• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS PERIODE"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS

PERIODE 2012-2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Fahmi Fauzi Abdillah

11151130000058

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS PERIODE 2012-2016

1. Merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 April 2020

(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Fahmi Fauzi Abdillah

NIM 11151130000058

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyatakan penulisan dengan judul:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS PERIODE 2012-2016

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 9 April 2020

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi, Pembimbing,

Muhammad Adian Firnas, M.Si Eva Mushoffa, MA

(4)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS PERIODE 2012-2016

oleh

Fahmi Fauzi Abdillah 11151130000058

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 April 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

M. Adian Firnas, M.Si. Irfan Hutagalung, LLM.

NIP. NIP.

Penguji I, Penguji II,

Dr. Badrus Sholeh, MA. Faisal Nurdin Idris, M.Sc.

NIP. 197102111999031002 NIP. 197711032009121004

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 9 April 2020. Ketua Program Studi Ilmu

Hubungan Internasional

M. Adian Firnas, M.Si. NIP.

(5)

iv

ABSTRAK

Penghentian bantuan Iran kepada Hamas pada 2012-2016 merupakan hal yang pertama kali terjadi sejak hubungan Iran dan Hamas pertama kali terbentuk di tahun 1990an. Keputusan yang diambil oleh Iran merupakan anomali terhadap orientasi kebijakan luar negeri Iran yang memberi tempat khusus bagi isu Palestina. Berdasarkan pada anomali ini, penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor- faktor yang memengaruhi penghentian bantuan Iran kepada Hamas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengambil data dari studi pustaka. Penelitian ini banyak menggunakan analisis kebijakan luar negeri.

Berdasarkan analisis konsep kebijakan luar negeri Laura Neack, penelitian ini menemukan bahwa secara garis besar ada dua tingkat analisis yang memengaruhi penghentian bantuan Iran kepada Hamas, yaitu tingkat negara dan sistemik. Tingkat negara dibagi menjadi dua faktor yaitu munculnya sikap sektarianisme Iran dan kepentingan nasional Iran yang meliputi bidang ekonomi, politik, dan keamanan. Sedangkan dari tingkat sistemik dibagi menjadi tiga: yaitu penolakan Hamas untuk mendukung Assad; munculnya sikap sektarian antar negara dalam konflik Arab

Spring; serta Pragmatisme Hamas dan perubahan geopolitik di kawasan Timur

Tengah. Meskipun terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kebijakan luar negeri Iran, akan tetapi skripsi ini berargumen bahwa kepentingan nasional Iran di kawasan pada analisis tingkat negara menjadi faktor paling dominan dalam penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas.

Kata kunci: Arab Spring, bantuan militer, aliansi, geopolitik Timur Tengah, pragmatisme Hamas

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sudah sepantasnya bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya. Dengan kasih sayangnyalah semua nikmat bisa diperoleh, termasuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW, rasul yang telah mengajarkan pentingnya menjadi orang yang beriman dan berilmu sehingga bisa berada dalam kemuliaan akhlak. Tidak lupa saya ingin berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam proses studi dan penulisan skripsi ini: 1. Kedua orang tua, Ayahanda Drs. Suherlan, M.Pd. dan Ibunda Mimah Rohayati yang telah mengizinkan saya memilih studi Hubungan Internasional. Keduanya telah memberikan banyak hal dalam proses penulisan skripsi ini, mulai dari motivasi, finansial yang diberikan kepada saya. Selain itu, berkat doa dan keridhoan merekalah saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka saya persembahkan karya ini untuk keduanya.

2. Ibu Eva Mushoffa, MHSPS, M.A. yang berperan sangat baik sebagai dosen pembimbing. Beliau banyak memberikan masukan mengenai kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, beliau juga menjadi teman diskusi yang membuka wawasan baru mengenai suatu isu. Serta kesabarannya dalam menghadapi kesalahan saya dalam proses mengerjakan skripsi ini. 3. Bapak Irfan Hutagalung, SH, LLM yang menjadi dosen pembimbing

akademik. Dengan dukungannyalah saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Dosen-dosen Hubungan Internasional di bidangnya masing-masing yang

(7)

vi

5. Kepada kedua adik saya, Fajri Bahari Abdillah dan Muhammad Rizqi Abdillah yang telah menjadi salah satu faktor saya bersungguh-sungguh. 6. Keluarga besar Ilmu Hubungan Internasional angkatan 2015, khususnya

teman-teman Revolutioner Class (HI B) dan yang menemani saya selama kuliah.

7. Rifqi Ibnu Masy yang menjadi sahabat dekat saya dalam berdiskusi tentang banyak hal dan kawan seperjuangan saat KKN di Malaysia, Mas Ijmal sesepuh di kelas yang selalu memberi nasihatnya, Fajar Illahi rekan sekelas yang juga teman diskusi terkait dakwah sekaligus rekan magang di kemlu, dan Citra Nada Nurbaiti dan Hibatul Wafi yang mejadi rekan diskusi dan sesekali membagi bahan yang disarankan dosen pembimbing.

8. Keluarga besar KKN Pendekar yang menjadi tempat saya berproses selama KKN di Tawau, Sabah, Malaysia.

9. Santri-santri dan abi-abi, khususnya kelompok Tekamül Altı Pesantren UICCI (United Islamic Cultural Centre of Indonesia) Sulaimaniyah Ciputat yang selalu memberikan dorongan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar LDK, LPM Institut, PMII Komisariat FISIP, Yayasan Cut Meutia, dan Mahasantri Group yang telah menjadi tempat berproses selama saya berlajar di tanah rantau.

11. Selain nama-nama yang disebutkan, tentu banyak pihak lainnya yang memberikan kontibusi selama studi dan proses penulisan skripsi ini. Semoga segala kebaikan yang dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT.

(8)

vii

Akhirnya, skripsi ini tentu memiliki banyak kekurangan yang merupakan tanggung jawab saya sepenuhya.

Ciputat, 9 April 2020

(9)

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Penelitian... 5

D. Studi Pustaka ... 6

1. Literatur Umum tentang Pola Relasi Iran dan Hamas ... 6

2. Literatur Umum tentang Periodisasi Waktu Hubungan Iran dan Hamas ... 8

3. Hubungan Iran dan Hamas dalam Konteks Persaingan Geopolitik di Timur Tengah ... 10

(10)

ix

Memberikan Bantuan kepada Hamas ... 11

E. Kerangka Pemikiran ... 12

1. Analisis Kebijakan Luar Negeri dan Faktor yang Memengaruhinya ... 13

2. Geopolitik ... 16

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II DINAMIKA HUBUNGAN IRAN-HAMAS A. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Iran ... 22

B. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Iran terkait Isu Palestina ... 25

C. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Iran ... 30

1. Tipe Kebijakan Luar Negeri Ideologis ... 31

2. Tipe Kebijakan Luar Negeri Pragmatis-Reformis ... 33

D. Hubungan Politis Iran dan Hamas sebelum 2012 ... 35

E. Hubungan Militer Iran dan Hamas sebelum 2012 ... 39

BAB III PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS DALAM KONFLIK SURIAH PERIODE 2012-2016 A. Posisi Hamas dalam Konstelasi Konflik Suriah ... 44

B. Penghentian Bantuan Militer dan Keuangan Iran kepada Hamas Pasca Konflik Suriah (2012-2016) ... 47

BAB IV ANALISA FAKTOR –FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGHENTIAN BANTUAN IRAN KEPADA HAMAS DALAM KONFLIK SURIAH PERIODE 2012- 2016 A. Analisis Tingkat Negara ... 64

(11)

x

1. Kepentingan Geopolitik Iran di Suriah ... 63

a. Bidang Keamanan ... 63

b. Bidang Ekonomi ... 66

c. Bidang Politik ... 71

2. Munculnya Sikap Sektarian Iran ... 76

B. Analisis Tingkat Sistemik ... 80

1. Penolakan Hamas terhadap Rezim Bashar al-Assad ... 80

2. Munculnya Kembali Isu Sektarian dalam Konflik Suriah ... 83

3. Pragmatisme Hamas dan Perubahan Geopolitik di Kawasan ... 88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran dan Rekomendasi ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... xv

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel III.B Bantuan Militer Iran kepada Hamas Periode 1992-2016 ... 47 Tabel IV.B.3 Upaya Rekonsiliasi Negara-negara Sunni terhadap Hamas ... 94

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. A Proses Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Republik Islam Iran ... 22 Gambar II.E Rute Distribusi Senjata dari Iran ke Jalur Gaza ... 41

(14)

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

FSA : Free Syrian Army

GCC : Gulf Cooperation Council

HAMAS : Harakat Al Muqawwamah Al Islamiyah IAEA : International Atomic Energy Agency

