PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF BERBASIS MULTIMEDIA
Buku Referensi Hasil Penelitian
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF BERBASIS MULTIMEDIA
Eva Pratiwi Pane, S.Pd., M.Pd.
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF BERBASIS MULTIMEDIA
© Penerbit Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia (PRCI)
Penulis:
Eva Pratiwi Pane, S.Pd., M.Pd.
Editor:
Ady Frenly Simanullang, S.Pd., M.Si.
Cetakan Pertama : Oktober 2021 Cover:
Rusli Tata Letak : Tim Kreatif PRCI Hak Cipta 2021, pada Penulis. Diterbitkan pertama kali oleh:
Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia ANGGOTA IKAPI JAWA BARAT Pondok Karisma Residence Jalan Raflesia VI D.151 Panglayungan, Cipedes Tasikmalaya – 085223186009 Website : www.rcipress.rcipublisher.org E-mail : [email protected]
Copyright © 2021 by Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia All Right Reserved
- Cet. I – : Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia, 2021
; 14,8 x 21 cm ISBN : 978-623-6478-83-7 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit Isi diluar tanggung jawab Penerbit Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72
Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72
Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling sedikit 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Buku dengan judul Pengembangan Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia sesuai yang ditargetkan. Buku dengan judul Pengembangan Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia merupakan buku referensi hasil penelitian mengenai pengembangan bahan ajar kimia inovatif berbasis multimedia proses penghasilan produk bahan ajar kimia inovatif berbasis multimedia dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian pengembangan.
Kami menyadari bahwa Buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan buku ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Buku ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memudahkan segala usaha kita. Amin.
Oktober 2021, Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
BAB I 1
KONSEP BAHAN AJAR KIMIA 1
A. Pengertian Bahan Ajar Kimia 1
B. Fungsi Bahan Ajar Kimia 3
C. Peranan Bahan Ajar Kimia 3
D. Tujuan Penyusunan Bahan Ajar Kimia 4 E. Manfaat Penyusunan Bahan Ajar Kimia 5
F. Jenis-Jenis Bahan Ajar Kimia 5
G. Kriteria Bahan Ajar Kimia yang Baik 6
BAB II 9
PENGANTAR BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF 9 A. Konsep Bahan Ajar Kimia Inovatif 9 B. Inovasi dalam Pembelajaran Kimia 12
BAB III 15
MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN KIMIA 15 A. Pengertian Multimedia dalam Pembelajaran Kimia 15
B. Media Cetak 18
C. Media Audiovisual 19
D. Media Komputer 21
E. Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia 24
BAB IV 28 STANDAR KELAYAKAN BAHAN AJAR KIMIA 28
A. Standarisasi Kelayakan Isi 28
B. Standarisasi Kelayakan Bahasa 29
C. Standarisasi Kelayakan Penyajian 29 D. Standarisasi Kelayakan Kegrafikan 30
BAB V 31
KONSEP PEMBELAJARAN SAINTIFIK 31
A. Pengertian Pendekatan Saintifik 31 B. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik 36
C. Tujuan Pendekatan Saintifik 36
D. Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah 37
BAB VI 40
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF BERBASIS
MULTIMEDIA 40
A. Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar Kimia 40 B. Konsep Pengembangan Produk Bahan Ajar 45
C. Metode Pemecahan Masalah 48
D. Hasil Belajar dan Motivasi Belajar Siswa Kaitannya dengan Pengembangan Media Bahan Ajar 52 E. Hasil Tahapan Pengembangan Bahan Ajar Kimia Inovatif
Berbasis Multimedia 57
F. Analisis Buku Kimia pada Materi Laju Reaksi yang Ada di
Sekolah 60
G. Pengembangan Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia pada Materi Laju Reaksi 70 H. Inovasi Pengembangan Bahan Ajar Kimia Inovatif
Berbasis Multimedia pada Materi Laju Reaksi 75
I. Hasil Validasi Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia pada Materi Laju Reaksi yang Telah
Dikembangkan 81
Aspek Kelayakan Isi 81
Aspek Kelayakan Bahasa 84
Aspek Kelayakan Penyajian 86
J. Hasil Validasi Multimedia Pembelajaran yang Telah Dikembangkan pada Materi Laju Reaksi 88 K. Hasil Uji Coba Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis
Multimedia pada Materi Laju Reaksi yang Telah
Dikembangkan 90
L. Efektifitas Penggunaan Bahan Ajar Kimia Inovatif
Berbasis Multimedia pada Materi Laju Reaksi yang Telah
Dikembangkan 92
M. Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Kimia Inovatif
Berbasis Multimedia pada Materi Laju Reaksi yang Telah Dikembangkan terhadap Motivasi Belajar Siswa 93
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 114
TES PADA MATERI LAJU REAKSI 115
ANGKET MOTIVASI BELAJAR SISWA 133
BAB I
KONSEP BAHAN AJAR KIMIA
A. Pengertian Bahan Ajar Kimia
Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disususun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana memungkinkan peserta didik untuk belajar. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional material) adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan dan sikap atau nilai (Sudrajat, 2009).
Menurut Edginton dan Holbrook (2010), bahan ajar sebagai media pendidikan sangat diperlukan dalam pembelajaran karena dapat menjelaskan berbagai fenomena yang sulit, termasuk konsep yang abstrak menjadi pengetahuan yang realitis. Menurut Mulyasa (2006), bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Menurut Abidin (2014), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Berdasarkan definisi ini, bahan ajar dapat pula diartikan sebagai seperangkat fakta, konsep, prinsip,
prosedur, dan atau generalisasi. Secara lebih sempit bahan ajar juga biasanya disebut sebagai materi pembelajaran.
Materi pembelajaran dengan demikian dapat dikatakan sebagai program yang disusun guru untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif terhadap pembelajaran yang diturunkan dari kurikulum yang berlaku. Bahan ajar yang dikemas dengan baik sangat diperlukan dalam pembelajaran karena dapat menyajikan pesan atau informasi sesuai dengan kebutuhan, minat, kecepatan siswa dan dapat dipelajari kapan dan dimana saja karena mudah dibawa (Mahdjoubi dan Rahman, 2012). Bahan ajar yang baik sangat efektif dipergunakan sebagai media pembelajaran karena berfungsi sebagai alat komunikasi membawa informasi akurat dari sumber belajar kepada pembelajar (Silitonga dan Situmorang, 2009).
Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pelajaran meliputi: (a) Prinsip relevansi, artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar; (b) Prinsip konsistensi, artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam; dan (c) Prinsip kecukupan, artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan (Sudrajat, 2009).
Langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi: (a) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar; (b) mengidentifikasi jenis-jenis
materi bahan ajar; (c) memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi; dan (d) memilih sumber bahan ajar (Sudrajat, 2009).
B. Fungsi Bahan Ajar Kimia
Menurut Depdiknas (2008) tentang panduan pengembangan bahan ajar disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai: (1) pedoman bagi tenaga pendidik yang akan mengarahkan semua aktifitasnya dalam proses pembelajaran; sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik; (2) pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktifitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya; dan (3) alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.
Menggunakan bahan ajar yang baik akan mempercepat tercapainya kompetensi karena berfungsi sebagai guru yang baik, objektif, memiliki kebenaran dan relevan.
C. Peranan Bahan Ajar Kimia
Bahan ajar memiliki peranan didalam pembelajaran yaitu: (1) Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran yang disajikan; (2) Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject matter yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-
program kegiatan yang disarankan dimana keterampilan- keterampilan ekspresional diperoleh pada kondisi yang menerupai kehidupan yang sebenarnya; (3) Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional; (4) Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya) metode-metode dan sarana-sarana pengajaran yang memotivasi siswa; dan (5) Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang bagi latihan dan tugas praktis, (menyajikan bahana atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna (Greene dan Petty, 1981).
D. Tujuan Penyusunan Bahan Ajar Kimia
Adapun tujuan penyusunan bahan ajar menurut Depdiknas (2008) yaitu: (1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa; (2) membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar disamping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh; (3) memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Penyusunan bahan ajar juga bertujuan: (1) membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu; (2) menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar; (3) memudahkan tenaga pendidik dalam melaksanakan pembelajaran; (4) agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik (Trisnaningsih, 2007).
E. Manfaat Penyusunan Bahan Ajar Kimia
Manfaat dari bahan ajar adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi guru
Manfaat bahan ajar bagi guru yaitu: (1) Diperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik; (2) Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk dipeoleh; (3) Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi; (4) Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar; (5) Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya; (6) Menambah angka kredit jika dikumpulkan dan diterbitkan.
2. Manfaat bagi peserta didik.
Manfaat bahan ajar bagi peserta didik yaitu: (1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik; (2) Kesempatan untuk belajar secara lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru; (3) Menadapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.
F. Jenis-Jenis Bahan Ajar Kimia
Menurut (Koesnandar, 2008), jenis bahan ajar dibedakan atas beberapa kriteria pengelompokan. Jenis bahan ajar berdasarkan subjeknya terdiri dari dua jenis antara lain: (1) Bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar seperti buku, handouts, lembar kerja siswa dan modul;
(2) Bahan ajar yang tidak dirancang namun dapat
dimanfaatkan untuk belajar, misalnya kliping, koran, film, iklan atau berita.
Jika ditinjau dari fungsinya, maka bahan ajar yang dirancang terdiri atas tiga kelompok yaitu bahan prestasi, bahan referensi dan bahan belajar mandiri. Adapun berdasarkan teknologi yang digunakan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008:11) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat kelompok antara lain: (1) Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas: bahan ajar cetak (printed), handouts, buku, modul, LKS, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar dan non cetak seperti model/maket; (2) Bahan ajar dengar (audio) seperti: kaset, radio, piring hitam, dan compact disk audio; (3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti: video compact disk dan film; dan (4) Bahan ajar multimedia interaktif (interaktif teaching material) seperti: CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
G. Kriteria Bahan Ajar Kimia yang Baik
Depdiknas (2008), menyarankan pengembangan bahan ajar hendaknya memperlihatkan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu: (1) mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang konkret untuk memahami yang abstrak; (2) pengulangan akan memperkuat pemahaman; (3) umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa; (4) motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar; (5) mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian
tertentu; dan (6) mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan.
Abidin (2014), menyatakan ada 3 aspek yang harus dipenuhi untuk mengembangkan bahan ajar: (1) berdasarkan aspek materi; kesesuaian materi dengan kurikulum, kesesuaian materi dengan tujuan pendidikan, kesesuaian materi menurut ilmu yang diajarkan, kesesuaian materi dengan perkembangan kognisi siswa; (2) berdasarkan aspek penyajian; tujuan pembelajaran harus dinyatakan secara eksplisit, tahapan pembelajaran dilakukan berdasarkan kerumitan materi, tahapan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan tahapan model tertentu yang dipilih dan digunakan guru dalam pembelajaran, penyajian materi harus membangkitkan minat dan perhatian siswa, penyajian materi harus mudah dipahami siswa, penyajian materi harus mendorong kreatifitas dan keaktifan siswa untuk berfikir dan belajar, bahan kajian berkaitan harus dihubungkan dengan materi yang disusun, materi hendaknya disajikan berbasis penilaian formatif otentik dan soal disusun setiap akhir pelajaran; dan (3) berdasarkan aspek kebahasaan; penyajian menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, penggunaan bahasa yang dapat meningkatkan daya nalar dan daya cipta peserta didik melalui penggunaan bahasa laras keilmuan, penggunaan bahasa (struktur dan isi) sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, paragraf dikembangkan secara efektif dan baku, kesesuaian ilustrasi visual dengan wacana materi keilmuan dan kebenaran faktual, kejelasan dan kemenarikan grafemik dan ilustrasi visual yang terdapat dalam bahan ajar, kesesuaian materi dengan tingkat kemampuan membaca siswa.
Sebuah bahan ajar yang baik juga memiliki karakteristik. Menurut Kurniasih dan Berlin, (2014), jika
karakteristik diikuti maka apa yang diajarkan akan menjadi masukan bermakna. Karakteristik tersebut yaitu: (1) mencerminkan satu sudut pandang yang modern atas mata pelajaran dan penyajiannya; (2) menyediakan satu sumber yang teratur dan bertahap; (3) menyajikan pokok masalah yang kaya dan serasi; (4) menyediakan aneka model, metode dan sarana pengajaran; (5) menyajikan fiksasi awal bagi tugas dan latihan; dan (6) menyajikan sumber bahan evaluasi dan remedial.
Bahan ajar yang baik dan menarik mempersyaratkan penulisan yang menggunakan ekspresi tulisan yang efektif.
Ekspresi tulisan yang baik akan dapat mengkomunikasikan gagasan, pesan, ide, atau konsep yang akan disampaikan dalam bahan ajar kepada pembaca dengan baik dan benar.
