tinjauan hukum islam yang berdasarkan nomer
pendaftaran.
2. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Dewi Lestari mahasiwa STAIN yang
berjudul “Jual Beli Makanan di Rumah Makan Cahaya Putra Selatan 2 Ponorog”.Tahun 2015,Rumusan masalah yang pertama bagaimana tinjauan hukum islam terhadap akad jual beli makanan di rumah
makan cahaya putra selatan 2 ponorogo. yang kedua bagaiman a
tinjauan hukum islam terhadap penentuan harga pada jual beli
makanan di rumah makan cahaya putra selatan 2 ponorogo.
Dalam skripsi tersebut membahas mengenai Jual Beli namun
9
3. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Sevila Apriolem mahasiswa UIN
yang berjudul “Perleksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Dalam Kemasan yang Telah Kadaluarsa di Kota
Pekanbaru” (Studi Kasus Kel. Sukaramai Kec.Pekan Baru Kota).Tahun 2013, Rumusan masalah yang pertama Apa bentuk
perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan dalam
kemasan yang telah kadaluwarsa. yang ke dua Bagaimana tanggung
jawab pelaku usaha dan penyelesaian hukumnya jika terjadi
perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha terhadap makanan
dalam kemasan yang telahkadaluwarsa.yang ketiga Bagaimana
kasus-kasus yang terjadi dilapangan terhadap makanan dalam kemasan yang
telah kadaluwarsa, apakah penanganannya sudah terlaksana dengan
baik oleh pihak-pihak penegak hukum terhadap pelaku usaha yang
nakal.
Dalam skripsi tersebut membahas mengenai Jual Beli namun
menggunakan tinjauan hukum islamterhadap Jual Beli Roti Rijekan.
Dari ketiga penelitian yang telah dilakukan berbeda dengan
penelitian yang lain untuk itu penulis ingin meneliti mengapa Jual Beli
Roti Rijekan masih berlangsung saat ini dan bagaimana Prespektif
Hukum Islam.
G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat dan lengkap, penelitian yang
10 1. Jenis dan Pendekatan
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian lapangan
(Field Research), yaitu penelitian langsung yang dapat berupa
interview dan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi
ini.
Menurut Nigel Bevan dan Tomer Sharon (2009) studi
lapangan (Field study) adalah metode pembelajaran melalui
pengumpulan data secara langsung dengan pengamatan,
wawancara, mencatat, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Pada proses berlnagsung pembelajar berada langsung di
lapangan.(makalah, Online)
b. Pendekatan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
yuridis sosiologi yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji
persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan hukum)
dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif yang
ada di Indonesia (Utsman,2004:66). Dan bersifat deskriptif analisis
yaitu pendekatan yang mentelaah tentang kehidupan masyarakat
(Moleong, 2004:6). Dalam penelitian ini menggambarkan praktek
jual beli roti rijekan yang masih marak sampai sekarang di Pasar
11 2. Jenis Data
a. Data Primer
Sumber Data primer, atau data tangan pertama adalah data
yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung
pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. (Azwar,
1998:91)
Data yang diperoleh dari responden melaluikuesioner,
kelompok focus, dan panel, atau juga data hasil dari wawancara
peneliti dengan nara sumber. (Surjaweni, 2014:73)
b. Data Sekunder
Sumber Data sekunder, atau data tangan kedua adalah data
yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya
berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia.
(Azwar, 1998:91)
Atau biasa yang disebut sumber data ke-2 adalah data yang
diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti
dari subyek penelitiannya.
3. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun
data yang diperhatikan, relevan serta akan memberikan gambaran dari
12
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut
a. Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyajikan gambar riil suatu peristiwa atau kejadian
untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti
perilaku manusia dan untuk mengevaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut, (Sujarweni, 2014: 32).Penelitian menggunakan
observasi langsung di Pasar Kebakkramat.
b. Wawancara
Proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan informasi
dengan menggunakan cara tanya jawab bisa sambil bertatap muka
ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman, (Sujarweni, 2014: 31). Wawancara ini
dilakukan dengan acuan catatan pokok masalah yang akan dinyatakan.
Sasaran wawancara adalah penjual, pembeli roti rijekan dan dinas di
pemkot guna mendapatkan info mengenai kondisi riil di Pasar
Kebakkramat dalam menjualkan prodak di masyarakat.
c. Dokumentasi
Merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah besar
13
(Sujarweni, 2014: 33).Metode ini digunakkan sbagaisalah satu
pelengkap data.
4. Metode Analisa Data
Menurut Mujiarahardjo Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan
mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan focus
masalah yang ingin dijawab.
Berdasarkan penelitian ini analisa yang digunakan, menggunakan
analisis Kualitatif merupakan jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistic atau cara-cara lain dari
kuantifikasi ( pengukuran), (Sujarweni, 2014: 39)
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka
sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima bab. Adapun
perinciannya sebagai berikut yaitu:
Bab Pertama: Pendahuluan yang berisi uraian tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat Penelitian,
Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian
14
Bab Kedua: Kajian pustaka yang berisi tentang Tinjauan umum Akad
atau Perjanjian, Khiyar,Jual Beli, Kadaluarsa.
