• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi ekosistem.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi ekosistem."

Copied!
289
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN

HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM

Ditya Intan Kusuma Universitas Sanata Dharma

2015

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Guru Biologi di SMA Negeri 11 Yogyakarta, didapatkan adanya berbagai masalah seperti nilai rata-rata kelas hanya 66,3%. Selain itu motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong sangat rendah. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi ekosistem dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yaitu siklus I dengan tiga kali pertemuan dan siklus II dengan tiga kali pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) Perencanaan 2) Pelaksanaan3) Pengamatan 4) Refleksi. Pengumpulan data didapatkan dari hasil penilaian pre-test, post-test, lembar observasi, dan kuisioner.

Subyek penelitian adalah 32 siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa. Untuk hasil belajar siswa aspek kognitif meningkat dari rata-rata 78,75 pada siklus I menjadi 82,5 pada siklus II. Sedangkan persentase siswa yang mencapai nilai KKM meningkat dari 59,37% menjadi 100%. Hasil belajar siswa aspek afektif adalah 100% tinggi pada siklus I maupun siklus II. Motivasi siswa pada siklus I adalah 59,37% dan pada siklus II adalah 81,25% tinggi. Data yang diperoleh menunjukkan indikator yang ingin dicapai telah memenuhi target yaitu 76 untuk nilai rata-rata, 75% untuk ketuntasan KKM, 70% untuk nilai afektif siswa, dan 70% untuk motivasi minimal tinggi siswa. Berdasarkan data, dapat disimpulkan bahwa Snowball Throwing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi Ekosistem.

(2)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION COOPERATIVE LEARNING OF SNOWBALL THROWING TO INCREASE MOTIVATION AND STUDENT LEARNING

RESULT CLASS X SENIOR HIGH SCHOOL 11 OF YOGYAKARTA ON ECOSYSTEM FIELD

Ditya Intan Kusuma Sanata Dharma University

2015

Based on observations and interviews with Biology teacher at Senior High School 11 Yogyakarta, the researcher found that the class average score was 66,3%. Besides that, students motivation in class were far from the students learning expectation. The research was conducted to increase of motivation and learning outcomes at classroom X A SMA Negeri 11 Yogyakarta on the subject Ecosystem by implementating cooperative learning of Snowball Throwing methods.

Classroom action research was conducted in two cycles, three meetings in the first phase and three meetings in the second phase. Each cycle consists of 4 stages. 1) Planning 2) Implementation 3) Observation 4) Reflection. The data was collected from pre-test, post-test grading results, observation worksheets, and questionnaire filled in forms.

The research subject is 32 students class X A Senior High School 11 Yogyakarta. The research result is showing there’s motivation increase and student learning result. For cognitive aspect of student learning result increase from the average 78,75 on cycle 1 be 82,5 on cycle II. While student percentation who reach score of KKM increase from 59,73% be 100%. The afective aspect of student learning result is 100% (high) on cycle I as well as cycle II. Student motivation on cycle I is 59,73% and on cycle II is 81,25% (high). The data obtainable show indicator what’s want to reach is target completely is 76 for average score, 75% for KKM completely, 70% for student afective score and 70% for student high min motivation. Based of data, can be conclusing that Snowball Throwing Method can be increase motivation and student biology learning result class X A Senior High School 11 Yogyakarta on ecosystem field.

(3)

i

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN

HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh : Ditya Intan Kusuma NIM : 111434017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

(7)

v

MOTTO

Sabar dal am mengatasi kesul itan dan bertindak

bijaksana dal am mengatasinya adal ah sesuatu yang

utama

Bersabar, berusaha, dan bersyukur

Bersabar dal am berusaha

Berusaha dengan tekun dan pantang menyerah

Dan bersyukur atas apa yang tel ah diperol eh

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN

HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM

Ditya Intan Kusuma Universitas Sanata Dharma

2015

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Guru Biologi di SMA Negeri 11 Yogyakarta, didapatkan adanya berbagai masalah seperti nilai rata-rata kelas hanya 66,3%. Selain itu motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong sangat rendah. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi ekosistem dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yaitu siklus I dengan tiga kali pertemuan dan siklus II dengan tiga kali pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) Perencanaan 2) Pelaksanaan 3) Pengamatan 4) Refleksi. Pengumpulan data didapatkan dari hasil penilaian pre-test, post-test, lembar observasi, dan kuisioner.

Subyek penelitian adalah 32 siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa. Untuk hasil belajar siswa aspek kognitif meningkat dari rata-rata 78,75 pada siklus I menjadi 82,5 pada siklus II. Sedangkan persentase siswa yang mencapai nilai KKM meningkat dari 59,37% menjadi 100%. Hasil belajar siswa aspek afektif adalah 100% tinggi pada siklus I maupun siklus II. Motivasi siswa pada siklus I adalah 59,37% dan pada siklus II adalah 81,25% tinggi. Data yang diperoleh menunjukkan indikator yang ingin dicapai telah memenuhi target yaitu 76 untuk nilai rata-rata, 75% untuk ketuntasan KKM, 70% untuk nilai afektif siswa, dan 70% untuk motivasi minimal tinggi siswa. Berdasarkan data, dapat disimpulkan bahwa Snowball Throwing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi Ekosistem.

