• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Erza Hari Aziz

NIM : 21414057

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Erza Hari Aziz

NIM : 21414057

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

iv

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan

koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Erza Hari Aziz

NIM : 21414057

Judul : JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM IALAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)

dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam

sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan

digunakan sebagimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 21 Agustus 2018 Pembimbing,

(5)

v

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkrmat)

Oleh: Erza Hari Aziz NIM : 21414057

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Selasa, tanggal 21 Agustus 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr. H. Muh Irfan Helmy, M.A ...

Sekretaris Sidang : Heni Satar Nurhaida, SH., M.S

...

Penguji I : Drs. Machfudz, M.Ag ...

Penguji II : Luthiana Zahriani, SH., MH ...

Salatiga, 21 Agustus 2018

Dekan Fakultas Syari‟ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP.19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Erza Hari Aziz

NIM : 21414057

Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PRESFEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat)

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,

bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain

yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik

ilmiah.

Salatiga, 21 Agustus 2018 Yang menyatakan

(7)

vii MOTO

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang

disertai dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Allah SWT Yang telah memberikan nikmat dan karuninya di dunia ini.

2. Kedua orang tuaku Ibu Titik Hariati dan Bapak Ahmad Jirjis tercinta, yang

telah mendoakan dan member kasih sayang serta pengorbanan selama ini.

3. Kakakku Soni Hariadi yang telah mendoakan agar selalu semangat dalam

menuntut ilmu untuk menjalani kehidupan di dunia ini.

4. Keluarga besar yang tidak hentinya memberikan dukungan dan doa

kepadaku.

5. Temanku Rif‟at Maulidi yang selalu menemaniku dan menyemangati tiada henti.

6. Teman-teman Rasan-rasan Squad terima kasih kalian memberikan warna

dalam hidupku.

7. Teman-teman HES 2014 terimakasih untuk 4 tahun ini, kaliam

memberikan semangat dan pengalaman yang tidak terlupakan.

8. Untuk semua orang yang disekitarku yang tidak bisa kusebutkan satu

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat- Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikansesuai dengan yang

diharapakan. Penulis juga beryukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan

oleh- Nya sehingga penulis dapat menyusun Skripsi ini.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan untuk Nabi, Kekasih, Spirit

Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW bserta segenap keluarga dan para

sahabat- sahabatnya.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Strata Satu Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, dengan

Judul JUAL BELI ROTI RIJEKAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM (Studi Kasus di Pasar Kebakkramat). Penulis mengakui bahwa dalam

menyusun Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa

pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi- tingginya,

ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata- kata, namun perlu kiranya

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. BapakDr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah 3. IAIN Salatiga.

4. Ibu Evi Ariyani, SH., MH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi

5. Syari‟ah IAIN Salatiga.

(10)

x

7. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si, selaku Dosen Pembimbing

8. yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga

9. skripsi dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.

10.Bapak Farkhani, SH., M.H, selaku pembimbing akademik.

11. Bapak Mariman Kepala Pasar Kebakkramat.

12.Kepada Penjual Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat yang sudah memberikan

informasi.

13.Teman- teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2014 IAIN

Salatiga, yang selalu mendukung penulis dalam menuntut ilmu.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan

yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan maghfiroh,

dilingkupi rahmat dan cita- Nya. Amin.

Akhirnya, peneliti berharap semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, September 2016

(11)

xi ABSTRAK

Aziz, Erza Hari. 2018. Jual Beli Roti Rijekan Dalam Perspektif Hukum Islam

(Studi Kasus di Pasar Kebakkramat). Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan

Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institute Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Heni Satar Nurhaida. S.H., M.SI.

Kata Kunci: Jual Beli, Rijectkan, Hukum Islam

Dalam suatu kegiatan bisnis, banyak masalah yang kadang-kadang muncul begitu saja. sehingga tidak jarang menimbulkan kecurangan dalam suatu usaha. Di Pasar Kebakkramat yaitu adanya penjualan Roti Rijekan misalnya, makanan tersebut sudah popular di kalangan pembeli terutama oleh pedagang di Pasar kebakkramat dan dijual belikan kembali di Pasar tradisional dengan setengah harga normalnya. Membuat peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa saja yang menjadi penyebab maraknya penjualan roti rijekan di Pasar Kebakkrmat. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap jual beli roti rijekan, tujuan peneliti untuk mengetahui faktor penyebab maraknya penjualan roti rijekan di Pasar Kebakkrmat untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap praktik jual beli roti rijekan untuk mengetahui sejauh mana peran pemkot kesehatan daerah Kebakkrmat dalam menangani masalah jual beli roti rijekan.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian langsung yang dapat berupa interview dan data-data yang dibutuhkan. Peneliti juga menggunakan pendekatan yuridis sosiologi yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif yang ada di Indonesia, Dan bersifat deskriptif analisis yaitu pendekatan yang mentelaah tentang kehidupan masyarakat.

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 55

Tabel 1.2 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat .... 56 Error! Bookmark not defined. Tabel 1.3 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 57

Tabel 1.4 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 63

Tabel 1.5 Prnggunaa Tempat di Pasar Kebakkrmat ... 65

Tabel 2.1 Struktur Organisasi ... 65

Tabel 3.1 Harga Roti Rijekan ... 71

(13)
(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Wawancara Dengan Penjual Roti Rijekan

2. Wawancara Dengan Pembeli Roti Rijekan

3. Wawancara Dengan Kepala Pasar Kebakkrmat

4. Foto Lapak Penjual Roti Rijekan

5. Foto Kantor Pasar Kebakkrmat

6. Surat Nota Pembimbing

7. Surat Izin Penelitian Penjual Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat

8. Daftar Nilai SKK

9. Lembar Konsultasi Skripsi

(15)

xv

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

NOTA PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ... vii

MOTO ... viii

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Pengesahan Penelitian ... 8

(16)

xvi

G. Metode Penelitian ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PEMBAHASAN ... 16

A. Akad Perjanjian ... 16

B. Dalam Jual Beli ... 28

C. Jual Beli ... 34

D. Kadaluarsa ... 49

BAB III PROSES JUAL BELI ROTI RIJEKAN DI PASAR KEABKKRMAT KARANGANNYAR ... 53

A. Gambaran Umum Pasar Kebakkramat Karangannyar ... 53

B. Praktek Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat Karangannyar .... 70

C. Jual Beli ... 77

BAB IV ANALISIS ... 78

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat ... 78

B. Aanalisis Jual Beli Roti Rijekan di Pasar Kebakkrmat Karangannyar dalam Prespektif Hukum Islam ... 79

BAB V PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam suatu kegiatan bisnis, banyak masalah yang kadang-kadang

muncul begitu saja. Persaingan dalam kegiatan usaha senafas dengan

kegiatan usaha itu sendiri. Pada prinsipnya, setiap orang berhak menjual

atau membeli barang atau jasa apa saja, dengan siapa, berapa banyak serta

bagaimana cara produksi, inilah apa yang disebut dengan ekonomi pasar.

Sejalan dengan itu, perilaku dan struktur pasar terkadang tidak dapat

diprediksi, sehingga tidak jarang menimbulkan kecurangan dalam suatu

usaha.

