• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1Pengertian Hasil Belajar 2.1.1Belajar

Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) dijelaskan bahwa belajar adalah

perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

Nana Sudjana (2009) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang

dilandasi dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil

proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan

pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan,

kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan

lain-lain aspek yang ada pada individu.

Skiner (dalam Dimyati, 2009) menyatakan belajar adalah suatu perilaku.

Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia

tidak belajar maka responnya menurun.

Winkel (dalam Purwanto, 2009), belajar adalah proses dalam diri individu

yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam

perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

proses kegiatan dan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamnya melalui interaksi dengan

lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan

mental yang lebih baik dibandingkan pada sebelum belajar.

2.1.2Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2009) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan perilaku akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar

mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Setiap proses belajar mengajar

(2)

diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku

merupakan hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Suprijono (2009) mengemukakan hasil belajar adalah perubahan

perubahan perilaku keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan

saja. Sedangkan Bloom (dalam Suprijono, 2009) berpendapat bahwa hasil belajar

mencakup kemampuan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Sudjana (2011) menjelakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku atau hasil yang dicapai oleh seseorang dari proses belajar.

2.1.3Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto

(2010) digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang

termasuk dalam faktor Internal antara lain:

(1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).

(2) Faktor psikologis (Intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan

kematangan).

(3) Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang

termasuk dalam faktor eksternal adalah:

(1) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan

latar belakang kebudayaan).

(2) Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa

dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas

(3)

(3) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, masa media,

teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Dari kedua faktor yang sudah dijelaskan tersebut memberikan pengaruh

yang banyak bagi siswa dalam hasil belajar. Maka dari itu untuk dapat

memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan maka siswa harus

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diatas agar terjadi

kebiasaan belajar yang baik akan terwujud.

2.2Pembelajaran IPA 2.2.1Pengertian IPA

Pembelajaran merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia

sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih

ditentukan oleh insting, sedangkan manusia belajar merupakan rangkaian kegiatan

menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu,

berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses

budaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan berlangsung

sepanjang hayat. Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan yang menentukan

bagi perkembangan manusia karena Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip,

maupun konsep-konsep saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan

(Nurhaelah, 2011).

Wahyana (dalam Trianto, 2014) mengatakan bahwa IPA adalah suatu

kumpulan pengetahuan secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum

terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh

adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Ismet dan Adeng Slamet (2008) mengemukakan bahwa“Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang

bersifat khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan dan seterusnya”.

Menurut BNSP (2006) Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan cara

(4)

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan

untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk

memperoleh pemahamannya yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh

sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi

dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang

terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.

2.2.2Pengertian Pembelajaran IPA

Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan

fakta. IPA merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan dan juga proses.

Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada

anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang

relevan (KTSP, 2006).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada

lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan pada penekanan pembelajaran

salingtemas (sanis, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan

lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu

mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga

pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan

guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk

meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran

(5)

2.2.3Tujuan Pembelajaran IPA

Mata pelajaran IPA (BNSP, 2006) di SD/MI bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,

dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.2.4Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Berdasarkan pengertian IPA dapat dilihat pentingnya IPA dipelajari di SD,

maka pembelajaran IPA dapat dicapai tujuannya melalui Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi

pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk

penilaian. Kurikulum yang digunakan kelas V semester II pada tahun ajaran

2014/2015 adalah KTSP. Sejalan dengan kurikulum yang berlaku, peneliti

memfokuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA

(6)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas V Semester II SD Negeri 3 Nambuhan Tahun Ajaran 2014/2015

Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

V 1. Memahami hubungan

antara gaya, gerak, dan

energi serta fungsinya

1.1Mendiskripsikan hubungan antara

gaya, gerak, dan energi melalui

percobaan (gaya gravitasi, gaya gerak,

gaya magnet)

1.2Menjelaskan pesawat sederhana

yang dapat membuat pekerjaan lebih

mudah dan lebih cepat.

Sumber: Kurikulum 2006

2.3Model Pembelajaran Make A Match

Menurut Suprijono (2011) hal-hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran

dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu terdiri dari

kartu pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya berisi jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Model pembelajaran Make A Match ini pertama kali dikembangkan oleh

Lorna (dalam Miftahul Huda, 2014). Model pembelajaran Make A Match saat ini

menjadi salah satu model yang penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model ini

antara lain: (1) pendalaman materi; (2) penggalian materi; dan (3) edutainment.

Dengan menggunakan model Make A Match dalam prosesnya menuntut siswa

lebih aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran akan menyebabkan interaksi

yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Suasana di

dalam kelas akan lebih kondusif dan hidup, karena masing-masing siswa dapat

melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dari aktivitas yang timbul dari

siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang

akan mengarah pada hasil belajar anak.

Adapun persiapan yang harus dilakukan guru dalam menerapkan model

(7)

a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari

(jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam

kartu-kartu pertanyaan

b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan

menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu

pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.

c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan

sanksi bagi siswa yang gagal (disini, guru dapat membuat aturan ini

bersama-sama dengan siswa).

d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil

sekaligus untuk penskoran presentasi.

Model pembelajaran Make A Match dapat dilihat dari langkah-langkah

kegiatan pembelajaran sebagai berikut (Lorna dalam Miftahul, 2014) yaitu:

1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk

mempelajari materi sebelumnya.

2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.

Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban

kepada kelompok B.

4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa harus mencari/mencocokan

kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu

menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan kepada siswa.

5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di

kelompok B. Jika siswa sudah menemukan pasangannya masing-masing,

guru meminta siswa melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat siswa pada

kertas yang sudah disiapkan.