Bahan ajar yang diberikan kepada siswa hendaknya harus memiliki bahan ajar yang berkualitas. Bahan ajar yang berkualitas dapat menciptakan siswa yang berkualitas, karena siswa mengkonsumsi bahan ajar yang berkualitas.
Menurut Furqon (2009), bahan ajar yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (1) Substansi yang dibahas harus mencakup sosok tubuh dari kompetensi atau sub kompetensi yang relevan dengan profil kemampuan tamatan; (2) Substansi yang dibahas harus benar, lengkap dan aktual, meliputi konsep fakta, prosedur, istilah dan notasi serta disusun berdasarkan hirarki/step penguasaan kompetensi; (3) Tingkat keterbacaan, baik dari segi kesulitan bahasa maupun substansi harus sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajaran; dan (4) Sistematika penyusunan bahan ajar harus jelas, runtut, lengkap dan mudah dipahami.
BAB II
PENGANTAR BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF
A. Konsep Bahan Ajar Kimia Inovatif
Bahan ajar inovatif merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi peserta didik yang merupakan sarana bagi pengajar untuk menunjang proses pembelajaran disekolah, sehingga bahanajar yang berkualitas dapat menunjang proses pembelajaran yang berkualitas pula dan meningkatkan keberhasilan belajar siswa (Prastowo, 2011).
Adaptasi teknologi baru terhadap kebutuhan pembelajaran bidang sains menjadi salah satu sasaran inovasi model pembelajaran. Kemajuan dalam teknologi komunikasi dan informasi telah memudahkan manusia untuk dapat saling berhubungan dengan cepat, mudah dan terjangkau serta potensial untuk inovasi model pembelajaran. Perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap inovasi model pembelajaran. Penemuan berbagai jenis teknologi yang dapat digunakan menjadi fasilitas pendidikan seperti komputer, CD-ROM dan LAN telah mendorong pemanfaatnya dalam inovasi model pembelajaran.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Isjoni, 2011). Belajar dapat berlangsung secara internal terhadap semua pengalaman belajar yang dapat berlangsung melalui pengalaman yang dirancang guru (Sanjaya, 2008). Perubahan yang cepat dalam berbagai bidang
kehidupan menuntut siswa untuk memilih, mengolah, dan mendapatkan informasi atau pengetahuan dari berbagi sumber dengan efektif dan efesien (Nugraha, 2013).
Perubahan tersebut juga berdampak pada bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, baik itu pada materi sains maupun materi pelajaran lainnya.
Pemahaman akan materi sains yang akan diajarkan dibutuhkan seseorang agar ia dapat melakukan inovasi dalam mengajarkan sains sehingga menjadi lebih menarik dan mudah dimengerti (Viridi, 2011). Penggunaan model pembelajaran juga merupakan faktor penting dalam mengasilkan pembelajaran inovatif. Pembelajaran inovatif menuntut peserta didik untuk lebih aktif (Active Learning) dengan cara melakukannya secara langsung (Learning By Doing), sehingga pengetahuan yang diperoleh akan bersifat jangka panjang dalam ingatannya.
Pembelajaran inovatif sangat bermanfaat diintegrasikan didalam buku ajar kimia terutama untuk memudahkan pembaca memahami konsep materi kimia yang abstrak dan kompleks menjadi bahan yang nyata dan sederhana (Albert, 2009; Goto, dkk., 2010; Situmorang, dkk., 2010). Inovasi pembelajaran tidak hanya berfokus pada bahan ajar yang handout (buku pegangan) saja. Teknologi informasi dan komunikasi juga sangat berpengaruh dalam menghasilkan bahan ajar inovatif dan interaktif.
Untuk menghasilkan bahan ajar yang inovatif dan interaktif maka perlu diperhatikan beberapa unsur bahan ajar, yaitu: (1) petunjuk belajar; (2) kompetensi yang akan dicapai, ketepatan dalam menentukan cakupan, kedalaman dan urutan bahan ajar akan memudahkan siswa dalam memahami dan merespon materi pelajaran yang disampaikan
guru; (3) informasi pendukung; (4) latihan-latihan; (5) petunjuk kerja atau lembar kerja; dan (6) evaluasi, merupakan sarana mengukur penilaian terhadap pemahaman dan pekerjaan peserta didik.
Pembelajaran inovatif merupakan suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional). Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang bepusat pada siswa.
Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, pemahaman konteks siswa menjadi bagian yang sangat penting, karena dari sinilah seluruh perancangan proses pembelajaran dimulai. Hubungan antara guru dan siswa menjadi hubungan yang saling belajar dan saling membangun. Otonomi siswa sebagai subjek pendidikan menjadi titik acuan seluruh perencanaan dan proses pembelajaran dengan mengacu pada pembelajaran aktif dan inovatif. Pembelajaran inovatif sebagai inovasi pembelajaran dapat mencakup modifikasi pembelajaran, baik dari segi sarana dan prasarana maupun model pembelajaran yang diterapkan. Pembelajaran inovatif bersifat menyenangkan (rekreatif) dan membutuhkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran untuk dapat membuat siswa agar aktif selama pembelajaran berlangsung sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Dalam berbagai kegiatan inovasi yang dilakukan guru lebih ditekankan pada penerapan gagasan yang lebih praktis dan mudah. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan inovasi yang dilakukan oleh guru dapat berupa gagasan kreatif dan kegiatan sederhana ditingkat kelas yang dianggap dapat mengatasi permasalahan-permasalahan pendidikan di kelas dan di sekolah pada umumnya. Berbagai kegiatan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran menurut Sani (2013)
meliputi: (a) mengetahui dan menemukan masalah; (b) mengidentifikasi dan menyeleksi alternatif pemecahan masalah; (c) penentuan alternatif pemecahan masalah; (d) melaksanakan; (e) menilai; dan (f) perbaikan produk inovasi.
Keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut berkaitan sehingga produk yang dihasilkan benar-benar merupakan solusi yang mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh guru yang bersangkutan.
Keuntungan dan kelebihan menggunakan inovatif dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut: (1) sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif; (2) pengajar akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran; (3) mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran; (4) menambah motivasi pembelajar selama proses belajar mengajar hingga didapatkan tujuan pembelajaran yang diinginkan; (5) mampu menvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional; dan (6) melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
B. Inovasi dalam Pembelajaran Kimia
Inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran kimia sangat perlu dilakukan karena berhubungan dengan peningkatan kualitas lulusan dalam mengisi lapangan kerjabidang kimia.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran juga telah mendorong pergeseran dari pembelajaran konvensional
kepada pembelajaran mandiri sehingga kesan pembelajaran dapat lebih lama diingat oleh pelajar (Situmorang, 2013).
