PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
MATEMATIKA DALAM KURIKULUM SMK
Moh. Mahfud Effendi
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
MATEMATIKA DALAM KURIKULUM SMK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA DALAM KURIKULUM SMK Moh. Mahfud Eff endi
Editor: Dewi Kusumaningsih dan Akhsanul In'am Desain Sampul: Daniswara Helga Pradana Lay out/tata letak Isi: Tim Redaksi Bildung
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Pengembangan Bahan Ajar Matema ka dalam Kurikulum SMK/Moh. Mahfud Eff endi/Yogyakarta: CV. Bildung Nusantara, 2020
xiv + 64 halaman; 15 x 23 cm ISBN: 978-623-7148-78-4 Cetakan Pertama: 2020 Penerbit:
BILDUNG
Jl. Raya Pleret KM 2
Banguntapan Bantul Yogyakarta 55791 Telpn: +6281227475754 (HP/WA) Email: [email protected] Website: www.penerbitbildung.com Anggota IKAPI
Bekerja sama dengan AMCA (Associa on of Muslim Community in Asean) Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengu p atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit.
PENGANTAR PENULIS
Setiap manusia diciptakan berbeda. Perbedaan itu mencakupi keseluruhan komponen baik fi sik, psikis, minat, kemampuan, kebutuhan, sampai pilihan hidupnya. Dalam dunia pendidikan, dampak perbedaan ini memunculkan persekolahan yang berbeda pula, baik jenjang maupun jenisnya. Ketika seseorang memilih sekolah tertentu, maka pilihan itu tentu didasarkan pada masing-masing keinginan dan mengarah pada pilihan hidupnya kelak. SMK adalah salah satu jenis sekolah yang mampu memfasilitasi kebutuhan siswa dan menyiapkan mereka dalam dunia kerja. Kurikulum SMK dibuat berbeda antara program keahlian satu dengan lainnya. Hal inilah yang belum disadari oleh aliran perennial sentralistik.
Setiap guru SMK harus memahami tugasnya, selain melayani dengan baik dan mendidik, juga menyiapkan siswa sesuai kemampuan dan kebutuhan program keahliannya, agar kelak bisa hidup dan eksis dalam pekerjaannya. Untuk itu, guru matematika harus membekalinya dengan bahan ajar yang terintegrasi dengan program keahliannya. Oleh karenanya, guru harus mempunyai wawasan yang luas, kreatif, dan berkemajuan dalam pengembangan bahan ajar.
Melalui bahan ajar inilah, guru akan mampu mengantarkan siswanya sesuai dengan pilihan hidupnya.
Terkait dengan hal tersebut, penulis menerbitkan buku ini. Buku ini merupakan hasil penelitian tentang Pengembangan Kurikulum Matematika Adaptif di SMK se-Malang Raya. Penelitian ini mengungkap tentang bagaimana pengembangan kurikulum matematika agar adaptif terhadap program keahliannya, dan bagaimana pengembangan perangkat pembelajarannya. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa kurikulum SMK harus terintegrasi dengan model “Piramida”. Semua matapelajaran termasuk matematika harus mendukung dan fokus pada pencapaian tujuan program keahlian. Oleh karenanya pengembangan bahan ajar matematika di SMK harus sesuai dengan kebutuhan program keahliannya. Artinya, bahan ajar matematika program keahlian yang satu dengan yang lainnya adalah berbeda-beda.
Model pengembangan kurikulum dan pembelajaran matematika di SMK ini tentu memiliki kelemahan, terutama terkait dengan kemampuan guru dalam mengorganisir bahan ajar yang sesuai dengan program keahliannya, termasuk menetukan urutan dan sebaranannya selama pendidikan, agar tidak terjadi overload dan overlap bahan ajar dalam implementasinya.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, dalam buku ini akan dipaparkan bagaimana matematika dalam kurikulum SMK, apa metode dan kriteria pengembangannya, dan bagaimana pengembangan bahan ajar matematika SMK
“Model Piramida”. Untuk memahami matematika dalam kurikulum SMK, maka dijelaskan tentang organisasi kurikulum SMK, fungsi dan tujuan matematika SMK, standar matematika SMK, serta apa itu bahan ajar. Metode dan kriteria pengembangan bahan ajar membahas metode
Moh. Mahfud Effendi
pengembangan, siapa sasaran pengembangan, bagaimana tahapan pengembangan, serta apa aspek dan kriteria pengembangan. Sedangkan bagaimana pengembangan bahan ajar matematika SMK “Model Piramida”, maka akan dibahas dahulu tentang kurikulum terintegrasi model Piramida, kemudian dijelaskan tentang prosedur pengembangan bahan ajarnya.
