PEDOM AN
PEN GU M PU LAN DAT A
RESERV OI R (T I K U S)
DI LAPAN GAN
RI SET K H U SU S
V EK T OR DAN RESERV OI R PEN Y AK I T
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
ISBN 978-602-373-012-4
Pedoman Pengumpulan Data Reserrvoir (tikus) di Lapangan Ukuran 210 x 297 mm, 122 hal
Cetakan Pertama: 2015
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
Diterbitkan oleh:
Lembaga Penerbit Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Anggota IKAPI No. 468/DKXI/2013
Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telp: 021 4261008 ext. 223; Fax. 021 4243933
Email: LPB@litbang.depkes.go.id; Website: www.litbang.depkes.go.id
Didistribusikan oleh:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Copyright @ 2015 pada Lembaga Penerbit Balitbangkes, Jakarta
Sanksi Pelanggaran Undang Undang Hak Cipta 2002
1. Barang siapa dengan sengaja mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, menedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) dipidana paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak RP. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
TIM PENYUSUN
Pengarah:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Penanggung jawab:
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Tim Teknis Reservoir:
Dr. Ristiyanto, M.Kes
Prof.dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
DR. Vivi Lisdawati, M. Si, A.pt
Arief Mulyono, S.Si, M.Sc
Farida Dwi Handayani, S.Si, MS.
drh. Tika Fiona Sari, M.Sc
drh. Dimas Bagus Wicaksono Putro
drh. Ayu Pradipta Pratiwi
drh.Aryo Ardanto
Arum Sih Joharina, S.Si
Esti Rahardianingtyas, S.Si
drh. Anang S. Achmadi, M.Sc
Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc
M. H Sinaga, S. Si
KATA PENGANTAR
Riset khusus vektor dan reservoir penyakit (Rikhus Vektora) merupakan bagian dari Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) dengan tujuan untuk pemutakhiran data dasar vektor dan reservoir penyakit sebagai dasar pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir, baik yang baru ataupun muncul kembali, di Indonesia. Langkah utama penelitian adalah pengumpulan data dan spesimen di lapangan secara teliti, akurat, valid dan reliabel, serta pengelolaan spesimen koleksi dengan standar baku.
Pengumpulan spesimen vektor dan reservoir penyakit merupakan representasi dari jenis vektor dan reservoir penyakit yang terdapat di wilayah Indonesia. Diharapkan data spesimen hasil riset dapat berguna untuk pemutakhiran kajian taksonomi, zoogeografi, evolusi dan filogenetik, serta ekologi dan genetiknya. Selain itu dapat pula digunakan untuk memahami biologi serangga vektor dan hewan reservoir penyakit yang bermanfaat dalam pencegahan penularan penyakit bersumber binatang (zoonosis). Oleh karena itu diperlukan buku pedoman kerja untuk memberikan gambaran tentang teknik pelaksanaan pengumpulan data dan spesimen vektor dan reservoir penyakit di lapangan.
Dalam rangka pelaksanaan Rikhus Vektora, maka telah disusun buku pedoman teknis untuk koleksi data dan spesimen vektor dan reservoir di lapangan. Pedoman ini dimaksudkan untuk dapat digunakan oleh para tenaga pengumpul data agar memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.
Buku pedoman bertujuan agar pengumpulan data serta spesimen vektor dan reservoir penyakit dilakukan secara baik dan benar sesuai standar baku sehingga dapat menjadi informasi yang bermanfaat dan dapat dipertanggungjawwabkan secara ilmiah.
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
BAB II. PENGORGANISASIAN LAPANGAN ... 5
BAB III. PENENTUAN LOKASI PENGUMPULAN DATA ... 9
BAB IV. PROSEDUR PENGGUNAAN GPS ... 13
BAB V. PENGUMPULAN DATA RESERVOIR (tikus) ... 27
BAB VI. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN ... 37
BAB VII. LABORATORIUM LAPANGAN ... 57
BAB VIII. KESELAMATAN HAYATI ... 61
BAB IX. PROSEDUR PENANGKAPAN TIKUS ... 67
BAB X. PROSEDUR PENGUKURAN PARAMETER LINGKUNGAN ... 73
BAB XI. PROSEDUR ANESTESI ... 77
BAB XII. PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH DAN KOLEKSI SERUM ... 79
BAB XIII. PROSEDUR KOLEKSI EKTOPARASIT ... 73
BAB XIV. PROSEDUR DOKUMENTASI ... 75
BAB XV. PROSEDUR IDENTIFIKASI TIKUS ... 79
BAB XVI. PROSEDUR PENGAMBILAN JARINGAN ... 83
BAB XVII. PROSEDUR PENGAMBILAN ORGAN DALAM TIKUS ... 85
BAB XVIII.PROSEDUR PEMBUATAN SPESIMEN AWETAN BASAH ... 89
BAB XIX. PROSEDUR PENGEPAKAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN ... 97
BAB XX. PROSEDUR PENGISIAN FORMULIR ... 85
BAB XXI. PROSEDUR PENGKODEAN SPESIMEN ...105
DAFTAR PUSTAKA ...107
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rangkuman kegiatan pengumpulan data tikus ... 33
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data tikus …….……… 33
Tabel 3. Pengelompokan paket pengiriman Rikhus Reservoir Tikus ………….……....102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kelengkapan perangkat GPS... 14
Gambar 2. Bagian : GPS ... 14
Gambar 3: Jenis baterai. ... 15
Gambar 4: Bagian penutup baterai. ... 15
Gambar 5: Bagian penutup baterai. ... 15
Gambar 6: Pengoperasian GPS. ... 16
Gambar 7: Pengaturan GPS. ... 16
Gambar 8: Pengoperasian pengaturan GPS. ... 17
Gambar 9: Deteksi sinyal satelit. ... 18
Gambar 10: Menyimpan koordinat dan dokumentasi foto pada GPS... 19
Gambar 11: Form TK.02. ... 22
Gambar 12: Tampilan software basecamp. ... 23
Gambar 13: Tampilan menu receive from device. ... 23
Gambar 14: Tampilan select device montera. ... 24
Gambar 15: Tampilan titik koordinat GPS di basecamp... 24
Gambar 16: Tampilan export data di basecamp. ... 24
Gambar 17: Tampilan penyimpanan data GPS. ... 25
Gambar 18. Alur pengumpulan data reservoir ... 28
Gambar 19. Bagan penataan nampan di meja pada laboratorium lapangan ... 59
Gambar 20. Cara menutup syringe yang telah digunakan ... Error! Bookmark not defined. Gambar 21. Pemasangan perangkap di dalam dan luar rumah ... 70
Gambar 22 Proses memasukkan tikus ke dalam kantung ... 71
Gambar 23. Cara Anestesi Tikus ... 78
Gambar 24. Pengambilan darah ... 70
Gambar 25Proses koleksi serum ... 71
Gambar 26. Koleksi ektoparasit pada tikus... 74
Gambar 27. Dokumentasi spesimen tikus ... 76
Gambar 28. Contoh dokumentasi habitat tikus ... 77
Gambar 29. Skematis Tikus ... 79
Gambar 30. Perbedaan warna dan tektur rambut pada tikus ... 80
Gambar 31. Pengukuran morfometrik untuk identifikasi tikus ... 80
Gambar 32. Rumus putting susu ... 81
Gambar 33. Pengambilan Jaringan Telinga ... 84
Gambar 34. Proses pembedahan untuk koleksi sampel paru dan ginjal ... 86
Gambar 35. Pemprosesan sampel paru-paru pada FTA card ... 87
Gambar 36. Pemprosesan sampel ginjal ... 88
Gambar 37. Pembuatan awetan basah ... 90
Gambar 38. Kantong plastik hitam, plastik biohazard, dan sharp safety container ... Error! Bookmark not defined. Gambar 39. Contoh penanganan limbah benda tajam ... Error! Bookmark not defined. Gambar 40. Pengepakan spesimen serum dengan cold chain ... Error! Bookmark not defined. Gambar 41. Pengepakan spesimen ginjal, ektoparasit, FTA card, dan punch jaringan... Error! Bookmark not defined. Gambar 42. Alamat tujuan pengiriman spesimen ... 83
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. . Form Ekositem... Error! Bookmark not defined.09
Lampiran 2. Form Koordinat GPS Perangkap ... Error! Bookmark not defined.10
Lampiran 3. Form Lokasi Penangkapan tikus ... Error! Bookmark not defined.11
Lampiran 4. Form Koleksi Tikus ... Error! Bookmark not defined.12
Lampiran 5. Form Pengiriman Spesimen... Error! Bookmark not defined.14
Lampiran 6. Form Check list Kegiatan ... Error! Bookmark not defined.15
Lampiran 7. Form Check list Alat dan Bahan ... Error! Bookmark not defined.16
Lampiran 8. Form Berita cara Serah Terima Limbah ... Error! Bookmark not defined.17
Lampiran 9. Form Berita Acara Pemusnahan Limbah ... Error! Bookmark not defined.18
Lampiran 10. Berita Acara Serah Terima Spesimen ... Error! Bookmark not defined.19
Lampiran 11. Form Spesimen ... Error! Bookmark not defined.20
BAB I.