IDF : Israel Defence Force

IM : Ikhwanul Muslimin

IRGC : Iran Revolutionary Guard Corps IRNA : Islamic Republic News Agency JCPOA : Joint Comprehensive Plan of Action MOIS : The Ministry of Intelligence and Security

NDF : National Defence Force

NPT : Non-Prolieration Treaty OKI : Organisasi Kerjasama Islam

PA : Palestine Authority

PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PIJ : Palestine Islamic Jihad

PLO : Palestine Liberation Organization

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Periodisasi Hubungan Iran dan Hamas (1979-2012) ... xxx Lampiran 2 Jalur Pipa Gas Iran ke Eropa ... xxxviii Lampiran 3 Presentase Rakyat Suriah berdasarkan Etnis ... xxxviii

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak berakhirnya Perang Iran-Irak tahun 1988, tepatnya pada 1992 Iran telah memberikan bantuan militer dan keuangan kepada Hamas. Padahal

Palestine Liberation Organization (PLO), representasi Palestina sebelum

Hamas berdiri itu lebih mendukung Irak pada Perang Iran-Irak 1980-1988. Akan tetapi, pada 1992 Hamas yang mendukung Iran telah mengubah geopolitik di Timur Tengah.1

Kemunculan Hamas sebagai gerakan perlawanan terhadap Israel memiliki peran cukup signifikan. Gerakan ini didukung oleh 16,6% warga Tepi Barat dan Jalur Gaza.2 Bantuan dana pun bisa mereka dapatkan dari para pendukung

dengan menerapkan zakat 2,5% kepada warga yang ada di dalam teritori Hamas, terkadang apabila masyarakat tidak bersedia membayar zakat, maka akan dilakukan kekerasan.3

Meskipun didukung oleh masyarakat Palestina, Hamas sejak awal berdirinya memiliki ketergantungan terhadap negara-negara di Timur Tengah, terutama Iran. Dalam menghadapi Israel, keduanya mempunyai pendekatan yang sama, yaitu militer. Iran merupakan negara yang paling vokal dalam menyuarakan hak-hak kelompok-kelompok Islam Palestina. Contoh

1 Amy Thomson, “The Ties that Bind: Iran and Hamas Principal Agent Relationship,” (tesis

master: Universitas Massey, 2012), 7.

2 Kenneth Katzman, “Hamas‟s Foreign Benefactors,” Middle East Quarterly 2 (Juni

1995); 33-38, tersedia di https://www.meforum.org/251/hamass-foreign-benefactors; diakses pada 23 Juni 2019.

(17)

2

konkretnya adalah selama kunjungan Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Velayati ke New York pada 1994. Ia mengatakan, Tehran akan melanjutkan dukungan dengan menyediakan bantuan militer dan politik bagi Hamas.4

Sejak awal berdirinya Hamas, Iran merupakan negara yang paling sering memberikan bantuan dana. Argumen ini diperkuat oleh Direktrur Pusat Intelijen Amerika Serikat (AS), James Woolsey pada 10 Januari 1995 bahwa Iran telah menyediakan dana bantuan sebesar $10 juta dolar.5

Dalam memberikan bantuan militer kepada Hamas, Iran menganggap bahwa kelompok ini mempunyai peran strategis dalam menghadapi Israel. Selain itu, Hamas merupakan organisasi yang mempunyai afiliasi di bidang militer, politik, sosial, dan agama.6

Berdasarkan hasil wawancara Marie Colvin jurnalis the Sunday Times dengan Izzudin al-Qassam bahwa sejak 2005 hingga 2008 Iran telah memberikan bantuan senjata dan pelatihan militer kepada 150 tentara Hamas.7

Hal tersebut juga diperkuat oleh Cohen dan White bahwa Iran juga memberikan pelatihan militer dan perakitan senjata dalam rangka menghadapi ancaman Israeli Defence Force (IDF). 8

4 Katzman, “Hamas’s Foreign Benefactors”. 5 Katzman, “Hamas’s Foreign Benefactors”.

6 Joshua L. Gleis and Benedetta Berti, Hezbollah and Hamas: A Comparative Study,

(Baltimore: The Johns Hopkins University Press, 2012), 121; https://books.google.co.id/books?id=PIHmSazFx_0C&pg=PA245&lpg=PA245&dq=Joshua+L.+G leis+and+Benedetta+Berti.,+2,+121.&source=bl&ots=9wePRol16z&sig=ACfU3U1FpIJ0xwErvN

qCT42a-JWXpZmJJg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiN-tf37qbjAhVUAXIKHTwaCxQQ6AEwAHoECAgQAQ#v=onepage&q=Joshua%20L.%20Gleis% 20and%20Benedetta%20Berti.%2C%202%2C%20121.&f=false, diakses pada 9 Juli 2019.

7 “Iranian Support for the Palestinian Terrorist Organization,” The Meir Amit Intelligence

and Terrorism Information Center (January 20, 2013): 20.

8 Yoram Cohen dan Jeffrey White, “Hamas in Combat: The Military Performance of the

(18)

3

Pada 2012 dalam konflik Suriah, kedua pihak berbeda posisi. Iran mendukung pemerintahan Bashar al-Assad, sedangkan Hamas mendukung oposisi. Perbedaan ini berdampak terhadap perubahan kebijakan Iran yang mengurangi bantuan keuangan kepada Hamas sebesar $23 juta per bulan dan juga menghentikan bantuan militer.9

Akhir tahun 2013 hubungan Iran-Hamas tak kunjung membaik. Kerenggangan hubungan keduanya merupakan dampak tidak langsung dari konflik Suriah dan dicerminkan dalam komunikasi politik yang buruk, bantuan finansial dan logistik yang berkurang. Meskipun demikian, kedua pihak berusaha menghindari eskalasi konflik yang lebih besar dan kedua pihak secara perlahan berusaha memperbaiki hubungan, khususnya karena kedua pihak mempunyai kepentingan yang sama terutama dalam kaitannya usaha melawan Israel dan AS.10

Hubungan Hamas-Iran diperparah oleh eskalasi konflik Yaman pada Maret 2015. Hamas mengumumkan posisinya dalam perang Yaman untuk memberikan dukungan kepada pemerintah Abd Rabbo Mansur Hadi yang juga didukung negara-negara Sunni, sedangkan Iran secara tegas mendukung oposisi Houthi. Perbedaan posisi ini memperkuat penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas.11

9 Daniel Levin, “Iran, Hamas, and Palestine Islamic Jihad,” Wilson Center, Jully 9, 2018.

https://www.wilsoncenter.org/article/iran-hamas-and-palestinian-islamic-jihad (diakses pada 12 September 2019).

10 Mohsen M. Saleh.The Palestinian Strategic Report 2012-2013 . (Beirut: Al Zaytouna

Centre For Studies & Consultations), 207.

11 Safa News, “Hamas: We stand with the political legitimacy of Yemen and its people’s

(19)

4

Menanggapi situasi ini, para analis berpendapat bahwa perang Yaman mengubah kembali peta aliansi di Kawasan Timur Tengah. Posisi Hamas cenderung merapat ke poros Sunni, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan termasuk negara Teluk, begitupun Mesir dan Turki. Sikap Hamas ini membuat hubungannya dengan Iran merenggang dan jalan rekonsiliasi menjadi sulit diwujudkan pada periode ini.12

Tehran secara signifikan mengurangi bantuan dana dan militer kepada Hamas. Dalam kasus ini, Iran meminta Hamas untuk mengambil posisi dalam mendukung poros perlawanan di Kawasan Arab; Teheran dibuat marah oleh pemimpin Hamas karena mereka tidak ingin mengambil posisi sebagai pendukung pemerintah Suriah dan akibatnya Iran pun membatasi ikatan dengan Hamas juga bantuan militer dan dana untuk pergerakan Hamas.13

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan Iran kepada Hamas periode 2012-2016. Hubungan Iran dan Hamas menjadi penting untuk dibahas disebabkan hubungan keduanya sejak 1992 hingga 2011 berjalan dengan baik, namun sejak 2012 atau pasca eskalasi konflik Suriah, hubungan keduanya memanas yang berdampak

http://safa.ps/post/149351/%D8%AD%D9%85%D8%A7%D8%B3-

%D9%86%D9%82%D9%81-%D9%85%D8%B9-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%B1%D8%B9%D9%8A%D8%A9%D8%A7 %D9%84%; diakses pada 3 November 2018.

12 Adnan Abu Amer, “Hamas Redraws the Map of Its Alliances after the War in Yemen”,

Al-Monitor, 8 April 2015,

http://www.al- monitor.com/pulse/ar/originals/2015/04/hamas-position-yemen-war-region-alliances.html; 3 November 2018.