(11)

ix

ABSTRACT

IMPLEMENTATION COOPERATIVE LEARNING OF SNOWBALL THROWING TO INCREASE MOTIVATION AND STUDENT LEARNING

RESULT CLASS X SENIOR HIGH SCHOOL 11 OF YOGYAKARTA ON ECOSYSTEM FIELD

Ditya Intan Kusuma Sanata Dharma University

2015

Based on observations and interviews with Biology teacher at Senior High School 11 Yogyakarta, the researcher found that the class average score was 66,3%. Besides that, students motivation in class were far from the students learning expectation. The research was conducted to increase of motivation and learning outcomes at classroom X A SMA Negeri 11 Yogyakarta on the subject Ecosystem by implementating cooperative learning of Snowball Throwing methods.

Classroom action research was conducted in two cycles, three meetings in the first phase and three meetings in the second phase. Each cycle consists of 4 stages. 1) Planning 2) Implementation 3) Observation 4) Reflection. The data was collected from pre-test, post-test grading results, observation worksheets, and questionnaire filled in forms.

The research subject is 32 students class X A Senior High School 11 Yogyakarta. The research result is showing there’s motivation increase and student learning result. For cognitive aspect of student learning result increase from the average 78,75 on cycle 1 be 82,5 on cycle II. While student percentation who reach score of KKM increase from 59,73% be 100%. The afective aspect of student learning result is 100% (high) on cycle I as well as cycle II. Student motivation on cycle I is 59,73% and on cycle II is 81,25% (high). The data obtainable show indicator what’s want to reach is target completely is 76 for average score, 75% for KKM completely, 70% for student afective score and 70% for student high min motivation. Based of data, can be conclusing that Snowball Throwing Method can be increase motivation and student biology learning result class X A Senior High School 11 Yogyakarta on ecosystem field.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan kasih-Nya

yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Untuk

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 11

Yogyakarta Pada Materi Ekosistem”.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program studi Pendidikan Biologi. Penulis

menyadari bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Tuhan yang Maha Esa yang selalu memberi rahmat kehidupan,

penyertaan, dan memberkatiku sepanjang waktu.

2. Papaku Budi Wiyatno dan mamaku Setya Mardi Rahayuningsih yang

telah memberikan dorongan semangat serta perhatian sehingga aku

dapat sampai sekolah ke jenjang ini.

3. Ibu Dra Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah sabar menghadapi saya selama bimbingan dan berkenan

meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Titi Dwi Kurniasih S.Pd. selaku guru biologi SMA Negeri 11

Yogyakarta yang telah membantu dalam pelaksanaaan penelitian dan

membimbing saya.

5. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Biologi Pak Tri, Bu Luisa, Romo

Wir, Bu Ika, Bu Nana, Bu Wiwid, Pak Suthardi, dan segenap Staff

Sekretariat JPMIPA Sanata Dharma yang telah mendukung penulisan

skripsi ini secara tidak langsung.

6. Adik-adikku Shella Mekaria, Igor Gadira, dan Figo Catur Palusa yang

telah memberikan semangat untuk penulisan skripsi ini.

7. Kekasihku Ryan Putranda Kristianto yang telah memberikan semangat

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Belajar dan Pembelajaran ... 9

B. Motivasi Belajar ... 13

C. Hasil Belajar ... 20

D. Pembelajaran Kooperatif ... 27

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing ... 33

F. Pembelajaran Ekosistem... 37

G. Kajian Empiris ... 38

(15)

xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Setting Penelitian ... 41

C. Rancangan Penelitian ... 42

D. Instrumen Penelitian ... 47

E. Validitas Instrumen ... 52

F. Analisis Data... 53

G. Indikator Keberhasilan ... 59

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Pelaksanaan Penelitian ... 60

B. Hasil Penelitian ... 60

C. Analisis Data... 76

D. Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penetapan Skor Kuisioner ... 51

Tabel 3.2 Kriteria Motivasi Siswa ... 52

Tabel 3.3 Kriteria Skor Ketuntasan Individu ... 53

Tabel 3.4 Kriteria Lembar Observasi Ranah Afektif Siswa ... 56

Tabel 3.5 Indikator Keberhasilan Penelitian ... 57

Tabel 4.1 Hasil Pre-test siswa... 61

Tabel 4.2 Data Kuisioner Motivasi Awal Siswa ... 62

Tabel 4.3 Hasil Observasi Kelompok Aspek Afektif Siswa Siklus I ... 67

Tabel 4.4 Hasil Post-test Siklus I ... 68

Tabel 4.5 Data Kuisioner Motivasi Akhir Siswa ... 72

Tabel 4.6 Hasil Observasi Kelompok Siswa Aspek Afektif Siklus II ... 73

Tabel 4.7 Hasil Post-test Siklus II ... 74

Tabel 4.8 Perbandingan Post-test Siklus I dan Siklus II ... 76

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Observasi Guru Mengajar dan Kondisi Kelas ... 60

Gambar 4.2 Setiap Ketua Kelompok diberikan Materi Pokok ... 63

Gambar 4.3 Siswa Membuat Pertanyaan Beserta Jawaban ... 64

Gambar 4.4. Siswa Melemparkan Pertanyaan ke Kelompok lain ... 64

Gambar 4.5 Siswa Berdiskusi bersama Kelompoknya ... 64

Gambar 4.6 Siswa bersama Kelompok mempersentasikan Hasil Diskusi ... 65

Gambar 4.7 Siswa Mengerjakan Post-test Siklus I ... 66

Gambar 4.8 Siswa Membuat Pertanyaan Beserta Jawabannya ... 70

Gambar 4.9 Siswa Melempar Bola Mainan yang berisi pertanyaan ... 70

Gambar 4.10 Siswa Berdiskusi Menjawab Pertanyaan yang telah dilemparkan oleh Kelompok lain ... 71