Salah satu bentuk kejahatan bisnis yang dilakukan oleh sebagian

pengusaha yang tidak bertanggung jawab adalah memproduksi,

mengedarkan, menawarkan produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan

manusia (konsumen). Ulah para pengusaha yang hanya mementingkan

keuntungannya tanpa memperhatikan akibat bagi konsumen tersebut telah

menelan banyak korban. Persaingan global yang terjadi membuat produsen

menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan. Akibatnya, berbagai

cara dilakukan untuk mengelabui konsumen. (Apriolem, 2013:1)

Sejak manusia hidup bergaul di dunia tumbuhlah suatu masalah

yang harus dipecahkan bersama-sama, setiap manusia memenuhi

kebutuhan hidup masing masing, karena kebutuhan seseorang tidak

(18)

2

Bahwa manusia adalah mahkluk bergaul, istilah itu

menggambarkan bagaiman eratnya hubungan antara seseorang manusia

dengan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Salah satu bentuk hubungan antara sesama manusia (muamalah)

kegiatan ekonomi yaitu kegiatan jual beli. Dalam kehidupa sehari-hari

manusia tidak mungkin lepas dari kegiatan (bermuamalah) yaitu kegiatan

jual beli, jual beli merupakan suatu bagian dari muamalah yang biasa

dialami oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dalam hal ekonomi.

Dari pelaksanaan jual beli itu maka apa yang dibutuhkan manusia dapat

diperoleh, bahkan dengan jual beli itu pula manusia dapat memperoleh

keuntungan yang akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup perekonomian

mereka.

Jual beli merupakan sebuah transaksi dilakukan oleh kedua belah

pihak, yaitu penjual dan pembeli dalam hal pemindahan hak pemilikan

suatu benda yang didahului dengan akad dan penyerahan sejumlah uang

yang telah ditentukan, menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah penukaran

harta atas dasr saling rela dan memindahkan hak milik dengan ganti yang

diperbolehkan oleh syar‟i. Pada hakikatnya semua kegiatan bermuamalah dalam Islam di perbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan syara‟.

Ibnu Qudamah menyatakan bahwa kaum muslim telah sepakat

tentang diperbolehkan jual beli karena mengandung hikmah yang

mendasar, yakni setiap orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap

(19)

3

memberikan sesuatu yang dibutuhkan tanpa adanya kompesasi. Dengan

disyari‟atkan jual, beli, setiap orang dapat meraih tujuannya dan memenuhi kebutuhannya. (Lestari, 2015:2)

Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan. Manusia dalam

usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang

terbaik. Sebagai makhluk sosial, dalam usaha pemenuhan kebutuhan

hidupnya manusia memerlukan pihak lain. Dan seseorang tidak mungkin

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Islam memandang jual beli merupakan sarana tolong menolong

antar sesama manusia. Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli

tidak dilihat sebagai orang yang sedang mencari keuntungan semata, akan

tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu saudaranya.

Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan barang yang dibutuhkan

pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan

keuntungan yang sedang dicari oleh penjual.

Dasar hukum jual beli terdapat pada al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 198. Allah SWT berfirman :

(20)

4

Secara klasik orang selalu mengatakan bahwa memakan atau

meminum sesuatu berarti memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui

rongga mulut guna memenuhi zat-zat yang diperlukan oleh badan. Pada

zaman sekarang, pemenuhan keperluan tubuh dalam bentuk makanan atau

minuman tidak hanya melalui rongga mulut, tetapi dapat pula dilakukan

dengan jalan menyuntikkannya ke dalam tubuh.

Selain kebutuhan pangan yang pokok yang dikonsumsi sehari-hari,

ada juga makanan sampingan yang dibuat oleh beberapa pengusaha

makanan. Di zaman yang modern sekarang ini pengolahan makanan sudah

menggunakan mesin-mesin canggih sehingga produksi barang tidak

memakan waktu. Para pelaku usaha di bidang makanan di antaranya ada

yang mengolah makanan dengan cara yang sederhana atau bisnis makanan

rumahan ada juga yang memproduksi dengan skala besar seperti pabrik,

produsen tersebut ada yang memproduksi makanan yang tidak tahan lama

atau cepat basi dan ada juga makanan yang bertahan lama sampai waktu

yang telah ditentukan.

Untuk makanan yang cepat basi yang penulis sering jumpai di

Pasar tradisional biasanya dibungkus dengan cara sederhana menggunakan

plastik tanpa dikemas dengan rapi. Sedangkan makanan yang bisa

bertahan lama umumya dibungkus dengan kemasan yang rapi dan steril

agar makanan yang di dalamnya tidak berubah dan biasanya mengandung

bahan pengawet. Untuk makanan yang menggunakan kemasan seharusnya

(21)

5

terkait dengan masalah tersebut.Pendaftaran diselenggarakan dalam rangka

melindungi masyarakat terhadap makanan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan untuk lebih menjamin keamanan dan mutu makanan yang

beredar.

Di Pasar Kebakkramat sendiri jual beli makanan merupakan hal

yang pokok atau wajib yang nantinya akan dikonsumsi oleh konsumen.

Pada dasarnya konsumen tidak mengetahui bahwa makanan tersebut

asal-usulnya seperti apa dari mulai produksi, pengolahan sampai dengan di

tangan konsumen atau ada oknum-oknum penjual nakal yang tidak jujur

dalam menjual makanannya serta tidak bertanggung jawab. (Haqi,

2017:16-22)

Dari permasalahan tersebut penulis menemukan kasus di Pasar

Kebakkramat yaitu adanya penjualan Roti Rijekan misalnya, makanan

tersebut sudah popular di kalangan pembeli terutama oleh pedagang di

Pasar kebakkramat dan dijual belikan kembali di Pasar tradisional dengan

setengah harga normalnya. Pada dasarnya dalam bertransaksi jual beli

haruslah jujur dan tidak merugikan salah satu pihak, permasalahan seperti

semacam itu yang dirugikan disini adalah konsumen itu sendiri.

Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ” Jual Beli Roti Rijekan Menurut Perspektif

(22)

6

B. Rumusan Masalah

Dengan pemaparan penulis dari latar belakang diatas maka penulis

membatasi rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya Jual beli roti

rijekan di Pasar Kebakkramat?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli roti rijekan di

Pasar Kebakkramat?

C. Tujuan Penelitian

Adapun dalam melakukan penelitian ini penulis memiliki tujuan

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya Jual

beli roti rijekan di Kasar Kebakkramat?

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli roti rijekan

di Pasar kebakkramat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan

pemikiran bagi dunia perekonomian.

b. Menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri

(23)

7 2. Manfaat praktis Bagi Penulis

a. Menambah wawasan penulis mengenai wacana jual beli yang

sesuai dengan syariat Islam.

b. Agar konsumen selektif dalam membeli produk makanan yang

baik untuk dikonsumsi.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah fahaman arti dan maksud dari penulisan

penelitian ini, maka penulis megaskan istilah-istilah judul sebagai berikut:

1. Jual beli adalah pertukaran antara benda dengan uang atau benda lain.

(Mahjuddin,1991:35)

2. Rijekan berasal dari kata Reject yang artinya dalam kamus bahasa

indonesia memiliki arti tolak, dan di dalam online shop reject memiliki

pengertian sebagai „barang tidak dalam kondisi baik, ada cacat atau rusak. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, Online)

3. Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan oleh Allah kepada

manusia untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan bagi manusia itu

sendiri, baik didunia maupun diakhirat kelak. (Koto, 2012:2)

F. Tinjaun Pustaka

Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui validasi

(24)

8

pijakan penulis agar penelitiannya berbeda dengan yang terdahulu.

Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah

1. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Durrotul Isnaeni Haqi mahasiswa

IAIN Purwokerto dalam makalahnya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Makanan Yang Belum Memiliki

Nomer Pendaftaran”. Tahun 2017, Rumusan masalahnya adalah bagaimana praktik jual beli makanan kemasan yang belum memiliki

nomor pendaftaran di pasar cilongok. Dan bagaimana tinjauan hukum

islamtentang jual beli makanan kemasan yang belum memiliki nomor

pendaftaran di pasar cilongok.

Dalam skripsi tersebut membahas tentang Jual beli makanan yang

menggunakan tinjauan hukum islam yang berdasarkan nomer

pendaftaran.

2. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Dewi Lestari mahasiwa STAIN yang

berjudul “Jual Beli Makanan di Rumah Makan Cahaya Putra Selatan 2 Ponorog”.Tahun 2015,Rumusan masalah yang pertama bagaimana tinjauan hukum islam terhadap akad jual beli makanan di rumah

makan cahaya putra selatan 2 ponorogo. yang kedua bagaiman a

tinjauan hukum islam terhadap penentuan harga pada jual beli

makanan di rumah makan cahaya putra selatan 2 ponorogo.

Dalam skripsi tersebut membahas mengenai Jual Beli namun

(25)

9

3. Sebuah skripsi yang dibuat oleh Sevila Apriolem mahasiswa UIN

yang berjudul “Perleksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Dalam Kemasan yang Telah Kadaluarsa di Kota

Pekanbaru” (Studi Kasus Kel. Sukaramai Kec.Pekan Baru Kota).Tahun 2013, Rumusan masalah yang pertama Apa bentuk

perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan dalam

kemasan yang telah kadaluwarsa. yang ke dua Bagaimana tanggung

jawab pelaku usaha dan penyelesaian hukumnya jika terjadi

perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha terhadap makanan

dalam kemasan yang telahkadaluwarsa.yang ketiga Bagaimana

kasus-kasus yang terjadi dilapangan terhadap makanan dalam kemasan yang

telah kadaluwarsa, apakah penanganannya sudah terlaksana dengan

baik oleh pihak-pihak penegak hukum terhadap pelaku usaha yang

nakal.

Dalam skripsi tersebut membahas mengenai Jual Beli namun

menggunakan tinjauan hukum islamterhadap Jual Beli Roti Rijekan.

Dari ketiga penelitian yang telah dilakukan berbeda dengan

penelitian yang lain untuk itu penulis ingin meneliti mengapa Jual Beli

Roti Rijekan masih berlangsung saat ini dan bagaimana Prespektif

Hukum Islam.

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat dan lengkap, penelitian yang

(26)

10 1. Jenis dan Pendekatan

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian lapangan

(Field Research), yaitu penelitian langsung yang dapat berupa

interview dan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi

ini.

Menurut Nigel Bevan dan Tomer Sharon (2009) studi

lapangan (Field study) adalah metode pembelajaran melalui

pengumpulan data secara langsung dengan pengamatan,

wawancara, mencatat, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Pada proses berlnagsung pembelajar berada langsung di

lapangan.(makalah, Online)

b. Pendekatan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan

yuridis sosiologi yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji

persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan hukum)

dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif yang

ada di Indonesia (Utsman,2004:66). Dan bersifat deskriptif analisis

yaitu pendekatan yang mentelaah tentang kehidupan masyarakat

(Moleong, 2004:6). Dalam penelitian ini menggambarkan praktek

jual beli roti rijekan yang masih marak sampai sekarang di Pasar

(27)

11 2. Jenis Data

a. Data Primer

Sumber Data primer, atau data tangan pertama adalah data

yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan

mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung

pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. (Azwar,

1998:91)

Data yang diperoleh dari responden melaluikuesioner,

kelompok focus, dan panel, atau juga data hasil dari wawancara

peneliti dengan nara sumber. (Surjaweni, 2014:73)

b. Data Sekunder

Sumber Data sekunder, atau data tangan kedua adalah data

yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh

peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya

berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia.

(Azwar, 1998:91)

Atau biasa yang disebut sumber data ke-2 adalah data yang

diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti

dari subyek penelitiannya.

3. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun

data yang diperhatikan, relevan serta akan memberikan gambaran dari

(28)

12

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut

a. Observasi

Observasi adalah suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyajikan gambar riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti

perilaku manusia dan untuk mengevaluasi yaitu melakukan

pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap

pengukuran tersebut, (Sujarweni, 2014: 32).Penelitian menggunakan

observasi langsung di Pasar Kebakkramat.

b. Wawancara

Proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan informasi

dengan menggunakan cara tanya jawab bisa sambil bertatap muka

ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara

pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman, (Sujarweni, 2014: 31). Wawancara ini

dilakukan dengan acuan catatan pokok masalah yang akan dinyatakan.

Sasaran wawancara adalah penjual, pembeli roti rijekan dan dinas di

pemkot guna mendapatkan info mengenai kondisi riil di Pasar

Kebakkramat dalam menjualkan prodak di masyarakat.

c. Dokumentasi

Merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah besar

(29)

13

(Sujarweni, 2014: 33).Metode ini digunakkan sbagaisalah satu

pelengkap data.

4. Metode Analisa Data

Menurut Mujiarahardjo Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk

mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan

mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan focus

masalah yang ingin dijawab.

Berdasarkan penelitian ini analisa yang digunakan, menggunakan

analisis Kualitatif merupakan jenis penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan

menggunakan prosedur-prosedur statistic atau cara-cara lain dari

kuantifikasi ( pengukuran), (Sujarweni, 2014: 39)

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka

sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima bab. Adapun

perinciannya sebagai berikut yaitu:

Bab Pertama: Pendahuluan yang berisi uraian tentang Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat Penelitian,

Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian

(30)

14

Bab Kedua: Kajian pustaka yang berisi tentang Tinjauan umum Akad

atau Perjanjian, Khiyar,Jual Beli, Kadaluarsa.

Bab Ketiga: Paparan Data dan Temuan Penelitian tentang deskripsi

lokasi penelitian, paparan data mengenai praktek Jual Beli

Roti Rijekan di Pasar Kebakkramat.

Bab Keempat: Pembahasan berisi tentang analisis terhadap praktek Jual

Beli Roti Rijekan dipasar kebakkramat dari Tinjauan

Hukum Islam.