13 Ahmad Abu Amer, “Did Iran Ever Stop Funding Hamas?”, Al-Monitor, 12 Maret 2019;

tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2019/03/iran-hamas-relations-financial-support-regional-developments.html; diakses pada 27 Maret 2019.

(20)

5

terhadap penghentian bantuan Iran kepada Hamas. Periode 2012 hingga 2016 menjadi fokus penelitian karena pada periode tersebut terjadi penghentian bantuan Iran kepada Hamas, sedangkan rekonsiliasi baru terjadi pada 2017. B. Pertanyaan Penelitian

Dengan berubahnya kebijakan luar negeri pemerintah Iran yang menghentikan bantuan militernya kepada Hamas pada Konflik Suriah, penulis akan fokus pada pertanyaan peneilitan, “Apakah faktor-faktor yang

memengaruhi Penghentian Bantuan Iran kepada Hamas Periode 2012-2016?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan pemerintah Iran sehingga menghentikan bantuan militer ke Iran periode 2012-2016.

2. Menganalisis perubahan kebijakan Iran pada konflik Suriah periode 2012-2016

3. Menguji teori dan konsep hubungan internasional yang relevan dalam penelitian ini.

Sedangkan manfaat yang diharapkan pada penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan studi hubungan internasional, baik itu lingkup universitas, nasional bahkan internasional.

(21)

6

2. Penelitan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya, terutama penelitian yang membahas tentang membahas tentang penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian yang mengkaji tentang proses pengambilan kebijakan yang berpengaruh pada kebijakan luar negeri suatu negara.

4. Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya literatur ilmu hubungan internasional kontemporer, terutama berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara.

D. Studi Pustaka

Penelitian yang mengkaji tentang hubungan Iran dan Hamas telah banyak dilakukan oleh literatur-literatur lainnya. Studi pustaka ini dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu: (1) literatur umum tentang pola relasi Iran dan Hamas, (2) hubungan Iran dan Hamas berdasarkan periodisasi waktu (3) hubungan Iran dan Hamas dalam konteks persaingan geopolitik di Timur Tengah dan (4) motif Iran dalam memberikan bantuan militer kepada Hamas.

(1) Literatur umum tentang pola relasi Iran dan Hamas

Terdapat beberapa literatur yang membahas tentang pola relasi Iran dan Hamas. Dalam studinya, Dore Gold14 berpendapat bahwa titik awal

terbentuknya pola relasi antara Iran dan Hamas terjadi pada Perang Lebanon 2006 di mana terbentuk poros axis of resistance yang melibatkan

14 Dore Gold, Iran, Hizbullah, Hamas, and the Global Jihad: A New Conflict Paradigm for

(22)

7

Iran, Hamas, Suriah dan Hizbullah. Stabilitas keamanan yang terjadi di kawasan menjadi tidak stabil sejak adanya serangan Israel. Oleh karena itu, perang tersebut mengantarkan keempat aktor pada satu kepentingan, yaitu untuk melawan dominasi Israel. Senada dengan Gold, Shai Oseran15 berargumen bahwa pola relasi yang terbentuk antara Hamas dan Hizbullah bersifat pragmatis daripada ideologis. Keduanya melakukan kerjasama karena adanya kepentingan yang sama dalam melawan Israel. Selain itu, kedua aktor merupakan penerima bantuan militer dari Iran. Oseran juga berpandangan bahwa Perang Lebanon 2006 menjadi puncak kemesraan hubungan Hamas dan Hizbullah.

Asher Susser16 menganalisis pengaruh meningkatnya politik Islam dan runtuhnya sekularisme terhadap kemenangan Hamas pada Pemilu 2006 di Palestina. Susher berargumen bahwa runtuhnya paham sekularisme pada awal tahun 2000-an di Timur Tengah berdampak terhadap politik domestik Palestina. Selain itu, menguatnya politik domestik Palestina berdampak positif terhadap hubungan Hamas dengan Iran. Susher menambahkan bahwa hubungan antara Hamas dan Iran menguat disebabkan adanya kesamaan ideologi Islam sebagai landasan ideologi keduanya. Iran menempatkan Islam sebagai orientasi kebijakan

15 Shai Oseran, “Hezbollah-Hamas Cooperation: Motivation, Manifestations and Future

Outlook”, ICTWPS, (Oktober 2013).

16 Asher Susser, The Rise of Hamas in Palestine and The Crisis of Secularism in The Arab

World, (Massachusetts:Brandeis University Crown Center for Middle East Studies, Februari 2010),

(23)

8

luar negerinya, sedangkan Hamas menempatkan Islam sebagai landasan perlawanan terhadap Israel.

Selain itu, Erik Mohn dan Andre Bank berargumen bahwa relasi awal yang terbentuk antara Hamas dan Iran disebabkan adanya pertarungan geopolitik antara blok anti-Barat meliputi Iran, Hamas, Suriah, dan Hizbullah dan pro-Barat meliputi Arab Saudi, Mesir, dan Yordania.

(2) Literatur umum tentang periodisasi waktu hubungan Iran dan Hamas

Amy Thomson17 melakukan pendekatan hubungan Iran dengan Hamas berdasarkan periodisasi waktu, antara lain: Pertama, No Ties (Tidak ada ikatan) tahun 1979-1989. Kedua, Ties establish and grow (Ikatan Berkembang dan Tumbuh) tahun 1990-1998 pada periode inilah kontak antara Iran dan Hamas mulai terbangun ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Islam tentang Palestina di Teheran yang mengundang Hamas pada Desember 1990, Ketiga, Relationship Cools (Hubungan Dingin) tahun 2000-2005. Keempat, Relationship Warms (Hubungan Hangat) tahun 2006-2009. Dan kelima, Uncertainty (Ketidakpastian) tahun 2010-2012. MenurutAdapun nya, hubungan Iran dan Hamas dari waktu ke waktu bersifat dinamis. Adapun relevansi dengan skripsi ini, yaitu sebagai lanjutan mengenai hubungan Iran-Hamas dari tesis tersebut.

(24)

9

Lebih lanjut Elly Karmon18 berargumen bahwa Hamas mulai meninggalkan poros perlawanan Iran (axis of resistance) dan merapat kepada rejim baru Mesir dari Ikhwanul Muslimin sejak kudeta Presiden Husni Mubarak di Mesir pada 2012. Hal ini memiliki dampak signifikan terhadap kekuatan politik, ekonomi, dan militer Hamas di kawasan, terutama dalam menghadapi Israel.

Sedangkan Basem Ezbidi19 menganalisis revolusi yang terjadi di

negara-negara Arab memiliki dampak signifikan terhadap kondisi politik internal Palestina, terutama semakin sulitnya rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah. Ezbidi berargumen bahwa aliansi baru Hamas, seperti Tunisia, Turki, Qatar dan Mesir (hingga digulingkannya Presiden Mursi) tidak mampu memberikan dukungan signifikan dalam melawan Israel. Selain itu, aliansi baru tersebut juga tidak mampu mendorong rekonsiliasi Fatah-Hamas.

Pada periode 2014, Tom Wilson20 menganalisis kebijakan Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Hamas disebabkan perbedaan posisi pada konflik Suriah. Keadaan ini membuat Hamas mengalami pengurangan bantuan militer dari Iran. Di sisi lain, kebijakan tersebut memperlemah posisi tawar Hamas, walaupun Turki telah memberi bantuan diplomatik dan Qatar bantuan finansial.

18 Ely Karmon, “Hamas in Dire Straits”, Perspectives on Terrorism, Vol. 7, No. 5 (Oktober

2013), 111-113.

19 Basem Ezbidi, “Arab Spring: Weather Forecast for Palestine”, Middle East Policy, Vol.

XX, No. 3, FALL 2013. 108.

20 Tom Wilson, “Hamas Today: An Assessment of Alliances and Capabilities”, Centre for

(25)

10

Ahmad AlMadani dan Muhammad Muttaqien21 menjelaskan tentang proses memburuknya hubungan Iran dan Hamas pasca konflik Yaman dan Suriah. Almadani menggunakan kerangka teori aliansi dalam menjelaskan hubungan aktor negara dan non-negara.

Fatima al-Smadi22 menganalisis konflik Suriah sebagai akibat dari munculnya kembali perbedaan identitas Sunni-Syiah yang menyebabkan hubungan Iran dengan Hamas dan Palestine Islamic Jihad memburuk. Aiko Nishikida23menekankan pada perubahan posisi Hamas selama Arab

Spring 2014. Ia berargumen bahwa membaiknya hubungan Hamas dengan

poros Sunni (Arab Saudi, Mesir dan lainnya) sebagai dampak dari memburuknya hubungan Hamas dan Iran.