Gambar 4.11 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 71

Gambar 4.12 Peneliti Meriview dan Menjelaskan Materi Pembelajaran ... 71

Gambar 4.13 Grafik Persentase Motivasi Awal Siswa ... 75

Gambar 4.14 Grafik Persentase Motivasi Akhir Siswa ... 76

Gambar 4.15 Grafik Perbandingan Persentase Motivasi Awal dan Akhir Siswa .. 80

Gambar 4.16 Perbandingan Nilai Kognitif Siklus I dan Siklus II ... 82

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Silabus ... 92

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 95

Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Kunci Jawaban ... 96

Kisi-Kisi ... 126

Soal Pre-test, post-test, dan Kunci Jawaban ... 130

Materi Ekosistem ... 150

Lembar Observasi Kelas ... 161

Lembar Kuisioner... 164

Data Nilai Pre-test ... 171

Data Nilai Post-test I ... 173

Data Nilai Post-test II... 175

Data Perhitungan Lembar Observasi ... 177

Data Perhitungan Kuisioner Motivasi Awal dan Akhir ... 180

Hasil Post-test I terendah dan tertinggi ... 184

Hasil Post-test II terendah dan tertinggi ... 194

Hasil LKS terendah dan tertinggi siklus I pertemuan 1 ... 206

Hasil LKS terendah dan tertinggi siklus I pertemuan 2 ... 210

Hasil LKS terendah dan tertinggi siklus II pertemuan 1 ... 218

Hasil LKS terendah dan tertinggi siklus II pertemuan 2 ... 222

Pertanyaan Snowball throwing siklus I ... 230

Pertanyaan Snowball throwing siklus II ... 232

Hasil Lembar Observasi ... 235

Hasil Lembar Kuisioner Motivasi Awal ... 238

Hasil Lembar Kuisioner Motivasi Akhir ... 247

Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA ... 269

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin

kelangsungan hidup negara dan bangsa, juga merupakan wahana untuk

meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Menurut

Listyarti (2012) pendidikan merupakan sebuah proses sadar dan terencana

untuk terus mendorong perubahan serta pembaharuan individu dan sosial

untuk mencapai mutu kehidupan yang lebih baik, dengan cara

memaksimalkan kemerdekaan pribadi peserta didik, serta membela kondisi

kemanusiaan dalam lingkungan sosialnya. Faktor mendasar dalam pendidikan

adalah proses “mengada” si anak. Diantaranya adalah sasaran-sasaran sosial,

makna-makna, dan nilai-nilai yang terwujud dalam pengalaman sejarah orang

dewasa. Selain itu, yang mendasari proses pendidikan adalah metode yang

memungkinkan interaksi antara faktor anak dan faktor orang dewasa.

Ada banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar

mengajar, antara lain guru sebagai fasilitator dan motivator, sarana dan

prasarana yang digunakan, dan juga adanya minat dari siswa itu sendiri.

Sebagai fasilitator dan motivator, guru memegang peranan yang sangat

penting. Peran guru sebagai motivator adalah memberi motivasi kepada siswa

agar mereka melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri sesuai

dengan tujuan belajar yang ditetapkan oleh kurikulum. Peran guru sebagai

fasilitator adalah memfasilitasi siswa agar dapat belajar dengan

(20)

guru untuk memfasilitasi siswa antara lain dengan menciptakan lingkungan

belajar yang kondusif dan memberikan bimbingan pada saat kegiatan belajar

(Sardiman, 2004). Inti dari proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan

belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran yakni keberhasilan

siswa dalam proses pembelajaran.

Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, unsur-unsur dalam

proses pembelajaran haruslah memberikan kontribusi yang maksimal pada

proses pembelajaran. Salah satu cara untuk memberikan kontribusi maksimal

adalah dengan penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi

yang disampaikan dan didukung dengan sarana prasarana lainnya akan sangat

membantu siswa untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Faktor lain

yang juga dapat mendukung kegiatan belajar mengajar adalah suasana kelas,

suasana yang menyenangkan dan tidak monoton. Maka suasana seperti ini

akan membuat proses belajar mengajar menjadi menyenangkan bagi siswa.

Berdasarkan pengalaman selama masa PPL di SMA Negeri 11

Yogyakarta, diketahui bahwa kegiatan pembelajaran masih menggunakan

metode ceramah dengan bantuan media powerpoint. Metode ceramah

membuat siswa menjadi kurang aktif selama pembelajaran. Meskipun selama

pembelajaran, guru memberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab,

namun hanya 5 orang saja yang bertanya sehingga peran guru masih sangat

dominan. Siswa hanya mendengarkan penjelasan pelajaran dari guru tanpa

adanya aktifitas yang melibatkan siswa untuk aktif. Selain itu, selama proses

(21)

seperti mengobrol dengan teman sebangku hingga menggangu teman nya

sampai membuat keributan di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih

sebagai teacher center bukan fasilitator. Hasil wawancara dengan guru pamong diketahui bahwa guru terkadang melakukan diskusi secara

berkelompok, namun belum maksimal dikarenakan jumlah anggota dalam

satu kelompok cukup banyak yaitu sekitar 4 sampai 5 orang sehingga hanya

ada beberapa siswa yang aktif dalam mengerjakan tugas kelompok.