PENDAHULUAN
Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora) merupakan salah satu
riset nasional yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan dengan tanggung jawab pelaksana oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan
Litbangkes di Salatiga, yaitu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit (B2P2VRP).
Rikhus Vektora adalah suatu kegiatan riset yang diarahkan untuk mengetahui gambaran
vektor dan reservoir penyakit, termasuk di dalamnya adalah data nyamuk, tikus dan kelelawar
dengan menggunakan hasil observasi bionomik, uji identifikasi dan pemeriksaan laboratorium.
1. Latar belakang:
a. Ancaman risiko penyakit tular vektor dan reservoir secara global dan nasional sangat
tinggi;
b. Data bio-diversitas fauna di Indonesia yang kompleks akibat kondisi bio-geografis
(pertemuan wilayah Oriental dan Australia) belum terbaharukan dengan baik;
c. Data penelitian terkait vektor dan reservoir penyakit belum terwakili secara nasional;
d. Data model penanggulangan secara lokal spesifik belum lengkap
Rikhus Vektora dilaksanakan di sejumlah wilayah kabupaten/kota di Indonesia
secara berkesinambungan yang dirancang untuk dilaksanakan selama tiga tahun, mulai
tahun 2015 sampai dengan 2017.
2. Tujuan Umum riset khusus vektor dan reservoir penyakit adalah:
melakukan pemuktahiran data vektor dan reservoir penyakit secara nasional
sebagai dasar pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir (baik jenis penyakit infeksi
baru maupun yang muncul kembali) di Indonesia
3. Tujuan khusus riset adalah:
a. Inkriminasi (penentuan vektor) dan konfirmasi spesies vektor dan reservoir penyakit;
b. Memperoleh peta sebaran vektor dan reservoir penyakit;
c. Mencari kemungkinan munculnya vektor dan reservoir penyakit baru/belum terlaporkan
yang berasal dari hasil koleksi sampel nyamuk, tikus dan kelelawar;
d. Mencari kemungkinan munculnya patogen penyakit tular vektor dan reservoir
baru/belum terlaporkan;
e. Mengembangkan spesimen koleksi referensi vektor dan reservoir penyakit;
f. Memperoleh data sekunder penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir
berbasis ekosistem
4. Manfaat riset adalah :
a. Bagi para pemangku kebijakan, dapat memanfaatkan dan menggunakan data yang
diperoleh sebagai dasar perencanaan dan evaluasi program pengendalian penyakit tular
vektor dan reservoir (zoonosis) di Indonesia;
b. Bagi masyarakat, dapat memanfaatkan dan menggunakan data yang diperoleh sebagai
dasar pemahaman tentang vektor dan reservoir penyakit serta meningkatkan peran
sertanya pada kegiatan penanggulangan/pengendalian di lingkungan;
c. Bagi kalangan ilmiah, dapat memanfaatkan dan menggunakan data koleksi spesimen
(sampel tersimpan maupun informasi biodiversitas terbaharukan), sebagai dasar
penelitian dan pengembangan berbagai produk inovasi (misal: kit diagnostik, vaksin dan
obat) terkait penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir (penyakit infeksi baru
maupun yang muncul kembali) di Indonesia.
5. Prinsip Rikhus Vektora:
a. Merupakan survei bertaraf nasional
b. Menggunakan unit pengumpulan data berupa ekosistem per provinsi
c. Mencakup data spesies dan patogen untuk penyakit tular vektor dan reservoir (baik
yang lama maupun yang baru ditemukan), peta sebaran serta model dan metode
penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir berbasis ekosistem lokal
d. Besar sampel mencakup data primer (penangkapan nyamuk1, penangkapan tikus dan
kelelawar2; sebagian sampel dijadikan spesimen koleksi referensi/awetan) dan data
sekunder (endemisitas penyakit di lokasi riset berikut data pengendalian penyakit tular
vektor dan reservoir, baik program nasional maupun metode pengendalian lokal)
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data vektor (nyamuk), reservoir (tikus dan kelelawar) serta data
sekunder pada Rikhus Vektora 2015 – 2017 bertujuan untuk melengkapi data primer terkait
penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir di Indonesia. Pemeriksaan
laboratorium juga dilakukan untuk memperkuat hasil analisis data di lapangan, sehingga
pada akhirnya mewakili tingkat provinsi secara nasional, mencakup ekosistem hutan,
non-hutan dan pantai yang dekat pemukiman serta jauh dari pemukiman penduduk.
Data reservoir (tikus) dikumpulkan meliputi: (a) data spesies dan habitat tikus; (b)
peta sebaran, potensi reservoir penyakit (tikus) baru/belum terlaporkan beserta jenis
patogen; (c) sampel tersimpan; serta (d) data sekunder penanggulangan penyakit tular
reservoir (tikus). Data reservoir yang akan dikumpulkan ini sangat penting karena
merupakan pemuktahiran data yang sahih untuk dikaitkan dengan data penanggulangan
penyakit tular reservoir (tikus) di masyarakat yang akan diperoleh dengan metode
observasional diskriptif menggunakan rancangan studi potong lintang (cross sectional
study).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka sangat perlu disusun Pedoman dengan
tujuan membantu tenaga pengumpul data memahami:
a. Mekanisme pengambilan sampel tikus sesuai Pedoman Operasional Baku (POB) /
Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan;
b. Mekanisme identifikasi sampel tikus sesuai Pedoman Operasional Baku (POB) /
Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan;
c. Mekanisme pengambilan spesimen serum, ginjal, paru (RNA later), punch telinga,
serta pemilihan spesimen untuk pembuatan awetan basah tikus sesuai Pedoman
Operasional Baku (POB) / Standard Operational Procedure (SOP) yang telah
ditetapkan;
d. Cara-cara penyimpanan spesimen serum, ginjal, paru (RNA later), punch telinga, serta
pemilihan spesimen untuk pembuatan awetan basah tikus sesuai Pedoman
Operasional Baku (POB) / Standard Operational Procedure (SOP) yang telah
ditetapkan;
e. Cara-cara pengemasan sampel dan spesimen tikus sesuai POB yang telah
ditetapkan;
f. Cara-cara pengiriman sampel dan spesimen tikus sesuai POB yang telah ditetapkan.
Jenis sampel dan spesimen untuk data tikus pada Rikhus Vektora 2015-2018
berupa: serum, ginjal, paru (RNA letter), ektoparasit, punch telinga, serta pemilihan
spesimen untuk pembuatan awetan basah tikus.
Identifikasi sampel dan pemeriksaan spesimen dilaksanakan di laboratorium
lapangan di daerah, yaitu sarana dan prasarana yang memungkinkan untuk dijadikan
laboratorium lapangan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), desa atau wilayah
dusun setempat.
Pemeriksaan pada tahun 2015-2017 yang langsung dilaksanakan di laboratorium
lapangan adalah identifikasi spesimen tikus. Pemeriksaan di laboratorium B2P2VRP,
Badan Litbangkes, pada tahun berjalan adalah pemeriksaan leptospirosis dan
Hantavirus. Sementara untuk pemeriksaan analisis lanjut akan dilaksanakan pada tahun
selanjutnya setelah pelaksanaan riset di suatu provinsi selesai dilaksanakan.
Secara lebih rinci, metode koleksi dan jenis pemeriksaan laboratorium untuk
sampel tikus yang dilakukan di laboratorium lapangan meliputi:
a. Koleksi tikus menurut CDC (1995)1;
b. Identifikasi spesies tikus secara morfologis;
c. Pembuatan spesimen tikus untuk koleksi referensi reservoir penyakit
BAB II.
PENGORGANISASIAN LAPANGAN
Kegiatan riset khusus vektor dan reservoir penyakit memerlukan pengorganisasian
lapangan pada saat melakukan survei di lapangan. Pengorganisasian perlu dilakukan agar
pelaksanaan kegiatan mulai survei pendahuluan, koordinasi, perijinan dan pengumpulan data
dapat terlaksana dengan baik dan dapat diperoleh data sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap anggota tim perlu memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan. Kompetensi tersebut antara lain kemampuan bekerjasama dalam kelompok, saling
memahami dan menghargai tugas pokok masing-masing dalam tim.
