• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN SEKOLAH INKLUSI KELAS BAWAH DI SD SUKA BAHAGIA WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERMASALAHAN SEKOLAH INKLUSI KELAS BAWAH DI SD SUKA BAHAGIA WILAYAH KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

DI SD “SUKA BAHAGIA”

WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

HALAMAN JUDUL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Anindita Nawangsari NIM: 141134170

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)
(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya dalam hidupku.

2. Orang tuaku, Bapak Djasiman dan Almarhumah Ibu Netti Kusdaryatun yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya.

3. Kakakku Anang Djati Novantoro dan Ruth Yeusy yang selalu memberi doa, dukungan, dan fasilitas dalam kelancaran penyusunan skripsi serta keponakanku Fadhillah Rasyiid Ramadhan dan Khansa Nara Khrisna yang selalu memberiku penghiburan, semangat, dan doa.

4. Aditya Agus Nugroho seseorang yang spesial, yang selalu memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan meluangkan waktunya untuk berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Dosen pembimbingku, Ibu Laura dan Ibu Erlita yang selalu membantu dan membimbingku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Sahabat seperjuangan skripsi, Ely, Dhiana, Annisa, dan Hera yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Grisadha dan Jolaliku (Maya, Lana, Gangga, Yostin, Berta, Saras) yang selalu

memberikan dukungan, hiburan, semangat dan doa.

8. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan berbagai pengalaman dan kenangan.

(5)

v MOTTO

HALAMAN MOTTO

“Memulai dengan penuh keyakinan, menjalankan dengan penuh keihklasan, Istiqomah dalam menghadapi cobaan. Yakin, Ikhlas,

Istiqomah” (anonym)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

Dan hanya kepada Tuhanmu lah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah, 6-8)

“Man Jadda Wajada”

“siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil”

“Hidup itu seperti pagelaran wayang, dimana kamu menjadi dalang atas naskah semesta yang dituliskan oleh Tuhanmu”

(Sujiwo Tedjo)

“Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 9 April 2018 Peneliti

(7)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Anindita Nawangsari

Nomor Mahasiswa : 141134170

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PERMASALAHAN SEKOLAH INKLUSI KELAS BAWAH DI SD “SUKA BAHAGIA” WILAYAH KABUPATEN SLEMAN”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 9 April 2018 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI SD “SUKA BAHAGIA” WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

Anindita Nawangsari Universitas Sanata Dharma

2018

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah SD “Suka Bahagia” di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus atau case-studies. Subjek penelitian adalah Guru Kelas 1, 2, dan 3, dan Kepala Sekolah di SD “Suka Bahagia”. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara reduksi data, display data dan verifikasi data.

Hasil penelitian yang didapat di SD “Suka Bahagia” : (1) Tipe anak yang diterima seperti lamban belajar, hiperaktif, dan autisme, tidak ada Guru Pendamping Khusus saat penerimaan peserta didik, (2) Cara guru mengidentifikasi siswa berdasarkan pengalaman guru sebelumnya dan ketika proses pembelajaran, (3) Kurikulum yang diterapakan meliputi kurikulum 2013 bagi kelas 1 dan 4, kurikulum 2006 bagi kelas 2, 3, 5, dan 6, (4) RPP dan bahan ajar tidak ada perbedaan bagi siswa yang tergolong ABK maupun siswa lainnya, (5) Siswa ABK berada di bangku depan dan disesuaikan dengan kondisi fisik siswa (6) Assesment yang digunakan secara berkala adalah test psikologi (7) Tidak menggunakan media pembelajaran adaptif saat proses belajar mengajar, (8) KKM bagi siswa ABK berbeda dengan siswa lainnya yang ditentukan oleh Guru Pendamping Khusus. Kata kunci : Sekolah Inklusi, aspek-aspek sekolah inklusi

(9)

ix ABSTRACT

THE DIFFICULTIES OF LOWER CLASS INCLUSIVE ELEMENTARY SCHOOL IN SD “SUKA BAHAGIA” SLEMAN REGENCY

Anindita Nawangsari

Sanata Dharma University

2018

Inclusive elementary school is a school which accepted all students in the same class and which accommodates and respond to the diversity through the curriculum which adjusted to each student’s need. Inclusive elementary school also cooperates with society to preclude the act of discrimination. The concept of inclusive education is an education concept which represents all aspects which related to accepting students with special need to receive their basic right as a citizen. The objective of this research was to describe the difficulties of lower class inclusive elementary school in SD “Suka Bahagia” in Sleman regency which is suitable with inclusive school implementation aspects.