(3) Hubungan Iran dan Hamas dalam Konteks Persaingan Geopolitik di Timur Tengah

Konflik Suriah menyebabkan keretakan hubungan Iran dan Hamas. Argumen ini diperkuat oleh Erik Mohn dan André Bank24 yang mengkaji bahwa kontak politik yang terjadi antara Iran dan Hamas terbentuk dalam geopolitik Timur Tengah yang terbagi menjadi tiga polar, yaitu kekuatan pro-Barat, gerakan perlawanan anti-Barat, dan aliansi jalan tengah. Namun dalam konteks eskalasi konflik di Suriah, geopolitik Timur Tengah

21Ahmad AlMadani dan Muhammad Muttaqien, “The Relationship between the Islamic

Republic of Iran and the Palestinian Hamas Movement and Its Impact on the Palestinian Issue (2010-2015)”, PEOPLE: International Journal of Social Sciences, 4 (2), 56-66.

22 Fatima al-Smadi. “Analysis: Hamas, Islamic Jihad Redefining Relations with Iran.”

Aljazeera Center for Studies (20 September 2015).

23 Aiko Nishikida. “Hamas and the Gaza War of 2014: Developments since the Arab Spring

in Palestine”. IDE Discussion Paper (November 2018).

24 Erik Mohn dan André Bank, “Syrian Revolt Fallout: End of the Axis Resistance,” Middle

(26)

11

mengalami pergeseran, terutama pasca keputusan Hamas menarik kantor perwakilannya di Damaskus. Keputusan ini membuat Hamas secara resmi bergabung ke blok pro-Barat dan berdampak pada melemahnya posisi Iran dan blok anti-Barat.

Namun demikian, Jeffrey Martini, Erin York, daan William Young25 berpendapat bahwa pasca penarikan diri dari Damaskus, sebenarnya Hamas tidak langsung membangun koalisi dengan pro-Barat tapi mengambil jalan tengah atau non-aliansi.

Selain itu, terdapat alasan Iran lebih mendukung Bashar Al-Assad dalam konflik Suriah, seperti dijelaskan oleh Jubin M. Goodarzi26 yang menganalisis Suriah sebagai mitra stategis Iran di kawasan. Karena Suriah merupakan jalur penghubung bantuan militer Iran kepada Hizbullah dan Hamas untuk menghadapi Israel. Oleh karena itu, pada eskalasi konflik Suriah, Iran memilih untuk memperjuangkan Bashar Al-Assad supaya tidak digulingkan oleh oposisi.

(4) Literatur umum tentang upaya dan motif yang mendorong Iran memberikan bantuan kepada Hamas

Frederic Wehrey27 dalam konteks ini juga memiliki argumen bahwa Iran lebih termotivasi untuk memperkuat pengaruh politik untuk

25 Jeffrey Martini, Erin York, dan William Young, “Syria as an Arena of Strategic

Competition,” (California: RAND Corporation, 2013): 1-7.

26 Jubin M. Goodarzi, “Syria and Iran: Alliance Cooperation in a Changing Regional

Environment,” Ortadoğu Etütleri, 4, no. 2 (Januari 2013): 31-4.

27 Frederic Wehrey dkk, “Iran and Its Non-State Partners: Assessing Linkages and

(27)

12

memperkuat posisi tawar di kawasan terhadap dominasi proksi Barat dibandingkan dengan menyebarkan ideologi Revolusi Islam Iran.28

Beberapa penelitian di atas membahas tentang pola relasi antara Iran dan Hamas berdasarkan periodisasi waktunya. Kemudian pola relasi antara Iran dan Hamas lebih bersifat pragmatis dibanding ideologis. Namun demikian, skripsi ini akan membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas periode 2012-2016. Skripsi ini berasumsi bahwa di antara faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas adalah munculnya kembali perbedaan identitas pada konflik Suriah yang didasari oleh kepentingan politik Sunni dan Syiah. Kemudian faktor lainnya adalah menguatnya pragmatisme Iran dan Hamas serta perbedaan kepentingan politik dalam kaitannya dengan perebutan pengaruh 2 proksi di kawasan. Adapun dalam skripsi ini berasumsi bahwa kepentingan nasional Iran di bidang politik dan keamanan merupakan faktor paling dominan dalam proses penghentian bantuan militer dan keuangan kepada Hamas.

E. Kerangka Pemikiran

Seperti penjelasan di atas, skripsi ini menganalisis perubahan kebijakan luar negeri Iran terhadap Hamas dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Oleh

28 Ideologi Revolusi Iran adalah ideologi yang mendukung interpretasi Islam

fundamentalis, yang menjelaskan pembentukan teokrasi. Amir Arjomand misalnya mengatakan, Revolusi Iran tidak mengutamakan kepentingan ekonomi dan kelas sosial dalam revolusi dan lebih menyoroti ideologi, tradisi, dan legitimasi. Misagh Parsa, “State, Class, and Ideology in the Iranian Revolution,” Comparative Studies of South Asia Africa and the Middle East 29, no. 1 (Januari 2009).

(28)

13

karena itu, skripsi ini menggunakan konsep-konsep dalam teori Hubungan Internasional, yaitu: (1) analisis kebijakan luar negeri dan faktor yang memengaruhinya ditinjau dari analisis level kebijakan luar negeri (level of

analysis), dan (2) konsep Geopolitik sebagai alat analisis dalam mengkaji

faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas.

1. Analisis Kebijakan Luar Negeri dan Faktor yang Memengaruhinya

Analisis kebijakan luar negeri merupakan sebuah konsep dalam hubungan internasional yang menjelaskan bagaimana suatu negara melakukan kebijakan terhadap aktor negara atau non-negara. Selain itu, kebijakan luar negeri juga merupakan perwujudan dari cita-cita, strategi, tindakan, metode, panduan, arahan, pemahaman, kesepakatan dan sebagainya.29

Menurut Rosenau, kebijakan luar negeri adalah all the attitudes and

activities through which organized nation societies seeks to cope with and

benefit from international envronment.30 [segala macam sikap dan

kegiatan melalui masyarakat bangsa yang terorganisir berupaya untuk menguasai dan megambil manfaat dari lingkungan internasional].

Sedangkan menurut Holsti, kebijakan luar negeri adalah tindakan atau sikap suatu negara yang merupakan hasil (output) politik luar negeri berdasarkan pemikiran, serta tindakan yang berpola dan disusun oleh para

29 Walter Carlsnaes, “Foreign Policy,” W. Carlsnaes, T. Rise, dan B. Simmons (editor)

dalam Handbook of International Relations (London: Sage, 2002), 335.

30 James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and

(29)

14

pembuat keputusan untuk menyelesaikan masalah dan mengupayakan perubahan di lingkungan internasional.31

Menurut Walter Carlsnaes, kebijakan luar negeri membutuhkan tindakan yang tercermin dalam bentuk eksplisit yang menyatakan tujuan, komitmen, atau arah, beserta gerakan yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah dengan bertindak atas nama komunitasnya yang berdaulat ditujukan terhadap tujuan, keadaan dan aktor-aktor baik yang bersifat pemerintahan maupun non-pemerintahan.32

Sedangkan menurut Deborah Gerner, kebijakan luar negeri merupakan niat, pernyataan, dan tindakan dari aktor negara yang diarahkan terhadap pihak eksternal dan respons aktor lainnya terhadap niat, pernyataan dan tindakan aktor dari suatu negara.33

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri merupakan perwujudan dari cita-cita suatu negara bangsa yang tercermin dalam seperangkat tindakan atau sikap suatu negara bangsa dengan cara menyelesaikan masalah dan perubahan di lingkungan internasional berdasarkan kepentingan aktor tersebut.

Penelitian ini menyinggung analisis kebijakan luar negeri ditinjau dari faktor internal dan eksternal menurut Alex Mintz. Dalam hal ini Marijke Breuning memahami faktor internal yaitu segala hal yang

31 K. J. Holsti, International Politics “A Framework of Analysis,” edisi keenam, Prentince

Hall International, Inc: London, 1992).

32 Steve Smith, Amelia Hadfield, Tim Dunne, Foreign Policy. Theories, Actors, Cases.

(New York: Oxford University Press, 2008).

33 Laura Neack, The New Foreign Policy: Power Seeking in Globalized Era, edisi ke-2.,

(30)

15

berkaitan dengan hubungan antar institusi di level domestik (eksekutif dan legislatif), kondisi ekonomi, sejarah dan budaya suatu negara. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan hubungan antar negara dalam sistem internasional.34

Alex Mintz dan Karl DeRouen35 mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu faktor domestik dan internasional. Faktor Internasional meliputi: deterrence dan perlombaan senjata, peristiwa-peristiwa besar, aliansi, dan tipe rezim (musuh).