Pengorganisasian dalam riset khusus vektor dan reservoir penyakit disusun
berdasarkan objek disurvei, yaitu tim vektor, tim reservoir dan tim data sekunder.
A. Tim survei
Tim survei terdiri atas:
1. Koordinator Provinsi
Koordinator provinsi adalah Kepala Dinas Kesehatan di provinsi setempat.
2. Koordinator Lapangan Provinsi
Koordinator lapangan provinsi adalah Kepala Balai/Loka Litbangkes.
3. Penanggung Jawab Operasional Kabupaten
Penanggung jawab operasional (PJO) Kabupaten adalah petugas yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota yang menangani bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit.
B. Tim koleksi data reservoir
1.
Tim koleksi data reservoir terdiri dari :a. Koordinator teknis : 1 orang senior mamalogis/B2P2VRP/Balai/Loka Litbangkes
b. Satu (1) orang staf teknis dari B2P2VRP/Balai/Loka Litbangkes
c. Satu (1) orang staf teknis Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes setempat
d. Lima (5) orang tenaga pengumpul data lainnya (S1 dokter hewan/S1 biologi/S1
Kesling/S1 Kesmas/S1 Kehutanan/S1 Peternakan/DIII Kesehatan Lingkungan/DIII
Kesehatan Hewan dan memiliki kemampuan di bidang survei tikus dan kelelawar)
e. Enam (6) orang terdiri dari 5 tenaga lokal penangkap tikus dan kelelawar, dan 1
orang dari puskesmas.
2.
Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota adalah sebagai berikut : a. Koordinator teknisTugas koordinator teknis adalah mengkoordinir seluruh anggota tim dalam
melakukan koleksi tikus dan kelelawar, pengambilan spesimen, handling spesimen
dari lapangan ke B2P2VRP, serta berkoordinasi dengan PJO untuk pemusnahan
limbah. Koordinator teknis dipilih dari tenaga mamalogis yang berasal dari
Balai/Loka Litbangkes maupun tenaga independen yang telah berpengalaman dan
menguasai survei tikus dan kelelawar. Koordinator teknis juga diharapkan telah
berpengalaman di dalam penanganansampel dan spesimen serta analisis habitat.
b. Tenaga teknis dari Balai/Loka Litbangkes
Tenaga teknis dari Balai/Loka Litbangkes bertugas untuk mendukung
tugas koordinator teknis dalam pelaksanaan survei tikus dan kelelawar, pengambilan spesimen dan analisis habitat. Tenaga teknis adalah seseorang yang telah menguasai survei tikus dan kelelawar, pengambilan spesimen dan
manajemen rantai dingin.
c. Tenaga teknis dari Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten/Kota
Tugas dari tenaga teknis Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes
Kabupaten/Kota adalah membantu tim reservoir dalam melakukan seluruh
kegiatan teknis di lapangan dan sebagai tenaga daerah yang membantu perijinan
dan pendekatan ke masyarakat di lokasi studi.
d. Lima (5) orang tenaga pengumpul data lainnya (S1 dokter hewan/S1 biologi/S1 Kesling/S1 Kesmas/S1 Kehutanan/S1 Peternakan/DIII Kesehatan Lingkungan/DIII
Kesehatan Hewan dan memiliki kemampuan di bidang survei tikus dan kelelawar)
Tugas dan tanggung jawabnya adalah bertugas secara penuh dalam
koleksi tikus dan kelelawar, pengambilan spesimen, manajemen rantai dingin, dan
identifikasi. Tenaga pengumpul data adalah tenaga yang direkrut dari mahasiswa
tingkat akhir atau baru lulus berasal dari bidang ilmu Biologi, Kedokteran Hewan,
Kesehatan Lingkungan. Tenaga pengumpul data dapat juga berasal dari bidang
ilmu lain yang memiliki kemampuan di bidang mamalogi.
e. Lima (5) orang tenaga penangkap tikus dan kelelawar
Tugas dan tanggung jawabnya adalah membantu pemasangan perangkap
dan pemanenan tikus maupun kelelawar.
f. Satu (1) orang tenaga Puskesmas
Tugas dan tanggung jawabnya adalah membawa dan menitipkan sampel dari
lapangan ke fasilitas kesehatan yang memiliki lemari pendingin serta membantu
pemasangan perangkap dan pemanenan tikus maupun kelelawar.
BAB III.
PENENTUAN LOKASI PENGUMPULAN DATA
Penentuan lokasi pengumpulan data merupakan salah satu bagian penting dalam
Rikhus Vektora. Keberhasilan penentuan lokasi untuk survei nyamuk, tikus dan kelelawar akan
sangat mempengaruhi hasil pengumpulan data secara keseluruhan. Pemahaman definisi
operasional ekologi, ekosistem dan habitat, definisi operasional dan kriteria dari hutan, non
hutan serta pantai dengan baik mendukung dalam menentukan habitat ekosistem terpilih yang
mempunyai kemelimpahan nyamuk, tikus dan kelelawar, baik jenis maupun jumlahnya.
Selain faktor bio-ekologis yang mendukung keberadaan nyamuk, tikus dan kelelawar,
faktor aksesibilitas, keberadaan penyakit tular vektor dan reservoir di kawasan tersebut,
keamanan dan resiko lain yang dapat muncul di luar kepentingan riset menjadi pertimbangan
penting dalam menentukan lokasi pengumpulan data.
A. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk dapat memahami definisi operasional lokasi, kriteria dan cara penentuan titik
pengumpulan data di lapangan
b. Tujuan Khusus
1. Untuk dapat memahami definisi operasional ekologi, ekosistem dan habitat
2. Untuk dapat memahami definisi operasional dan kriteria ekosistem hutan, non-hutan
dan pantai yang dipergunakan dalam rikhus vektora
3. Untuk dapat mengetahui cara penentuan titik pengumpulan data
B. Definisi Operasional Ekologi, Ekosistem dan Habitat
1. Ekologi merupakan ilmu tentang hubungan timbal-balik antara makhluk hidup
(organisme dan sesamanya) dengan lingkungan16,17
2. Ekosistem merupakan unit fungsional dasar dalam ekologi (satuan sistem ekologi) yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya17,18
3. Habitat merupakan tempat hidup suatu makhluk hidup18.
4. Pantai merupakan tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh
laut masih dirasakan.6 Definisi pantai dimaksud dalam Rikhus Vektora adalah batas
pantai berdasar data Land System of Indonesia and New Guinea yang dikeluarkan oleh
RePPProT (The Regional Physical Planning Programme for Transmigration) Badan
Informasi Geospasial.(http://databasin.org/datasets/
eb74fe29b6fb49d0a6831498b0121c99).
5. Hutan merupakan: (1) suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati didominasi pepohonan, persekutuan alam lingkungan satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan19; (2) Luas lebih dari 0,5 hektar dengan pepohonan tinggi
lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10 persen, atau pohon dapat mencapai
ambang batas ini di lapangan. Tidak termasuk lahan yang sebagian besar digunakan
untuk pertanian atau pemukiman20.
C. Kriteria Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel atau sampling area, dalam riset khusus vektor dan reservoir
penyakit, diharapkan dapat mewakili beberapa ekosistem dengan beberapa tipe habitat
nyamuk, tikus dan kelelawar di daerah studi. Pemilihan lokasi diharapkan juga dapat
mewakili endemisitas penyakit tular vektor dan reservoir. Kawasan yang mewakili tiga
kelompok ekosistem adalah:
1. Ekosistem hutan
Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di daratan. Hutan
merupakan tempat tinggal bagi tumbuhan dan juga hewan. Di wilayah ekosistem hutan,
beberapa penduduk yang mata pencahariannya di wilayah tersebut umumnya membuat
pemukiman di pinggir atau di sekitar hutan. Namun demikian ada pula wilayah yang
jarang di akses oleh manusia, ditunjukkan oleh posisinya yang jauh dari pemukiman.
Hutan jauh pemukiman ini menjadi salah satu kriteria pula dalam rikhus vektora 2016.
Dalam riset ini, kriteria hutan jauh pemukiman apabila berjarak 3-5 km dari pemukiman.