Berdasarkan hasil ulangan harian biologi pada materi ekosistem kelas X

sebelumnya didapatkan nilai rata-rata 66,3 dengan nilai terendah 60 dan

tertinggi 85. Berdasarkan ulangan harian biologi yang dilakukan pada materi

ekosistem terdapat 37,5 % siswa yang memperoleh nilai di atas KKM yang

telah ditentukan. Sementara 62,5 % siswa memperoleh nilai di bawah KKM

yang ditentukan. Secara nasional pembelajaran dianggap tuntas apabila

ketercapaian KKM minimal 76 %. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil

belajar siswa kelas X A masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena

metode pembelajaran yang dipakai oleh guru masih menggunakan metode

ceramah sehingga motivasi belajar siswa masih rendah. Metode yang

digunakan hampir sama terus menerus di setiap materi pembelajaran maka

akan menimbulkan kejenuhan bagi siswa.

Setelah mengkaji hasil observasi selama masa PPL di SMA Negeri 11

Yogyakarta, maka peningkatan hasil belajar dapat dilakukan dengan cara

memotivasi siswa baik motivasi dari diri siswa sendiri maupun dari luar

(22)

menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif. Hal ini dimaksudkan

agar siswa dapat memiliki minat terhadap proses pembelajaran yang

dilakukan di kelas. Biologi sebagai sebuah ilmu alam mengkaji tentang

makhluk hidup. Objek biologi bisa diamati secara langsung dan akan lebih

bermakna apabila menggunakan metode atau cara yang menyenangkan yang

melibatkan siswa dalam berpikir sehingga mudah mendalami materi yang

disampaikan dalam pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran

yang dapat mengembangkan keaktifan, minat, kemandirian, dan tanggung

jawab, serta menunjang siswa dalam pembelajaran yang bermakna dengan

memberikan kemudahan bagi siswa untuk merumuskan dan memahami

konsep-konsep yang dianggap sulit. Peserta didik dapat saling mendiskusikan

masalah yang dihadapi dengan temannya. Menurut Sugiyanto (2010)

pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada

penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan

kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Salah satu metode kooperatif

adalah Snowball Throwing yang diharapkan dapat membantu meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

Metode Snowball Throwing berasal dari kata Snowball yang berarti bola salju, sedangkan Throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran

(23)

dijawab. Menurut Mohib Asrori (2010), Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai pemberi arahan

awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap

jalannya pembelajaran. Menurut Widodo (2009), Model Pembelajaran

Snowball Throwing disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan

dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan

menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Pembelajaran

Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi Ekosistem”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah

penerapan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 11

(24)

C. Batasan Masalah

Agar dapat menemukan jawaban dari suatu masalah dengan efisien

dan terarah, maka diperlukan suatu batasan masalah yang akan dikaji secara

mendalam. Pada penelitian ini, batasan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta

semester genap tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa 32

orang.

2. Objek penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP.

b. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekosistem dengan

Standar Kompetensi : 4. Menganalisis hubungan antara komponen

ekosistem, perubahan materi dan energi serta peranan manusia dalam

keseimbangan ekosistem dan kompetensi dasar 4.1 Mendeskripsikan

peran komponen ekosistem dalam aliran energi.

c. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat

siswa dalam mempelajari pokok bahasan ekosistem yang diukur

melalui angket/kuisioner yang diberikan kepada siswa.

d. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek

kognitif dan aspek afektif, aspek kognitif diketahui melalui hasil tes

tertulis dalam bentuk pilihan ganda, sedangkan aspek afektif

(25)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi

dan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta pada materi

ekosistem melalui pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini bagi siswa, guru, sekolah, maupun bagi

peneliti sendiri adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi siswa.

Membantu siswa dalam memahami materi Ekosistem dengan mudah

dan lebih menyenangkan, sehingga motivasi dan hasil belajar siswa

dapat meningkat.

2. Manfaat bagi guru

Menambah informasi bagi guru mengenai metode pembelajaran yang

bisa digunakan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

3. Manfaat bagi sekolah

Sebagai masukan untuk mengembangkan metode pembelajaran yang

dapat dijadikan arahan dalam melaksanakan proses pembelajaran di

sekolah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa

(26)

4. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan

cara meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran

biologi dan dapat dijadikan bekal bagi masa depan sebagai seorang

(27)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang menghasilkan suatu aktifitas

dengan latihan dan pengalaman di sekolah, laboratorium, atau di alam

terbuka. Belajar membuat seseorang menjadi tahu atau proses memperoleh

pengetahuan. Dari belajar yang terus menerus membuat seseorang

memperoleh pengalaman, sehingga dapat bereksplorasi, menggali, dan

menemukan pemahaman pengetahuan dari belajar. Pada hakikatnya

pengetahuan lahir dari fakta-fakta yang ada, sehingga fakta alami yang

diperoleh berasal dari alam, dimana alam terus mengalami perubahan dan

seiring perubahan alam tersebut pengetahuan terus berkembang setiap

zamannya (Djiwandono,2006).

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu

proses perubahan yaitu tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut : “Belajar ialah

suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

(28)

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik

sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam

diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Ciri-ciri perubahan

tingkah laku dalam pengertian belajar adalah :

a. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari

terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah

terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari

bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah,

kebiasaannya bertambah (Slameto,2010).