Sedangkan faktor domestik meliputi: taktik pengalihan isu, kepentingan ekonomi dan keputusan kebijakan luar negeri, peran dari opini publik, siklus pemilihan.36

Selain itu, Laura Neack lebih spesifik membagi analisis faktor yang memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara menjadi tiga tingkatan, antara lain analisis tingkat individu, negara, dan sistemik.37

Pertama, analisis tingkat individu, berfokus pada individu sebagai

pembuat keputusan, bagaimana membuat keputusan, persepsi, dan cara pembuat keputusan berinteraksi. Kedua, analisis tingkat negara. Pada level negara, kita menguji faktor-faktor masyarakat dan pemerintah yang

34 Marijke Breuning, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction (New York:

Palgrave Macmillan, 2007), 12-13.

35 Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making (New

York: Cambridge University Press, 2010), 121.

36 Mintz dan DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 129

37 Laura Neack, The New Foreign Policy: Power Seeking in Globalized Era, edisi ke-2.,

(31)

16

berkontribusi dalam pembuatan kebijakan luar negeri dalam suatu negara.

Ketiga, analisis tingkat sistemik. Tingkat sistemik mengeksplorasi

hubungan bilateral (state to state), isu dan interaksi regional, isu global dan interaksi multilateral antar negara. Level ini juga mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh organisasi regional dan internasional dan oleh aktor-aktor non-negara seperti Inter Non-Governmental Organization (INGO).38

Sedangkan menurut James N. Rosenau terdapat lima tingkat dalam menganalisis kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu: individu, peran, pemerintah, sosial, dan sistemik.39

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan keuangan dan militer Iran kepada Hamas, skripsi ini akan berfokus pada dua tingkat analisis menurut Laura Neack yaitu analisis tingkat negara dan sistemik. Karena kedua tingkat analisis tersebut menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan Iran kepada Hamas.

2. Geopolitik

Menurut Karl Haushofer, geopolitik adalah ilmu tentang negara yang membahas faktor determinan yang memengaruhi proses politik berdasarkan luas geografis. Adapun menurut Geoffrey Parker, geopolitik

38 Neack, The New Foreign Policy, 10-11.

39 James N. Rosenau, The Study of World Politics: Theoretical and Methodological

(32)

17

merupakan salah satu kajian dalam hubungan internasional berdasarkan perspektif geografis.40

Berbeda dengan Haushofer dan Parker, Robert Kaplan berpendapat bahwa geopolitik merupakan persaingan terus-menerus antar negara berdasarkan wilayah. Beberapa definisi di atas kemudian disimpulkan oleh Bernard Cohen yang mendefinisikan geopolitik sebagai analisis terhadap interaksi antar negara berdasarkan perspektif geografis dalam proses politik.41

Dalam konteks penelitian ini, fragmentasi yang terjadi di kawasan Timur Tengah pada saat Arab Spring dan dinamika kekuatan multipolar telah membangkitkan pemikiran geopolitik dalam menjelaskan fenomena tersebut. Definisi geopolitik tradisional yang berfokus pada interaksi antara geografi dan kekuasaan dalam membentuk hubungan internasional telah mengalami pergeseran makna yang lebih luas dalam hal tata negara dan aset negara seperti letak geografis, ekonomi, militer, demografis dan lingkungan.42

Lebih lanjut dinamika yang terjadi di Timur Tengah telah mengakibatkan kerjasama baru di beberapa negara dan juga persaingan kekuasaan antara kekuatan regional dan global, aktor negara dan non-negara.43 Kerjasama baru bisa dilihat dari bergabungnya Mesir ke dalam

40 Saul Bernard Cohen, Geopolitics: The Geography of International Relations, edisi ke-3

(Maryland: Rowman & Littlefield, 2015), 15-16.

41 Cohen, Geopolitics.

42 Kristina Kausch, “Introduction,” dalam Geopolitics and Democracy in the Middle East,

(Madrid: Fride, 2015), 11.

(33)

18

aliansi jalan tengah bersama dengan Turki dan Qatar.44 Selain itu aliansi ini juga mengajak Hamas sebagai aktor non-negara untuk bergabung. Sedangkan persaingan kekuasaan di Timur Tengah mempertemukan blok Sunni menghadapi Syiah dalam konflik Suriah.

Dalam penelitian ini, konsep geopolitik digunakan sebagai perangkat analisis. Sebab penelitian ini membahas tentang pengaruh perubahan geopolitik di kawasan Timur Tengah terhadap penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas. Penelitian ini berasumsi bahwa perubahan geopolitik di Timur Tengah (merapatnya negara-negara Sunni kepada Hamas) yang bertentangan dengan kepentingan geopolitik Iran menjadi salah satu faktor penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas.

F. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif-eksplanatif. Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi yang meneliti masalah manusia dan masalah sosial.45 Menurut Creswell, penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang meneliti kata-kata, gambaran kompleks, pandangan responden dan laporan rinci, dan melakukan penelitian secara alami.46 Sedangkan

penelitian eksplanatif adalah penelitian yang berusaha menghubungkan ide

44 Curtis R. Ryan, “Shifting Alliances in the Middle East,” Pomeps Studies 34 (Maret

2019): 9.

45 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),

34.

46 John Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods

(34)

19

dengan memahami sebab dan akibat.47 Dalam penelitian eksplanatif mengikuti pola penjelasan (to explain) yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih penjelasan.48

Dalam skripsi ini penulis menjadikan “what” sebagai pertanyaan mendasar sehingga dalam proses konseptualisasi adalah deskripsi realitas baik berupa denotatif (keluasan) juga konotatif (kedalaman).49

Penelitian ini menggunakan teknik library research (telaah pustaka), yaitu mengumpulkan berbagai literatur dari berbagai sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ditelilti kemudian menganalisisnya. Literatur yang dimaksud adalah website Islamic Republic News Agency (IRNA), parstoday.com, aljazeera.net,dan beberapa jurnal, seperti: The Middle East Institute, Center for the Middle East, Middle East Policy, Aljazeera Discussion for Studies, PEOPLE: International Journal of Social Sciences dan dokumen-dokumen terkait masalah yang akan diteliti.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu: Pertama, data primer yang diperoleh dari dokumen-dokumen penting terkait Iran dan Hamas dari sumber utama (misalnya Pemerintah Iran). Kedua, data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, website, dan media massa lainnya terkait persoalan yang diteliti.50 Untuk teknik analisis data, penulis

47 Devin Kowalczyk, “Explanatory Research,” Study.com,

http://study.com/academy/lesson/purposes-of-research-exploratory-descriptive-explanatory.html; (diakses pada 18 Juni 2019).

48 Yanuar Ikbar, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, (Bandung: Refika

Aditama, 2014), 9

49 Ikbar, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional.

50 Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(35)

20

terlebih lebih dulu mengumpulkan data-data yang kemudian diverifikasi dan diklarifikasi sesuai kebutuhan, setelah itu digeneralisasi dan disimpulkan.51

G. Sistematika Penulisan

BAB I menjelaskan tentang latar belakang skripsi yang dibagi menjadi beberapa sub-bab, antara lain: latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, studi pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II menjelaskan tentang orientasi dan implementasi kebijakan luar negeri Iran secara umum dan terkait isu Palestina. Selain itu, bab ini juga membahas pola relasi Iran dan Hamas sejak 1990 hingga 2012 di bidang politik dan militer.

BAB III memaparkan mengenai kronologi proses penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas. Kebijakan tersebut berawal dari posisi Hamas yang menolak untuk mendukung Assad dalam konflik Suriah. Sikap tersebut bertentangan dengan kepentingan geopolitik Iran yang mendukung pemerintah Assad. Oleh karena itu, pada periode ini Iran memutuskan untuk menghentikan bantuan militer dan keuangan kepada Hamas.

BAB IV menjabarkan analisis faktor yang memengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Iran dengan menggunakan analisis faktor internal (domestik) dan eksternal (internasional). Faktor internal berfokus pada sikap sektarian Iran dankepentingan geopolitik Iran di Timur Tengah. Sedangkan faktor eksternal berfokus pada penolakan Hamas terhadap rezim Assad, munculnya isu

(36)

21

sektarianisme dalam konflik Suriah, pragmatisme Hamas dan perubahan geopolitik di Timur Tengah.

BAB V berisi Kesimpulan berisi penjabaran dan analisis 4 bab sebelumnya. Bab ini merupakan kesimpulan yang menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi penghentian bantuan militer dan keuangan Iran kepada Hamas. Bab ini diakhiri dengan saran untuk penelitian-penelitian yang akan datang.