2. Ekosistem non-hutan
Ekosistem non-hutan merupakan kelompok ekosistem di antara hutan dan
pantai/pesisir. Ekosistem ini dapat berupa perkebunan, pekarangan rumah/ pemukiman,
sawah, ladang, belukar, maupun kebun monokultur, dsb. Di wilayah ekosistem
non-hutan, beberapa penduduk yang mata pencahariannya di wilayah tersebut umumnya
membuat pemukiman di pinggir atau di sekitar ekosistem non-hutan, misalnya petani
kebun. Mereka rata-rata membuat perkampungan terletak di sekitar kebun tempat
mereka mencari nafkah. Namun demikian ada pula wilayah yang jarang di akses oleh
manusia, ditunjukkan oleh posisinya yang jauh dari pemukiman. Kawasan non-hutan
jauh pemukiman ini menjadi salah satu kriteria pula dalam rikhus vektora 2016. Dalam
riset ini, kriteria non-hutan jauh pemukiman apabila berjarak 3-5 km dari pemukiman.
3. Ekosistem pantai/pesisir
Ekosistem pantai atau pesisir merupakan ekosistem yang ada di wilayah
perbatasan antara air laut dan daratan.Ekosistem ini memiliki dua macam komponen,
yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik pantai terdiri dari tumbuhan dan
hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen abiotik pantai terdiri dari
gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan komponen selain makhluk hidup lainnya.
Salah satu contoh ekosistem ini adalah hutan bakau (mangrove) dengan berbagai
macam hewan yang hidup di dalamnya.
Apabila tidak memungkinkan melakukan pengumpulan data di salah satu
ekosistem, maka dapat digantikan oleh ekosistem lain yang mewakili keberadaan
penyakit tular vektor/reservoir. Seperti hanya ekosistem hutan dan non-hutan, di wilayah
ekosistem pantai penduduk di wilayah tersebut membuat pemukiman di pinggir atau di
sekitar pantai. Namun demikian ada pula wilayah yang jarang di akses oleh manusia,
ditunjukkan oleh posisinya yang jauh dari pemukiman. Kawasan pantai jauh pemukiman
ini menjadi salah satu kriteria pula dalam rikhus vektora 2016. Dalam riset ini, kriteria
pantai jauh pemukiman apabila berjarak 3-5 km dari pemukiman.
D. Cara Penentuan Titik Sampel
Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dilakukan berdasarkan stratifikasi
geografis dan ekosistem. Pengambilan sampel dilakukan di titik terpilih yang mewakili 3 tipe
ekosistem (hutan, non-hutan dan pantai), baik yang jauh maupun dekat dengan pemukiman.
Di setiap kabupaten terpilih, pengambilan sampel akan dilakukan di 6 titik, yaitu :
1. Hutan dekat dengan pemukiman (HDP)
2. Hutan jauh dari pemukiman (HJP)
3. Non-hutan dekat dengan pemukiman (NHDP)
4. Non-hutan jauh dari pemukiman (NHJP)
5. Pantai dekat dengan pemukiman (PDP)
6. Pantai jauh dari pemukiman (PJP)
Selain dasar stratifikasi geografis dan ekosistem, dasar penentuan titik tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Wilayah (provinsi/kabupaten) tersebut memiliki informasi yang cukup atau memiliki
dugaan kuat sebagai sumber penularan penyakit bersumber vektor dan reservoir
2. Memiliki kondisi lingkungan yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk,
seperti adanya rawa, kolam ikan tidak digunakan lagi, lagun dan sebagainya.
3. Lokasi relatif mudah diakses dan terdapat cukup fasilitas yang dibutuhkan
4. Lokasi harus dapat dikunjungi dan tidak memiliki risiko tinggi di luar kepentingan
riset (bencana, keamanan, dsb)
BAB IV.
PROSEDUR PENGGUNAAN GPS
(Global Positioning System)
Tujuan Pembelajaran Umum:
Peserta memahami pengoperasionalan dan penggunaan GPS
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Peserta dapat mengoperasikan GPS dengan benar
2. Peserta dapat mengambil titik koordinat dengan benar
3. Peserta dapat mengambil foto dan video dengan benar
4. Peserta dapat mentransfer data dari GPS dengan benar
GPS (Global Positioning System) merupakan alat survei yang dapat digunakan dalam berbagai
bidang termasuk bidang kesehatan. Pada riset khusus vektora ini dilakukan pemetaan
persebaran vektor dan reservoir daerah penelitian. Pengambilan koordinat dilakukan pada
habitat sampel vektor dan reservoir diambil. GPS yang digunakan adalah Garmin Monterra.
GPS Monterra merupakan bagian dari pengembangan GPS Montana dan Sistem Operasi
perangkat mobile Android. Monterra dapat digunakan sebagai GPS navigator maupun sebagai
GPS survei lapangan untuk plot waypoint maupun tracking. Memiliki desain kokoh dan tahan
cuaca (weather sealed) serta didukung fitur beragam membuat GPS ini sangat cocok untuk
untuk kegiatan lapangan di negara tropis seperti Indonesia. Fitur Garmin Monterra antara lain
Penggabungan Pemetaan 3D, kamera digital 8 megapixel autofocus, sistem baterai ganda
state-of-the-art, kompas elektronik built-in 3-axis accelerometer dan dengan gyro, sensor UV
built-in, Wi-Fi, Bluetooth dan NFC, Memuat peta dan jutaan geocaches, Radio dan lain-lain.
Seluruh fitur dikemas dalam sistem operasi android versi 4.0.4 yang universal untuk digunakan
oleh pemula maupun surveior berpengalaman. Berdasarkan penilaian tersebut, GPS ini sangat
tepat digunakan untuk rikhus vektora.
Metode dalam pemetaan ini adalah metode Stop and Go, pengambilan koordinat dilakukan
dengan cara pengambil koordinat berhenti sejenak di lokasi survei kemudian menunggu GPS
mendapatkan sinyal stabil. Koordinat dapat disimpan di GPS ataupun ditulis dalam form GPS.
Setelah pencatatan koordinat selesai kemudian dilanjutkan untuk lokasi berikutnya.
Semoga pedoman singkat ini bermanfaat bagi kita semua
PENJELASAN UMUM
1. Kelengkapan1 Unit GPS Monterra
2. Bagian – Bagian GPS
Tampilan Bagian Depan: Tampilan Bagian Belakang:
Gambar 2. Bagian : GPS
Gambar 1 Kelengkapan perangkat GPS
3. Baterai
GPS Garmin Monterra memiliki sistem baterai ganda state-of-the-art. GPS ini dapat
menggunakan baterai rechargable lithium-ion atau menggunakan baterai AA.
a. Cara memasang baterai rechargable lithium-ion:
1) Putar ring berlawanan arah jarum jam, dan tarik ke atas untuk melepaskan
penutup (Gambar 5).
2) Cari kontak logam baterai lithium – ion.
3) Masukkan baterai ke dalam kompartemen.
4) Tekan baterai ke tempatnya.
5) Tutup kembali penutup baterai (ring) dan putar searah jarum jam.
6) Catatan baterai rechargeble lithium dapat di-charge pada kisaran suhu 0oC-50oC.
b. Cara memasang baterai AA:
1) Putar ring berlawanan arah jarum jam dan tarik ke
atas untuk melepaskan penutup (Gambar 6).
2) Pasang tiga baterai AA perhatikan arah baterai yang
ditunjukkan pada gambar di belakang alat, dan
jangan sampai terbalik.
Baterai rechargable lithium-ion Baterai Alkaline
B
Gambar 3: Jenis baterai.
A
Gambar 4: Bagian penutup baterai.
Gambar 5: Bagian penutup baterai.
3. Langkah Pengoperasian
Setelah selesai memasang baterai maka kita dapat mengoperasikan GPS. Langkah
mengoperasikan GPS Garmin Monterra adalah sebagai berikut:
a.
Tekan tombol power.b.
Tunggu beberapa saat sampai GPS stabil.c.
Gerakkan jari di layar sentuh untuk menggeser ataumenutup tampilan.
d.
Memperbesar atau memperkecil tampilan denganmenggunakan kedua jari tangan.
e.
Sentuh icon untuk kembali kehalaman sebelumnya.f.
Sentuh icon untuk kembali ke layar awal.g.
Sentuh icon untuk mengatur sistem.4. Langkah pengaturan pada GPS (Langkah ini HARUS dilakukan pertama kali
sebelum GPS dioperasikan dan hanya dilakukan SATU KALI saja dalam penggunaan GPS)
a. Nyalakan GPS dengan menekan tombol power pada bagian samping kanan atas
(lihat gambar 7).
b. Pilih iconsetting aplikasi, kemudian pilih more (gambar 7)
c. Pilih icon unit.
1) Ubah bagian unit GPS dibawah ini:
2) Distance and speed : metric
Gambar 6: Pengoperasian GPS.
Gambar 7: Pengaturan GPS.
d. Pilih position format.
1) Ubah positin format : hddd0mm’ss.s’’
2) Map Datum : WGS 84
e. Pilih position format
f. Kembali ke menu utama.
g. Pilih icon satelit.