(31)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Akad atau Perjanjian

1. Pengertian Akad atau Perjanjian

Akad adalah „aqad dalam istilah Bahasa berarti ikatan dan tali

pengikat.Sehingga akad diterjemahkan sebagai penghubungan

antara dua perkataan, masuk juga dalam janji dan sumpah, karena

sumpah menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi sumpah

atau meninggalkannya. (Azzam, 2010: 15)

Pengertian akad sebagaimana dikemukakan oleh Hendi Suhendi

adalah pada dasarnya dititiberatkan pada kesepakatan antara dua

belah pihak yang ditandai dengan ijab qabul. Dengan demikian ijab

qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan

suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak

berdasarkan syara‟. Karena itu, dalam islam tidak semua bentuk

kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad,

terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dalam

syari‟ah islam. (Huda, 2011:27)

Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313

perjanjian adalah, suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

(32)

16

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, perjanjian

merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih untuk mendapatkan suatu kesepakatan/persetujuan baik

secara lisan maupun tertulis. (Murda, 2016:19)

2. Rukun-Rukun Akad atau Perjanjian

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan Fuqaha berkenaan

dengan rukun akad. Menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri dari

atas

a. „Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat). Pihak yang

melakukan akad ini dapat terdiri dua orang atau lebih. Pihak

yang berakad dalam transaksi jual beli di pasar biasanya terdiri

dari dua orang yaitu pihak penjual dan pembeli. Dalam hal

warisan, misalnya ahli waris bersepakat untuk memberikan

sesuatu kepada pihak lain, maka pihak yang diberi tersebut

boleh jadi terdiri dari beberapa orang. (Huda, 2011:28)

b. Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang menjadi objek akad,

seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam

akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin

seseorang dalam akad kafalah. Menurut pendapat Zuhaily

(1989:173-181 Juz IV), objek transaksi harus memenuhi

(33)

17

1) Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang

dilakukan. Tidak dibolehkan melakukan transaksi terhadap

objek yang belum jelas dan tidak ada waktu akad, karena

hal ini akan menimbulkan masalah saat serah terima.

2) Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan

syariah untuk ditransaksikan (mal mutaqawwin) dan

dimiliki penuh oleh pemiliknya. Tidak boleh bertransaksi

atas bangkai, darah, babi dan lainnya. Begitu pula barang

yang yang belum berada dalam gegaman pemiliknya,

seperti ikan masih dalam laut, burung dalam angkasa.

3) Obyek akad atau transaksi bisa diserah terimakan saat

terjadinya akad atau dimungkinkan dikemudian hari.

Walaupum barang itu ada dan dimiliki akid, namun tidak

bisa diserah terimakan, maka akad itu akan batal.

4) Adanya kejelasan tentang obyek transaksi. Dalam arti

barang tersebut diketahui secara detail oleh kedua belah

pihak, hal ini untuk menghindari terjadinya perselisihan

dikemudian hari. Objek transaksi tidak bersifat tidak

diketahui (majhul) dan mengandung unsure gharar.

5) Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan

barang najis, syarat ini diajukan oleh ulama‟ selain Mazhab

(34)

18

c. Subtansi akad (Maudhu‟ al-„aqad) yaitu tujuan pokok dalam

melakukan akad. Seseorang ketika melakukan akad, biasanya

mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Karena itu, berbeda

dalam bentuk akadnya, maka berbeda pula tujuannya. Dalam

akad jual ijab-qabul beli, tujuan pokoknya adalah

memindahkan barang dari pihak penjual ke pihak pembeli

dengan disertai gantinya (berupa uang atau barang). Demikian

juga dalam akad hibah tujuan pokoknya adalah memindahkan

barang dari pihak pemberi kepada pihak yang diberi tanpa ada

pengganti dan masih banyak contoh lainnya.

d. Shighat al-„aqd yang terdiri dari ijab dan qabul. Pengertiannya

ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah

seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam

mengadakan akad. Sedangkan qabul adalah perkataan yang

keluar dari dari pihak yang lain, yang diucapkan setelah adanya

ijab. Adapun pengertian pada sekarang ini dapat dipahami

sebagai bentuk bertukarnya sesuatu dengan yang lain, sehingga

sekarang ini berlangsungnya ijab-qabul dalam transaksi jual

beli tidak harus berhadapan (bertemu langsung), misalnya

berlangganan majalah, pembeli menerima barang beliannya

(35)

19

3. Syarat-Syarat Akad atau Perjanjian

Setiap pembentuk akad mempunyai syarat yang ditentukan

syara‟ yang wajib disempurnakan, syarat-syarat terjadinya aka ada

dua macam:

a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang

wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.

b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang

wujudnya wajub ada dalam sebagai akad, syarat khusus ini juga

di sebut sebagai idhafi (tambahan) yang harus ada disamping

syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam

pernikahan.

Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai

macam akad :

1) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli),

maka akad orang tidak cakap (orang gila, orang yang

berada dibawah pengampuan (mahjur) karena boros dan

lainnya) akadnya tidak sah.

2) Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.

3) Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang

mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid

yang memiliki barang.

4) Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli

(36)

20

5) Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila

akad rahn dianggap sebagai amanah.

6) Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apbila ijab

tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.

7) Ijab dan qabul harus bersambung, jika seseorang

melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul,

maka ijab yang demikian dianggap tidak sah (batal). (Huda,

2011:32)

Sedangkan Menurut KUHP pasal 1320 untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat :

1) Sepakat mereka mengikatkan dirinya. Maksudnya ialah

sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri, artinya kedua

belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai

kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan kemauan

itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam. Dengan

demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau

didasarkan kepada kepaksaan, penipuan atau kekhilafan.

2) Kesepakatan untuk membuat suatu perikatan maksudnya

adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk

melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut

hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat

(37)

undang-21

undang dinyatakan tidak cakap. Adapun orang-orang yang

tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah orang -orang

yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan.

3) Suatu hal yang tertentu yaitu, harus suatu hal atau suatu

barang yang cukup jelas atau tertentu yakni paling sedikit

ditentukan jenisnya dalam suatu perjanjian dan hanya dapat

diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu

perjanjian.

4) Suatu sebab yang halal, perjanjian tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang, ketentuan umum, moral dan

kesuliaan.(Muda, 2016:21)

4. Macam-Macam Akad

Menurut Suhedi (2008:50-51) dan Syafei (2001:66-70),

macam-macam akad dibedakan sebagai berikut.

a. Akad tanpa syarat („aqad munjiz), yaitu akad yang

dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad tanpa

memberikan batasan. Pernyataan akad yang diikuti dengan

pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disetai dengan

syarat-syarat dan tidak ditentukan waktu pelaksanaan setelah

adanya akad.

b. Akad bersyarat (ghairu munjiz) atau „aqad mu‟alaq, yaitu akad

(38)

22

telah ditentukan dalam akad, misalnya, penentuan penyerahan

barang-barang yang akan diakadkan setelah adanya

pembayaran. „Aqad ghairu munjiz dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut.

1) Syarat ketergantungan atau ta‟liq syarat: menentukan hasil

suatu urusan dengan urusan yang lain, yakni akad terjadi

dengan urusan yang lain, jika urusan yang lain tidak terjadi

atau tidak ada maka akad pun tidak ada, seperti perkataan

seseoranng: “jika orang yang beruntung kepada anda pergi saya menjamin utangnya”. Orang akan menanggung utang (kafil) menyangkut kesanggupan untuk melunasi utang

pada saat orang itu pergi. Ta‟liq ini memerlukan dua

ungkapan: ungkapan pertama, mengharuskan adanya syarat,

seperti kata jika dan kalau yang dinamakan ungkapan

syarat. Adapun ungkapan kedua, dinamakan jaza atau

balasan.