This research was a descriptive qualitative research using case-studies method. The subjects of this research were teachers from 1st, 2nd and 3rd grade along with the Headmaster of SD “Suka Bahagia”. The data collection techniques in this research were interview, observation and documentation. The result data were from data reduction, data display and data verification.

The results of the research were as follows in SD “Suka Bahagia”: (1) The types of students accepted were slow-learner, hyperactive and autism students, there was no shadow teacher when acceptance of new learners, (2) The way teacher identifies based on previous teacher’s experiences and learning process, (3) Curriculum which implemented in learning process in 1st and 4th grade was curriculum 2013, and in 2nd, 3rd, 5th and 6th was curriculum 2006, (4) RPP

(syllabus) and lesson materials for student with special needs were the same with another students, (5) Students with special needs were on the front row of the class and it was adjusted with student’s physical condition, (6) The assessment that used frequently was psychology test (7) Teacher don’t use adaptive learning media was during the learning process, (8) Passing grade (KKM) for students with special needs (ABK) was different from other students determined by shadow teachers (GPK).

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Bawah SD “Suka Bahagia” Di Wilayah Kabupaten Sleman”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Kintan Limiansih S.Pd., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

5. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

6. Kepala sekolah dan guru kelas 1, 2, 3 SD “Suka Bahagia” wilayah kabupaten sleman yang telah membantu dan bersedia menjadi narasumber dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Karyawan Universitas Sanata Dharma yang selama ini telah memberikan ilmu dan kelancaran dalam proses administrasi perkuliahan.

(11)

xi

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Asumsi Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Kajian Teori ... 6

1. Pendidikan Inklusif ... 6

2. Sekolah Dasar Inklusi ... 17

3. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal SD... 17

B. Hasil Penelitian Relevan ... 18

(13)

xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 24

A. Jenis Penelitian ... 24

B. Setting Penelitian ... 24

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Desain Penelitian ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

E. Instrumen Penelitian... 29

F. Kredibilitas dan Transferabilitas ... 33

1. Kredibilitas ... 33

2. Transferabilitas ... 34

G. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Deskripsi Penelitian ... 37 1. Deskripsi Narasumber ... 38 B. Hasil Penelitian ... 39 1. Hasil Wawancara ... 39 2. Hasil Observasi ... 78 3. Hasil Dokumentasi ... 80 C. Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Kesimpulan ... 88 B. Keterbatasan Penelitian ... 90 C. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN ... 93 BIOGRAFI PENULIS ... 118

(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ...30

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Observasi...32

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Dokumentasi...33

Tabel 4.4 Hasil Observasi ...79

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitan...94

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...95

Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancara...96

Lampiran 4. Reduksi Hasil Observasi...113

Lampiran 5. Hasil Dokumentasi...115

(17)

1

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusif telah dikemukakan sejak tahun 1990, mengenai pendidikan untuk semua. Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sama halnya dengan pendidikan pada umumnya, pendidikan khusus membutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, metode pembelajaran, assemen, sarana dan juga prasarana, serta ketersedian media pendidikan yang mampu memadai sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Seiring dengan berjalannya kehidupan sosial bermasyarakat, ada pandangan bahwa mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok individu yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan tersebut mulai berubah. Keberadaan anak-anak dissabilitas memiliki hak yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya dalam pendidikan. Jika ditinjau dari sudut pandang pendidikan, karakteristiknya berbeda dengan anak pada umumnya karena membutuhkan layanan pendekatan dan metode khusus.

Pemerintah sebagai utama dalam membuat kebijaksanaan pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu kebijaksanaan pemerintah

(18)

memperoleh pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan hidupnya (Direktorat Pendidikan Luar Biasa; 2003).

Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Selama ini baru sedikit sekolah yang mau menerima anak berkebutuhan khusus. Sebagian besar yang lain masih menolak dan keberatan menerima anak berkebutuhan khusus di sekolah regular (umum).