5. Langkah kalibrasi GPS
Kalibrasi GPS dilakukan setiap pergantian ekosistem agar koordinat yang diambil lebih akurat.
a. Pilih iconsetting aplikasi, kemudian pilih more (gambar 8)
b. Pilih Heading.
c. Pada menu Compass Mode pilih on untuk mengaktifkan menu heading.
d. Pilih Calibrate compass, kemudian klik. start.
e. Gerakkan GPS sesuai dengan gerakkan di layar GPS.
f. GPS akan memberikan respon apakah kalibrasi berhasil atau tidak. Jika tidak
anda perlu mengulangi putaran dengan sedikit lebih pelan lagi. Gambar 8: Pengoperasian pengaturan GPS.
A. TEKNIS PENGAMBILAN TITIK KOORDINAT
1. Pemasangan perangkap di Ekosistem Dekat Pemukiman
Pengambilan titik koordinat hanya dilakukan sekali untuk setiap dua perangkap yang
dipasang didalam rumah sedangkan untuk perangkap yang dipasang diluar rumah atau
lingkungan maka titiik koordinat diambil di setiap perangkap tikus.
2. Pemasangan perangkap di Ekosistem Jauh Pemukiman
Pengambilan titik koordinat dilakukan pada semua perangkap yang dipasang
3. Jika dilakukan pemindahan perangkap karena sesuatu hal: misal umpan dikerubuti
semut maka dilakukan pengambilan koordinat lagi dan jaraknya lebih dari sepuluh (10)
meter.
4. Jumlah titik koordinat lebih banyak dari jumlah perangkap, KARENA ada proses
pemindahan perangkap.
5. Titik koordinat lama TIDAK DIHAPUS, KARENA menggambarkan persebaran
perangkap
B. LANGKAH MENENTUKAN TITIK KOORDINAT DI LOKASI PERANGKAP TIKUS
(Sebelum penentuan titik koordinat, pastikan langkah pengaturan setting seperti butir A.5 sudah dilakukan)
1. Hidupkan GPS, tunggu sampai terdeteksi minimal 5 satelit
dalam kondisi stabil. Semakin banyak satelit terdeteksi maka
semakin tinggi tingkat akurasi lokasi pegambilan koordinat.
Gambar 9: Deteksi sinyal satelit.
2. GPS dinyalakan pada saat akan berangkat ke lokasi pemasangan perangkap tikus.
GPS dimatikan setelah pengambilan koordinat selesai.
3. Ambil koordinat tempat pemasangan perangkap tikus dengan cara sentuh icon
mark waypoint pada GPS.
4. Pilih menu edit:
- Ganti nama pada GPS dengan nomor perangkap tikus (contoh 001) dan pada
note diisi kode lokasi ekosistem (contoh: 16041001, arti kode: 16 = Provinsi, 04 = Kabupaten, 1 = Ekosistem, 02 = Kode no urut perangkap tikus).
a. Simbol Waypoint dibedakan berdasarkan kode ekosistem/site (contoh: HDP,
HJP, NHDP dll).
Simbol untuk kode ekosistem sebagai berikut:
HDP (Hutan Dekat Pemukiman) HJP (Hutan Jauh Pemukiman)
NHDP (NonHutan Dekat Pemukiman) NHJP (Non Hutan Jauh Pemukiman)
PDP (Pantai Dekat Pemukiman) PJP (Pantai Jauh Pemukiman)
Gambar 10: Proses mark waypoint
b. Nama yang ada di GPS dengan nomro perangkap tikus ( contoh : HDP-001/(D01/L00), arti kode:
HDP = Hutan Dekat Pemukiman (kode ini menyesuaikan site misalnya HDP, HJP,
NHDP, dll),
001 = Perangkap nomor 001 yang tertulis di pita pada perangkap
D 01 = di dalam rumah nomor stiker 01,
L 00 = Luar rumah atau lingkungan,
c. Pilih menu edit :
• Pada note diisi kode lokasi ekosistem
• Contoh: 33163-P/N, arti kode :
33 = Provinsi,
16 = Kabupaten,
3 = Ekosisstem,
P = Positif tertangkap tikus / ada tikus,
N = Negatif tikus / tidak ada tikus
5. Ambil foto perangkap tikus dengan cara menyentuh icon gambar foto
6. Sebelum titik koordinat disimpan pada GPS, JANGAN LUPA mencatat nomor perangkap, titik koordinat dan nilai elevasi (ketinggian) pada form TK.02GPS.
7. Kemudian pilih DONE.
8. Pengambilan foto diharuskan tidak hanya lewat mark waypoint saja. Namun, juga
melalui menu Camera pada GPS dengan Icon
a. Untuk mengambil gambar pilih menu camera pada aplikasi
b. Pilih Icon
c. Kemudian pilih icon untuk mulai mengambil gambar
9. Setelah titik koordinat diambil kemudian dilakukan pengambilan video pada lokasi
pemasangan perangkap tikus. Langkah pengambilan video adalah sebagai berikut:
a. Pilih menu camera pada aplikasi
b. Pilih icon.
c. Kemudian pilih icon untuk memulai merekam.
d. Jika sudah selesai maka pilih icon.
Keterangan: Disetiap ekosistem hanya diambil satu video saja.
Gambar 11: Menyimpan koordinat dan dokumentasi foto pada GPS.
Catatan:
1. Pengambilan foto dilakukan di setiap rumah dipasangi perangkap
2. Pengambilan foto perangkap di luar rumah dilakukan per habitat berdasar jenis vegetasi tempat pemasangan perangkap
3. Pengambilan foto dilakukan dalam kondisi GPS menangkap setidaknya 5 satelit untuk mendapatkan akurasi letak pengambilan foto (geo tagging)
10. Setelah hasil penangkapan selesai diidentikasi, kemudian pada form TK.02 diisi kode
spesimen pada kolom KODE SPESIMEN, contoh 33161T005. Keterangan 33161
merupakan keterangan tempat pengambilan sampel yang terdiri dari kode Provinsi,
kode Kabupaten, dan kode ekosistem, untuk T005 merupakan nomor urut spesimen.
Contoh pengisian form sebagai berikut :
KETERANGAN TAMBAHAN
1. Apabila ingin mencari waypoint yang sudah dibuat maka dapat dilakukan langkah
sebagai berikut:
e. Pilih titik koordinat yang ada pada daftar.
2. Cara memperbaiki informasi (edit) waypoint
a. Pilih waypoint manager
b. Pilih titik waypoint yang akan diperbaiki.
c. Perbaiki informasi dengan menekan informasi yang diperbaiki.
d. Tekan DONE.
3. Langkah untuk menghapus waypoint
a. Pilih waypoint manager.
b. Pilih dan tekan waypoint sampai muncul icon.
c. Tekan icon untuk hapus data.
Keterangan: N/S: (North (utara)/South (selatan); D: Degere (derajat); M: Minutes (Menit); S:
Second (detik); m: meter.
Gambar 12: Form TK.02.
C. Langkah untuk mentransfer data dari GPS ke basecamp
Setelah survei di satu ekosistem selesai selanjutnya tim melakukan transfer data dari GPS
ke softwarebasecamp.
1. Download softwarebasecamp terbaru disini:
https://www8.garmin.com/support/download_details.jsp?id=4435
2. Extract hasil download dan lakukan install program.
3. Setelah basecamp diinstall, aktifkan GPS kemudian sambungkan ke komputer
menggunakan kabel data yang terdapat pada GPS.
4. Mengaktifkan program
basecamp.
5. Pilih menu transfer, pilih
receive from device.
Gambar 13: Tampilan software basecamp.
Gambar 14: Tampilan menu receive from device.
Kotak dialog Select Device
aktif, Klik nama devices yang
akan di download kemudian
klik OK. Data GPS akan
terekam secara otomatis..
6. Kemudian akan muncul
tampilan seperti ini, pilih titik
koordinat yang akan di
download.
7. Pilih File > Export > Export
selection
Gambar 15: Tampilan select device montera.
Gambar 16: Tampilan titik koordinat GPS di basecamp.
Gambar 17: Tampilan export data di basecamp.
8. Apabila muncul warning maka klik OK.
9. Pilih folder penyimpanan > Pilih
format penyimpanan dalam
bentuk *.gdb > kemudian beri
nama file yang akan disimpan >
Save.
Penamaan file dilakukan dengan cara menuliskan kode propinsi_kode kabupaten_kode
ekosistem_jenis survei. Contoh penamaan file adalah 33116R . Pengertian dari kode
tersebut adalah 33=kode provinsi , 11=kode kabupaten, 6=kode ekosistem Pantai Jauh
Pemukiman, R=Reservoir
10. Setelah file dipindahkan dari GPS ke komputer lalu dikirim ke email
pemetaanrikhus2016@gmail.com dengan format subyek: kode provinsi_kode
kabupaten_kode ekosistem_jenis survei. Contoh penamaan file adalah 33116R .