Bab Ketiga: Paparan Data dan Temuan Penelitian tentang deskripsi
lokasi penelitian, paparan data mengenai praktek Jual Beli
Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat.
Bab Keempat: Pembahasan berisi tentang analisis terhadap praktek Jual
Beli Roti Rijekan dipasar kebakkramat dari Tinjauan
Hukum Islam.
15 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Akad atau Perjanjian
1. Pengertian Akad atau Perjanjian
Akad adalah „aqad dalam istilah Bahasa berarti ikatan dan tali
pengikat.Sehingga akad diterjemahkan sebagai penghubungan
antara dua perkataan, masuk juga dalam janji dan sumpah, karena
sumpah menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi sumpah
atau meninggalkannya. (Azzam, 2010: 15)
Pengertian akad sebagaimana dikemukakan oleh Hendi Suhendi
adalah pada dasarnya dititiberatkan pada kesepakatan antara dua
belah pihak yang ditandai dengan ijab qabul. Dengan demikian ijab
qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan
suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak
berdasarkan syara‟. Karena itu, dalam islam tidak semua bentuk
kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad,
terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dalam
syari‟ah islam. (Huda, 2011:27)
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313
perjanjian adalah, suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
16
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, perjanjian
merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih untuk mendapatkan suatu kesepakatan/persetujuan baik
secara lisan maupun tertulis. (Murda, 2016:19)
2. Rukun-Rukun Akad atau Perjanjian
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan Fuqaha berkenaan
dengan rukun akad. Menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri dari
atas
a. „Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat). Pihak yang
melakukan akad ini dapat terdiri dua orang atau lebih. Pihak
yang berakad dalam transaksi jual beli di pasar biasanya terdiri
dari dua orang yaitu pihak penjual dan pembeli. Dalam hal
warisan, misalnya ahli waris bersepakat untuk memberikan
sesuatu kepada pihak lain, maka pihak yang diberi tersebut
boleh jadi terdiri dari beberapa orang. (Huda, 2011:28)
b. Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang menjadi objek akad,
seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam
akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin
seseorang dalam akad kafalah. Menurut pendapat Zuhaily
(1989:173-181 Juz IV), objek transaksi harus memenuhi
17
1) Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang
dilakukan. Tidak dibolehkan melakukan transaksi terhadap
objek yang belum jelas dan tidak ada waktu akad, karena
hal ini akan menimbulkan masalah saat serah terima.
2) Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan
syariah untuk ditransaksikan (mal mutaqawwin) dan
dimiliki penuh oleh pemiliknya. Tidak boleh bertransaksi
atas bangkai, darah, babi dan lainnya. Begitu pula barang
yang yang belum berada dalam gegaman pemiliknya,
seperti ikan masih dalam laut, burung dalam angkasa.
3) Obyek akad atau transaksi bisa diserah terimakan saat
terjadinya akad atau dimungkinkan dikemudian hari.
Walaupum barang itu ada dan dimiliki akid, namun tidak
bisa diserah terimakan, maka akad itu akan batal.
4) Adanya kejelasan tentang obyek transaksi. Dalam arti
barang tersebut diketahui secara detail oleh kedua belah
pihak, hal ini untuk menghindari terjadinya perselisihan
dikemudian hari. Objek transaksi tidak bersifat tidak
diketahui (majhul) dan mengandung unsure gharar.
5) Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan
barang najis, syarat ini diajukan oleh ulama‟ selain Mazhab
18
c. Subtansi akad (Maudhu‟ al-„aqad) yaitu tujuan pokok dalam
melakukan akad. Seseorang ketika melakukan akad, biasanya
mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Karena itu, berbeda
dalam bentuk akadnya, maka berbeda pula tujuannya. Dalam
akad jual ijab-qabul beli, tujuan pokoknya adalah
memindahkan barang dari pihak penjual ke pihak pembeli
dengan disertai gantinya (berupa uang atau barang). Demikian
juga dalam akad hibah tujuan pokoknya adalah memindahkan
barang dari pihak pemberi kepada pihak yang diberi tanpa ada
pengganti dan masih banyak contoh lainnya.
d. Shighat al-„aqd yang terdiri dari ijab dan qabul. Pengertiannya
ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah
seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad. Sedangkan qabul adalah perkataan yang
keluar dari dari pihak yang lain, yang diucapkan setelah adanya
ijab. Adapun pengertian pada sekarang ini dapat dipahami
sebagai bentuk bertukarnya sesuatu dengan yang lain, sehingga
sekarang ini berlangsungnya ijab-qabul dalam transaksi jual
beli tidak harus berhadapan (bertemu langsung), misalnya
berlangganan majalah, pembeli menerima barang beliannya
19
3. Syarat-Syarat Akad atau Perjanjian
Setiap pembentuk akad mempunyai syarat yang ditentukan
syara‟ yang wajib disempurnakan, syarat-syarat terjadinya aka ada
dua macam:
a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang
wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang
wujudnya wajub ada dalam sebagai akad, syarat khusus ini juga
di sebut sebagai idhafi (tambahan) yang harus ada disamping
syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam
pernikahan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai
macam akad :
1) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli),
maka akad orang tidak cakap (orang gila, orang yang
berada dibawah pengampuan (mahjur) karena boros dan
lainnya) akadnya tidak sah.
2) Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
3) Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang
mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid
yang memiliki barang.
4) Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli
20
5) Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila
akad rahn dianggap sebagai amanah.
6) Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apbila ijab
tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.
7) Ijab dan qabul harus bersambung, jika seseorang
melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul,
maka ijab yang demikian dianggap tidak sah (batal). (Huda,
2011:32)
Sedangkan Menurut KUHP pasal 1320 untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat :
1) Sepakat mereka mengikatkan dirinya. Maksudnya ialah
sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri, artinya kedua
belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai
kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan kemauan
itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam. Dengan
demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau
didasarkan kepada kepaksaan, penipuan atau kekhilafan.
2) Kesepakatan untuk membuat suatu perikatan maksudnya
adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk
melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut
hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat
undang-21
undang dinyatakan tidak cakap. Adapun orang-orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah orang -orang
yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan.
3) Suatu hal yang tertentu yaitu, harus suatu hal atau suatu
barang yang cukup jelas atau tertentu yakni paling sedikit
ditentukan jenisnya dalam suatu perjanjian dan hanya dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu
perjanjian.
4) Suatu sebab yang halal, perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, ketentuan umum, moral dan
kesuliaan.(Muda, 2016:21)
4. Macam-Macam Akad
Menurut Suhedi (2008:50-51) dan Syafei (2001:66-70),
macam-macam akad dibedakan sebagai berikut.
a. Akad tanpa syarat („aqad munjiz), yaitu akad yang
dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad tanpa
memberikan batasan. Pernyataan akad yang diikuti dengan
pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disetai dengan
syarat-syarat dan tidak ditentukan waktu pelaksanaan setelah
adanya akad.
b. Akad bersyarat (ghairu munjiz) atau „aqad mu‟alaq, yaitu akad
22
telah ditentukan dalam akad, misalnya, penentuan penyerahan
barang-barang yang akan diakadkan setelah adanya
pembayaran. „Aqad ghairu munjiz dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut.
1) Syarat ketergantungan atau ta‟liq syarat: menentukan hasil
suatu urusan dengan urusan yang lain, yakni akad terjadi
dengan urusan yang lain, jika urusan yang lain tidak terjadi
atau tidak ada maka akad pun tidak ada, seperti perkataan
seseoranng: “jika orang yang beruntung kepada anda pergi saya menjamin utangnya”. Orang akan menanggung utang (kafil) menyangkut kesanggupan untuk melunasi utang
pada saat orang itu pergi. Ta‟liq ini memerlukan dua
ungkapan: ungkapan pertama, mengharuskan adanya syarat,
seperti kata jika dan kalau yang dinamakan ungkapan
syarat. Adapun ungkapan kedua, dinamakan jaza atau
balasan.
2) Ungkapan atau ta‟yid syarat. Penemuan hukum dalam
tasharruf, ucapan sebenarnya tidak jadi lazim (wajib)
tasharruf dalam keadaan mutlak, yaitu syarat pada suatu
akad atau tasharruf yang hanya berupa ucapan saja. Sebab,
pada hakekatnya, tidak ada atau tidak mesti dilakukan.
Contoh ta‟yid, seperti orang menjual barang dengan syarat
23
berjanji akan memenuhi syarat tersebut, yang mutlak tidak
mengharuskan ongkos angkutan dipikul oleh penjual.
3) Syarat penyadaran atau idhafah, yaitu menyadarkan pada
suatu masa yang akan datang (idhafafi mustaqbal),
melambatkan hukum tasharruf qauli ke masa yang akan
datang.
c. „Aqad Mudhaf, yaitu akad yang dalam pelaksanaanya terdapat
syarat-syarat mengenai penanggulan pelaksanaan akad,
pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu
yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu, akad
tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum waktu yang
telah ditentukan tiba.(Nawawi, 2012:26)
5. Akad dan Konsekuensi Hukumnya
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai
rukun-rukun akad, dimana rukun-rukun akad tersebut harus
memenuhi sejumlah persyaratn. Secara garis besar persyaratan
rukun akad dapat dikelompokkan menjadi empat macam:
a. Syarat in‟iqad yaitu persnyaratan yang berkenaan dengan
berlangsung atau tidak berlangsungnya akad, persyaratan ini
mutlak harus dipenuhi bagi keberadaan akad. Karena itu jika
persyaratan ini tidak terpenuhi makan akibatnya akad menjadi
24
persyaratan akad yang bersifat umum berlaku pada setiap
unsure akad (sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub bab
sebelumnya).
b. Syarat shihah (sah) adalah syarat yang ditetapkan oleh syara‟
yang berkenaan dengan ada atau tidaknya akibat hukum.
Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akadnya menjadi rusak
(fasad).Contoh persyaratan jenis ini, dalam hal jual beli yang
sangat popular dalam madhab Hanafi adalah keharusan
terhindarnya akad dari enam perkara yaitu jihalah (tidak
transparan), ikrah, tauqid (batas waktu tertentu). Dharar dan
syarat fasid.
c. Syarat nafadh adalah persyaratan yang ditetapkan oleh syara‟
berkenaan dengan berlaku atau tidak berlakunya sebuah akad.
Jika persyaratan ini tidak terpenuhi akadnya menjadi mauqud
(ditangguhkan). Syarat nafadh ada dua: pertama, milik atau
wilayah, artinya orang-orang yang melakukan akad benar-benar
sebagai pemilik barang atau dia mempunyai otoritas atau obyek
akad. Kedua, obyek akad harus terbebas dari hak-hak pihak
ketiga.
d. Syarat luzum yaitu persyaratan yaitu persyaratan yang
ditetapkan oleh „syara berkenaan dengan kepastian sebuah
akad, karena akad sendiri adalah sebuah ilzam (kepastian). Jika
25
ada unsur-unsur tertentu yang menimbulkan hak khiyar, maka
akad seperti ini dalam kondisi ghair luzum (tidak pasti), sebab
masing-masing pihak masih mempunyai hak untuk tetap
melangsungkan atau membatalkan akadnya.(Huda, 2011:39)
6. Berakhirnya Akad
Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh,
kematian atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad
mauquf.
a. Berakhirnya akad karena fasakh. Hal-hal yang menyebabkan
timbulnya faskhnya akad adalah sebagai berikut:
1) Fasakh karena akadnya fasid (rusak), yaitu jika sesuatu
akad berlangsung secara fasid, seperti akad pada bai‟ al
-mu‟aqqad atau bai‟ al-majhul. Maka akad harus di fasakh
oleh para pihak yang yang berakad atau keputusan para
hakim.
2) Fasakh karena khiyar. Pihak yang mempunyai wewenang
khiyar berhak melakukan fasakh terhadap akad jika
menghendaki, kecuali dalam kasus khiyar „aib setelah
penyerahan barang.
3) Fasakh berdasarkan iqalah, yaitu terjadinya fasakh akad
26
4) Fasakh karena tidak ada realisasi. Fasakh ini hanya terjadi
pada khiyar naqd, misalnya karena rusaknya obyek akad
sebelum penyerahan.
5) Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah
terealisasi. Jika batas waktu yang ditetapkan dalam akad
telah berakhir, atau tujuan akad telah terealisasi, maka akad
dengan sendirinya menjadi fasakh (berakhir).
b. Berakhirnya akad karena kematian. Kematian menjadi
penyebab berakhirnya sejumlah akad, meskipun para ulama
berbeda pendapat tentang masalah ini.
c. Berakhirnya akad karena tidak adanya izin pihak lain. akad
akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak
mengizinkannya atau meninggal dunia sebelum dia
memberikan izin. (Huda, 2011:47)
B. Khiyardalam Jual Beli
1. Pengertian Khiyar
Khiyaradalah hak yang yang diberikan kepada pihak-pihak
yang melakukan transaksi untuk meneruskan atau
membatalkannya. (Saleh, 2008:386)
Khiyar secara istilah adalah hak yang dimiliki oleh dua
pihak yang berakad („aqidain) untuk memilih antara meneruskan
27
„aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar
ta‟yin.Sebagian khiyar adakalanya bersumber dari kesepakatan
seperti khiyar syarat dan khiyar ta‟yin dan sebagainya lagi
bersumber dari ketetapan syara‟ seperti khiyar „aib. (Huda,
2011:41). Fungsikhiyar menurut syara‟ adalah agar kedua orang
yang berjual beli dapat memikirkan dampak posotif negative
masing-masing dengan pandangan ke depan, supaya tidak terjadi
penyesalan dikemudian hari yang disebabkan merasa tertipu atau
adanya kecocokan dalam membeli barang yang telah dipilih
(Sahrani, 2011:76)
2. Hikmah Disyariatkan Khiyar
Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang yang
melakukan transaksi perdata agar dia tidak dirugikan. Tujuannya
agar kemaslahatan di antara keduanya dapat terjaga, sehingga tidak
ada yang merasa dirugikan.Statuskhiyar hukumya boleh, dan
merupakan hak masing masing pelaku akad.
Hikmah disyariatkannya khiyar adalah untuk kemaslahatan
bagi pihak-pihak yang melakukan transksi (akad) itu sendiri,
memelihara kerukunan hubungan baik serta menjalin cinta kasih di
antara sesama manusia.
Adakalanya pembeli barang merasa menyesal membeli
barang karena alasan tertentu, maka dia berniat mengurungkannya.