Pada umumnya lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten padahal anak– anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa) tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah sementara jika akan disekolahkan di SD terdekat sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian anak lain, kemungkinan selama ini dapat diterima di sekolah terdekat namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar.

Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, perlu memperhatikan anak berkebutuhan khusus baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.

(19)

Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tanggal 5 Oktober 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Istimewa. Di antara pasal-pasal dalam Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 pasal 4 menyebutkan bahwa pemerintah Kabupaten/Kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1).

Olsen (dalam Tarmansyah, 2007: 82) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk mampu mendapatkan kesempatan belajar tanpa membedakan-bedakan latar belakang anak karena keterbatasan fisik maupun keterbatasan mental.

Dengan demikian, pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum. Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK.

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusi akan terjadi perubahan praktis yang memberi kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama (Kustawan, 2013: 61). Sekolah Dasar Inklusi juga terselenggara di Kabupaten Sleman dengan jumlah sebanyak 32 sekolah. Sekolah yang ditunjuk

(20)

tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman, yakni di Kecamatan Seyegan, Mlati, Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, Moyudan, Godean, Gamping, Depok, Kalasan, dan Prambanan. Jumlah sekolah dasar ini sudah cukup memadai untuk menampung siswa yang mengalami kebutuhan khusus di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ristya Ferinda mengenai pelaksanaan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan aspek sekolah inklusi serta penerapan setiap aspek sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman sebanyak 32 sekolah. Hasil yang didapat dari peneliti sebelumnya menunjukkan 22% sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman telah mencakup 8 aspek, maka peneliti melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui salah satu sekolah yang termasuk menerapkan 8 aspek sekolah inklusi sejauh mana telah melaksanakannya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti akan memfokuskan pada permasalahan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Permasalahan yang diteliti terkait dengan sejauh mana sekolah inklusi menerapkan 8 aspek sekolah inklusi. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi kelas bawah di SD “Suka Bahagia” Wilayah Kabupaten Sleman”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :

“Bagaimana permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD “Suka Bahagia” wilayah Kabupaten Sleman?”

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk : “Mendeskripsikan permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD “Suka Bahagia” wilayah Kabupaten Sleman.”

(21)

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian tentang sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman langsung mengenai penerapan 8 aspek sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi tentang permasalahan yang muncul di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang kondisi permasalahan yang terjadi di sekolah dasar inklusi Wilayah Kabupaten Sleman.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Penyelenggaraan sekolah inklusi di SD “Suka Bahagia” baru menerapkan 4 dari 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.”

F. Definisi Operasional

1. Pendidikan inklusi yaitu sekolah yang mengadopsi pendidikan untuk semua baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK) tanpa memandang kelainan fisik maupun mental.

2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang latar belakang anak tersebut.

(22)

6

LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Inklusif

a. Pengertian Sekolah Inklusi

Para ahli pendidikan mengemukakan pendapat beragam tentang pendidikan inklusif. Namun pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. David (2006: 45) berpendapat kata inklusi berasal dari bahasa Inggris yaitu

inclusion, istilah terbaru yang digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan

bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah. Inklusi juga dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan keterlibatan dari setiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh.

Selain itu, Stainback (dalam Tarmansyah, 2007: 82) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Tidak hanya sebatas itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak mampu diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling membantu dengan guru, teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Seperti yang dijabarkan di dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif pada BAB I Pasal 1 No. 6 bahwa: “Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah satuan pendidikan formal reguler jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang memiliki peserta didik tanpa

(23)

membeda-bedakan latar belakang kondisi sosial, ekonomi, politik, suku, bahasa, jenis kelamin, agama atau kepercayaan, serta perbedaan kondisi fisik maupun mental dan telah menyelenggarakan proses pembelajaran yang inklusif”.

Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O’Neil (dalam Ilahi, 2013: 27) menekankan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.

Selain itu, Rosilawati (2013: 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Sama halnya dengan Tiarni (2013: 4) yang berpendapat bahwa pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Dari pernyataan di atas, kesimpulan dari pendidikan inklusif yaitu sekolah yang mengadopsi pendidikan untuk semua (education for all) yaitu semua anak bisa belajar di lingkungan yang sama baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK) tanpa memandang kelainan fisik maupun mental, tanpa adanya diskriminatif dari lingkungan belajar dan saling menghargai keanekaragaman yang bertujuan untuk mewujudkan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan yang bermutu untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.