6) Jika waktu yang ditentukan sudah habis, siswa harus diberi tahu, dan siswa

yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa

(8)

apakah pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah

pasangan itu cocok atau tidak.

8) Terakhir guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan

pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi dan

seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi.

9) Guru mengambil kesimpulan dari pembelajaran.

Pada penerapan model pembelajaran Make A Match, diperoleh beberapa

temuan bahwa dalam model pembelajaran ini dapat memupuk kerja sama siswa

dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang didapat, proses

pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian siswa lebih antusias mengikuti

proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari

pasangan kartunya masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahan yang

dikemukakan Lorna Curran (1994) adalah sebagai berikut:

1) Kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah:

a. Mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif

maupun fisik.

b. Karena ada unsur permainan, materi pembelajaran yang disampaikan

lebih menarik perhatian siswa dan lebih menyenangkan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu.

2) Kelemahan model pembelajaran Make A Match adalah :

Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti

pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan

menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai

permainan. Disamping ada kelebihan dari manfaat yang dirasakan oleh

siswa, model pembelajaran Make A Match yaitu:

a. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang

(9)

b. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa

yang kurang memperhatikan saat presentasi pasangan.

c. Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti

pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi

dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa,

sebelum dimulai permainan.

Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar dengan penggunaan model

pembelajaran Make A Match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang

terdapat didalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan

sederhana dan jelas secara bersama-sama.

2.3.1Pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Make A Match

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata

pelajaran yang kurang diminati oleh siswa, dalam pembelajaran yang terkesan

mononton suasana didalam kelas belum terjadi komunikasi yang baik antara siswa

dan guru. Saat kegiatan belajar mengajar siswa hanya sebagai pendengar dan

hanya terjadi komunikasi satu arah, sehingga pembelajaran terkesan

membosankan dan siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Melalui model pembelajaran Make A Match ini dalam pembelajaran IPA, maka

pembelajaran akan lebih terasa menyenangkan dan suasananya lebih kondusif dan

siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung karena dalam model

pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat belajar

sambil bermain. Model pembelajaran Make A Match ini merupakan salah satu

pembelajaran kooperatif, dimana dalam pembelajarannya siswa diminta untuk

mencari pasangannya dan siswa akan lebih aktif serta memberikan kesempatan

kepada siswa lainnya untuk berdiskusi dan berinteraksi dengan teman.

2.4Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(10)

peningkatan rata-rata kelas dari 63,33 sebelum tindakan, meningkat menjadi 71,67

pada siklus I dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 84. Dengan demikian hasil

belajar IPS siswa kelas IV SDN Kaliwungu 04 Semester II tahun pelajaran

2011/2012 melalui model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki (2010) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SDN 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil dari penelitian ini dilihat dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-rata hanya mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik

menjadi 78, dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 88. Dengan demikian hasil

belajar IPA siswa kelas V SDN 2 Sengonwetan dengan menggunakan model

pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.

Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Edi Sukrisno (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Materi Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Teknik Make A Match Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat

pusat dengan teknik Make A Match prestasi belajar siswa sebelum dilakukan

tindakan nilai rata-ratanya hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77

dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86. Dengan demikian prestasi belajar

PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik Make A

Match mengalami peningkatan.

Dari berbagai penjabaran hasil penelitian yang relevan diatas dengan

menggunakan model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan dilihat

dari nilai persentase siklus I ke siklus II, peneliti menggunakan PTK (Penelitian

Tindakan Kelas) kolaborasi, yaitu kerjasama antara peneliti dengan guru kelas, ide

berasal dari peneliti dan yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Dalam

penelitian ini, peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

(11)

2.5Kerangka Pikir

Dalam pembelajaran menggunakan model konvensional yaitu dengan

ceramah di depan kelas, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, karena

hanya duduk diam, mendengarkan apa yang disampaikan guru, mencatat materi

yang disampaikan guru, dan mengerjakan soal apa yang disuruh oleh guru, maka

suasana di dalam kelas akan terasa membosankan dan hasil belajar siswa rendah.

Agar pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa sehingga mereka dapat

mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang

studi yang dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu, guru harus dapat

memilih model pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam

pembelajaran. Melalui pendekatan yang inovatif yang dapat diterapkan untuk guru

sehingga dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan dapat meningkatkan

hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, perlu diadakan tindakan, yaitu menggunakan

model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran. Dengan menggunakan

model pembelajaran Make A Match diharapkan pembelajaran lebih

menyenangkan, siswa lebih aktif, suasana kondisi di dalam kelas terasa aktif dan

hidup, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian diatas,

maka secara sistematis dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match.

(12)

2.6Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Melalui model pembelajaran Make A Match pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat meningkatkan hasil belajar

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match.

Referensi

Dokumen terkait

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

Gaya Viskositas pada permukaan laut ditimbulkan karena adanya pergerakan angin pada permukaan laut sehingga menyebabkan pertukaran massa air yang berdekatan secara periodik,

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di jabarkan, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kualitas lingkungan fisik, kualitas

Untuk memulai sebuah sesi Simulink, anda perlu membuka Matlab terlebih dahulu, setelah Matlab Command dalam kondisi aktif, anda ketikkan >>Simulink Sebagai alternative

 Terima kasih kepada sahabat tersayangku ARISKA RATRI P, tidak tahu apa jadinya aku jika ALLAH tidak mempertemukan aku denganmu mungkin aku tidak akan bisa

Dari beberapa definisi tsunami yang diungkapkan oleh ahli, dapat disimpulkan bahwa tsunami merupakan sebuah gelombang besar di laut yang mempunyai panjang

b) Meleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara alamiah dengan

Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui Total Quality Management (TQM) dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di PT. Perkebunan Nusantara X