28
yang lebih mendalam, sehingga akan mengakibatkan kebencian,
bukan cinta kasih. Dengan disyariatkan khiyar bertujuan untuk
menghindari manusia dari hal-hal demikian, sehingga
keharmonisan, kerukunan, dan keselamatan akan terjalin di antara
sesama manusia (hablun min al-nas). (Hidayat, 2015:32)
3. Macam-Macam Khiyar
Dibawah ini akan dikemukakan oleh ulama fiqih, di antaranya
sebagai berikut.
a. Hak Pilih Dilokasi (Khiyar Majlis)
Khiyar majlis ialah hak pilih bagi kedua belah pihak
(penjual atau pembeli) untuk meneruskan atau
membatalkan akad selama keduanya berada dalam majelis
akad dan belum berpisah badan.Artinya, suatu akad baru
dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melakukan
akad telah berpisah badan atau salah seorang di antara
mereka telah melakukan pilihan untuk menjual atau
membeli.Khiyar seperti ini berlaku dalam suatu akad yang
bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan
akad, seperti jual beli dan sewa menyewa.
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat ialah hak pilih yang ditetapkan bagi salah
satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain
29
masih dalam tenggang waktu yang disyaratkan itu dapat
dilakukan pembatalan jual beli yang dengan sendirinya
masing-masing pihak mengembalikan barang dan uang
yang pernah diterimanya. Apabila tenggang waktu itu telah
habis, maka dengan sendirinya hilanglah hak khiyar, dan
akad tersebut pun tidak dapat dibatalkan lagi.
Misalnya, seorang pembeli berkata: “saya beli
barang dari engkau, dengan syarat saya berhak memilih
antara meneruskan atau membatalkan akad selama lima
hari.”
Khiyar syarat ini terdapat pada akad lazim yang
menerima fasakh (batalnya akad) seperti dalam akad jual
beli. Karena manfaatnya kelihatan didalamnya, yaitu
adanya pilihan membatalkan akad apabila hal ini
dikehendakinya dalam masa yang ditentukan syara‟ melakukan hak khiyar sebagaimana akan disinggung di
depan. Dengan demikian, apabila seseorang dalam
masayang ditentukan tersebut tidak membatalkannya, maka
akad dianggap berjalan sah.Oleh karena itu, tidak ada hak
kepadanya melakukan khiyar setelahnya.Tujuannya
disyaratkannya khiyar syarat ini adalah untuk memelihara
hak-hak pembeli dari unsure penipuan yang mungkin
30 c. Khiyar „Aib
Khiyar „aib ialah hak pembeli untuk meneruskn
atau membatalkan akad jual beli tatkala terdapat suatu cacat
pada obyek yang diperjual belikan.Sedangkan cacatnya itu
tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.
Ketetapan hak khiyar „aib bagi embelidiberlakukan
baik barang yang diperjualbelikan itu cacatnya diketahui
oleh penjual atau dia sendiri sengaja menyembunyikan atau
tidak tau sama sekali.Adanya hak khiyar „aib itu
disyariatkan untuk menghindarkan adanya kemudaratan
pada barang yang dibeli.
Apabila penjual mengetahui adanya cacat pada
barang yang diperjualbelikan itu dan dan tidak
menjelaskannya pada pembeli, maka dia berdosa atas
perbuatannyaitu dan tidak akan mendapatkan keberkahan
dalam jual belinya itu.
Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya
barang pengganti, baik diucapkan secara jelas ataupun
tidak, kecuali ada keridhaan dari pembeli.Sebaliknya, jika
tidak tampak adanya kecacatan, barang pengganti tidak
diperlukan lagi.
Misalnya, seseorang membeli telur ayam satu
31
atau ketika telur dipecahkan sudah menjadi anak ayam.hal
ini sebelumnya belum diketahui, baik oleh penjual maupun
pembeli.Dalam kasus seperti ini ditetapkan khiyar bagi
pembeli.
Prinsip dasar disyariatkan khiyar „aib ini adalah
bahwa barang dari cacat merupakan dasar adanya
keridhaan, dan tujuan orang yang berakad adalah agar
barang yang diperjualbelikan itu bisa dimanfaatkan secara
baik.Maka agar bisa dimanfaatkan, tentunya barang
tersebutharus terbebas dari cacat.Oleh karena itu, manfaat
secara sempurna pada barang jelas diutamakan.
d. Khiyar Ru‟yah
Khiyar ru‟yah adalah hak khiyar bagi pembeli untuk
menyatakan apakah mau meneruskan akad jual beli atau
membatalkannya terhadap barang yang belum ia lihat
ketika akad berlangsung.