(24)

b. Karakteristik Sekolah Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menyatakan bahwa pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain:

1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon karagaman individu.

2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong masyarakat yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Pendidikan inklusi pada hakikatnya berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada seluruh anak Indonesia untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadai demi kemajuan masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 (dalam Ilahi, 2013: 42) yang menyatakan bahwa “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.

Menurut pernyataan di atas, karakteristik pendidikan inklusi merupakan layanan pendidikan untuk seluruh anak, terutama untuk anak-anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. Proses pendidikan tersebut dilakukan secara terus menerus untuk menemukan cara-cara merespon keragaman individu.

(25)

c. Tujuan Pendidikan Inklusif

Ilahi (2013: 39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan inklusi, yaitu : 1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta

didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Sembodo (2008: 7) menyebutkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak-anak istimewa belajar bersama-sama anak-anak lain diantaranya adalah :

a) Meningkatkan interaksi sosial

b) Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka

c) Meningkatkan perkembangan bahasa d) Menjadikan mereka lebih mandiri

e) Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru.

Selanjutnya, Rosilawati (2013: 10) menyatakan bahwa tujuan adanya pendidikan inklusi diantaranya:

1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.

2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. 3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan

monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, tujuan pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mampu memberikan

(26)

kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Selain itu, tujuan pendidikan inklusi mampu mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

d. Aspek Dasar Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013: 48) menjelaskan bahwa aspek dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Selanjutnya, Florian (dalam Ilahi, 2013: 50) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi lahir atas dasar aspek bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan bagi semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, perbedaan emosional, perbedaan kultural, maupun perbedaan bahasa. Pendidikan inklusi pada prinsipnya tidak hanya untuk anak tidak berkebutuhan saja tetapi untuk seluruh anak, misalnya anak berkebutuhan khusus, anak yang memiliki perbedaan sosial, anak yang memiliki perbedaan emosional, anak yang memiliki perbedaan kultural, dan sebagainya. Jadi, aspek pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan peluang yang sama untuk setiap anak dalam mendapatkan layanan pendidikan yang memadai dan berkualitas.

Kustawan (2013: 90-118) menyatakan aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi sebagai berikut:

1) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak.

Tulkit RIP (dalam Kustawan 2013: 90) menjelaskan bahwa sekolah yang ramah terhadap anak merupakan sekolah di mana semua anak memiliki hak untuk belajar mengembangkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin dalam lingkungan yang

(27)

nyaman dan terbuka. Sekolah menjadi “ramah” apabila mampu menciptakan ketertiban dan partisipasi semua pihak dalam pembelajaran dengan baik

Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi 2013: 183) memaparkan bahwa peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga memerlukan pendidikan khusus, meliputi (1) peserta didik dengan kecerdasan luar biasa, (2) peserta didik dengan kreativitas luar biasa, (3) didik dengan kreativitas luar biasa, (4) gabungan dua atau lebih jenis-jenis diatas.

2) Identifikasi

Kustawan (2013: 93) menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.

(28)

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) menjelaskan istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) memaparkan identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya mengenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya.

Lerner (dalam Kustawan, 2013: 95) mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi

(classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning),

dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress). 3) Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya (Kustawan, 2013: 107). Pendapat tersebut didukung oleh Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) yang menyatakan, kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Arifin (dalam Ilahi, 2013: 169), kurikulum tidak sekadar dijabarkan

(29)

serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.

4) Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak

Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013: 111). Selanjutnya, Ilahi (2013: 172-173) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Friend 2015: 266).

5) Penataan Kelas Ramah Anak

Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) mengemukakan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Suatu ruang kelas disusun secara cermat akan dapat

(30)

mengurangi tingkat kebisingan dan gangguan, meningkatkan tingkat dan kualitas interaksi siswa, serta menambah persentase waktu yang dihabiskan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas akademis. Penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Friend (2015: 270) menjelaskan penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. 6) Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Triani (2013: 25) menambahkan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

a) Screening

Friend (2015: 210) menyatakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22), screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus.