(37)

22

BAB II

DINAMIKA HUBUNGAN IRAN-HAMAS

Bab ini menjelaskan dinamika hubungan antara Iran dan Hamas yang terbagi ke dalam lima bagian. Bagian pertama dan kedua mengulas tentang orientasi kebijakan luar negeri Iran secara umum dan terkait isu Palestina, ketiga menjelaskan tentang implementasi kebijakan luar negeri Iran, bagian keempat menjabarkan mengenai hubungan politis Iran dan Hamas sebelum 2012, dan bagian terakhir bab ini menjelaskan tentang hubungan militer Iran dan Hamas sebelum 2012.

A. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Iran

Gambar II.A Proses pembuatan kebijakan luar negeri Republik Islam Iran Sumber: Mahan Abedin, “The Determinant s of Iranian Foreign Policy: Challenges and to

Consensus,” Strategic Analysis 35, no. 4 (July 2011): 622.

Dalam konteks orientasi kebijakan luar negeri, Iran berada dalam posisi dilematis, yaitu antara ideologi atau pragmatisme. Ayatollah Khomeini

(38)

23

mengarahkan kebijakannya pada komunitas muslim (umma) dan menyampingkan gagasan nasionalisme (melli-garai).52 Selain itu dalam

konteks politik internasional, Khomeini memiliki gagasan yang menolak tatanan dunia yang berlaku di era kontemporer, seperti gagasan ideologi yang berasal dari manusia. Menurutnya pemikiran manusia itu lemah. Oleh karena itu, ia mengajukan konsep Islam sebagai konsep universal yang dapat diterima oleh dunia internasional, yakni Lā syarqiyyah wa lā gharbiyyah walākin

Islāmiyyah [Bukan Timur, bukan Barat, akan tetapi Islam].53

Dalam keadaan lainnya, Iran mempertimbangkan alasan ideologis dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Misalnya konfrontasi dengan Arab Saudi terkait demonstrasi di Makkah pada 1987 yang menyebabkan 275 orang peziarah Iran meninggal dunia setelah terlibat bentrokan dengan kepolisian Kerajaan Arab Saudi.54

Lebih lanjut, negara-negara Sunni di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi memandang landasan kebijakan luar negeri Iran bersifat sektarian dan ekspansionis. Argumen ini diperkuat oleh fakta bahwa beberapa kebijakannya memprioritaskan bantuan terhadap kelompok-kelompok yang beridentitas Syiah di Irak, Suriah, dan Lebanon. Berkaitan dengan isu ini, Afshon Ostovar

52 R.K.Ramazani, “Iran’s Foreign Policy: Independence, Freedom, and Islamic Republic,”

in Iran’s Foreign Policy from Khatami to Ahmadinejad, ed. Anoushiravan Ehteshami dan Mahjoob Zweiri (Reading: Ithaca Press, 2008), 8.

53 Ramazani, “Ideology and Iranian’s Pragmatism,” The Middle East Journal 58, no. 4

(Autumn 2004): 7.

(39)

24

berpendapat bahwa isu sektarianisme digunakan sebagai alat oleh Iran untuk mencapai kepentingan strategisnya (pengaruh politik) di kawasan.55

Menurut Abbas Maleki, mantan wakil menteri Luar Negeri Iran, terdapat 4 prioritas kebijakan luar negeri Iran yang tercantum di dalam konstitusi untuk menjalin hubungan baik dengan luar negeri. Pertama, negara-negara tetangga Iran; kedua, negara-negara Islam; ketiga negara-negara berkembang yang tidak beraliansi; dan keempat, dengan negara-negara yang bisa memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial Iran.”56 Pernyataan ini berdasarkan pada Pasal 152

Konstitusi Republik Islam Iran mengenai penolakan terhadap segala bentuk intervensi kekuatan dominan terhadap teritori negara yang lebih lemah dan membela hak-hak negara Islam.57

Dalam konteks eskalasi konflik Suriah, Iran lebih memilih untuk mendukung Suriah dibandingkan Hamas karena ada alasan. Mengacu pada Pasal 152 Konstitusi Republilk Islam Iran tentang kebijakan luar negeri, Suriah memenuhi poin 1, 2, dan 4. Suriah sebagai negara tetangga, negara Islam dan juga merupakan negara yang memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi Iran. Sedangkan Hamas bukan merupakan entitas negara. Selain itu, menurut Jubin

55 Afshon Ostovar, “Sectarian Dilemmas in Iranian Foreign Policy: When Strategy and

Identy Politics Collide,” Carnegie Endowment for International Peace, November 2016), http://carnegieendowment.org/2016/11/30/ sectarian-dilemmas-in-iranian-foreign-policy-when-strategy-and-identity-politics-collide-pub-66288 (diakses pada 6 November 2019).

56 Reza Ekhtiari Amiri, Ku Hasnita binti Ku Samsu, dan Hassan Gholipour Fereidoumi,

“Iran’s Economic Considerations after the War and Its Role in Renewing of Iran-Saudi Diplomatic Relations,” Cross-Cultural Communication 6, no. 3 (2010): 50.

57 Constitution of the Islamic Republic of Iran 1979, 32.

(40)

25

M. Goodarzi Suriah merupakan mitra strategis Iran dalam mengirimkan bantuan militer kepada Hamas dan Hizbullah untuk melawan Israel.58

Adapun peran strategis Suriah dalam memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi Iran dapat dilihat secara historis. Suriah merupakan sedikit dari negara yang menyambut baik lahirnya Revolusi Iran 1979. Peran Suriah pada beberapa peristiwa penting, seperti Perang Iran-Irak 1980-1988, Perang Lebanon, dan sanksi ekonomi yang beberapa kali dijatuhkan PBB. Dalam beberapa peristiwa tersebut, Suriah mendukung Iran dengan memberikan dukungan politik, kerjasama ekonomi, dan distribusi senjata. Hal ini menempatkan Suriah sebagai mitra strategis Iran di kawasan Timur Tengah. Oleh karena itu, dalam eskalasi konflik Suriah 2011, Iran lebih mengutamakan

status quo Bashar al Assad dibanding mendukung Hamas.59

B. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Iran terkait Isu Palestina

Orientasi Iran dalam implemetasi kebijakan luar negerinya berdasarkan pada Pasal 152 Konstitusi Republik Islam Iran 1979 seperti yang telah dijabarkan pada poin A.60

Selain itu, Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatollah Rhoullah Khomeini dalam sebuah wawancara dengan Lebanese Al-Nahar Daily pada akhir 1978, sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran menyampaikan pandangan

58 Goodarzi, “Syria and Iran,” 31-34.

59 Rafke Risseeuw, “The Syrian-Iranian Nexus: a Historical Overview of Strategy

Cooperation,” Brussels International Center (December 2018): 3-14.

60 Constitution of the Islamic Republic of Iran 1979, 32.

(41)

26

politiknya bahwa Palestina merupakan bangsa yang harus dibela dan Iran di bawah kepemimpinan akan memberikan bantuan.61

Sejalan dengan Ayatollah Khomeini, Pemimpin Tertinggi Iran yang kedua, Ayatollah Khamenei mengatakan dalam sebuah wawancara pada tahun 2000 bahwa Palestina merupakan isu penting yang menjadi prioritas kebijakan luar negeri Iran, terutama dalam menghadapi pengaruh Israel di kawasan.62

1. Komitmen Iran terhadap Palestina di Dunia Internasional

Salah satu implementasi kebijakan Iran yang paling penting adalah penolakan terhadap Konferensi Madrid 1991, yang bertujuan untuk memulai negosiasi Arab-Israel. Konferensi tersebut dalam pandangan Iran akan mengancam posisi tawar di kawasan. Oleh karena itu, Teheran mengadakan konferensi internasional untuk Palestina yang berjudul

“International Conference on the Islamic Revolution’s Support for People of Palestine”, diselengarakan pada 19-22 Oktober 1991. Konferensi ini

dihadiri oleh perwakilan parlemen negara-negara Muslim, perwakilan partai politik dan kelompok di Palestina serta politikus, budayawan, dan akademisi dari 49 negara.63

Tujuan akhir konferensi, yaitu untuk mendukung perlawanan Palestina. Kemudian Teheran membetuk komite tingkat tinggi untuk menyatukan

61 Thomson, The Ties that Bind.

62 Levin, “Iran, Hamas, and Palestine Islamic Jihad.”

https://www.wilsoncenter.org/article/iran-hamas-and-palestinian-islamic-jihad (diakses pada 12 September 2019).

63 Islamic Parliament of Iran, “First Conference; Tehran: October 19-22, 1991”,

https://en.parliran.ir/eng/en/VjNwWFh0M0pycmcxVEE3Y0VmZ2doN1luSzAlMmZsa3BROA== /First-Conference-Tehran-October-19-22-1991; diakses pada 22 September 2019.