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri

seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu

perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan

akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

Misalnya seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami

perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan

ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik

dan sempurna. Disamping itu, dengan kecakapan menulis yang telah ia

miliki, ia dapat memperoleh kecakapan-kecakapan lain misalnya,

dapat menulis surat, menyalin catatan, mengerjakan soal-soal dan

(29)

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa

bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari

sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu

dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi

dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya

perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan

sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan

dalam pengertian belajar (Slameto, 2010).

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat temporer terjadi hanya untuk beberapa

saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan

sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti

belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap

atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah

belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak

dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja

melainkan akan terus dimiliki bahkan makin berkembang kalau terus

(30)

e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada

tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan

tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang

belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin

dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana

yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang

dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah

ditetapkannya (Slameto,2010).

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu

proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika

seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami

perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,

pengetahuan, dan sebagainya. Sebagai contoh, jika seorang anak telah

belajar naik sepeda, maka perubahan yang paling tampak ialah dalam

keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia mengalami

perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda,

pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat

sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang bagus, kebiasaan

membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi aspek perubahan satu

(31)

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan kegiatan mengatur dan mengorganisasi

lingkungan yang ada di sekitar sehingga dapat mendorong dan

menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar. Faktanya dalam

praktik pembelajaran, terdapat interaksi antara guru dengan siswa.

Suyono dan Hariyanto (2011) berpendapat bahwa pendekatan

pembelajaran berbasis lingkungan berkembang maka definisi belajar

juga menyesuaikan diri. Belajar secara umum dapat dimaknai sebagai

proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan

lingkungannya. Dalam kaitannya dengan hikmah pembelajaran yang

merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang

kemudian dikembangkan dan saling berbagi, sehingga memberikan

keuntungan.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar

memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh

semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah

energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk

mencapai tujuan tertentu. Hamalik (2006), mengemukakan bahwa

motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang

yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk

(32)

kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam berbagai bentuk

kegiatan.

Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan

seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat

motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu

akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga.

Hanya dengan motivasi lah anak didik dapat tergerak hatinya untuk

belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah,2006).

2. Macam-macam Motivasi

a. Motivasi Instrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu

sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas

kemauan sendiri. Misalnya anak mau belajar karena ingin menjadi

orang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, ia rajin

belajar tanpa ada suruhan dari orang lain.

Prayitno (2006) menyatakan bahwa di dalam proses belajar,

siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat dilihat dari kegiatannya

yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena merasa

butuh dan ingin mencapai tujuan belajar sebenarnya. Secara langsung

dapat disimpulkan bahwa siswa yang termotivasi secara intrinsik

aktifitasnya akan lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang

termotivasi secara ekstrinsik.

(33)

b. Motivasi Ekstrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar

individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari

orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau

melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seorang mau belajar karena

ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama

dikelasnya (Daryanto dan Muljo,2012).

3. Komponen Motivasi

Komponen motivasi belajar meliputi tiga komponen, yaitu

kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu

merasa tidak ada keseimbangan antara yang ia miliki dan yang ia

harapkan. Sedangkan dorongan merupakan kekuatan mental untuk

melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan, kekuatan

mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau mencapai

tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan merupakan inti dari

motivasi. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seseorang atau

individu. Tujuan tersebut mengarahkan semua perilaku siswa, dalam

hal ini perilaku belajar. Sehubungan dengan itu, maka motivasi

(34)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi

Menurut Ali Imron dalam Siregar dan Nara (2011), terdapat enam

faktor yang mempengaruhi motivasi dalam proses belajar, meliputi :

a. Cita-cita siswa, siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi

ketika sebelumnya sudah memiliki cita-cita.

b. Kemampuan siswa, siswa yang mengetahui kemampuannya pada

bidang tertentu akan termotivasi dengan kuat untuk terus

menguasai dan mengembangkan kemampuannya di bidang

tersebut.

c. Kondisi siswa, kondisi fisik dan kondisi psikis siswa akan

mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi untuk belajar.

d. Kondisi lingkungan siswa, kondisi lingkungan dapat diamati dari

lingkungan fisik dan sosial siswa. Faktor lingkungan fisik

mempengaruhi kenyamanan siswa saat belajar, sedangkan faktor

lingkungan sosial seperti teman sepermainan, keluarga, dan teman

kelas yang tidak menunjukkan kebiasaan belajar akan berpengaruh

terhadap rendahnya motivasi belajar siswa.

e. Unsur-unsur dinamis belajar siswa, dilihat dari upaya memotivasi

tersebut dilakukan. Bahan pelajaran, alat bantu belajar, dan suasana

(35)

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Menurut Uno (2008), hakikat motivasi belajar adalah

dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang

belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dengan

beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikatornya

meliputi: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya

dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan

cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5)

adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya

lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan

seorang siswa dapat belajar dengan baik.

5. Peranan Motivasi dalam Belajar

Siswa di kelas masing-masing membawa sikap dan kebutuhan

yang berbeda. Dari kedua hal tersebut dipengaruhi oleh motivasi dan

partisipasi pada diri yang terlihat saat siswa mengikuti pelajaran dan

interaksi dengan guru atau siswa lainnya. Terdapat dua peranan

penting motivasi dalam belajar, peranan pertama adalah sebagai daya

penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar

dan menjamin kelangsungan belajar untuk tercapainya tujuan yang

diharapkan. Peranan kedua adalah memegang peranan penting dalam

memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga

(36)

yang besar untuk melaksanakan kegiatan belajar (Siregar dan Nara,

2011).