(31)

b) Diagnosis

Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak (Friend, 2015: 211).

c) Penempatan program

Friend (2015: 215) mengemukakan bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

d) Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216) mengungkapkan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas.

e) Evaluasi pengajaran

Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat (Friend, 2015: 217).

f) Evaluasi program

Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan,

(32)

melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

7) Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif

Kustawan (2013: 115) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

8) Penilaian dan evaluasi pembelajaran

Evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga (Kustawan, 2013: 124).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi mencakup aspek penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.

(33)

2. Sekolah Dasar Inklusi

Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian

Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Kustawan,

2013: 17) bahwa sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan.

Rosilawati (2013: 18) menjelaskan, sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Selanjutnya, Bafadal (2006: 03) menyatakan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak.

3. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal SD

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

(34)

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya.Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya, anak usia kelas bawah yaitu kelas 1 hingga kelas 3 SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu (Hamalik. 2004 : 144).

B. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Pertama, penelitian yang berjudul “Permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi pada tingkat SD” yang ditulis oleh Nissa Tarnoto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam penyelengaraan pendidikan inklusi pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta. Data diperoleh melalui open-ended questionnaire (pertanyaan terbuka). Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis menggunakan teknik koding. Desain penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan indigenous

psychology bagian dari tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek yang penting

(35)

mengungkap fenomena dalam suatu investigasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan berbagai masalah yang ditemui oleh guru berkaitan dengan sekolah itu sendiri, permasalahan yang terkait yaitu kurangnya kepedulian orangtua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus selain itu juga kurangnya kerjasama dari berbagai pihak, seperti pihak masyarakat, para ahli dan juga pemerintah.

Kedua, penelitian yang berjudul “ Survei Penyelenggara Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kabupaten Sleman” yang ditulis oleh Ristya Ferinda. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui berapa presentasi sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan aspek sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap aspek sekolah dasar inklusi yang diselenggaran oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Dari hasil olahan data yang dijabarkan, penulis mendapatkan hasil bahwa hanya 22% penyelenggara sekolah dasar inklusi yang memenuhi aspek-aspek sekolah inklusi dan penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman yang telah menerapkan 8 aspek sekolah inklusi, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.

Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Winda Quida Sari yang berjudul “Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh”. Dalam penelitian ini, penulis menyatakan bahwa pentingnya dilakukan pelaksanaan inklusi agar dapat terlaksana sebagaimana mestinya dan dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan

(36)

oleh penulis adalah deskriptif untuk memahami perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Analisis daya merupakan suatu proses penyususnan data agar dapat ditafsirkan, penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah dengan gambaran kata-kata.

Berdasarkan ketiga penelitian tersebut terdapat relevansi antara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang pertama, memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian tersebut, yaitu untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam penyelengaraan pendidikan inklusi pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta. Sedangkan untuk penelitian kedua terdapat relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengenai tujuan dilakukannya penelitian. Penelitian tersebut memiliki tujuan yaitu mengetahui berapa presentasi sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan aspek sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap aspek sekolah dasar inklusi yang diselenggaran oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sedangkan penelitian ketiga memiliki relevansi yang berkaitan dengan aspek aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar.

Ketiga penelitian tersebut memberikan relevansi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai permasalahan permasalah sekolah inklusi di 4 wilayah di DIY khususnya wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian ini juga melanjutkan penelitian yang terdahulu terkait survei penyelenggaran sekolah inklusi di wilayah Kabupaten Sleman. Pada penelitian terdahulu telah dijabarkan bahwa terdapat 22% penyelenggara sekolah inklusi yang telah memenuhi aspek-aspek sekolah inklusi dan penerapan penyelenggata sekolah inklusi di wilayah

(37)

Kabupaten Sleman yang telah menerapkan 8 aspek sekolah inklusi yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. Peneliti akan melakukan penelitian mengenai sekolah yang paling sedikit menggunakan 8 aspek sekolah inklusi. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait dengan daftar sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi di wilayah Kabupaten Sleman. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat berikut ini :

Gambar 2.1 Bagan Literature Map

Anindita Nawangsari Permasalahan SD Inklusi Kelas Bawah SD Negeri “Bahagia” Di Wilayah Kabupaten Sleman Ristya Ferinda (2017)

“Survei Penyelenggara Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kabupaten Sleman”

Winda Quida Sari (2012)

“Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar

Negeri 14 Pakan Sinayan

Payakumbuh” Nissa Tarnoto (Vol 13)

“Permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi pada tingkat SD”

Permasalahan-permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam penyelengaraan pendidikan inklusi pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta.

Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman yang telah menerapkan 8 prinsip sekolah inklusi.

Pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya sesuai dengan tujuan pendidikan.

(38)

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Kustawan (2013: 60) berpendapat kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan.

Kondisi di lapangan menunjukkan, bahwa pelaksanaan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan aspek sekolah inklusi serta penerapan setiap aspek sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman sebanyak 32 sekolah. Hasil yang didapat dari peneliti sebelumnya menunjukkan 22% sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman telah mencakup 8 aspek, maka peneliti melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui salah satu sekolah yang termasuk menerapkan 8 aspek sekolah inklusi sejauh mana telah melaksanakannya. Peneliti terdorong untuk melakukan penelitian “Permasalahan SD Inklusi Kelas Bawah SD “Suka Bahagia” di Wilayah Kabupaten Sleman” dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Instrumen wawancara berupa pedoman wawancara, sedangkan instrumen observasi berupa pedoman observasi, dan dokumentasi mengenai penyelenggaraan aspek-aspek sekolah inklusi.

Peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan guru kelas 1, 2, 3 di SD “Suka Bahagia” di Wilayah Kabupaten Sleman. Pertanyaan wawancara berjumlah 50 butir yang berpedoman dengan delapan aspek sekolah inklusi, karena peneliti memilih wawancara semi terstruktur sehingga ada kemungkinan pertanyaan yang akan terlontar ketika melakukan wawancara. Observasi berbentuk catatan anekdot. Observasi akan dilakukan di wilayah

(39)

sekolah, kelas, kepada guru kelas mengenai penerapan delapan aspek sekolah inklusi. Sedangkan dokumentasi berupa lembar daftar dokumentasi ada tidaknya dokumen dalam menerapkan delapan aspek sekolah inklusi.

Hasil dari ketiga teknik pengumpulan data kemudian diolah dengan teknik triangulasi data sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan sekolah dasar inklusi aspek sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap aspek sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

(40)

24

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, setting penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, kredibilitas dan tranferabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Sugiyono (2014: 9) mengungkapkan penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Sukmadinata (2011: 73) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi dimana peneliti berusaha untuk mengetahui permasalahaan penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a) Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD “Suka Bahagia” yang merupakan salah satu sekolah inklusi di wilayah Kabupaten Sleman yang baru

(41)

penelitian sebelumnya yang telah melakukan survei sekolah-sekolah inklusi di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah dasar yang ada di Kabupaten Sleman, namun pada penelitian sebelumnya hanya 9 sekolah dasar inklusi yang dijadikan sebagai sample penelitian. Dari 9 sekolah dasar inklusi tersebut, terdapat 2 sekolah dasar yang baru menerapkan 4 dari 8 aspek sekolah inklusi, salah satunya SD “Suka Bahagia” yang akan digunakan oleh peneliti. b) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017 hingga bulan Desember 2017. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penentuan judul skripsi pada awal bulan April 2017. Setelah peneliti menentukan judul penelitian, peneliti mulai menyusun bab I dan bab II. Penyusunan pedoman wawancara dilakukan dari bulan Mei 2017 hingga bulan Agustus 2017. Akhir bulan Agustus peneliti berkonsultasi dengan dosen pembimbing mengenai pedoman wawancara. Bulan september 2017 peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah dilanjutkan dengan guru kelas bawah di SD “Suka Bahagia” tersebut. Pada bulan Oktober 2017, peneliti mulai mengolah data, revisi dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai Maret 2018.

2. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah Kepala Sekolah SD “Suka Bahagia” dan guru kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah SD “Suka Bahagia” yang terkait dengan penyelenggaraan sekolah inklusi.

(42)

Djam’an Satori (2011: 23) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya. Crewell (dalam Fawaid dan Pancasari; 2016) memaparkan langkah-langkah pengumpulan data yang meliputi usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi.