Inovasi pembelajaran kimia adalah suatu pendekatan pengajaran meliputi strategi, metode dan prinsip pengajaran yang dipergunakan dalam pembelajaran kimia di SMA (Situmorang, 2004). Inovasi pembelajaran kimia juga mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi.melalui inovasi maka pembelajaran yang ada dikembangkan dan ditingkatkan untuk melahirkan pembelajaran baru yang menarik.
Inovasi dalam pembelajaran kimia dapat juga dilakukan dengan menggunakan di dalam pembelajaran sains.
Penggunaan video sangat baik dipergunakan untuk membantu pembelajaran, terutama untuk memberikan penekanan pada materi yang sangat penting untuk diketahui oleh siswa. Harus disadari bahwa video bukan diperuntukkan untuk mengantungkan pengajaran pada materi yang diperlihatkan pada video, sehingga pengaturan penggunaan waktu dalam menggunakan video sangat perlu, misalnya maksimum 20 menit. Inovasi pembelajaran dengan menggunakan video dalam percobaan yang menuntut keterampilan seperti pada kegiatan praktikum sanagt efektif bila dilakukan dengan penuh persiapan. Sebelum praktikum dimulai, video dipergunakan untuk membantu siswa memberikan arahan terhadap apa yang harus mereka amati selama percobaan. Selanjutnya, video diputar kembali pada akhir parktikum untuk mengklarifikasi hal-hal penting yang harus diketahui oleh siswa dari percobaan yang dilakukan (Situmorang, 2003).
Selain itu, inovasi dalam pembelajarn kimia dengan penggunaan komputer sangat menguntungkan karena dapat
memberikan kesempatan luas kepada siswa dan guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam investigasi dan analisis, sekaligus dapat membentuk pengetahuan dan pemamahan yang baru dalam melihat suatu permasalahan, serta mendapatkan cara pemecahan masalah melalui pembelajaran. Pembelajaran menggunakan komputer sangat baik dipergunakan dalam pengumpulan, visulisasi dan analisis data sederhana dan kompleks. Dengan menggunakan komputer maka pengumpulan data dapat dilakukan sebanyak mungkin, visualisasi data dapat dilakukan bervariasi, dan pengolahan data dapat dilakukan sangat cepat setelah mendapatkan data pengamatan dari percobaan dilaboratorium (karpen, dkk, 2004). Banyak studi telah dilakukan yang menjelaskan pentingnya penggunaan komputer dalam pembelajaran lain (Lazarowictz dan Tamir, 1994). Saat ini penggunaan komputer sebagai alat belajar sangat menguntunkan karena telah tersedia berbagai jenis software dan hardware yang memudahkan untuk mengintegrasikan komputer dengan peralatan elektronik lain seperti video, kamera, dan instrumen laboratorium.
Penggunaan komputer dalam pembelajaran akan dapatmeningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Inovasi dalam pembelajaran menuntut siswa untuk lebih aktif dengan cara melakukannya langsung (learning by doing), sehingga pengetahuan yang diperoleh akan bersifat jangka panjang dalam ingatannya.
BAB III
MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
A. Pengertian Multimedia dalam Pembelajaran Kimia Multimedia menurut bahasa, Multi (latin nouns) adalah banyak, bermacam-macam, sedangkan Medium:
sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa sesuatu. Sedangkan menurut American Heritage Electronic Dictionary (1991) medium adalah alat untuk mendistribusikan dan mempresentasikan informasi. Dalam arti luas multimedia dapat diartikan sebagai penggunaan beberapa media yang berbeda untuk menggabungkan dan menyampaikan informasi dalam bentuk text, audio, grafik, animasi, dan video.
Menurut Hackbarth, (1996) dan Philips, (1997), multimedia sebagai penyampaian informasi secara interaktif dan terintegrasi yang mencakup teks, gambar, suara, video dan animasi. Multimedia sebagai presentase materi dengan menggunakan kata-kata sekaligus gambar-gambar, kata-kata yang dimaksud adalah materi disajikan dengan verbal form atau bentuk verbal (Meyer, 1996).
Media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima. Media adalah segala bentuk dan cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi, yaitu sebagai alat komunikasi dalam proses
pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar kepada siswa yang bertujuan merangsang siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain digunakan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh maka media pembelajaran dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, yang memberikan penguatan maupun motivasi kepada siswa.
Dalam proses pembelajaran media memiliki kontribusi meningkatkan mutu pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberi nilai tambah kepada kegiatan pembelajaran. Beberapa peran media dalam kegiatan pembelajaran antara lain; penyajian materi ajar menjadi lebih standar, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, kegiatan belajar menjadi lebih interaktif, waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi, kualitas belajar dapat ditingkatkan, pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja sesuai dengan yang diinginkan, meningkatkan sikap positif siswa dan proses belajar menjadi lebih baik, dan memberikan nilai positif bagi pengajar.
Media pembelajaran bertujuan memberikan variasi proses dan lebih banyak realitas terhadap pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih terwujud, lebih terarah dalam mencapai tujuan pelajaran. Guru aktif menyajikan materi pembelajaran, siswa aktif dalam memperhatikan dan aktif mencatat materi pembelajaran (Burden dan Bryd, 1999).
Keaktifan siswa akan membuat kondisi belajar yang kondusif dan menyenangkan, merangsang fikiran, kemauan, minat, motivasi dan kegairahan untuk belajar. Dengan kondisi tersebut akan memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, media pada
dasarnya digunakan untuk membantu siswa mempelajari objek, suara, proses, peristiwa atau lingkungan yang sulit dihadirkan ke dalam kelas. Media pembelajaran dapat mengkomunikasikan materi pembelajaran secara singkat, jelas dan menarik.
Media mampu memperlihatkan gerakan cepat dan sulit diamati, dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, melihat objek yang terlalu besar yang tidak dapat dibawa kedalam kelas, menyajikan objek yang terlalu kompleks, menyajikan suatu psoses atau pengalaman hidup, menjelaskan benda berbahaya (Wibawa dan Mukti, 1992). Menggunakan media pembelajaran akan memperjelas pesan materi, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, daya indera, dan mengatasi sikap pasif (Sadirman, 2003). Manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa adalah membuat pembelajaran lebih menarik, materi pembelajaran akan lebih jelas maknanya, metode pembelajaran akan lebih bervariasi dan siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Beberapa patokan yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media yakni: (a) ketersediaan sumber; (b) ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas; (c) keluwesan, kepraktisan dan daya tahan (umur) media; dan d) efektifitas media untuk waktu yang panjang (Dick and Carey, 1978).