6. Cara membangkitkan Motivasi Belajar

Cara logis untuk memotivasi siswa selama pelajaran adalah

menghubungkan pengalaman belajar dengan minat siswa. Hal ini

menjadi tidak mudah karena ada siswa yang harus menguasai mata

pelajaran dasar tetapi siswa tidak berminat terhadap pelajaran tersebut.

Maka peran guru sangat besar dalam membangkitkan minat siswa

dengan memberi tugas yang berhubungan dengan minat siswa. Minat

siswa dapat diamati dari tingkah laku siswa di kelas, bertanya

langsung, atau dengan kuisioner.

Salah satu cara membangkitkan motivasi belajar siswa ialah

dengan menggunakan teknik kerja sama dalam kelompok. Djiwandono

(2006), menyatakan bahwa dalam situasi kerja sama setiap individu

berusaha untuk memberikan sesuatu yang menguntungkan bagi

individu lain maupun pada kelompok. Belajar dalam kelompok akan

memperoleh suatu hasil dari kerja sama dan interaksi antar anggota.

Hasil belajar dari belajar kelompok juga bervariasi, tergantung pada

cara berkomunikasi dan siapa saja yang ada di dalamnya. Pemilihan

metode kerja kelompok yang dipilih guru juga turut mempengaruhi

hasil. Maka pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan materi

maupun kondisi kelas dan siswa akan mempengaruhi hasil belajar

(37)

Menggunakan permainan merupakan proses yang menarik bagi

siswa, karena suasana yang menarik membuat proses belajar menjadi

bermakna secara afektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu yang

bermakna akan selalu diingat, dipahami, dan dihargai. Membuat

suasana persaingan yang sehat di antara siswa maupun kelompok

memberikan kesempatan siswa mengukur kemampuan diri sendiri

maupun orang lain. Belajar bersaing juga menimbulkan upaya belajar

bersungguh-sungguh. Selain menimbulkan persaingan antar siswa,

motivasi belajar juga ditimbulkan dari mengembangkan persaingan

dengan diri sendiri. Persaingan ini dilakukan dengan memberikan

tugas atau ulangan yang dilakukan sendiri untuk mengetahui

keberhasilan yang diperoleh selama ini.

Uno (2008) menjelaskan beberapa teknik yang dapat

membangkitkan motivasi belajar, seperti menggunakan pernyataan

sebagai penghargaan verbal. Pernyataan verbal diberikan kepada siswa

sebagai penghargaan terhadap hasil belajar siswa yang baik, seperti

pernyataan “Bagus sekali” atau “Hebat”. Pernyataan tersebut selain

menyenangkan siswa juga menimbulkan interaksi dan pengalaman

pribadi antara guru dengan siswa. Menimbulkan rasa ingin tahu juga

merupakan daya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa

yang penasaran akan berusaha keras untuk memecahkannya, upaya

(38)

C. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Ada tiga unsur yang terkandung di dalam proses belajar dan

mengajar di antaranya yaitu tujuan pengajaran (instruksional),

pengalaman (proses) belajar mengajar, dan hasil belajar. Hasil belajar

sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa

terhadap tujuan-tujuan instruksional. Hal ini adalah karena isi rumusan

tujuan-tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus

dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah

menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Ada beberapa pengertian hasil belajar menurut beberapa ahli yaitu

menurut Lindgren dalam Suprijono (2009), hasil belajar adalah

kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Sedangkan menurut

Sudjana (2010) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

2. Cakupan Hasil Belajar

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009), hasil belajar mencakup :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan

dalam bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut

tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun

(39)

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analisis-sintesis

fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan

aktivitas kognitif bersifat khas.

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan kognitif ini meliputi

penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa

kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai.

Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai

standar perilaku.

Adapun aspek-aspek dalam setiap ranah hasil belajar adalah :

a. Ranah kognitif menurut Anderson dan Krathwohl dalam Gunawan,

dkk (2013) merevisi taksonomi Bloom yang sudah lama

(40)

1. Mengingat

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali

pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik

yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama

didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan

penting dalam proses pembelajaran yang bermakna dan

pemecahan masalah. Kemampuan ini dimanfaatkan untuk

menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih

kompleks. Mengingat meliputi mengenali dan memanggil

kembali.

2. Memahami/mengerti

Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah

pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan

komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas

mengklasifikasikan dan membandingkan.

3. Menerapkan

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan

atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan

percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan

berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural. Menerapkan

meliputi kegiatan menjalankan prosedur, dan

mengimplementasikan.

(41)

4. Menganalisis

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan

dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan

mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari

tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan

permasalahan. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif

memberi atribut dan mengorganisasikan.

5. Mengevaluasi

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan

penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada.

Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas,

efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula

ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa

kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh

siswa.

Evaluasi meliputi mengecek dan mengkritisi. Mengecek

mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten

atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Mengkritisi

berkaitan erat dengan berpikir kritis.

6. Menciptakan

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan

unsur-unsur secara bersama-sama untuk membetuk kesatuan yang

(42)

produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur

menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya.

Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar

siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan

mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total

berpengaruh pada kemampuan siswa untuk dapat

melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh

semua siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi

berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti

mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja dengan

informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada

menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu.

Menciptakan meliputi menggeneralisasikan dan memproduksi.

Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan

permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang

diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir

divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif.

Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk

menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Memproduksi

berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu

pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan

(43)

b. Ranah afektif menurut Kratwohl, Bloom, dkk dalam Winkel

(2009) :

1) Penerimaan : mencakup kepekaan akan adanya suatu

perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan

tersebut, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan

oleh guru atau mendengarkan dan memperhatikan jawaban

teman sekelas.

2) Partisipasi : mencakup keleraan untuk memperhatikan secara

aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3) Penilai/penentu sikap : mencakup kemampuan untuk

memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri

sesuai dengan penilaian itu.

4) Organisasi : mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam hidup.

5) Pembentukan pola hidup : mencakup kemampuan untuk

menghayati nilai-nilai kehidupan dari materi yang telah

dipelajari.

c. Ranah psikomorik menurut klasifikasi Simpson dalam Winkel

(2009) :

1) Persepsi : mencakup kemampuan untuk mengadakan

diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih,

berdasarkan perbedaan antar ciri-ciri fisik yang khas pada

(44)

2) Kesiapan : terkait dengan konsentrasi dalam menyiapkan diri.

3) Gerak terbimbing : mencakup kemampuan untuk melakukan

suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang

diberikan.

4) Gerak yang terbiasa : mencakup kemampuan untuk melakukan

suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih

secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.

5) Gerak kompleks : mencakup kemampuan untuk melaksanakan

suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen,

dengan lancar, tepat dan efisien.

6) Penyesuaian pola gerak : mencakup kemampuan untuk

mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik

dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu

keterampilan yang telah mencapai kemahiran.

7) Kreativitas : mencakup kemampuan untuk melahirkan

pola-pola yang baru, seluruhnya atas dasar prakasa dan inisiatif

sendiri.

Dari beberapa cakupan hasil belajar diatas dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya, hasil belajar yang dikategorikan oleh para pakar

(45)

fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif

(Suprijono,2009).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Sugihartono (2007),

yaitu :

a. Faktor Internal : faktor jasmaniah / fisik (fungsi alat indera, fungsi

anggota badan, dan kondisi lingkungan fisik lainnya), dan faktor

psikologis / psikis (intelegensi, perhatian, minat, motivasi, bakat,

serta kepribadian siswa).

b. Faktor Eksternal : faktor lingkungan sosial (meliputi lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat) dan

lingkungan non sosial (lingkungan alam dan lingkungan

instrumental seperti kurikulum).

D. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan

orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian

tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar

berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling

berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling

membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena

kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar

(46)

menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu satu

sama lain, bekerjasama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat

untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun

individual.

Model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran

dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu

mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Agar

kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri

atas 4-5 orang , siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada

kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa

laporan atau presentasi.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

b. Menyajikan informasi

c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

d. Membimbing kelompok belajar dan bekerja

e. Evaluasi

f. Memberikan penghargaan

1. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya

terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran

kooperatif menurut Lie (2006) adalah saling ketergantungan positif,

(47)

menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara

sengaja diajarkan.

a) Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang

saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan

positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui : 1) saling

ketergantungan mencapai tujuan 2) saling ketergantungan menyelesaikan

tugas 3) saling ketergantungan bahan atau sumber 4) saling

ketergantungan peran 5) saling ketergantungan hadiah.

b) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam

kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan

dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa

lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep

pengajaran teman sebaya.

c) Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar

kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara

individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar

semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang

(48)

kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena

itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan

kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan

semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan

akuntabilitas individual.

d) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap

teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani

mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri,

dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar

pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara

sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi

akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.

2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional

Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula belajar kelompok,

meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara kelompok

belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional. Berikut perbedaan

antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional :

Kelompok Belajar Kooperatif :

a. Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling

memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

b. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi

(49)

tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling

mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat

memberikan bantuan.

c. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan

bantuan.

d. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

e. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong

seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai

orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

f. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan

pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi

masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

g. Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi

dalam kelompok-kelompok belajar.

h. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan

(50)

Kelompok Belajar Tradisional :

a. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok

atau menggantungkan diri pada kelompok.

b. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering

diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota

kelompok lainnya hanya ‘enak-enak saja’ di atas keberhasilan

temannya yang dianggap ‘pemborong’.

c. Kelompok belajar biasanya homogen.

d. Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

e. Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.

f. Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh

guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

g. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar.

h. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

3. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,

keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

(51)

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan

komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan

lebih baik.

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,

agama dan orientasi tugas.

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing berasal dari kata Snowball yang berarti bola salju, sedangkan Throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian

dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab. Menurut Asrori (2010),

(52)

(activelearning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa.

Peran guru di sini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik

pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran.

Menurut Rachmad Widodo (2009), Model Pembelajaran Snowball Throwing disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari

siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan

menyampaikan pesan tersebut kepada kelompok lain.

Menurut Aris Sohimin (2014), Pembelajaran dengan model

Snowball Throwing, menggunakan tiga penerapan pembelajaran antara lain : pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata (constructivism),

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan

hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

sendiri (inquiry), pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya” dari bertanya siswa dapat menggali informasi,

mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian

pada aspek yang belum diketahui. Di dalam model pembelajaran Snowball Throwing strategi memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

(53)

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing :

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan seluruh tujuan dalam pembelajaran dan

memotivasi siswa.

Fase 2 : Menyajikan informasi

Menyajikan informasi tentang materi pembelajaran siswa.