Selanjutnya, Emzir (2012: 11) memaparkan bahwa format untuk mendesain studi padadasarnya mengikuti pendekatan tradisional tentang penyajian sebuh masalah, perumusan pertayaan penelitian, pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan tersebut, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Emzir (2012: 14) menjelaskan secara umum tahapan penelitian kualitatif: 1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus. Topik-topik tersebut

diidentifikasi berdasarkan pengalaman, observasi pada setting penelitian, dan bacaan tentang topik tersebut. Peneliti melakukan penelitan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ferinda (2017) mendapatkan hasil bahwa SD “Suka Bahagia” baru menerapkan 4 dari 8 aspek sekolah inklusi. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut sejauh mana penerapan aspek sekolah inklusi tersebut.

2. Melakukan tinjauan pustaka. Peneliti melakukan tinjauan pustaka untuk mengidentifikasi informasi penting yang relevan dengan studi dan untuk menulis rumusan masalah.

3. Mendefinisikan peran peneliti. Peneliti harus mampu menjalin hubungan keakraban dengan partisipan. Peneliti berpran sebagai pewawancara dan juga sebagai observasi non partisipasi, sehingga

(43)

informasi.

4. Mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di lapangan. Peneliti harus sudah mendefinisikan topik atau fokus peneletian di SD “Suka Bahagia” dan peneliti memiliki konsistensi dengan topik penelitian mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi. 5. Memilih partisipan. Pemilihan partisipan merupakan suatu kunci untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dalam pemilihan partisipan ini berdiskusi dengan kelompok studi untuk menentukan pembagian kelas. Peneliti memilih partisipan guru kelas rendah yaitu kelas 1, 2, dan 3 dan juga kepala sekolah SD “Suka Bahagia”.

6. Menulis pertayaan bayangan. Pembuatan pertanyaan bayangan dapat membantu peneliti untuk fokus pada pengumpulan data dan memungkinkan pengumpulan data dalam cara sistematis. Dalam pembuatan pertanyaan bayangan ini, peeliti berdiskusi denganelompok studi dan juga dosen pembimbing. Penyusunan pertanyaan berdasarkan 8 aspek sekolah dasar inklusi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena dengan data peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

1. Wawancara

Djamal (2015: 75) menjelaskan bahwa wawancara merupakan salah satu tekhnik mendapatkan data dengan cara mengadakan percakapan secara langsung antara pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan pihak yang diwawancarai yang menjawab pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti mencatat semua jawaban dari responden sebagaimana adanya. Pewawancara sesekali menyelingi jawaban responden, baik untuk meminta

(44)

menyimpang dari pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth

interview) berupa wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur

menurut Sugiyono (2014: 233) di dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Peneliti melakukan wawancara terhadap Kepala Sekolah, guru kelas 1 sampai 3 di SD “Suka Bahagia” wilayah Kabupaten Sleman yang dianggap dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.

2. Observasi

Djamal (2015: 66) menjelaskan bahwa pengamatan adalah kegiatan mendapatkan informasi melalui indera penglihatan. Dalam menentukan faktor-faktor awal mula perilaku dan kemampuan untuk melukiskan akurat reaksi individu yang diamati dalam kondisi tertentu. Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan terhadap situasi sebenarnya yang wajar, tanpa dipersiapkan, dirubah atau bukan diadakan khusus untuk keperluan penelitian. Observasi dilakukan pada obyek penelitian sebagai sumber data dalam keadaan asli atau sebagaimana keadaan sehari-hari.

Marshall (dalam Sugiyono, 2014: 226) menyatakan bahwa “through

observation, the researcher learn about behavior and he meaning attached to those behavior”. Jadi melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku

dan makna dari perilaku tersebut. Berkaitan dengan observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif maka observasi yang digunakan yaitu observasi langsung dengan menggunakan catatan anekdot.

Observasi digolongkan menjadi empat yaitu observasi partisipasi pasif, observasi partisipasi moderat, observasi partisipasi aktif, obervasi partisipasi pasif. Sugiyono (2015; 66) observasi partisipasi pasif (passive

participation) means the research is presentatthe scene of action but does not interact or participate. Jadi dalam penelitian ini, peneliti datang ke

tempat penelitian hanya untuk mengamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan.