Jenis media yang biasanya digunakan dalam proses pembelajaran adalah: (a) media grafis atau sering juga disebut media dua dimensi (gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, foster, kartun, komik); (b) media tiga dimensi dalam bentuk model (model padat, model penampang, model susun, model kerja, mockup, diaroma; (c) media proyeksi (slide, film, strips, OHP); dan (d) penggunaan lingkungan. Sedangkan
Anderson dalam Wibawa dan Mukti mengklasifikasikan media kedalam sepuluh kelompok media pembelajaran yaitu:
audio, cetak, cetak suara, proyeksi visual diam, visual gerak, audiovisual gerak, objek, sumber manusia dan lingkungan dan terakhir adalah komputer (Sudjana dan Rivai, 2001).
B. Media Cetak
Bahan ajar cetak adalah perangkat bahan yang memuat materi atau isi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dituangkan dengan menggunakan teknologi cetak. Suatu bahan pembelajaran cetak memuat materi yang berupa ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah atau teori yang tercakup dalam mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmunya serta informasi lainnya dalam pembelajaran.
Bahan ajar cetak terdiri dari modul, LKS, kompilasi, dan handout.
Buku teks sebagai sumber belajar memainkan peran penting dalam proses belajar mengajar di kelas (Abed dan Al- Absi, 2015; Carter dan Mayer, 1988; Sinatra dan Broughton, 2011; Yore, dkk., 2003). Sebuah buku teks yang baik memberikan informasi yang benar dan positif yang membantu siswa untuk memahami konsep teori, membimbing siswa berpikir, bersikap dan mengembangkan (Chambliss, 2001). Buku teks yang umum digunakan dalam kegiatan belajar mengajar terdiri dari materi pembelajaran yang lengkap yang dapat mengarahkan siswa untuk belajar (Good, dkk., 2010).
Buku teks SMA umumnya dirancang untuk memenuhi tuntutan yang tercantum dalam kurikulum nasional yang membuatnya berbeda dengan buku lain (Holliday, 2002).
Oleh karena itu, buku teks mungkin berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada perkembangan dan kebutuhan siswa. Buku teks yang baik berisi visi, misi, konteks, konten, dan proses, serta informasi ilmiah yang disajikan dalam buku teks ini yang akan memotivasi siswa untuk belajar (Simatupang dan Situmorang, 2013). Sebuah buku teks sains SMA yang baik berfungsi sebagai media pembelajaran yang efektif dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan dan kompetensi siswa. Kehadiran buku teks diharapkan berisi kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh siswa dan menjadi alat komunikasi untuk membawa informasi yang akurat dari sumber belajar ke siswa (Tomkins, dkk., 2006). Buku yang baik harus mampu memotivasi siswa dengan memanfaatkan hal-hal menarik seperti gambar, ilustrasi, contoh soal (kasus), memiliki materi yang mencukupi untuk mendukung pembelajaran, dan dapat dipergunakan pada kegiatan pemecahan masalah (Situmorang, 2013).
C. Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang terdiri dari proses pendengaran/mendengarkan sekaligus dengan penglihatan, sehingga dapat menyampaikan informasi lebih nyata dan memberikan kesan dan ketertarikan dan menimbulkan dorongan untuk mengetahui lebih banyak.
Media audiovisual memberi motivasi serta membangkitkan keinginan untuk mengetahui dan menyelidiki. Media audiovisual yang sering dipergunakan dalam pendidikan adalah video. Video mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: (a) dapat menyajikan berbagai jenis bahan audiovisual termasuk gambar-gambar, film, objek dan drama;
(b) dapat menyajikan model dan contoh-contoh bagi siswa;
(c) dapat membawa dunia nyata kedalam kelas, seperti manusia, tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa, melalui peristiwa langsung atau penyiaran; (d) dapat menyajikan program-program yang dapat dipahami oleh siswa dengan usia dan tingkatan pendidikan yang berbeda-beda; (e) dapat menyajikan visual dan usia, yang amat sulit diperoleh pada dunia nyata seperti ekspresi wajah; dan (f) dapat menghemat waktu guru dan siswa, misalnya dengan merekam siaran pembelajaran yang disajikan dapat diputar ulang jika diperlukan tanpa harus melakukan proses itu kembali.
Sedangkan kelemahan atau keterbatasan media audiovisual adalah: (a) sifat komunikasi hanya satu arah; (b) program diluar kontrol guru; (c) tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan karena gambar-gambar bergerak terus; dan (d) objek tidak ditampilkan secara langsung, melainkan hanya melalui layar (Sardiman, dkk., 1986).
Aplikasi audiovisual dalam bidang pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara individual (individual learning). Penggunaan audiovisual dalam pembelajaran sain menguntungkan karena dapat memberikan kesempatan yang luas kepada siswa dan guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam investigasi dan analisis, sekaligus dapat membentuk pengetahuan dan pemahaman yang baru dalam melihat suatu permasalahan, serta mendapatkan cara pemecahan masalah melalui pembelajaran. Pembelajaran dengan audiovisual sangat baik digunakan dalam pengumpulan, visualisasi, dan analisis data sederhana dan kompleks. Dengan menggunakan audiovisual maka pengumpulan data dapat dilakukan sebanyak mungkin, visualisasi data dapat dilakukan bervariasi, dan pengolahan
data dapat dilakukan sangat cepat setelah mendapatkan data pengamatan dari laboratorium. Penggunaan audiovisual dalam pembelajaran akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, akan tetapi membutuhkan inovator yang terampil dan berpengalaman (Situmorang, 2004).
Sebagai media pendidikan, penggunaan audiovisual bertujuan untuk membantu proses pembelajaran agar materi pelajaran mudah dicerna dan diingat, sehingga memberikan kesan pembelajaran yang lebih lama. Media audiovisual dapat dipergunakan untuk menyampaikan informasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa yang sedang belajar untuk membuat hubungan antara pemikiran dan pelaksanaan yang terjadi didalam pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual akan dapat menolong siswa dalam konsep pengetahuan dan menyadari adanya hubungan antara mengetahui dengan memecahkan suatu permasalahan.