Pengertian dari kode tersebut adalah 33 = Kode Provinsi, 11 = Kode Kabupaten, 6 =
Kode Ekosistem Pantai Jauh Pemukiman, R = Reservoir
11. Pengiriman email ini dilakukan setiap satu ekosistem yang sudah selesai.
Gambar 18: Tampilan penyimpanan data GPS.
BAB V.
PENGUMPULAN DATA RESERVOIR (tikus)
Tujuan Pembelajaran Umum:
Peserta memahami pengorganisasian lapangan dan pengumpulan data reservoir
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Peserta dapat menerapkan pengorganisasian lapangan dengan benar 2. Peserta dapat menerapkan alur pengambilan data dengan benar
Pengumpulan data dilaksanakan selama ± 30 hari dengan rincian: 5 hari pengumpulan data
pada tiap ekosistem. Jadwal pengumpulan data pada masing masing ekosistem terbagi menjadi
koleksi pengumpulan data tikus pada hari 1 sampai 3 diteruskan pengumpulan data kelelawar
pada hari 3 – 4 dan diteruskan penyelesaian administrasi serta persiapan pindah lokasi.
Pengorganisasian tim menjadi sangat penting dalam memanajemen semua kegiatan
pengumpulan data yang dilaksanakan selama 30 hari di 6 titik terpilih pada ekosistem hutan,
non hutan dan pantai.
A. ALUR PENGUMPULAN DATA
Gambar 19. Alur pengumpulan data reservoir
B. PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data (puldat) oleh tim dilaksanakan selama ± 30 hari dengan rincian: 5
hari puldat pada tiap ekosistem. Pengumpulan data diutamakan mulai pada ekosistem hutan
dekat pemukiman (5 hari), kemudian berturut-turut dilanjutkan pada ekosistem hutan jauh
pemukiman, non-hutan dekat pemukiman, non-hutan jauh pemukiman, pantai dekat
pemukiman, dan pantai jauh pemukiman. Rincian kegiatan pada masing-masing ekosistem
dijelaskan sebagai berikut:
Hari ke-1
a. Koordinasi Lapangan dengan perangkat desa untuk administrasi lapangan, survei lokasi,
penentuan tenaga lokal, laboratorium lapangan sesuai kriteria dan pembekuan gel pack di
lokasi setempat.
b. Ketua tim melakukan koordinasi dan pembekalan teknis kepada tenaga lokal
c. Persiapan alat dan bahan survei tikus (persiapan: umpan, perangkap, label perangkap,
label rumah, GPS dan formulir)
d. Pukul 15.00 (waktu setempat) ketua tim dan 1 orang anggota bersama seluruh tenaga lokal
melakukan pemasangan perangkap tikus sesuai Prosedur Penangkapan Tikus (Form
TK.01)
e. Dua orang anggota tim lain melakukan pengambilan titik koordinat pemasangan perangkap
sesuai Prosedur Penggunaan GPS (Form TK.02)
f. Dua orang anggota tim lainnya melakukan pengambilan/pengukuran data lingkungan sesuai
Prosedur Pengambilan Parameter Lingkungan (Form T.03)
Hari ke-2
1. Pengambilan tikus
a. Pukul 06.00-08.00 (waktu setempat) dua orang anggota tim dibantu seluruh tenaga lokal
mengambil tikus yang tertangkap sesuai Prosedur Penangkapan Tikus dan membawa
ke laboratorium lapangan. Perangkap negatif (tidak berisi tikus) yang dipasang di
pemukiman, harus dipindah ke ruangan lain.
b. Anggota tim lainnya mempersiapkan laboratorium lapangan sesuai Prosedur Persiapan
Laboratorium Lapangan.
2. Pemrosesan tikus di laboratorium lapangan
a. Satu orang anggota tim mempersiapkan pelabelan tikus (Label Lapangan: lampiran)
b. Dua orang anggota tim melakukan anestesi dan pengambilan serum tikus yang sudah
dilabel sesuai SOP Prosedur Anastesi dan Prosedur Pengambilan Serum dan diisikan
di Form T.04 serta Form TK.11 yang sudah dilengkapi data dari Form TK.01 dan T.03.
c. Satu orang anggota tim melakukan koleksi ektoparasit sesuai Prosedur Pengambilan
Koleksi Ektoparasit (Form T.04 bagian koleksi spesimen I) dan (Form TK.11)
d. Dua orang anggota tim melakukan identifikasi tikus sesuai Prosedur Identifikasi Tikus,
Form T.04 bagian koleksi spesimen I) dan (Form TK.11) serta pengambilan foto
Prosedur Dokumentasi, Form T.04 bagian Koleksi spesimen I.
e. Satu orang anggota tim menyiapkan pengambilan spesimen bedah: punch (Prosedur
Pengambilan Organ, Form T.04 bagian koleksi speseimen II) dan (Form TK.11) serta
pengambilan ginjal (Prosedur Pengambilan Organ, Form T.04 bagian koleksi spesimen
II) dan (Form TK.11).
f. Satu orang anggota tim menyiapkan pengambilan spesimen paru sesuai Prosedur
Pengambilan Organ (Form T.04 bagian koleksi spesimen II) dan (Form TK.11).
g. Dilakukan pemilihan spesimen untuk membuat awetan basah bagi tikus yang telah
teridentifikasi sesuai Prosedur Identifikasi Tikus, Form T.04 bagian identifikasi dan
morfometri serta Form TK.11 oleh anggota tim yang bertugas melabel.
h. Semua tikus yang belum teridentifikasi dibuat awetan basah tanpa dipilih sesuai
Prosedur Pembuatan Awetan Basah (Form T.04 Bagian Koleksi spesimen II) dan
(Form TK.11).
i. Ketua tim mengkoordinasikan penyimpanan boks serum tikus yang terkumpul dihari ke
dua ke fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki lemari es.
j. Dua orang anggota Tim melakukan entry data seluruh hasil yang diperoleh dihari
pertama dan kedua (Form TK.01-Form TK.02).
k. Ketua dan anggota tim tersisa memeriksa check list kegiatan pada Form TK.06
(validasi internal).
3. Pengelolaan limbah
a. Dua orang anggota tim mengelola limbah non karkas dan limbah cair yang dikemas
sesuai Prosedur Pengolahan Limbah (Form. TK.08 Serah Terima) dan diserahkan ke
PJO untuk dimusnahkan.
b. Karkas tikus dikubur sesuai Prosedur Penanganan Limbah (Form. TK.09).
4. Penangkapan tikus tahap 2
a. Dua orang anggota tim dan tenaga lokal melakukan persiapan pemasangan perangkap
yang telah berisi tikus pada tahap 1 (persiapan: umpan, perangkap, dan label
perangkap).
b. Pukul 15.00 (waktu setempat) ketua tim dan satu orang anggota bersama seluruh
tenaga lokal melakukan pemasangan perangkap tikus sesuai SOP (Prosedur
Penangkapan Tikus) (Form TK.01).
Hari ketiga
1. Pengambilan tikus dan perangkap
a. Pukul 06.00-08.00 (waktu setempat) dua orang anggota tim dibantu seluruh tenaga lokal
mengambil tikus tertangkap dan seluruh perangkap sesuai Prosedur Penangkapan
Tikus dan membawa ke laboratorium lapangan.
b. Anggota tim lainnya mempersiapkan laboratorium lapangan sesuai Prosedur Pembuatan
Laboratorium Lapangan.
