BAB II KAJIAN TEORI
2.1Pengertian Hasil Belajar 2.1.1Belajar
Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) dijelaskan bahwa belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Nana Sudjana (2009) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilandasi dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan,
kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan
lain-lain aspek yang ada pada individu.
Skiner (dalam Dimyati, 2009) menyatakan belajar adalah suatu perilaku.
Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurun.
Winkel (dalam Purwanto, 2009), belajar adalah proses dalam diri individu
yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam
perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses kegiatan dan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamnya melalui interaksi dengan
lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan
mental yang lebih baik dibandingkan pada sebelum belajar.
2.1.2Hasil Belajar
Menurut Purwanto (2009) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Setiap proses belajar mengajar
diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku
merupakan hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Suprijono (2009) mengemukakan hasil belajar adalah perubahan
perubahan perilaku keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan
saja. Sedangkan Bloom (dalam Suprijono, 2009) berpendapat bahwa hasil belajar
mencakup kemampuan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Sudjana (2011) menjelakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku atau hasil yang dicapai oleh seseorang dari proses belajar.
2.1.3Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto
(2010) digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang
termasuk dalam faktor Internal antara lain:
(1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).
(2) Faktor psikologis (Intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan
kematangan).
(3) Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang
termasuk dalam faktor eksternal adalah:
(1) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan
latar belakang kebudayaan).
(2) Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
(3) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, masa media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dari kedua faktor yang sudah dijelaskan tersebut memberikan pengaruh
yang banyak bagi siswa dalam hasil belajar. Maka dari itu untuk dapat
memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan maka siswa harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diatas agar terjadi
kebiasaan belajar yang baik akan terwujud.
2.2Pembelajaran IPA 2.2.1Pengertian IPA
Pembelajaran merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia
sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih
ditentukan oleh insting, sedangkan manusia belajar merupakan rangkaian kegiatan
menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu,
berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses
budaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan berlangsung
sepanjang hayat. Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan yang menentukan
bagi perkembangan manusia karena Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip,
maupun konsep-konsep saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
(Nurhaelah, 2011).
Wahyana (dalam Trianto, 2014) mengatakan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh
adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Ismet dan Adeng Slamet (2008) mengemukakan bahwa“Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang
bersifat khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan dan seterusnya”.
Menurut BNSP (2006) Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan cara
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada menekankan
pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahamannya yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh
sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi
dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang
terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.
2.2.2Pengertian Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan dan juga proses.
Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada
anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang
relevan (KTSP, 2006).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada
lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan pada penekanan pembelajaran
salingtemas (sanis, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk
meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
2.2.3Tujuan Pembelajaran IPA
Mata pelajaran IPA (BNSP, 2006) di SD/MI bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.2.4Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Berdasarkan pengertian IPA dapat dilihat pentingnya IPA dipelajari di SD,
maka pembelajaran IPA dapat dicapai tujuannya melalui Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi
pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian. Kurikulum yang digunakan kelas V semester II pada tahun ajaran
2014/2015 adalah KTSP. Sejalan dengan kurikulum yang berlaku, peneliti
memfokuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas V Semester II SD Negeri 3 Nambuhan Tahun Ajaran 2014/2015
Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
V 1. Memahami hubungan
antara gaya, gerak, dan
energi serta fungsinya
1.1Mendiskripsikan hubungan antara
gaya, gerak, dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya gerak,
gaya magnet)
1.2Menjelaskan pesawat sederhana
yang dapat membuat pekerjaan lebih
mudah dan lebih cepat.
Sumber: Kurikulum 2006
2.3Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Suprijono (2011) hal-hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran
dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu terdiri dari
kartu pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya berisi jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Model pembelajaran Make A Match ini pertama kali dikembangkan oleh
Lorna (dalam Miftahul Huda, 2014). Model pembelajaran Make A Match saat ini
menjadi salah satu model yang penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model ini
antara lain: (1) pendalaman materi; (2) penggalian materi; dan (3) edutainment.
Dengan menggunakan model Make A Match dalam prosesnya menuntut siswa
lebih aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Suasana di
dalam kelas akan lebih kondusif dan hidup, karena masing-masing siswa dapat
melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dari aktivitas yang timbul dari
siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang
akan mengarah pada hasil belajar anak.
Adapun persiapan yang harus dilakukan guru dalam menerapkan model
a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari
(jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam
kartu-kartu pertanyaan
b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan
menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu
pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.
c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan
sanksi bagi siswa yang gagal (disini, guru dapat membuat aturan ini
bersama-sama dengan siswa).
d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil
sekaligus untuk penskoran presentasi.
Model pembelajaran Make A Match dapat dilihat dari langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut (Lorna dalam Miftahul, 2014) yaitu:
1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi sebelumnya.