Konsep media audiovisual dimulai dari penarikan perhatian, pembentukan pengetahuan dalam pemikiran terhadap kejadian atau objek agar suatu objek mudah dimengerti oleh siswa. Penggunaan media audiovisual dalam pendidikan sangat luas meliputi berbagai bidang pembelajaran (Silitonga dan Situmorang, 2009).
D. Media Komputer
Kemajuan teknologi telah membuat kemudahan mengembangkan pembelajaran dengan multimedia yang menghadirkan informasi dalam format yang berbeda, seperti teks, gambar dan audio. Pembelajaran dengan multimedia dimungkinkan terintegrasi penuh dengan suara pada perangkat lunak. Multimedia secara konsisten memberikan hasil belajar yang lebih baik dari siswa (Mayer, 2009).
Mayer, (2003) berpendapat efek multimedia mengacu pada temuan bahwa siswa belajar lebih mendalam dari penjelasan multimedia yang disajikan dalam kata-kata dan gambar daripada hanya kata-kata saja. Tujuan desain multimedia adalah mengurangi beban kognitif untuk mencapai pembelajaran yang lebih baik. Ketika memori ingatan kelebihan beban, pembelajaran bermakna akan terganggu.
Menyajikan informasi dalam visual dan audio dapat meningkatkan jumlah informasi yang dapat disimpan dan diproses di memori ingatan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses belajar. Kombinasi presentasi visual dengan audio memberikan format informasi yang mudah dipahami. Tambahan lagi, Jeung, Chandler, and Sweller, menemukan bahwa siswa yang menerima instruksi multimedia dengan audio, menghabiskan waktu lebih sedikit dalam pemecahan masalah dibandingkan dengan siswa yang hanya menerima visual berupa petunjuk. Sejumlah percobaan, dengan peserta didik yang lebih dewasa, menunjukkan keunggulan audio/visual untuk meningkatkan proses pembelajaran (Moreno and Mayer, 2000).
Animasi juga biasa digunakan dalam pendidikan berbasis multimedia, yang sering diasumsikan untuk meningkatkan minat, motivasi, perhatian langsung, gambaran prosedur dan penjelasan bagaimana sesuatu hal bekerja.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa secara umum animasi lebih menguntungkan pada proses belajar daripada gambar diam. Mengubah mengajar konten/belajar dari statis (yaitu teks dan ilustrasi) ke komputer yang dinamis (misalnya narasi dan animasi) dapat meningkatkan vitalitas pembelajaran dan mengaktifkan suasana kelas. Sebaliknya,
ada bukti yang menunjukkan bahwa penyajian informasi menggunakan multimedia tidak selalu menjamin kinerja belajar yang lebih baik, terutama ketika keterbatasan sistem kognitif manusia tidak sepenuhnya dipertimbangkan.
Misalnya, Koroghlanian dan Klein (2004) tidak menemukan manfaat animasi dibanding ilustrasi statis.
Animasi divisualisasikan sebagai aliran proses yang dinamis dan siswa telah merasakan animasi sebagai alat kognitif, pemecah masalah, mengurangi kompleksitas pada pembelajaran diri sendiri. Lam dan McNaught juga telah menggunakan animasi untuk mengimbangi ilustrasi statis rumit yang digunakan untuk mewakili ilmu dinamika dalam buku-buku. Keterlibatan peserta didik dengan animasi adalah fitur lain yang menggembirakan yang menumbuhkan otonomi bagi siswa.
Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) merupakan kombinasi dari beberapa media baik audio, gerak, grafik, gambar, animasi dan video yang dalam proses pembelajaran dimanfaakan atau diperlakukan untuk mengendalikan suatu perintah dalam proses pembelajaran.
Seperti CD-interaktif, film interaktif, tanya jawab/diskusi, selain itu dapat berupa bahan ajar interaktif diskusi lingkungan/pelajaran diluar kelas praktek dari sebuah materi tertentu. Contoh dari bahan ajar multimedia interaktif adalah model pembelajaran yang berbasis web (e-learning).
Multimedia pembelajaran memberikan manfaat dalam beberapa situasi dalam belajar mengajar. Philips (1997) menyatakan bahwa “IMM has the potential to accommodate people with different learning style”. Multimedia dalam proses belajar mengajar dapat digunakan dalam tiga fungsi; (1) multimedia dapat berfungsi sebagai alat bantu instruksional,
(2) multimedia dapat berfungsi sebagai tutorial interaktif, misalnya dalam simulasi, dan (3) multimedia dapat berfungsi sebagai sumber petunjuk belajar, misalnya, multimedia digunakan untuk menyimpan serangkaian slide mikroskop atau radiograf.
E. Bahan Ajar Kimia Inovatif Berbasis Multimedia Pengembangan bahan ajar bertujuan untuk menentukan keluasan dan kedalaman materi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dalam merancang pembelajaran, memberi input (masukan) kepada siswa mengenai pokok- pokok utama keilmuan, maupun dalam mengembnagkan alat evaluasi
Ada tiga prinsip yang diperlukan dalam pengembangan bahan ajar. Ketiga prinsip itu adalah: (1) Prinsip relevansi atau keterkaitan atau berhubungan erat, maksudnya adalah pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar; (2) Prinsip konsistensi adalah ketatabahasaan dalam pengembangan bahan ajar. Misalnya kompetensi dasar meminta kemampuan siswa untuk menguasai tiga macam konsep, materi yang disajikan juga tiga macam. Umpamanya kemampuan yang diharapkan dikuasaioleh siswa adalah menyusun paragraf deduktif, materinya sekurang-kurangnya pengertian paragraf deduktif, cara menyusun paragraf deduktif, dan cara merevisi paragraf deduktif. Artinya, apa yang diminta itulah yang diberikan; dan (3) Prinsip kecukupan, artinya materi yang disajikan hendaknya cukup memadai untuk mencapai kompetensi dasar. Materi tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Jika materi terallu sedikit, kemungkinan siswa tidak akan dapat mencapai
kompetensi dasar dengan memanfaatkan materi itu. Kalau materi terlalu banyak akan banyak pula menyita waktu untuk mempelajarinya.
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup bahan ajar harus diperhatikan apakah jenis materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prosedural, metakognitif), aspek afektif, ataukah aspek psikomorik. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan kedalam satu materi pembelajaran. Sedangkan, kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep- konsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh siswa. Kecukupan atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan. Urutan penyajian bahan ajar yang sangat penting untuk menentukan urutan materi dalam mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika diantara beberapa materi pelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya (Munthe, 2011).