2) Ungkapan atau ta‟yid syarat. Penemuan hukum dalam

tasharruf, ucapan sebenarnya tidak jadi lazim (wajib)

tasharruf dalam keadaan mutlak, yaitu syarat pada suatu

akad atau tasharruf yang hanya berupa ucapan saja. Sebab,

pada hakekatnya, tidak ada atau tidak mesti dilakukan.

Contoh ta‟yid, seperti orang menjual barang dengan syarat

(39)

23

berjanji akan memenuhi syarat tersebut, yang mutlak tidak

mengharuskan ongkos angkutan dipikul oleh penjual.

3) Syarat penyadaran atau idhafah, yaitu menyadarkan pada

suatu masa yang akan datang (idhafafi mustaqbal),

melambatkan hukum tasharruf qauli ke masa yang akan

datang.

c. „Aqad Mudhaf, yaitu akad yang dalam pelaksanaanya terdapat

syarat-syarat mengenai penanggulan pelaksanaan akad,

pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu

yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu, akad

tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum waktu yang

telah ditentukan tiba.(Nawawi, 2012:26)

5. Akad dan Konsekuensi Hukumnya

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai

rukun-rukun akad, dimana rukun-rukun akad tersebut harus

memenuhi sejumlah persyaratn. Secara garis besar persyaratan

rukun akad dapat dikelompokkan menjadi empat macam:

a. Syarat in‟iqad yaitu persnyaratan yang berkenaan dengan

berlangsung atau tidak berlangsungnya akad, persyaratan ini

mutlak harus dipenuhi bagi keberadaan akad. Karena itu jika

persyaratan ini tidak terpenuhi makan akibatnya akad menjadi

(40)

24

persyaratan akad yang bersifat umum berlaku pada setiap

unsure akad (sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub bab

sebelumnya).

b. Syarat shihah (sah) adalah syarat yang ditetapkan oleh syara‟

yang berkenaan dengan ada atau tidaknya akibat hukum.

Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akadnya menjadi rusak

(fasad).Contoh persyaratan jenis ini, dalam hal jual beli yang

sangat popular dalam madhab Hanafi adalah keharusan

terhindarnya akad dari enam perkara yaitu jihalah (tidak

transparan), ikrah, tauqid (batas waktu tertentu). Dharar dan

syarat fasid.

c. Syarat nafadh adalah persyaratan yang ditetapkan oleh syara‟

berkenaan dengan berlaku atau tidak berlakunya sebuah akad.

Jika persyaratan ini tidak terpenuhi akadnya menjadi mauqud

(ditangguhkan). Syarat nafadh ada dua: pertama, milik atau

wilayah, artinya orang-orang yang melakukan akad benar-benar

sebagai pemilik barang atau dia mempunyai otoritas atau obyek

akad. Kedua, obyek akad harus terbebas dari hak-hak pihak

ketiga.

d. Syarat luzum yaitu persyaratan yaitu persyaratan yang

ditetapkan oleh „syara berkenaan dengan kepastian sebuah

akad, karena akad sendiri adalah sebuah ilzam (kepastian). Jika

(41)

25

ada unsur-unsur tertentu yang menimbulkan hak khiyar, maka

akad seperti ini dalam kondisi ghair luzum (tidak pasti), sebab

masing-masing pihak masih mempunyai hak untuk tetap

melangsungkan atau membatalkan akadnya.(Huda, 2011:39)

6. Berakhirnya Akad

Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh,

kematian atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad

mauquf.

a. Berakhirnya akad karena fasakh. Hal-hal yang menyebabkan

timbulnya faskhnya akad adalah sebagai berikut:

1) Fasakh karena akadnya fasid (rusak), yaitu jika sesuatu

akad berlangsung secara fasid, seperti akad pada bai‟ al

-mu‟aqqad atau bai‟ al-majhul. Maka akad harus di fasakh

oleh para pihak yang yang berakad atau keputusan para

hakim.

2) Fasakh karena khiyar. Pihak yang mempunyai wewenang

khiyar berhak melakukan fasakh terhadap akad jika

menghendaki, kecuali dalam kasus khiyar „aib setelah

penyerahan barang.

3) Fasakh berdasarkan iqalah, yaitu terjadinya fasakh akad

(42)

26

4) Fasakh karena tidak ada realisasi. Fasakh ini hanya terjadi

pada khiyar naqd, misalnya karena rusaknya obyek akad

sebelum penyerahan.

5) Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah

terealisasi. Jika batas waktu yang ditetapkan dalam akad

telah berakhir, atau tujuan akad telah terealisasi, maka akad

dengan sendirinya menjadi fasakh (berakhir).

b. Berakhirnya akad karena kematian. Kematian menjadi

penyebab berakhirnya sejumlah akad, meskipun para ulama

berbeda pendapat tentang masalah ini.

c. Berakhirnya akad karena tidak adanya izin pihak lain. akad

akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak

mengizinkannya atau meninggal dunia sebelum dia

memberikan izin. (Huda, 2011:47)

B. Khiyardalam Jual Beli

1. Pengertian Khiyar

Khiyaradalah hak yang yang diberikan kepada pihak-pihak

yang melakukan transaksi untuk meneruskan atau

membatalkannya. (Saleh, 2008:386)

Khiyar secara istilah adalah hak yang dimiliki oleh dua

pihak yang berakad („aqidain) untuk memilih antara meneruskan

(43)

27

„aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar

ta‟yin.Sebagian khiyar adakalanya bersumber dari kesepakatan

seperti khiyar syarat dan khiyar ta‟yin dan sebagainya lagi

bersumber dari ketetapan syara‟ seperti khiyar „aib. (Huda,

2011:41). Fungsikhiyar menurut syara‟ adalah agar kedua orang

yang berjual beli dapat memikirkan dampak posotif negative

masing-masing dengan pandangan ke depan, supaya tidak terjadi

penyesalan dikemudian hari yang disebabkan merasa tertipu atau

adanya kecocokan dalam membeli barang yang telah dipilih

(Sahrani, 2011:76)

2. Hikmah Disyariatkan Khiyar

Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang yang

melakukan transaksi perdata agar dia tidak dirugikan. Tujuannya

agar kemaslahatan di antara keduanya dapat terjaga, sehingga tidak

ada yang merasa dirugikan.Statuskhiyar hukumya boleh, dan

merupakan hak masing masing pelaku akad.

Hikmah disyariatkannya khiyar adalah untuk kemaslahatan

bagi pihak-pihak yang melakukan transksi (akad) itu sendiri,

memelihara kerukunan hubungan baik serta menjalin cinta kasih di

antara sesama manusia.

Adakalanya pembeli barang merasa menyesal membeli

barang karena alasan tertentu, maka dia berniat mengurungkannya.