(45)

penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan individu, kelompok atau situasi (Emzir, 2013: 20). Peneliti memulai studi kasus dalam penelitian ini dengan mengidentifikasi masalah atau pertanyaan yang akan diteliti dan mengembangkan suatu rasional untuk sebuah studi kasus merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian tersebut (Emzir, 2013: 20).

3. Dokumentasi

Satori (2011: 149), memaparkan bahwa studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.

Djamal (2015: 86) menjelaskan bahwa pada hakekatnya dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen dapat dipergunakan sebagai instrumen pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kelengkapan data sekolah sesuai dengan 8 aspek sekolah inklusi.

E. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2014: 222) mengatakan bahwa yang menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri. Peneliti harus paham terhadap metode kualitatif, menguasai teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta memiliki kesiapan untuk memasuki lapangan. Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan, dimana pengamat memungkinkan melihat dan mengamati sendiri dari situasi yang mungkin terjadi.

Dalam pengambilan data di lapangan, peneliti dibantu oleh pedoman wawancara, pedoman observasi, dan alat dokumentasi. Hal ini dilakukan peneliti untuk memudahkan dalam pengambilan dan pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan isntrumen sebagai berikut:

1) Pedoman Wawancara

Sugiyono (2014: 233) memamarkan bahwa wawancara semi terstruktur di dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan

(46)

dan Guru kelas 1, guru kelas 2, dan guru kelas 3 sekolah dasar inklusi. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang muncul SD “Suka Bahagia” di wilayah Kabupaten Sleman. Pedoman wawancara ini berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan sekolah inklusi berdasarkan 8 aspek sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti menyusun beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada responden sesuai dengan indikator-indikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan peneliti: Tabel 3.1 Kisi-kisi wawancara tentang permasalahan penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman

No Aspek Indikator Pertanyaan Pokok

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak

Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus

Tipe anak berkebutuhan khusus seperti apa saja yang diterima di SD “Suka Bahagia”?

Apakah ada kategori tertentu dari anak berkebutuhan khusus tersebut?

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

Apakah sekolah miliki konselor/ psikolog/ GPK untuk mendampingi penerimaan peserta didik baru?

Mempersiapkan sarana dan prasarana

Apakah sekolah menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk menerima peserta didik baru? Merencanakan sumber

daya biaya

Bagaimana perencanaan sumber daya biaya yang dilakukan sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)?

2. Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus

Bagaimana cara sekolah mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus?

3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel)

Menyusun Kurikulum Bagaimana sekolah merancang kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan siswa?

4. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak

Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa

Bagaimana penyusunan perencanaan pembelajaran di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan siswa?

Menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan,

keterampilan, dan sikap.

Bagaimana penentuan bahan ajar yang mengaitkan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap di sekolah?

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Literature Map.........................................................................21
Gambar 2.1 Bagan Literature Map
Tabel  3.1  Kisi-kisi  wawancara  tentang  permasalahan  penyelenggaraan  sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman
Tabel  3.2  Kisi-kisi  observasi  tentang  permasalahan  penyelenggaraan  sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka judul penelitian ini adalah “ ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DENGAN CORPORATE

Pada hari ini Rabu tanggal Empat bulan Mei tahun Dua Ribu Enam Belas, Pokja Id Pekerjaan Peningkatan Jalan Lingkungan Kecamatan Banjarmasin Utara, Paket 3 (Jl.. Alalak

While the second part of questionnaire assessed project success that was influenced by stakeholder psychological empowerment and there were 5 variabel indicators;

Jadi mekanisme yang dilakukan oleh Rahima adalah perekrutannya itu seperti system gugur, saya beruntung pada saat itu ketika pertama kali rahima mengadakan

Per tanyaan nomor 5 pada bagian pr oduk media pelajar an adalah untuk mengetahui pendapat sisw a mengenai bahasa pada media audio visual ber basis muatan lokal ini mudah

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merancang dan membangun sistem informasi belajar mengajar secara online antara guru, siswa dan orang tua sehingga dapat

Indonesia adalah Negara Kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai corak ragam kondisi sosial budaya secara historis memiliki karakter bahari

Ransum terdiri atas Rumput Gajah (RG), Silase Biomassa Jagung (SBJ), Konsentrat (K), Hay Daun Kaliandra (HDK), dan Umbi Singkong