Khiyar ru‟yah merupakan masa memerhatikan
keadaan barang, menimbang-nimbang sebelum mengambil
keputusan melakukan akad.Dan mengingat kemungkinan
timbulnya akibat buruk jika dilakuakn transaksi (akad) bagi
32
Namun pada kenyataanya, banyak pula barang yang
tidak mungkin dilihat kualitasnya secara langsung, yang
apabila dibuka menimbulkan kerusakan.Misalnya isi telur,
barang-barang kimia dalam tabung, obat obatan dalam
botol, makanan dalam kaleng dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan ru‟yah (melihat) di sini
sifatnya umum, yaitu bisa dilihat dengan mata atau dengan
yang lainnya seperti dicium, dicicipi, atau diraba.Oleh
karena itu, orang yang buta diperbolehkan melakukan
khiyar ru‟yah. (Hidayat, 2015:32)
C. jual beli
1. pengertian Jual Beli
Berdasarkan pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
Wujud dari hukum jual beli adalah rangkain hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dari para pihak, yang saling berjanji, yaitu
penjual dan pembeli.Biasanya sebelum mencapai kesepakatan,
didahului dengan tawar menawar, yang berfungsi sebagai penentu
sejak kapan terjadi persetujuan tetap.Sejak terjadinya persetujuan
33
mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan
pembeli.Jual beli merupakan perjanjian yang paling banyak
diadakan dalam kehidupan masyarakat. Tujuan utama dari jual beli
ialah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang
tertentu kepada orang lain. (Handarningtyas, 2017:17)
Menjual menurut bahasa artinya : memberikan sesuatu karena
ada pemberian (imbalan yang tertentu).sedangkan menurut istilah
artinya: pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar
penyerahan dan jawab penerimaan (ijab-qabul) dengan cara yang
diizinkan. (Rifa,1978:183)
Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1447-1540 BW.
Akan tetapi ketentuan tersebut tidaklah cukup untuk mengatur
segala bentuk perjanjuan jual beli yang ada dalam masyarakat, akan
tetapi cukup untuk mengatur tentang dasar-dasar perjanjian jul beli.
Dalam pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli
sebagai berikut. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu
benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
34
2. Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini
disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, Hadist Nabi, dan Ijma‟ Yakni :
a. Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat
1) QS. An-Nisa‟ [4] ayat 29 (tidak benar) kecuali dengan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu sungguh Allah maha penyayang kepadamu”.
Jual beli merupakan usaha yang baik ntuk mencari rizqi.
Allah telah mengajarkan dengan firman-Nya:
2) QS. Al-Baqarah [2] ayat 275
اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُهَّللا َّلَحَأَو
Artinya:Allah telah menghalalkan jual beli da mengharamkan riba.
b. Sunnah
Nabi, yang mengatakan:
35
menyahihkannya dari Rifa‟ah Ibn Rafi‟). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang
terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
c. Ijma’
Ulama telah sepakat bah wa jual beli diperbolehkan
dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu
mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang
lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur‟an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada
situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi
sunnah, wajib, haram, dan makruh. (Muslich, 2010:179)
3. Rukun Jual Beli
Rukun jual beli menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul yang
menunjukkan sikap saling tukar-menukar, atau saling memberi,
atau dengan redaksi yang lain, ijab qabul adalah perbuatan yang
menunjukkan kesediaan dua pihak untuk menyerahkan milik
masing-masing kepada pihak lain, dengan menggunakan perkataan
atau perbuatan. (Muslich, 2010:179)
Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
36
Aqid atau orang yang melakukan akad, yaitu penjual dan
pembeli. Secara umum, penjual dan pembeli harus orang yang
memiliki ahliyah (kesepakatan) dan wilayah (kekuasaan).
Persyaratan penjual dan pembeli secara rinci akan diuraikan
dalam pembahasan berikutnya, yaitu syarat-syarat jual beli.
b. Shighat (Ijab dan Qabul )
1) Pengertian Ijab dan Qabul
Secara umu ijab dan qabul adalah ikatan kata antara penjual
dan pembeli, jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab
dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan
kerelaan (keridhaan).
2) Shihat Ijab dan Qabul
Shighatakad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul
apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua
pihak, atau ijab saja apabila akadnya akad iltizam yang
dilakkan dua pihak.
3) Sifa Ijab dan Qabul
Akad terjadi karena adanya ijab dan qabul. Apabila ijab
sudah diucapkan, tetapi qabul belum keluar maka ijab
37
4) Ma‟qud „Alaih (Objek Akad Jual Beli)
Ma‟qud „alaih atau objek akad jual beli adalah barang
yang dijual (mabi‟) dan harga atau uang (tsaman).
(Muslich, 2010:180)
4. Syarat-Syarat Jual Beli
Ada empat macam syarat jual beli yang harus dipenuhi dalam akad
jual beli, yaitu (Muslich, 2010:186-200) :
a. Syarat In‟iqad (terjadinya akad).
Syarat in‟iqad syarat harus terpenuhi agar akad jual
beli dipandang sah menurut syara‟. Apabila syarat ini tidak
terpenuhi, maka akad jual beli menjadi batal.