(44)

28

yang lebih mendalam, sehingga akan mengakibatkan kebencian,

bukan cinta kasih. Dengan disyariatkan khiyar bertujuan untuk

menghindari manusia dari hal-hal demikian, sehingga

keharmonisan, kerukunan, dan keselamatan akan terjalin di antara

sesama manusia (hablun min al-nas). (Hidayat, 2015:32)

3. Macam-Macam Khiyar

Dibawah ini akan dikemukakan oleh ulama fiqih, di antaranya

sebagai berikut.

a. Hak Pilih Dilokasi (Khiyar Majlis)

Khiyar majlis ialah hak pilih bagi kedua belah pihak

(penjual atau pembeli) untuk meneruskan atau

membatalkan akad selama keduanya berada dalam majelis

akad dan belum berpisah badan.Artinya, suatu akad baru

dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melakukan

akad telah berpisah badan atau salah seorang di antara

mereka telah melakukan pilihan untuk menjual atau

membeli.Khiyar seperti ini berlaku dalam suatu akad yang

bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan

akad, seperti jual beli dan sewa menyewa.

b. Khiyar Syarat

Khiyar syarat ialah hak pilih yang ditetapkan bagi salah

satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain

(45)

29

masih dalam tenggang waktu yang disyaratkan itu dapat

dilakukan pembatalan jual beli yang dengan sendirinya

masing-masing pihak mengembalikan barang dan uang

yang pernah diterimanya. Apabila tenggang waktu itu telah

habis, maka dengan sendirinya hilanglah hak khiyar, dan

akad tersebut pun tidak dapat dibatalkan lagi.

Misalnya, seorang pembeli berkata: “saya beli

barang dari engkau, dengan syarat saya berhak memilih

antara meneruskan atau membatalkan akad selama lima

hari.”

Khiyar syarat ini terdapat pada akad lazim yang

menerima fasakh (batalnya akad) seperti dalam akad jual

beli. Karena manfaatnya kelihatan didalamnya, yaitu

adanya pilihan membatalkan akad apabila hal ini

dikehendakinya dalam masa yang ditentukan syara‟ melakukan hak khiyar sebagaimana akan disinggung di

depan. Dengan demikian, apabila seseorang dalam

masayang ditentukan tersebut tidak membatalkannya, maka

akad dianggap berjalan sah.Oleh karena itu, tidak ada hak

kepadanya melakukan khiyar setelahnya.Tujuannya

disyaratkannya khiyar syarat ini adalah untuk memelihara

hak-hak pembeli dari unsure penipuan yang mungkin

(46)

30 c. Khiyar „Aib

Khiyar „aib ialah hak pembeli untuk meneruskn

atau membatalkan akad jual beli tatkala terdapat suatu cacat

pada obyek yang diperjual belikan.Sedangkan cacatnya itu

tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.

Ketetapan hak khiyar „aib bagi embelidiberlakukan

baik barang yang diperjualbelikan itu cacatnya diketahui

oleh penjual atau dia sendiri sengaja menyembunyikan atau

tidak tau sama sekali.Adanya hak khiyar „aib itu

disyariatkan untuk menghindarkan adanya kemudaratan

pada barang yang dibeli.

Apabila penjual mengetahui adanya cacat pada

barang yang diperjualbelikan itu dan dan tidak

menjelaskannya pada pembeli, maka dia berdosa atas

perbuatannyaitu dan tidak akan mendapatkan keberkahan

dalam jual belinya itu.

Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya

barang pengganti, baik diucapkan secara jelas ataupun

tidak, kecuali ada keridhaan dari pembeli.Sebaliknya, jika

tidak tampak adanya kecacatan, barang pengganti tidak

diperlukan lagi.

Misalnya, seseorang membeli telur ayam satu

(47)

31

atau ketika telur dipecahkan sudah menjadi anak ayam.hal

ini sebelumnya belum diketahui, baik oleh penjual maupun

pembeli.Dalam kasus seperti ini ditetapkan khiyar bagi

pembeli.

Prinsip dasar disyariatkan khiyar „aib ini adalah

bahwa barang dari cacat merupakan dasar adanya

keridhaan, dan tujuan orang yang berakad adalah agar

barang yang diperjualbelikan itu bisa dimanfaatkan secara

baik.Maka agar bisa dimanfaatkan, tentunya barang

tersebutharus terbebas dari cacat.Oleh karena itu, manfaat

secara sempurna pada barang jelas diutamakan.

d. Khiyar Ru‟yah

Khiyar ru‟yah adalah hak khiyar bagi pembeli untuk

menyatakan apakah mau meneruskan akad jual beli atau

membatalkannya terhadap barang yang belum ia lihat

ketika akad berlangsung.

Khiyar ru‟yah merupakan masa memerhatikan

keadaan barang, menimbang-nimbang sebelum mengambil

keputusan melakukan akad.Dan mengingat kemungkinan

timbulnya akibat buruk jika dilakuakn transaksi (akad) bagi

(48)

32

Namun pada kenyataanya, banyak pula barang yang

tidak mungkin dilihat kualitasnya secara langsung, yang

apabila dibuka menimbulkan kerusakan.Misalnya isi telur,

barang-barang kimia dalam tabung, obat obatan dalam

botol, makanan dalam kaleng dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan ru‟yah (melihat) di sini

sifatnya umum, yaitu bisa dilihat dengan mata atau dengan

yang lainnya seperti dicium, dicicipi, atau diraba.Oleh

karena itu, orang yang buta diperbolehkan melakukan

khiyar ru‟yah. (Hidayat, 2015:32)

C. jual beli

1. pengertian Jual Beli

Berdasarkan pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu

perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan.

Wujud dari hukum jual beli adalah rangkain hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dari para pihak, yang saling berjanji, yaitu

penjual dan pembeli.Biasanya sebelum mencapai kesepakatan,

didahului dengan tawar menawar, yang berfungsi sebagai penentu

sejak kapan terjadi persetujuan tetap.Sejak terjadinya persetujuan

(49)

33

mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan

pembeli.Jual beli merupakan perjanjian yang paling banyak

diadakan dalam kehidupan masyarakat. Tujuan utama dari jual beli

ialah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang

tertentu kepada orang lain. (Handarningtyas, 2017:17)

Menjual menurut bahasa artinya : memberikan sesuatu karena

ada pemberian (imbalan yang tertentu).sedangkan menurut istilah

artinya: pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar

penyerahan dan jawab penerimaan (ijab-qabul) dengan cara yang

diizinkan. (Rifa,1978:183)

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1447-1540 BW.

Akan tetapi ketentuan tersebut tidaklah cukup untuk mengatur

segala bentuk perjanjuan jual beli yang ada dalam masyarakat, akan

tetapi cukup untuk mengatur tentang dasar-dasar perjanjian jul beli.

Dalam pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli

sebagai berikut. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu

benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

(50)

34

2. Dasar Hukum Jual Beli

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini

disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, Hadist Nabi, dan Ijma‟ Yakni :

a. Al Qur’an

Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat

1) QS. An-Nisa‟ [4] ayat 29 (tidak benar) kecuali dengan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu sungguh Allah maha penyayang kepadamu”.

Jual beli merupakan usaha yang baik ntuk mencari rizqi.