Materi pembelajaran yang telah ditentukan ruang lingkup dan kedalamannya dapat diurutkan dalam pendekatan prosedural atau hirarki. Pendekatan prosedural, yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Pendekatan hirarki menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah (Munthe, 2011).
Materi yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan ilmu kimiaterkini. Uraian, contoh atau latihan yang disajikan relevan dan menarik, serta mencerminkan peristiwa, kejadian atau kondisi terbaru.mampu memotivasi peserta didik untuk bekerja keras dan maju, melelui contoh-
contoh industri kimia yang penting untuk kehidupan dan perekonomian (Munthe, 2011).
Fakta dan kejadian yang disajikan sebaiknya sesuai dengan kenyataan untuk IPA. Konsep yang disajikan tidak menimbulkan multitafsir dan sesuai dengan defenisi yang belaku dalam bidang ilmunya. Prosedur atau metode yang disajikan dapat diterapkan dengan runtut dan benar.
Eksperimen yang disajikan sebagai contoh dalam teks harus dapat menghasilkan fakta yang dapat diamati dan dapat digeneralisasikan menjadi konsep kimia atau prinsip kimia yang mudah dipahami (Munthe, 2011).
Inovasi pembelajarn sangat bermanfaat diitegrasikan di dalam bahan ajar kimia terutama untuk menjadikan pembaca lebih mudah memahami dan mengertikonsep materi kimia yang abstrak dan kompleks menjadi bahan yang nyata dan lebih sederhana (Situmorang, dkk 2010; Goto, dkk, 2010;
Alberts, 2009). Inovasi pembelajaran kimia juga mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi. Melalui inovasi maka pembelajaran yang ada dikembangkan dan ditingkatkan untuk melahirkan pembelajaran baru yang menarik (Dolan, 2009). Beberapa inovasi pembelajaran yang telah berhasil dipergunakan dalam pembelajaran kimia diantaranya kegiatan laboratorium dan non laboratorium, inovasi pembelajaran menggunakan media, serta inovasipembelajarn berbasis teknologi dan informasi (Situmorang, dkk, 2011; Situmorang dan Sinaga, 2006).
Pengguaan multimedia dalam bahan ajar menjadi menarik karena dapat memadukan berbagai media pembelajaran sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar mandiri (Munthe dan Situmorang, 2015). Adaptasi teknologi baru terhadap kebutuhan pembelajarn sains
menjadisalah satu sasaran inovasi pembelajaran berbasis multimedia (Mahdjoubi dan Rahman, 2012; Kolluru, 2012).
Perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap inovasi pembelajaran (Varghese, dkk, 2012). Banyak studi telah dilakukan yang menjelaskan pembelajaran berbasis multimedia (Kulasekara, dkk, 2011; Situmorang dan Situmorang, 2009). Ketersediaan berbagai software dan hardware memudahkan untuk mengintegrasikan komputer dengan peralatan elektronik lain seperti video, camera, dan instrumen laboratorium (Kramer, dkk, 2012).
BAB IV
STANDAR KELAYAKAN BAHAN AJAR KIMIA
Standarisasi kelayakan bahan ajar terdiri dari empat macam kelayakan, yaitu kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan.
A. Standarisasi Kelayakan Isi
Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu yang secara keseluruhan mencakup: (1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakn pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan; (2) Beban belajar bagi siswa pada satuan pendidikan dasar dan menengah; (3) KTSP yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian yang tak terpisahkan dari standar isi; dan (4) Kelender pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satuan pedidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
B. Standarisasi Kelayakan Bahasa
Bahasa adalah suatu sarana penyampaian dan penyajian bahan, seperti kosakata, kalimat, paragraph dan wancana. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan materi pada sebuah buku dan pengembangan buku kepada pembaca, dalam hal ini siswa maupun guru.
Bahasa yang tepat dapat memudahkan pemahaman dan menimbulkan minat baca sehingga memudahkan siswa untuk belajar. Penilaian kelayakan bahasa pada buku mempertimbangkan hal-hal berikut: (1) Lugas, kalimat yang digunakan sederhana dan langsung kesasaran, mewakili pesan dan informasi; (2) Komunikatif, pesan atau informasi yang disampaikan dengan bahasa yang menarik dan lazimdalam komunikasi tulis bahasa indinesia; (3) Dialogis dan interaktif: bahasa yang digunakan membangkitkan rasa senang ketika siswa membacanya; (4) Kesesuaian dengan tingkat kematangan siswa secara umum; (5) Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia; dan (6) Penggunaan istilah simbol.
C. Standarisasi Kelayakan Penyajian
Konsep-konsep materi dalam buku pelajaran kimia yang disajikan haarus disusun secara sistematis, sesuai standar kompetensi sehingga menjadi teori-teori yang membentuk pengetahuan untuk mencapai kompetensi dasar mata pelajaran dan indicator dari materi pelajaran tersebut.
Standar kelayakan penyajian meliputi: (1) Teknik penyajian, konsep yang disajikan secara runtun, dari yang mudah ke yang sukar, dari yang konkret ke yang abstrak, dan dari yang sederhana ke yang kompleks; (2) Pengukur penyajian:
mengandung uraian apa yang akan dicapai siswa setelah
mempelajari suatu kompetnsi dan terdapat contoh soal dan soal yang akan menguatkan pemahaman konsep yang ada dalam materi yang disajikan; dan (3) Penyajian pembelajaran:
penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif mengajak pembaca untuk mempelajarinya.
D. Standarisasi Kelayakan Kegrafikan
Grafika merupakan bagian dari buku pelajaran yang berkenaan dengan fisik buku, yang meliputi: ukuran buku, jenis kertas, cetakan ukuran huruf, warna dan ilustrasi yang membuat siswa yang menyenangi buku tersebut dan menumbuhkan minat dan niat siswa untuk membacanya.
Standar kelayakan kegrafikan meliputi: (1) kesesuaina ukuruan dengan standar ISO, yaitu ukuran buku A4 (210x297 mm), A5 (148x210 mm), B5 (176x250 mm), tolerasnsi perbedaan ukuran antara 0-20 mm; (2) kesesuaian ukuran dengan materi isi buku: pemilihan ukuran buku perlu disesuaikan dengan materi isi buku sesuai dengan mata pelajaran, hal ini akan mempengaruhi tata letak bagian isi dan jumlah halaman buku; (3) Penampilan unsure tata muka pada kulit muka, belakang dan punggung secara harmonis memiliki irama dan kesatuan serta konsisten, elemen warna, ilustrasi dan tipografi ditampilkan secara harmonis dan saling terkait satu dengan lainnya. Menghindari salah pemahaman dan kurang kejelasan dari ilustrasi yang ditampilkan serta menambah kedalaman pemahaman dan pengertian bagi mahasiswa.