(42)

27

gerakan-gerakan perlawan di Palestina yang menolak negosiasi dengan Israel.64

Pasca konferensi Madrid 1991, Iran mulai memfasilitasi gerakan perlawanan Palestina dalam serangkaian serangan ke wilayah Israel. Selain itu, Teheran juga menyediakan pelatihan militer dan senjata untuk Hamas dan PIJ.65

Selanjutnya pada 2001, tepatnya di masa intifada al-Aqsha (2000-2005) Iran mengadakan konferensi “Support for the Palestinian Intifada” di Teheran tanggal 24-25 April 2001. Konferensi ini dihadiri oleh negara-negara Muslim dan beberapa gerakan perlawanan yang termasuk ke dalam daftar kelompok perlawanan Departemen Luar Negeri Iran, seperti Hamas, PIJ, Hizbullah, dan Front Rakyat untuk Palestina. Pada konferensi ini, Ayatollah Khamenei menekankan bahwa zionisme adalah musuh bersama yang harus dilawan. Selain itu, Khatami juga memberikan dukungan diplomatik terhadap Palestina untuk mengusulkan referendum menjadi negara yang independen dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.66

64 Ely Karmon, “The Iran-Palestine Linkage,” IDC Herzliya, 15 December 2013. 4 65 Palestine Islamic Jihad (PIJ) merupakan sebuah organisasi nasionalis Palestina yang

bertujuan untuk melawanan dominasi Israel. Tidak seperti Fatah dan Hamas, PIJ tidak berpartisipasi dalam pemilihan umum. Selain itu, PIJ juga tidak menyediakan pelayanan sosial bagi masyarakat dan dialog dengan Israel. PIJ didirikan oleh Fathi Shaqaqi dan Abd al-Aziz Awda yang merupakan lulusan Mesir dan anggota Ikhwanul Muslimin Mesir. Pada akhir 1970-an ketika Ikhwanul Muslimin dianggap lebih moderat dan kurang berkomitmen dalam penyelesaian isu Palestina sehingga membuat keduanya berinisiatif mendirikan PIJ (memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin) dan secara resmi berdiri pada 1981. Secara ideologi, PIJ berdasarkan asas Sunni, namun organisasi ini dalam gerakannya terinspirasi oleh Revolusi Iran. Dalam menghadapi Israel, PIJ lebih memilih jalur kekerasan dibanding diplomasi. PIJ bersikeras untuk mengusir Israel dan mengembalikan wilayah Palestina seperti tahun 1948. Lihat Holy Fletcher, “Palestine Islamic Jihad,” Council on

Foreign Relations, April 10, 2008. www.cfr.org/backgrounder/palestinian-islamic-jihad. Diakses

pada 30 September 2019.

66 Bill Samii, “Iran Report: April 30, 2001,” 2001, Radio Free Europe Radio Free

(43)

28

Usaha lainnya yang dilakukan oleh Iran dalam memperjuangkan Paletina adalah konferensi yang diadakan di Teheran pada 14-16 April 2006, berjudul “Support for the Palestinian Intifada Conference.” Konferensi ini membahas mengenai rencana kerjasama militer Iran dengan pemerintah baru Palestina yang dikuasai Hamas dan kelompok-kelompok lainnya. Konferensi ini menindaklanjuti ancaman negara-negara Barat terhadap pengayaan uranium Iran.67

Peran lainnya di dunia internasional yang diberikan Iran kepada Palestina adalah konferensi PBB yang berlangsung di Jenewa, Swiss pada 19 April 2009. Dalam konferensi tersebut, Presiden Mahmoud Ahmadinejad menegaskan pentingnya membela hak-hak Palestina dan mengecam pendudukan Israel yang bersifat diskriminatif terhadap warga Palestina. Meskipun pernyataannya mendapat kecaman dari beberapa negara pro-Amerika hingga pemanggilan duta besar Swiss untuk Israel.68

Selain di Swiss, Iran juga mengadakan konferensi keempat di Teheran, 4-5 Maret 2009 berjudul “International Conference on Palestine, Symbol of

Resistance, Gaza, and Victim of Crime.” Konferensi yang dihadiri lebih dari

80 negara ini bertujuan untuk menindaklanjuti penyerangan Israel di wilayah Gaza selama 22 hari dan Lebanon 33 hari. Dalam pidatonya, Ayatollah Khemenei mengajukan solusi untuk diadakan referendum kepada

67 Samii, “Iran: Intifada Conference in Tehran has Multiple Objectives,” Radio Free

Europe Radio Liberty, April 14, 2006. https://www.rferl.org/a/1067669.html; diakses pada 13

September 2019.

68 Neil MacFarquhar, “Iranian Calls Israel Racist at Meeting in Geneva,” New York

Times, April 20, 2009. https://www.nytimes.com/2009/04/21/world/21geneva.html; (diakses pada

(44)

29

warga Islam, Nasrani, dan Yahudi untuk menentukan nasibnya, selanjutnya ia menekankan bahwa pemerintahan Palestina di bawah Hamas merupakan pilihan terbaik.69

Kemudian pada 2011, Iran mengadakan konferensi di Teheran yang dihadiri oleh 50 delegasi parlemen dari negara muslim dan non-muslim, jurnalis, dan akademisi, sebagai respon dari resolusi PBB mengenai solusi dua negara. Menurut Ayatollah Ali Khamenei, resolusi ini hanya akan memperlemah posisi Hamas di dunia Internasional. Ia menambahkan, solusi dua negara itu bertujuan untuk memperkuat legitimasi wilayah Israel di Palestina.70 Sesi pidato lainnya, Ahmadinejad menegaskan bahwa pengakuan Palestina sebagai anggota PBB adalah langkah awal untuk membersikan tanah Palestina dari kaum Zionis.71

C. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Iran

Pada dasarnya, kebijakan luar negeri Iran berdasarkan pada interpretasi asas Revolusi Islam Iran 1979. Meskipun demikian, presiden Iran dalam setiap periode mempunyai interpretasi yang berbeda dalam memahami konteks asas revolusi Iran. Kemudian dalam sub-bab ini akan dibahas mengenai tipologi kepemimpinan di Iran, yaitu ideologis, dan pragmatis-reformis.

69 “International Conference on Supporting Palestine Intifada,” Islamic Republic of Iran’s

Parliamentary.

https://icpalestine.parliran.ir/LoadModule.aspx?Command=qlC6Sr+s1ASPLnN8Q+Kh5pXNUEa FX60USYoffD/GA7s=&view=print, (diakses pada 13 September 2019).

70“Iran Rejects two-State Solution for Palestine,” Aljazeera, October 2, 2011,

https://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/10/201110222010936488.html (diakses pada 13

September 2019).

71 “Report:Tehran to Host Intifada Conference,” Ynet News, October 1, 2011,

(45)

30

1. Tipe Kebijakan Luar Negeri Ideologis

Tipe kebijakan luar negeri ini diterapkan oleh Abolhassan Bani Sadr (1980-1981), Ali Khamenei (1981-1989), dan Ahmadinejad (2005-2013). Ketiga pemimpin ini dalam karakteristik kebijakan luar negerinya berdasarkan prinisip ideologis Iran. Namun dalam implementasi kebijakannya, ketiga presiden tersebut memiliki bentuk kebijakan yang berbeda. Bani Sadr menerapkan kebijakan non-intervensi dalam menghadapi dominasi blok Timur dan Barat di kawasan. Ia menolak segala bentuk kerjasama militer dengan kedua blok. Adapun tujuan utama dari kebijakan luar negerinya, yaitu untuk menyebarkan paham Revolusi Islam Iran 1979.72

Salah Satu implementasi kebijakan luar negeri Bani Sadr adalah retorikanya dalam membangun Iran sebagai negara yang menjadi inisiator gerakan pembebasan di negara-negara muslim. Ia juga berusaha menawarkan revolusi islam sebagai solusi dalam menghadapi dominasi kedua superpower (AS dan Uni Soviet).73

Memasuki masa pemerintahan Ali Khamenei (1981-1989), Iran masih sangat fokus pada pada aspek ideologi revolusi Islam. Namun demikian, pada masa inilah, isu sektarianisme juga mendapat porsi yang lebih besar dalam kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Khameini. Dalam praktiknya, kebijakan Ali Khamenei lebih bersifat konfrontatif terhadap

72 Central Intelligence Agency, “Iran: Bani-Sadr’s Foreign Policy Views,” National

Foreign Assessment Center, February 1980. i.