Allah telah mengajarkan dengan firman-Nya:

2) QS. Al-Baqarah [2] ayat 275

اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُهَّللا َّلَحَأَو

Artinya:

Allah telah menghalalkan jual beli da mengharamkan riba.

b. Sunnah

Nabi, yang mengatakan:

(51)

35

menyahihkannya dari Rifa‟ah Ibn Rafi‟). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang

terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.

c. Ijma’

Ulama telah sepakat bah wa jual beli diperbolehkan

dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu

mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang

lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang

lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang

lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur‟an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada

situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi

sunnah, wajib, haram, dan makruh. (Muslich, 2010:179)

3. Rukun Jual Beli

Rukun jual beli menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul yang

menunjukkan sikap saling tukar-menukar, atau saling memberi,

atau dengan redaksi yang lain, ijab qabul adalah perbuatan yang

menunjukkan kesediaan dua pihak untuk menyerahkan milik

masing-masing kepada pihak lain, dengan menggunakan perkataan

atau perbuatan. (Muslich, 2010:179)

Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

(52)

36

Aqid atau orang yang melakukan akad, yaitu penjual dan

pembeli. Secara umum, penjual dan pembeli harus orang yang

memiliki ahliyah (kesepakatan) dan wilayah (kekuasaan).

Persyaratan penjual dan pembeli secara rinci akan diuraikan

dalam pembahasan berikutnya, yaitu syarat-syarat jual beli.

b. Shighat (Ijab dan Qabul )

1) Pengertian Ijab dan Qabul

Secara umu ijab dan qabul adalah ikatan kata antara penjual

dan pembeli, jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab

dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan

kerelaan (keridhaan).

2) Shihat Ijab dan Qabul

Shighatakad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul

apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua

pihak, atau ijab saja apabila akadnya akad iltizam yang

dilakkan dua pihak.

3) Sifa Ijab dan Qabul

Akad terjadi karena adanya ijab dan qabul. Apabila ijab

sudah diucapkan, tetapi qabul belum keluar maka ijab

(53)

37

4) Ma‟qud „Alaih (Objek Akad Jual Beli)

Ma‟qud „alaih atau objek akad jual beli adalah barang

yang dijual (mabi‟) dan harga atau uang (tsaman).

(Muslich, 2010:180)

4. Syarat-Syarat Jual Beli

Ada empat macam syarat jual beli yang harus dipenuhi dalam akad

jual beli, yaitu (Muslich, 2010:186-200) :

a. Syarat In‟iqad (terjadinya akad).

Syarat in‟iqad syarat harus terpenuhi agar akad jual

beli dipandang sah menurut syara‟. Apabila syarat ini tidak

terpenuhi, maka akad jual beli menjadi batal.

Hanafiah mengemukakan empat macam syarat untuk

keabsahan jual beli :

1) Syarat berkaitan dengan „aqid (orang yang

melakukan akad)

Syarat untuk „aqid (orang yang melakukan

akad), yaitu penjual dan pembeli ada dua:

a) „Aqid harus berakal yakni mumayyiz. Maka

tidak sah akad yang dilakukan oleh orang gila,

dan anak yang belum berakal (belum

mumayyiz).

b) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus

(54)

38

2) Syarat berkaitan dengan akad itu sendiri.

Syarat akad yang sangat penting adalah

bahwa qabul harus sesuai dengan ijab, dalam arti

pembeli menerima apa yang di ijabkan (ditanyakan)

oleh penjual.

3) Syarat berkaitan dengan tempat.

Syarat yang berkaitan dengan tempat akad

adalah ijab dan qabul harus terjadi dalam satu

majelis. Apabila ijab dan qabul berbeda majelis,

maka jual beli tidak sah.

4) Syarat berkaitan dengan objek akad (Ma‟qud „alaih) Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad

(ma‟qud „alaih) adalah sebagai berikut.

a) Barang yang dijual harus maufud (ada).

b) Barang yang dijual harus mal mutaqawwin.

c) Barang yang sudah dijual harus barang yang

sudah dimiliki.

d) Barang yang sudah dijual harus bisa diserahkan

pada saat dilakukannya akad jual beli.

b. Syarat sahnya jual beli.

Syarat sah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu

(55)

39

yang harus ada pada setiap jenis jual beli agar jual beli

tersebut dianggap sah menurut syara‟. Secara global akad

jual beli harus terhindar dari enam macam „aib:

1) Ketidakjelasan (Al-Jahalah)

Yang dimaksud dengan ini adalah ketidakjelasan

yang serius yang mendatangkan perselisihan yang sulit

untuk diselesaikan. Ketidakjelasan ini ada empat

macam yaitu:

a) Ketidakjelasan barang yang dijual, baik jenisnya,

macamnya, atau kadarnyamenurut pandangan

pembeli.

b) Ketidakjelasan harga.

c) Ketidakjelasan masa (tempo).

d) Ketidakjelasan dalam langkah-langkah penjaminan.

2) Pemaksaan (Al-Ikrah)

Pengertian pemaksaan adalah mendorong orang lain

(yang dipksa) untuk melakukan suatu perbuatan yang

tidak disukainya. Paksaan ini ada dua macam:

a) Paksaan absolut, yaitu paksaan dengan ancaman

yang sangat berat, seperti akan dibunuh, atau akan

dipotong anggoota badannya.

b) Paksaan relatif, yaitu paksaan dengan ancaman yang

(56)

40

3) Pembatasan dengan waktu (at-tauqid).

Yaitu jual beli yang dibatasi waktnya.

4) Penipuan (gharar).

Yang dimaksud disini gharar (penipuan) dalam sifat

barang.

5) Kemudaratan (dharar).

Kemudaratan ini terjadi apabila penyerahan barang

yang dijual tidak mungkin dilakukan kecuali dengan

kemudaran kepada penjual, dalam barang selain objek

akad.

6) Syarat-syarat yang merusak.

Yaitu syarat yang ada manfaatnya bagi salah satu

pihak yang bertransaksi, tetapi syarat tersebut tidak ada

dalam syara‟ dan adat kebiasaan, atau dikenhendaki

oleh akad, atau tidak selaras dengan tujuan akad.

Adapun syarat khusus yang berlaku untuk beberapa

jenis jual beli adalah sebagai berikut:

a) Barang harus diterima

b) Mengetahui barang pertama apabila jual belinya

berbentuk murabahah, tauliyah,. Wadhi‟ah, atau

isyrak.

c) Saling menerima (taqabudh) penukaran, sebelum

(57)

41

d) Dipenuhinya syarat-syarat salam, apabila apabila

jual belinya jual beli salam (pesanan).

e) Harus sama dalam penukaran, apabila barangnya

ribawi.

f) Harus diterima dalam utang piutang yang ada dalam

perjanjian, seperti muslam fih dan modal salam, dan

menjual sesuatu dengan utang kepada selain

penjual.

c. Syarat kelangsungan jual beli (syarat nafadz).

Untuk kelangsungan jual beli diperlukan dua syarat

sebagai berikut:

1) Kepemilikan atau Kekuasaan

Pengertian kepemilikan atau hak milik

adalah menguasai sesuatu dan mampu

men-tasarruf-kannya sendiri, karena tidak ada

penghalang yang ditetapkan oleh syara‟.

2) Pada benda yang dijual (mabi‟) tidak terdapat hak

orang lain. Apabila di dalam barang yang dijadikan

objek jual itu terdapat hak orang lain maka akadnya

mauquf dan tidak bisa dilangsungkan.

d. Syarat mengikat (syarat luzum).