2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.
Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban
kepada kelompok B.
4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa harus mencari/mencocokan
kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu
menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan kepada siswa.
5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B. Jika siswa sudah menemukan pasangannya masing-masing,
guru meminta siswa melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat siswa pada
kertas yang sudah disiapkan.
6) Jika waktu yang ditentukan sudah habis, siswa harus diberi tahu, dan siswa
yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.
7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa
apakah pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah
pasangan itu cocok atau tidak.
8) Terakhir guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi dan
seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi.
9) Guru mengambil kesimpulan dari pembelajaran.
Pada penerapan model pembelajaran Make A Match, diperoleh beberapa
temuan bahwa dalam model pembelajaran ini dapat memupuk kerja sama siswa
dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang didapat, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian siswa lebih antusias mengikuti
proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari
pasangan kartunya masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahan yang
dikemukakan Lorna Curran (1994) adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah:
a. Mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
b. Karena ada unsur permainan, materi pembelajaran yang disampaikan
lebih menarik perhatian siswa dan lebih menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu.
2) Kelemahan model pembelajaran Make A Match adalah :
Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti
pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan
menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai
permainan. Disamping ada kelebihan dari manfaat yang dirasakan oleh
siswa, model pembelajaran Make A Match yaitu:
a. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
b. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa
yang kurang memperhatikan saat presentasi pasangan.
c. Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti
pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi
dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa,
sebelum dimulai permainan.
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar dengan penggunaan model
pembelajaran Make A Match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang
terdapat didalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan
sederhana dan jelas secara bersama-sama.
2.3.1Pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Make A Match
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata
pelajaran yang kurang diminati oleh siswa, dalam pembelajaran yang terkesan
mononton suasana didalam kelas belum terjadi komunikasi yang baik antara siswa
dan guru. Saat kegiatan belajar mengajar siswa hanya sebagai pendengar dan
hanya terjadi komunikasi satu arah, sehingga pembelajaran terkesan
membosankan dan siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Melalui model pembelajaran Make A Match ini dalam pembelajaran IPA, maka
pembelajaran akan lebih terasa menyenangkan dan suasananya lebih kondusif dan
siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung karena dalam model
pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat belajar
sambil bermain. Model pembelajaran Make A Match ini merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif, dimana dalam pembelajarannya siswa diminta untuk
mencari pasangannya dan siswa akan lebih aktif serta memberikan kesempatan
kepada siswa lainnya untuk berdiskusi dan berinteraksi dengan teman.
2.4Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
peningkatan rata-rata kelas dari 63,33 sebelum tindakan, meningkat menjadi 71,67
pada siklus I dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 84. Dengan demikian hasil
belajar IPS siswa kelas IV SDN Kaliwungu 04 Semester II tahun pelajaran
2011/2012 melalui model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki (2010) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SDN 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil dari penelitian ini dilihat dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-rata hanya mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik
menjadi 78, dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 88. Dengan demikian hasil
belajar IPA siswa kelas V SDN 2 Sengonwetan dengan menggunakan model
pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Edi Sukrisno (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Materi Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Teknik Make A Match Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat
pusat dengan teknik Make A Match prestasi belajar siswa sebelum dilakukan
tindakan nilai rata-ratanya hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77
dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86. Dengan demikian prestasi belajar
PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik Make A
Match mengalami peningkatan.
Dari berbagai penjabaran hasil penelitian yang relevan diatas dengan
menggunakan model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan dilihat
dari nilai persentase siklus I ke siklus II, peneliti menggunakan PTK (Penelitian
Tindakan Kelas) kolaborasi, yaitu kerjasama antara peneliti dengan guru kelas, ide
berasal dari peneliti dan yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Dalam
penelitian ini, peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
2.5Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran menggunakan model konvensional yaitu dengan
ceramah di depan kelas, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, karena
hanya duduk diam, mendengarkan apa yang disampaikan guru, mencatat materi
yang disampaikan guru, dan mengerjakan soal apa yang disuruh oleh guru, maka
suasana di dalam kelas akan terasa membosankan dan hasil belajar siswa rendah.
Agar pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa sehingga mereka dapat
mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang
studi yang dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu, guru harus dapat
memilih model pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran. Melalui pendekatan yang inovatif yang dapat diterapkan untuk guru
sehingga dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, perlu diadakan tindakan, yaitu menggunakan
model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran. Dengan menggunakan
model pembelajaran Make A Match diharapkan pembelajaran lebih
menyenangkan, siswa lebih aktif, suasana kondisi di dalam kelas terasa aktif dan
hidup, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian diatas,
maka secara sistematis dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match.
2.6Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Melalui model pembelajaran Make A Match pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat meningkatkan hasil belajar