Hanafiah mengemukakan empat macam syarat untuk
keabsahan jual beli :
1) Syarat berkaitan dengan „aqid (orang yang
melakukan akad)
Syarat untuk „aqid (orang yang melakukan
akad), yaitu penjual dan pembeli ada dua:
a) „Aqid harus berakal yakni mumayyiz. Maka
tidak sah akad yang dilakukan oleh orang gila,
dan anak yang belum berakal (belum
mumayyiz).
b) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus
38
2) Syarat berkaitan dengan akad itu sendiri.
Syarat akad yang sangat penting adalah
bahwa qabul harus sesuai dengan ijab, dalam arti
pembeli menerima apa yang di ijabkan (ditanyakan)
oleh penjual.
3) Syarat berkaitan dengan tempat.
Syarat yang berkaitan dengan tempat akad
adalah ijab dan qabul harus terjadi dalam satu
majelis. Apabila ijab dan qabul berbeda majelis,
maka jual beli tidak sah.
4) Syarat berkaitan dengan objek akad (Ma‟qud „alaih) Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad
(ma‟qud „alaih) adalah sebagai berikut.
a) Barang yang dijual harus maufud (ada).
b) Barang yang dijual harus mal mutaqawwin.
c) Barang yang sudah dijual harus barang yang
sudah dimiliki.
d) Barang yang sudah dijual harus bisa diserahkan
pada saat dilakukannya akad jual beli.
b. Syarat sahnya jual beli.
Syarat sah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
39
yang harus ada pada setiap jenis jual beli agar jual beli
tersebut dianggap sah menurut syara‟. Secara global akad
jual beli harus terhindar dari enam macam „aib:
1) Ketidakjelasan (Al-Jahalah)
Yang dimaksud dengan ini adalah ketidakjelasan
yang serius yang mendatangkan perselisihan yang sulit
untuk diselesaikan. Ketidakjelasan ini ada empat
macam yaitu:
a) Ketidakjelasan barang yang dijual, baik jenisnya,
macamnya, atau kadarnyamenurut pandangan
pembeli.
b) Ketidakjelasan harga.
c) Ketidakjelasan masa (tempo).
d) Ketidakjelasan dalam langkah-langkah penjaminan.
2) Pemaksaan (Al-Ikrah)
Pengertian pemaksaan adalah mendorong orang lain
(yang dipksa) untuk melakukan suatu perbuatan yang
tidak disukainya. Paksaan ini ada dua macam:
a) Paksaan absolut, yaitu paksaan dengan ancaman
yang sangat berat, seperti akan dibunuh, atau akan
dipotong anggoota badannya.
b) Paksaan relatif, yaitu paksaan dengan ancaman yang
40
3) Pembatasan dengan waktu (at-tauqid).
Yaitu jual beli yang dibatasi waktnya.
4) Penipuan (gharar).
Yang dimaksud disini gharar (penipuan) dalam sifat
barang.
5) Kemudaratan (dharar).
Kemudaratan ini terjadi apabila penyerahan barang
yang dijual tidak mungkin dilakukan kecuali dengan
kemudaran kepada penjual, dalam barang selain objek
akad.
6) Syarat-syarat yang merusak.
Yaitu syarat yang ada manfaatnya bagi salah satu
pihak yang bertransaksi, tetapi syarat tersebut tidak ada
dalam syara‟ dan adat kebiasaan, atau dikenhendaki
oleh akad, atau tidak selaras dengan tujuan akad.
Adapun syarat khusus yang berlaku untuk beberapa
jenis jual beli adalah sebagai berikut:
a) Barang harus diterima
b) Mengetahui barang pertama apabila jual belinya
berbentuk murabahah, tauliyah,. Wadhi‟ah, atau
isyrak.
c) Saling menerima (taqabudh) penukaran, sebelum
41
d) Dipenuhinya syarat-syarat salam, apabila apabila
jual belinya jual beli salam (pesanan).
e) Harus sama dalam penukaran, apabila barangnya
ribawi.
f) Harus diterima dalam utang piutang yang ada dalam
perjanjian, seperti muslam fih dan modal salam, dan
menjual sesuatu dengan utang kepada selain
penjual.
c. Syarat kelangsungan jual beli (syarat nafadz).
Untuk kelangsungan jual beli diperlukan dua syarat
sebagai berikut:
1) Kepemilikan atau Kekuasaan
Pengertian kepemilikan atau hak milik
adalah menguasai sesuatu dan mampu
men-tasarruf-kannya sendiri, karena tidak ada
penghalang yang ditetapkan oleh syara‟.
2) Pada benda yang dijual (mabi‟) tidak terdapat hak
orang lain. Apabila di dalam barang yang dijadikan
objek jual itu terdapat hak orang lain maka akadnya
mauquf dan tidak bisa dilangsungkan.
d. Syarat mengikat (syarat luzum).
Untuk mengiktnya (luzum-nya) jual beli disyaratkan
42
memperbolehkan kepada salah satu pihak untuk
membatalkan akad jual beli, seperti khiyar syarat, khiyar
ru‟yah dan khiyar „aib. Apabila didalam jual beli terdapat
salah satu dari jenis khiyar ini maka akad tersebut tidak
mengikat kepada orang yang memiliki hak khiyar, sehingga
ia berhak membatalkan jual beli atau meneruskan atau
menerimanya.