Untuk mengiktnya (luzum-nya) jual beli disyaratkan

(58)

42

memperbolehkan kepada salah satu pihak untuk

membatalkan akad jual beli, seperti khiyar syarat, khiyar

ru‟yah dan khiyar „aib. Apabila didalam jual beli terdapat

salah satu dari jenis khiyar ini maka akad tersebut tidak

mengikat kepada orang yang memiliki hak khiyar, sehingga

ia berhak membatalkan jual beli atau meneruskan atau

menerimanya.

5. Macam-Macam Jual Beli.

Berdasarkan pertukarannya secara umum, maka jual beli

dibagi menjadi empat macam:

a. Jual beli Ba‟i Salam(pesanan), yaitu jual beli melalui pesanan

dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka,

kemudian barangnya diantar belakangan.

b. Jual beli muqayadhah (barter), yaitu jual beli dengan cara

menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan

sepatu.

c. Jual beli muthlaq (jual beli dalam bentuk kontan), yaitu jual

beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat

pertukaran, seperti uang.

d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar, yaitu jual beli

(59)

43

penukar lainnya, seperti uang perak dan uang kertas. (Cahyani,

2013:65)

Disamping keempat macam jual beli yang disebutkan diatas

terdapat satu bentuk jual beli lagi dimana dalam jual beli ini

disertai syarat, jika seseorang penjual mengembalikan uang kepada

pembeli maka pembeli harus mengembalikan barang yang telah

dibelinya. Jual beli ini disebut (Bai‟wafa).

6. Bentuk-Bentuk Jual Beli

Ulama Hanafi membagi menjadi tiga bentuk jual beli:

a. Jual Beli Yang Sahih

Yaitu jual beli yang sesuai dengan syariah serta memenuhi

rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain tidak

tergantung pada hak khiyar lagi.

b. Jual Beli Yang Batal

Yaitu apabila salah satu atau keseluruhan rukun tak terpenuhi

atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan,

seperti: jual beli yang dilakukan orang gila atau barang yang

dijadikan itu barang-barang yang diharamkan syara, yaitu babi,

bangkai, dll.

c. Jual Beli Yang Fasid

Dalam hal ini ulama Hanafi membedakan jual beli fasid

dengan jual beli yang batal. Jual beli dikatakan batal jika

(60)

44

yang dijual tersebut tidak sesui dengan syariah), sepert: jual

beli khomer, babi, dll.(Nasrum, 2007:119)

Jika unsur-unsur kerusakan yang menyangkut barang dan

boleh diperbaiki maka jual beli itu disebut fasid, seperti ucapan

penjual kepada pembeli “saya jual kereta saya ini pada enkau

bulan depan setelah gajian”. Jual beli seperti ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang

disebutkan dalam akad jatuh tempo.

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1447 – Pasal 1540 BW. Ketentuan tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup

untuk mengatur segala bentuk /jenis perjanjian jual beli yang ada

dalam masyarakat, akan tetapi cukup untuk mengatur tentang

dasar-dasar perjanjian jual beli.

Dalam Pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli sebagai

berikut.Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak

yang satu mengikat dirinya untuk membayar harga yang yang telah

dijanjikan.

Kewajiban Penjual dalam perjanjian jual beli, terdapat dua

kewajiban utama dari penjual terhadap pembeli apabila harga barang

tersebut telah dibayar oleh pembeli, yaitu:

a. Menyerahkan barang yang diperjualbelikan kepada pembeli

(61)

45

Kewajiban menyerahkan barang yang diperjualbelikan dari

penjual kepada pembeli, sudah merupakan pengetahuan umum, karena

maksud utama seseorang yang membeli barang adalah agar dia

memiliki barang yang dibelinya, namun kewajiban menjamin barang

yang dijual masih perlu dijelaskan lebih lanjut.

Berdasarkan Pasal 1491 BW, ada dua hal yang wajib

ditanggung/dijamin oleh penjual terhadap barang yang dijualnya,

yaitu:

a. Menjamin penguasaan barang yang yang dijual secara aman dan

tenteram

b. Menjamin cacat tersembunyi atas barang tersebut, yang

sedemikian rupa dapat menjadi alasan pembatalan perjanjian.

Penjual dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya untuk

menanggung cacat tersembunyi apabila dalam perjanjian jual beli

tersebut secara tegas diperjanjian jual beli dibatalkan ataukah harga

barang tersebut dikurangi. (Miru,2012 :134-147)

D. Kadaluarsa

Pengertian Kadaluarsa dalam peraturan menteri kesehatan RI

telah mengalami perubahan, karena berdasarkan peraturan menteri

nomor 346/men.Kes/per/IX/1983, pengertian tanggal kadaluwarsa

adalah batas waktu akhir suatu makanan dapat di gunakan sebagai

(62)

46

Menurut keputusan Dirjen POM No.02591/B/SK/VIII/1991

tentang perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

180/Men.Kes/Per/iv/1985 tentang Makanan Kadaluarsa (a)

menyatakan bahwa Makanan adalah barang yang diwadahi dan

diberikan label dan yang digunakan sebagai makanan atau

minuman manusia akan tetapi bukan obat. (Mayasari, 2017:30)

Dalam surat Al-Baqarah ayat 168 disebutkan bahwa

Hai sekalian manusia, Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitna, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al-Maaidah :88)

Dalam peraturan kepala BPOM RI No.27 Tahun 2013tentang

pengawasan dan pemasukan obat dan makanan ke dalam wilayah

Gambar

Tabel 1.1 Penggunaan Tempat di Pasar Kebakkrmat
Tabel 1.2 Penggunaan Tempat di Pasar Kebakkramat
Tabel 1.3 Penggunaan Tempat di Pasar Kebakkramat
Tabel 1.4 Penggunaan Tempat di Pasar Kebakkrmat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian maka peneliti mendapat kesimpulan bahwa praktik jual beli yang terjadi di CV Lintang Semesta Surakarta sudah sesuai dengan hukum Islam jika

analisis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang diperoleh peneliti di lapangan mengenai praktik jual beli teralis pada bengkel Logam Jaya di Desa Ngadiluwih

Allah menghalalkan jual beli asalkan tidak mengandung unsur riba. Dalam hasil penelitian di Desa Benowo bahwa jual beli barter yang dilakukan masarakat setiap harinya

Jual beli adalah pertukaran harta antara kedua belah pihak atas dasar kerelaan dan suka sama suka (Sabiq, 1988:47). Sehubungan dengan ini Islam sangat menekan agar dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa dalam praktik Mabda‟ ar - ridha‟iyyah atau azas kerelaan dalam transaksi jual beli hasil perkebunan yang

Praktek jual beli alat terapi kesehatan dengan sistem inden di Desa Losari merupakan salah satu bentuk transaksi jual beli yang di lakukan antara penjual dan pembeli

Cara Mancari Pembeli Dari hasil obsevasi dan wawancara peneliti dengan 6 orang sebagai pelaku praktik jual beli motor macet kredit di Desa Pagutan Karang Genteng, Kota Mataram Provinsi

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penetapan harga dalam praktik jual beli kelapa sawit di Desa Sri Agung Kecamatan Batang asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi ini