2. Pemrosesan tikus di laboratorium lapangan
a. Satu orang anggota tim mempersiapkan pelabelan tikus (Label Lapangan: lampiran)
b. Dua orang anggota tim melakukan anestesi dan pengambilan serum tikus yang sudah
dilabel sesuai SOP Prosedur Anastesi dan Prosedur Pengambilan Serum dan diisikan di
Form T.04 serta Form TK.11 yang sudah dilengkapi data dari Form TK.01 dan T.03.
c. Satu orang anggota tim melakukan koleksi ektoparasit sesuai Prosedur Pengambilan
Koleksi Ektoparasit (Form T.04 bagian koleksi spesimen I) dan (Form TK.11).
d. Dua orang anggota tim melakukan identifikasi tikus sesuai Prosedur Identifikasi Tikus,
Form T.04 bagian koleksi spesimen I) dan (Form TK.11) serta pengambilan foto
Prosedur Dokumentasi, Form T.04 bagian Koleksi spesimen I.
e. Satu orang anggota tim menyiapkan pengambilan spesimen bedah: punch (Prosedur
Pengambilan Organ, Form T.04 bagian koleksi speseimen II) dan (Form TK.11), serta
pengambilan ginjal (Prosedur Pengambilan Organ, Form T.04 bagian koleksi spesimen
II) dan (Form TK.11).
f. Satu orang anggota tim menyiapkan pengambilan spesimen paru sesuai Prosedur
Pengambilan Organ (Form T.04 bagian koleksi spesimen II) dan (Form TK.11).
g. Dilakukan pemilihan spesimen untuk membuat awetan basah bagi tikus yang telah
teridentifikasi sesuai Prosedur Identifikasi Tikus, Form T.04 bagian identifikasi dan
morfometri) serta Form TK.11 oleh anggota tim yang bertugas memberi label.
h. Semua tikus belum teridentifikasi dibuat awetan basah tanpa dipilih sesuai Prosedur
Pembuatan Awetan Basah (Form T.04 Bagian Koleksi spesimen II) serta (Form TK.11).
i. Ketua tim mengkoordinasikan penyimpanan kotak serum tikus yang terkumpul dihari ke
dua ke fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki lemari es.
j. Dua orang anggota Tim melakukan entry data seluruh hasil yang diperoleh dihari
pertama dan kedua (Form TK.01-Form T.04).
k. Ketua dan anggota tim tersisa memeriksa check list kegiatan pada Form TK.06 (validasi
internal) dan checklist alat dan bahan (Form TK.07).
l. Tenaga lokal melakukan pengepakan alat dan bahan survei tikus.
3. Pengelolaan limbah
a. Dua orang anggota tim dan tenaga lokal mengelola limbah non karkas dan limbah cair
yang dikemas sesuai Prosedur Pengolahan Limbah (Form. TK.08 Serah Terima
Limbah) dan diserahkan ke PJO untuk dimusnahkan.
b. Satu orang anggota tim dan tenaga lokal mengubur karkas tikus sesuai Prosedur
Penanganan Limbah (Form. TK.09 Pemusnahan Limbah).
Hari keempat
1. Pengepakan spesimen tikus
Spesimen tikus dikemas sesuai Prosedur Pengepakan dan Pengiriman Spesimen, Form
Rekap Pengiriman Spesimen ( Form TK.05 Pengiriman Spesimen).
Hari Kelima
1. Ketua tim melakukan koordinasi penyelesaian administrasi
2. Ketua tim melakukan serah terima paket spesimen tikus dan kelelawar non awetan
basah kepada PJO Kab. ( Form TK.10 Serah Terima Spesimen ).
3. Perpindahan lokasi.
BAB VI.
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN
Tujuan Pembelajaran Umum:
Peserta mengetahui alat dan bahan yang digunakan saat pengumpulan data
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Peserta dapat menggunakan alat dan bahan yang dipakai saat pengumpulan data
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data tikus
No. Alat Bentuk kemasan Kegunaan
1 Alkohol 70%
Alkohol untuk desinfeksi
(meja, alat dan tangan), merendam ginjal dan ektoparasit
2 Aquadest Larutan untuk pengenceran
formalin dan PBS
3 Benang nilon
Benang untuk mengikat label lapangan pada kain blacu, pyta dimo, dan kertas kalkir
4 Biopsy punches Alat untuk mengambil sampel
jaringan telinga tikus
5 Canoe drum 30 liter
Bejana penyimpan awetan basah tikus berisi formalin 10%
6 Cardboard cryobox 81 well (untuk serum)
Kotak untuk menampung sampel serum
7 Clip board Alas menulis
8 Cool box 30 liter Kotak untuk membawa bahan
laboratorium
9 Cool box 72 liter Kotak untuk membawa bahan
laboratorium
10 Cryovial tube Tabung untuk menampung
serum
11 Cutter Memotong bahan
12 Dissecting kits
Berbagai macam alat untuk membedah dan mengambil spesimen tikus
13 Dimo Embossing tape Pita untuk label pada tikus
tertangkap
15 Etanol absolut 2.5 liter
Larutan kimia yang digunakan untuk merendam jaringan telinga yang dikoleksi
16 Formalin 37% Larutan yang digunakan
untuk pengawetan tikus
17 Forceps 30 cm
Digunakan untuk pencelupan awetan basah tikus ke dalam ember berisi larutan formalin 10%
19 Gas
Gas yang digunakan sebagai bahan bakar kompor gas
portable.
20 Gel pack
Sebagai pendingin spesimen serum, diletakkan di dalam
Stirofom kardus.
21 GPS
Alat untuk melakukan penentuan koordinat titik di enam ekosistem
22 HT Sebagai alat komunikasi
anggota tim
23 Isolasi bening 5 cm
Digunakan untuk merekatkan paket pengiriman dan melapisi kertas alamat.
24 Jangka sorong digital Alat ukur panjang bagian
tubuh tikus.
25 Jarum 18G
Jarum yang digunakan pada syringe 20 ml untuk menyuntik formalin
26
Jas lab
Jas sebagai alat pelindung diri yang digunakan pengumpul data pada saat pemrosesan tikus di laboratorium lapangan.
27 Kacamata goggle
Alat pelindung mata dari bahan infeksius dan bahan kimia saat bekerja di laboratorium lapangan
28 Kain kasa
Digunakan sebagai pembungkus awetan basah
tikus ketika akan dikirim menggunakan canoe drum.
29 Kantong plastik hitam Kantong untuk menampung
sampah non infeksius
30 Kantung kain (blacu) jaringan yang akan disuntik atau diambil darah.
Kardus yang digunakan untuk pengepakan ektoparasit,
ginjal, dan punch telinga.
33 Kardus packing tidak bersekat.
Kardus yang digunakan untuk
pengepakan spesimen FTA
card.
34 Kawat
Digunakan untuk memperbaiki/ menutup lubang pada perangkap tikus apabila terdapat lubang pada perangkap tikus
35 Ketamin 50 ml
Bahan kimia yang digunakan untuk anestesi tikus, dicampur bersama xylasin.
36 Kompor gas portable
kompor untuk membakar kelapa yang digunakan sebagai umpan
Kuas halus Untuk pengambilan
ektoparasit pada tikus
37 Kursi lipat Kursi sebagai tempat duduk
di laboratorium lapangan
38 Label lapangan
Kertas label yang diikatkan pada kantong blacu berisi tikus, untuk menuliskan nomor perangkap.
39 Label tikus
Label berisi keterangan tentang tikus yang dijadikan spesimen awetan basah
40 Lakban coklat Lakban untuk menutup
kardus paket.
41 Live trap Alat yang digunakan untuk
menangkap tikus
42 Lup
Alat yang digunakan untuk membantu melihat ektoparasit tikus yang berukuran kecil
43 Map binder plastik
Map yang digunakan untuk menyatukan formulir-formulir dalam 1 titik ekosistem.
44 Masker tali
Alat pelindung diri bagian muka dari percikan dan inhalasi bahan infeksius pada saat bekerja di laboratorium lapangan.
45 Masker 7502 + filter 6005
Melindungi bagian muka dari percikan dan inhalasi bahan infeksius pada saat bekerja di
laboratorium lapangan,
Meja yang digunakan di laboratorium lapangan
Mikropipet 200 µl
Mikropipet tips + rak
47 Nampan putih
Nampan untuk meletakkan tikus pada pengambilan ektoparasit.
48 Nampan plastik Nampan untuk meletakkan
tikus yang akan diibedah.
49 Parafilm
Bahan untuk
melapisi/menyegel vial tube
spesimen (ginjal, serum, ektoparasit, dan punch)
50 PBS 10X
Larutan digunakan pada saat proses penghancuran paru-paru tikus
51 Pelindung kepala
Alat pelindung kepala dan rambut dari percikan bahan infeksius dan bahan kimia, saat bekerja di laboratorium lapangan
53 Pencetak label Dimo
Alat pencetak huruf dan angka pada kertas Dimo, hasil cetakan timbul
54 Penggaris besi 30 cm Alat ukur panjang bagian
tubuh tikus.
55 Penggaris besi 60 cm Alat ukur panjang bagian
tubuh tikus.
56 Permanent marker Pena dengan tinta permanen
untuk menuls label spesimen
57 PH tanah Alat ukur pH tanah
58 Pinset ujung lancip-lancip
Alat yang digunakan untuk mengambil ektoparasit
60 Pipet plastik
Pipet untuk mengambil
alkohol 70% yang akan di letakkan pada tabung ektoparasit dan ginjal
62 Pita jepang
Pita untuk menandai letak perangkap tikus, apabila pada proses penangkapan dilakukan di luar rumah dan
live trap
63 Plastik biohazard Plastik yang digunakan untuk
menampung limbah infeksius.