5. Macam-Macam Jual Beli.
Berdasarkan pertukarannya secara umum, maka jual beli
dibagi menjadi empat macam:
a. Jual beli Ba‟i Salam(pesanan), yaitu jual beli melalui pesanan
dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka,
kemudian barangnya diantar belakangan.
b. Jual beli muqayadhah (barter), yaitu jual beli dengan cara
menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan
sepatu.
c. Jual beli muthlaq (jual beli dalam bentuk kontan), yaitu jual
beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat
pertukaran, seperti uang.
d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar, yaitu jual beli
43
penukar lainnya, seperti uang perak dan uang kertas. (Cahyani,
2013:65)
Disamping keempat macam jual beli yang disebutkan diatas
terdapat satu bentuk jual beli lagi dimana dalam jual beli ini
disertai syarat, jika seseorang penjual mengembalikan uang kepada
pembeli maka pembeli harus mengembalikan barang yang telah
dibelinya. Jual beli ini disebut (Bai‟wafa).
6. Bentuk-Bentuk Jual Beli
Ulama Hanafi membagi menjadi tiga bentuk jual beli:
a. Jual Beli Yang Sahih
Yaitu jual beli yang sesuai dengan syariah serta memenuhi
rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain tidak
tergantung pada hak khiyar lagi.
b. Jual Beli Yang Batal
Yaitu apabila salah satu atau keseluruhan rukun tak terpenuhi
atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan,
seperti: jual beli yang dilakukan orang gila atau barang yang
dijadikan itu barang-barang yang diharamkan syara, yaitu babi,
bangkai, dll.
c. Jual Beli Yang Fasid
Dalam hal ini ulama Hanafi membedakan jual beli fasid
dengan jual beli yang batal. Jual beli dikatakan batal jika
44
yang dijual tersebut tidak sesui dengan syariah), sepert: jual
beli khomer, babi, dll.(Nasrum, 2007:119)
Jika unsur-unsur kerusakan yang menyangkut barang dan
boleh diperbaiki maka jual beli itu disebut fasid, seperti ucapan
penjual kepada pembeli “saya jual kereta saya ini pada enkau
bulan depan setelah gajian”. Jual beli seperti ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang
disebutkan dalam akad jatuh tempo.
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1447 – Pasal 1540 BW. Ketentuan tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup
untuk mengatur segala bentuk /jenis perjanjian jual beli yang ada
dalam masyarakat, akan tetapi cukup untuk mengatur tentang
dasar-dasar perjanjian jual beli.
Dalam Pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli sebagai
berikut.Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu mengikat dirinya untuk membayar harga yang yang telah
dijanjikan.
Kewajiban Penjual dalam perjanjian jual beli, terdapat dua
kewajiban utama dari penjual terhadap pembeli apabila harga barang
tersebut telah dibayar oleh pembeli, yaitu:
a. Menyerahkan barang yang diperjualbelikan kepada pembeli
45
Kewajiban menyerahkan barang yang diperjualbelikan dari
penjual kepada pembeli, sudah merupakan pengetahuan umum, karena
maksud utama seseorang yang membeli barang adalah agar dia
memiliki barang yang dibelinya, namun kewajiban menjamin barang
yang dijual masih perlu dijelaskan lebih lanjut.
Berdasarkan Pasal 1491 BW, ada dua hal yang wajib
ditanggung/dijamin oleh penjual terhadap barang yang dijualnya,
yaitu:
a. Menjamin penguasaan barang yang yang dijual secara aman dan
tenteram
b. Menjamin cacat tersembunyi atas barang tersebut, yang
sedemikian rupa dapat menjadi alasan pembatalan perjanjian.
Penjual dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya untuk
menanggung cacat tersembunyi apabila dalam perjanjian jual beli
tersebut secara tegas diperjanjian jual beli dibatalkan ataukah harga
barang tersebut dikurangi. (Miru,2012 :134-147)
D. Kadaluarsa
Pengertian Kadaluarsa dalam peraturan menteri kesehatan RI
telah mengalami perubahan, karena berdasarkan peraturan menteri
nomor 346/men.Kes/per/IX/1983, pengertian tanggal kadaluwarsa
adalah batas waktu akhir suatu makanan dapat di gunakan sebagai
46
Menurut keputusan Dirjen POM No.02591/B/SK/VIII/1991
tentang perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
180/Men.Kes/Per/iv/1985 tentang Makanan Kadaluarsa (a)
menyatakan bahwa Makanan adalah barang yang diwadahi dan
diberikan label dan yang digunakan sebagai makanan atau
minuman manusia akan tetapi bukan obat. (Mayasari, 2017:30)
Dalam surat Al-Baqarah ayat 168 disebutkan bahwa
Hai sekalian manusia, Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitna, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al-Maaidah :88)
Dalam peraturan kepala BPOM RI No.27 Tahun 2013tentang
pengawasan dan pemasukan obat dan makanan ke dalam wilayah