Fase 3 : Mengorganisasikan siswa duduk dalam kelompok-kelompok

belajar.

- Memberikan informasi kepada siswa tentang prosedur pelaksanaan

pembelajaran Snowball Throwing.

- Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari

4 orang.

Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja dan belajar

- Memanggil ketua kelompok dan menjelaskan materi serta pembagian

tugas kelompok.

- Meminta ketua kelompok kembali ke kelompok masing-masing untuk

(54)

- Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan meminta

kelompok tersebut menulis pertanyaan sesuai dengan materi yang

dijelaskan guru.

- Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan melemparkan

pertanyaan yang telah ditulis pada kertas kepada kelompok lain.

- Meminta setiap kelompok menuliskan jawaban atas pertanyaan yang

didapatkan dari kelompok lain pada kertas kerja tersebut.

Fase 5 : Evaluasi

Guru meminta setiap kelompok untuk membacakan jawaban atas

pertanyan-pertanyaan yang diterima dari kelompok lain.

Fase 6 : Memberi penilaian / penghargaan

Memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing :

- Suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa seperti

bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain.

- Siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan

berpikir karena diberi kesempatan untuk membuat soal dan diberikan

pada siswa lain.

- Membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak

tahu soal yang dibuat temannya seperti apa.

(55)

- Pendidik tidak terlalu repot membuat media karena siswa terjun

langsung dalam praktik.

- Pembelajaran menjadi lebih efektif.

Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing :

- Memerlukan waktu yang panjang

- Murid yang nakal cenderung berbuat onar

- Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu

menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi

sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa

mendiskusikan materi pelajaran.

F. Pembelajaran Ekosistem

Materi yang akan digunakan untuk meningkatkan motivasi dan

hasil belajar biologi siswa kelas X dengan metode Snowball Throwing

adalah materi ekosistem dengan standar kompetensi : 4. Menganalisis

hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi dan energi serta

peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem dengan kompetensi

dasar : 4.1 Mendeskripsikan peran komponen ekosistem dalam aliran

energi.

Ruang lingkup materi dalam kompetensi dasar tersebut meliputi :

Pengertian habitat, nisia, populasi, komunitas, ekosistem, faktor biotik,

faktor abiotik, mengidentifikasi berbagai interaksi yang terjadi dalam

ekosistem, mengidentifikasi pengertian rantai makanan, jaring-jaring

(56)

G. Kajian Empiris

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Alfii pada tahun 2014 dengan

judul “Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Kelas XI IPA Pada Materi

Sistem Ekskresi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing di SMA Muhamadiyah 1 Prambanan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Snowball Throwing

dapat meningkatkan aktivitas belajar. Hal ini dapat dilihat pada

peningkatan aktivitas belajar siswa pada siklus I 86,75% dan siklus II

96,03% , sehingga peningkatannya sebesar 9,28%. Hasil belajar siswa

mengalami peningkatan dari siklus I 69,23% menjadi 85,71% pada siklus

II setelah melakukan pembelajaran melalui penerapan model Snowball Throwing.

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Bothmir pada tahun

2011 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing

untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 1V SDN Madyopuro 2

Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil belajar IPS siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Pada

siklus I mengalami peningkatan siswa yang dikatakan tuntas sebanyak 25

siswa (55,56). Pada siklus II meningkat lagi yaitu siswa yang tuntas

sebanyak 42 (93,34) siswa setelah penerapan model Snowball Throwing.

H. Kerangka Berpikir

Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tidak lepas dari peran

(57)

dan prasarana yang tersedia serta keaktifan siswa dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran. Namun, hal tersebut kurang berperan maksimal di

SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Berdasarkan observasi dan wawancara terhadap guru biologi

diketahui bahwa pencapaian hasil belajar siswa tergolong rendah. Siswa

merasa kurang termotivasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal

tersebut dikarenakan siswa merasa jenuh dengan pembelajaran yang

monoton dengan model pembelajaran yang kurang bervariasi. Motivasi

belajar yang rendah ditunjukkan dari perilaku siswa yang kurang terlibat

aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan menunjukkan bahwa

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar Biologi Kelas XI IPA SMA Muhamadiyah 1 Prambanan dan meningkatkan hasil belajar IPS siswa

kelas IV SDN Madyopuro 2 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.

Maka dari itu, peneliti melakukan suatu tindakan yaitu melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

snowball throwing. Pembelajaran dilakukan dalam II siklus yang diharapkan mendapatkan hasil akhir yaitu meningkatnya motivasi dan

hasil belajar siswa kelas X A SMA Negeri 11 Yogyakarta. Berikut adalah

kerangka berpikir penelitian yang disajikan dalam diagram alir pada

Gambar

gambar 2.1
Gambar 3.1. Desain PTK Model Kemmis dan Mc Taggart
Tabel 3.1
  Tabel 3.2     Kisi-kisi Angket (kuisioner) Motivasi Awal
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan judul ”PENERAPAN MODEL GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN KELAS X 1 SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN

Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X Di SMA Negeri 11

Menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-pair- share) dan Konvensional Pada Sub Materi Ekosistem di Kelas x SMA Negeri 5 Pematang Siantar Tahun

Dalam Kelas dengan Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 2 Binjai T.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas X 3 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta pada materi Protista dengan menerapkan model

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament ( TGT ) dapat meningkatkan prestasi siswa kelas X-D SMA Negeri 11

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X IPA SMA melalui penerapan model discovery learning pada materi

Skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 10