(46)

31

Barat dibanding Bani Sadr. Selain itu, kebijakan yang diambil juga menimbulkan konflik melawan negara representasi Sunni, yaitu Irak pada 1980-1988. Pada periode ini juga Iran telah mendirikan lembaga untuk menyebarkan paham revolusi Iran di Kuwait, Lebanon, Arab Saudi, Afganistan, Bahrain, Irak dan negara lainnya.74

Kemudian memasuki era Ahmadinejad (2005-2013), kebijakan luar negeri Iran berfokus untuk menentang status-quo sistem internasional yang dikendalikan oleh Barat. Ia juga menegaskan sikapnya yang menentang Israel dan segala bentuk kekerasan terhadap Muslim. Sikap proteksionis ini membuat Iran dikucilkan dari dunia internasional.75

Ahmadinejad dikenal dengan retorika anti-Israel dan penyangkalan terhadap Holocaust pada 2006. Kemudian retorika tersebut diimplementasikan dalam bentuk bantuan militer yang disalurkan Iran kepada Hizbullah pada 2006 dan Hamas 2008 untuk melawan Israel.76

Kebijakan tersebut mendapat reaksi keras dari negara-negara Barat yang mendukung Israel.77

74 Anoushiravan Ehteshami, “The Foreign Policy of Iran,” dalam The Foreign Policy of

Middle East States, ed. Raymond Hinnebusch & Anoushiravan Ehteshami, (Boulder, co: Lynne

Rienner, 2014), 291-292.

75 Fakhreddin Soltani, “Foreign Policy of Iran after Islamic Revolution,” Journal of Politics

and Law 3, no. 2 (September 2010): 203.

76 Dalia Dassa Kaye, Alireza Nader, and Parisa Roshan, “A Brief History of Israeli-Iranian

Cooperation and Confrontation,” in Israel and Iran, (California: RAND Corporation, 2011), 17

77Amir M. Haji-Yousefi, “Iran’s Foreign Policy during Ahmadinejad: From Confrontation

to Accommodation,” (Teheran: Shahid Behesti University, 2010), 12. This paper was presented to the Annual Conference of the Canadian Political Science Association June 2-3, 2010, Concordia University, Montreal, Canada.

(47)

32

2. Tipe Kebijakan Luar Negeri Pragmatis-Reformis

Tipe kebijakan luar negeri ini diterapkan oleh Ali Akbar Hashemi Rafsanjani (1989-1997), Muhammad Khatami (1997-2005), dan Hassan Rouhani (2013-sekarang). Dalam implementasinya, tiga presiden tersebut memiliki kebijakan yang berbeda. Ali Akbar Hashemi Rafsanjani misalnya menerapkan kebijakan luar negeri yang berfokus pada kepentingan ekonomi Iran pasca Perang Iran-Irak 1980-1988.78

Secara garis besar, Hashemi Rafsanjani memiliki 2 pilar orientasi kebijakan luar negeri, yaitu: Pertama, mengatasi masalah ekonomi yang disebabkan oleh perang. Beberapa masalah domestik, seperti pengangguran, inflasi, dan ketidakstabilan harga membuat Iran lebih terbuka untuk melakukan kerjasama ekonomi. Kedua, mengembangkan hubungan Iran dengan negara-negara lain. Peningkatan hubungan dengan negara lain bertujuan untuk memperkuat posisi tawar Iran di dunia internasional, terutama pasca berakhirnya perang Iran-Irak dan runtuhnya Uni Soviet. Akan tetapi, hubungan Iran dan negara-negara Eropa memburuk pasca munculnya karya Salman Rushdie, “Satanic Verse,” yang mencela nabi Muhammad SAW.79

Berbeda dengan Rafsanjani, Mohammad Khatami menerapkan kebijakan luar negeri yang bersifat reformis. Khususnya hubungan Iran dengan Eropa yang sempat memburuk, kemudian dia mencoba untuk

78 Soltani, “Foreign Policy of Iran after Islamic Revolution,” 203. 79 Ramazani, “Ideology and Pragmatism in Iran’s Foreign Policy,” 10.

(48)

33

melakukan rekonsiliasi dengan beberapa negara Eropa, kerjasama dengan IAEA, dan pendekatan kembali terhadap negara-negara teluk.80

Dalam implementasi kebijakan luar negerinya, Khatami (1997-2005) menerapkan dua pilar, yaitu: Melakukan détente (rekonsiliasi) dengan negara-negara lain dan rekonsiliasi politik dalam urusan domestik. Dalam konteks politik domestik, Khatami juga berupaya untuk melakukan

balance of power terhadap institusi-institusi dalam negeri, seperti

presiden, parlemen (majlis), dewan daerah, dan institusi keagamaan. Selain itu, ia juga menerapkan kebebasan pers dari intervensi pemerintah.81

Hassan Rouhani (2013-sekarang) mengambil jalan tengah antara visi sentris-pragmatis dan ideologis sebagai dasar kebijakan luar negeri Iran. Berbeda dengan Ahmadinejad yang menerapkan praktik konfontasi dan diskursus revolusi, Hassan Rouhani memiliki fokus kepada desekuritisasi dan normalisasi hubungan internasional, memperbaiki keadaan ekonomi yang buruk, mengakhiri konflik dengan negara lain terkait isu nuklir, dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara tetangga.82

Adapun salah satu implementasi kebijakan yang paling menonjol adalah terlaksananya Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 2015 yang disepakati oleh lima negara pemegang hak veto plus Jerman. Perjanjian ini

80 Ramazani, “Iran’s Foreign Policy,” 9-10.

81 Soltani, “Foreign Policy of Iran after Islamic Revolution,” 203.

82Vali Golmohammadi, “The Foreign Policy of the Islamic Republic of Iran: Prospects for

(49)

34

lazim disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang berisi tentang batas pengayaan uranium Iran sebesar 3,67%. Di sisi lain, kebijakan ini juga berdampak positif pada pencabutan sanksi ekonomi Iran.83

Meskipun memiliki pendekatan yang lebih kooperatif dalam menghadapi Barat dibanding Ahmadinejad, akan tetapi dalam konflik Suriah Rouhani memiliki kebijakan yang mengutamakan unsur ideologis. Rouhani pada 3 Agustus 2013 menyatakan bahwa aliansi Iran-Suriah pada periodenya akan tetap berlanjut. Secara geopolitik, kebijakan Iran ini berdasarkan pandangan bahwa dengan mengendalikan atau beraliansi dengan Suriah, maka Iran bisa membendung pengaruh negara-negara Arab lainnya di kawasan.84

D. Hubungan Politis Iran dan Hamas sebelum 2012

Hubungan politis Iran dan Hamas dimulai pasca Perang Teluk 1990 dan Konferensi Madrid 1991 yang diselenggarakan oleh AS. Hubungan ini menjadi lebih intensif pasca dua peristiwa tersebut. Kemudian pada 1992, Iran mengadakan konferensi di Teheran. Dalam acara tersebut, Iran dilaporkan memberikan bantuan kepada Hamas sebesar $30 juta per tahun dan menyediakan pelatihan militer.85 Selain itu, menguatnya hubungan politis Iran

83 Mohammad Javad Zarif, “What Iran Really Wants: Iranian Foreign Policy in the Rouhani

Era,” Foreign Affairs 3 (May/June 2014): 55-58.

84 Nader Ibrahim M. Bani Nasur, “Syria-Iran Relations (2000-2014),” International

Journal of Humanities and Social Science 4, no. 12 (October 2014): 82.

85 Daniel Levin, “Iran, Hamas and Palestine Islamic Jihad,” United States Institute of

Peace, July 9, 2018.

Gambar

Tabel III.B  Bantuan Militer Iran kepada Hamas Periode 1992-2016 ............. 47  Tabel IV.B.3 Upaya Rekonsiliasi Negara-negara Sunni terhadap Hamas ......
Gambar II. A  Proses Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Republik Islam  Iran ..................................................................................................................
Gambar II.A Proses pembuatan kebijakan luar negeri Republik Islam Iran  Sumber: Mahan Abedin, “The Determinant s of Iranian Foreign Policy: Challenges and to
Gambar II.2 Rute Distribusi Senjata dari Iran ke Jalur Gaza
+3

Referensi

Dokumen terkait

materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa

Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan

Pembelajaran Berbasis Zone of Proximal Development terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Hukum-hukum Dasar Kimia ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat dalam

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap uji hipotesis serta mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan, dapat disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran

Tesis: Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

The used media in the implementation of learning trajectory of ordering decimal numbers in this study was picture of number line, LCD projector, body scales, cards of

memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru PAI yang akan dinilai, maka penilaian dapat dilakukan oleh Pengawas PAI Kepala Sekolah atau Guru PAI dari Sekolah

Hasil Analisis statistik dengan uji Chi Squart test menunjukkan bahwa nilai p =0,03 dan nilai α=0,05 yang berarti p < α dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, berarti