BAB V
KONSEP PEMBELAJARAN SAINTIFIK
A. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Dalam hal ini terdapat- langkah-langkah melakukan pengamatan, menentukan hipotesis, merancang eksperimen untuk menguji hipotesis, menguji hipotesis, menerima atau menolak hipotesis dan membuat kesimpulan.
Melalui metode ilmiah inilah pesrta didik diharapkan memiliki pembiasaan terhadap kecakapan berpikir sains dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dan yang lebih penting adalah bagaiman sikap, pengetahuan, dan keterampilan diperoleh peserta didik. Berikut adalah aktivitas siswa yang terjadi dalam pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik (Kemendikbud, 2013), yaitu:
1. Mengamati (Observing)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah dalam pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga
relatif banyak, jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
2. Menanya (Questioning)
Guru yang efektif mampu menginsipirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswanya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan dari muridnya, ketika itu pula ia mendorong siswanya untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
3. Menalar (Associating)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
4. Mencoba (Experimenting)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, siswa harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk hal ini adalah: (1)
menemukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara- cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoretis yang relevan dari hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; (7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan.
5. Mengkomunikasikan (Networking)
Pada pendekatan saintifik tenaga pendidik diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.
Kegiatan ini dapt dilakukan menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, untuk mewujudkan rencana yang telah disusun secara nyata dan praktis di kelas untuk mencari tujuan pembelajaran. Dalam pendekatan saintifik ada tiga pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, yaitu discovery learning dan project based learning, dan problem based learning.
Menurut McCollum (dalam Masruroh, 2014), dijelaskan bahwa komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah diantaranya adalah guru harus menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melakukan analisis ( Push for analysis) dan berkomunikasi (Require communication).
1. Meningkatkan rasa keingintahuan, pada tahap ini semua pengetahuan dan pemahaman dimulai dari rasa ingin tahu dari peserta didik. Pada pembelajaran kimia SMA rasa ingin tahu ini dapat difasilitasi dalam kegiatan tanya jawab baik mulai dari kegiatan pendahuluan kegiatan inti dan penutup. Selain tanya jawab, dapat juga dengan melalui memberikan suatu masalah, fakta-fakta atau kejadian alam yang ada di sekitar peserta didik.
2. Mengamati, pada tahap ini pengamatan dilakukan dengan registrasi inderawi melalui proses observasi.
Pembiasaan kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru.
3. Menganalisis, peserta didik perlu dilatih dan dibiasakan melakukan analisas data yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Berikan kesempatan kepada peserta untuk meninjau kembali hasil pengamatan dan mereka dilatih membuat pola-pola atau grafik dari data yang diperolehnya. Latih peserta untuk melakukan klasifikasi, menghubungkan dan menghitung.
4. Mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh pendidik melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga peserta
didik melakukan aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/ meramalkan dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan peserta didik menguasai keterampilan berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif.
5. Mengkomunikasikan, hasil-hasil yang diperoleh peserta didik dari tiga tahapan tadi dikomunikasikan dengan peserta didik lain sehingga diperoleh kesepakatan belajar yang saling melengkapi.
Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.
Proses pembelajaran yanag mengimplementasikan pendekatan saintifik akan mencakup tiga aspek, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan
(psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi
B. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran berpusat kepada siswa; (2) Pembelajaran membentuk student self concept; (3) Pembelajaran terbebas dari verbalisme; (4) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum dan prinsip; (5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa; (6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru; (7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; dan (8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
C. Tujuan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah/saintifik di dasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pendekatan saintifik adalah: (1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa; (2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik; (3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan; (4) Diperolehnya hasil belajar
yang tinggi; (5) Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah; dan (6) Untuk mengembangkan karakter siswa.
D. Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa ciri dan karakteritik sebagai berikut: (1) Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindar pembelajarn terisolasi; (2) Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama;
(3) Menciptakan pembelajaran interdisiplin; (4) Penyelidikan masalah autentikyang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis; (5) Menghasilakan produk/karya dan memamerkannya; (6) Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapakan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang; (7) Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif); (8) Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing; (9) Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran; (10) Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah; dan (11) Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
Sebagai salah satu strategi pembelajaran, menurut Sanjaya (2010), strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1) strategi berbasis masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran; (2) dapat menantang kemampuan siswa serta memberiakn kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata;
(5) dapat membantu siswa untuk emngembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, serta dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya; (6) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja; (7) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa; (8) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan untuk menyesuaikan denagn pengetahuan baru; (9) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; dan (10) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Tahapan pembelajaran berbasis masalah dirumuskan pada Tabel 1
Tabel 1 Tahapan Pemecahan Masalah (Problem Based Learning) No. Tahapan Aktivitas Guru dan Peserta Didik
1. Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan.
Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan.
2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefenisikan dan menorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video atau model.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masal
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksikan atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
(Saefudin dan Berdiati, 2014)
BAB VI
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA INOVATIF BERBASIS MULTIMEDIA
A. Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar Kimia
Pengembangan bahan ajar kimia inovatif berbasis multimedia perlu mendapatkan perhatian karena penyediaan bahan ajar yang berkualitas baik sesuai kurikulum akan dapat menolong siswa dalam belajar secara efektif. Pengembangan bahan ajar kimia SMA/MA inovatif dan interaktif berbasis multimedia dapat menolong siswa didalam pembelajaran mencapai kompetensi dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajar (Situmorang dan Munthe, 2015). Tahapan pengembangan dilakukan dengan pengayaan isi materi kimia yang mengintegrasikan percobaan laboratorium, media pembelajaran dan penerapan kontekstual (Situmorang, dkk, 2015).
Inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sangat perlu dilakukan terutama dalam upaya mendorong pergeseran pembelajaran konvensional kepada pembelajaran mandiri dan terstruktur yang dapat meningkatkan penguasaan siswa di dalam konsep ilmu dan sekaligus membuat kesan pembelajaran semakin lama dapat diingat siswa. Inovasi dalam pendidikan sering dihubungkan dengan pembaharuan yang berasal dari hasil pemikiran kreatif, temuan dan modifikasi yang memuat ide dan metode yang dipergunakan untuk mengatasi suatu permasalahan