64 Plastik klip
Plastik untuk membungkus spesimen punch telinga dan kardus serum pada saat pengiriman.
65
Plastik packing tebal
(untuk packing kuisioner)
Plastik untuk melapisi form pengiriman
66 Rak tabung reaksi Rak untuk meletakkan
vacutainer.
67 Rak vial tube Rak untuk meletakkan cryotube
68 Salinometer Alat untuk mengukur kadar
garam/salinitas
69 Sarung tangan kain
tebal
Melindungi tangan pada saat memegang perangkap tikus dan menyusun live trap
70 Sarung tangan nitril
Melindungi tangan dari bahan infeksius saat bekerja di laboratorium lapangan
71 Scalpel ujung tombak
Alat yang digunakan untuk mengambil ektoparasit yang jatuh di nampan plastik
72 Sekop besar
Alat yang digunakan untuk mengubur limbah karkas tikus.
73 Seng
Seng yang digunakan sebagai alas saat membakar kelapa
74 Sepatu boot
Pelindung kaki saat berjalan di lokasi pemasangan perangkap.
75 Sharp safety box Tempat untuk menampung
limbah benda tajam.
76 Sikat pakaian Sikat untuk koleksi
ektoparasit tikus
77 Silica gel
Bahan yang dimasukkan
dalam plastik FTA card untuk
mengurangi kelembaban.
78 Sisir serit Sisir untuk koleksi ektoparasit
tikus
79 Spidol permanen besar Spidol untuk menulis alamat pengiriman pada kardus
80 Spryer
Alat yang digunakan untuk menyemprotkan alkohol pada
saat desinfeksi meja, alat
laboratorium maupun tangan
81 Spuit 1 cc
Alat yang digunakan untuk penyuntikkan ketamine dan xilasin bahan anestesi
82 Spuit 20 cc
Syringe untuk menampung formalin yang akan disuntikkan organ tikus yang akan diawetkan
83 Spuit 3 cc Alat untuk mengambil darah
85
Stiker Fragile
Stiker yang ditempel pada
kardus dan canoe drum
supaya dalam proses pengiriman kardus tidak dibanting
86 Stiker jangan dibalik
(panah atas )
Stiker yang ditempel pada
kardus dan canoe drum
supaya dalam proses pengiriman kardus tidak di bolak balik
87 Stiker rikhus (logo)
stiker yang ditempel pada
kardus dan canoe drum
sebagai identitas paket.
Stiker kemenkes
Stiker pengirim
Stiker penerima
88 Tabung duran 250 ml Tabung untuk menyimpan
larutan PBS
89 Tabung duran 500 ml Tabung untuk menyimpan larutan ethanol absolute
90 Tabung kaca
ektoparasit
Tabung untuk menampung sampel ektoparasit, ginjal dan jaringan tikus
Tabung kaca ginjal
91 Talenan
Alat yang digunakan untuk alas pada saat memotong kelapa
92 Tang
Alat yang digunakan untuk memperbaiki/menutup lubang pada perangkap
93 Tang potong
Alat memotong kawat yang
digunakan untuk memperbaiki/ menutup lubang pada perangkap tikus
94 Taplak plastik meja
pemrosesan
Taplak untuk melapisi meja yang digunakan pada laboratorium lapangan
95 Tempat kapas alkohol
Tenda yang digunakan untuk tidur dilapangan saat lokasi jauh dari pemukiman penduduk
97 Tenda pemrosesan
Tenda yang digunakan untuk pembuatan laboratorium lapangan di lokasi jauh dari pemukiman.
98 Thermohigrometer
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udara.
99 Thermometer digital
Alat yang digunakan untuk memantau suhu serum pada saat pengiriman
100 Timbangan digital Alat yang digunakan untuk
menimbang berat tikus
101 Tissue gulung
Tissue digunakan untuk membersihkan meja dan alat laboratorium lapangan
102 Tissue towel
Tissue digunakan untuk membersihkan meja dan alat laboratorium lapangan
104 Umpan kelapa Kelapa yang telah dibakar
sebagai umpan
Tabung untuk koleksi punch telinga tikus dan paru paru yang akan dihancurkan.
107 Xylasin 50 ml Bahan kimia yang digunakan
untuk anestesi tikus.
109 Perforator
Alat untuk melubangi form pada saat akan disusun dalam map plastik
110 Sentrifuse Alat untuk memisahkan darah dengan serum
111 Staples Alat untuk menyatukan
form/dokumen
113 Emergency lamp Alat penerangan
116 Kamera DSLR Alat yang digunakan untuk
mendokumentasikan kegiatan
117 Stiker logo kementerian
kesehatan
Stiker yang ditempel pada kardus dan canoe drum sebaga identitas paket spesimen
118 Stiker penerima
Stiker yang ditempel pada kardus dan canoe drum sebagai identitas paket spesimen
119 Stiker pengirim
Stiker yang ditempel pada kardus dan canoe drum sebagai identitas paket spesimen
122 Tips 200 µl
Alat yang digunakan bersama dengan mikrpipet untuk mengambil serum
124 RNA Later
PAKET RESERVOIR
KEPADA YTH.
KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT (B2P2VRP)
BAB VII.
LABORATORIUM LAPANGAN
Tujuan Pembelajaran Umum:
Peserta memahami cara penyusunan laboratorium lapangan
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Peserta dapat melakukan cara kerja di laboratorium lapangan dengan benar
2. Peserta dapat mengikuti alur pemeriksaan, identifikasi, pengambilan spesimen di
laboratorium lapangan dengan benar
Pengumpulan data oleh masing-masing tim dilaksanakan selama ± 30 hari dengan
rincian: 5 hari pengumpulan data pada tiap ekosistem. Pengumpulan data diutamakan dimulai
pada ekosistem hutan dekat pemukiman (5 hari), kemudian berturut-turut dilanjutkan pada
ekosistem hutan jauh pemukiman, non-hutan dekat pemukiman, non-hutan jauh pemukiman,
pantai dekat pemukiman, dan pantai jauh pemukiman. Rincian kegiatan pada masing-masing
ekosistem dijelaskan sebagai berikut:
A. Persyaratan Laboratorium Lapangan
Pemeriksaan tikus dilakukan di laboratorium lapangan dengan syarat/kondisi
sebagai berikut :
a. Memiliki penyimpanan sementara untuk spesimen serum dan organ berupa alat
pendingin atau kulkas (refrigerator), jika hal tersebut tidak bisa terpenuhi maka
alternatifnya adalah mengunakan styrofoam box diisi dengan gel pack yang telah
dibekukan sebelumnya (minimal 8 jam sebelum dibawa ke laboratorium lapangan).
Apabila tidak tersedia listrik maka ketua tim akan berkoordinasi dengan PJO untuk
penyewaan genset.
b. Memiliki sumber listrik memadai selama 24 jam untuk tempat penyimpanan
serum/organ sementara sebelum dikirim. Apabila di lokasi pengumpulan data tidak
terdapat akses listrik 24 jam, maka ketua tim berkoordinasi dengan PJO untuk
penyewaan cadangan listrik (genset,dll).
c. Memiliki ruangan tertutup atau tempat/ruang/tenda yang memenuhi syarat untuk
pemrosesan dengan ventilasi dan penerangan cukup.
B. Persiapan di Laboratorium Lapangan
a. Tenaga Pengumpul data malakukan pemeriksaan kelengkapan alat dan bahan
laboratorium lapangan serta seluruh formulir (identifikasi tikus, habitat, penyerta
spesimen, ektoparasit, spesimen ginjal, spesimen paru, awetan basah).
b. Pemeriksaan ketersediaan almari es di laboratorium lapangan. Bila tidak ada maka
disiapkan 2 unit cool box untuk sampel serum dan paru. Pastikan gel pack selalu
dalam kondisi beku, jika gel pack sudah mencair maka diganti yang masih beku.
c. Menyiapkan meja dan kursi untuk pemrosesan spesimen.
d. Menyiapkan dan mengatur alat bahan untuk pengambilan dan pemeriksaan spesimen
ginjal, paru, serum dan ektoparasit.
e. Menyiapkan tempat pembuangan limbah medis (sharps safety box dan plastik
biohazard) serta non medis
C. Pembekuan gel pack
Membekukan gel pack sejumlah dibutuhkan (minimal 8 lembar) untuk 1 lokasi ke dalam
lemari pendingin yang telah disiapkan sebelumnya dengan berkoordinasi bersama PJO
Kabupaten. Gel packdibekukan minimal selama 12 jam.
Gambar 20. Bagan penataan nampan di meja pada laboratorium lapangan