Ikhtiar sudah dilakukan, bukan berarti tiada kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran tetap diharapkan demi penyempurnaan isi buku ini. Akhirnya, Alhamdulillah puji syukur dipanjatkan kepadaNYA atas nikmat dan karuniaNYA. Tak lupa disampaikan juga ucapan terima kasih kepada semua pihak atas bantuannya sehingga buku ini bisa diterbitkan
Malang, 9 Mei 2020 Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Daftar Matapelajaran SMK dan
Alokasi Waktu 2
Tabel 2 : Pengelompokan Matematika SMK
dan Alokasi 11
Tabel 3 : Standar Isi Matematika untuk Kelas 9-12 14 Tabel 4 : Standar Proses Matematika untuk
Kelas 9-12 16
Tabel 5 : Aspek dan Indikator Validasi Internal 28 Tabel 6 : Kategori dan Tingkat Vailiditas Draf dan
Keterlaksanaan 30
Tabel 7 : Contoh Form Isian Validasi SKL dan KD 40 Tabel 8 : Beberapa Perbedaan Bahan Acar Cetak 44 Tabel 9 : Contoh Form Instrumen Validasi Bahan Ajar 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Contoh Pendekatan Spiral dalam
Pembelajaran Sudut 6
Gambar 2 : Integrasi Kurikulum “Three Dimension” 10 Gambar 3 : Interkoneksi Materi Matematika dengan
Program Keahlian 13
Gambar 4 : Tahapan Pengembangan 26
Gambar 5 : Analisis Model Interaktif 29 Gambar 6 : Pengembangan Kurikulum Model
Piramida 33
Gambar 7 : Siklus Pengembangan Model Siller
dan Miller 37
Gambar 8 : Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Matematika SMK 38
Gambar 9 : Pengembangan SKL 42
Gambar 10 : Pemetaan SKL Matematika Berdasarkan
SKL Tata Busana 43
Gambar 11 : Tahapan Validasi 46
DAFTAR ISI
Pengantar Penulis v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar ix
Daftar Isi xi
BAB I Pendahuluan 1
BAB II Matematika dalam Kurikulum SMK 5
2.1. Organisasi Kurikulum SMK 5
2.2. Fungsi dan Tujuan Matematika di SMK 10
2.3. Standar Matematika SMK 12
2.4. Bahan Ajar Matematika SMK 18
BAB III Metode dan Kriteria Pengembangan 23
3.1. Model Pengembangan 23
3.2. Sasaran Pengembangan 24
3.3. Tahapan Pengembangan 25
3.4. Teknik dan Aspek 26
3.5. Analisis Hasil 28
BAB IV Pengembangan Bahan Ajar Matematika
SMK: Model Piramida 31
4.1. Kurikulum Model Piramida 32
4.2. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar 36
4.2.1. Orientasi 37 4.2.2. Pengembangan Bahan Ajar 38 4.2.3. Validasi dan Revisi 45
BAB V Penutup 49
Daftar Pustaka 51
Glosarium 57
Indeks 63
Bab 1
Pendahuluan
Tujuan pembelajaran matematika di SMK harus menopang tujuan pembelajaran program keahliannya (Finch &
Crunkilton, 1979; McNeil, 2006; Feresteh et.al., 2012; Effendi, Moh. Mahfud, 2017). Oleh kerena itu, bahan ajar dan jumlah jam pelajaran matematika untuk program keahlian yang satu dengan yang lainnya adalah berbeda. Dalam Struktur Kurikulum 2013, materi dan jumlah jam pelajaran matematika untuk SMK semua program keahlian bahkan dengan SMA adalah sama. Tetapi total jumlah jam pelajaran untuk SMK sebanyak 144 jam sedangkan untuk SMA sebanyak 130 jam pelajaran, dan perbedaan ini karena adanya pelajaran peminatan dan vokasi (Permendikbud nomor 70 Tahun 2013).
Jika pelajaran wajib untuk SMK sama dengan SMA, maka hal tersebut merupakan kontraproduktif dengan tujuan dan fungsi pelajaran matematika di SMK.
Tabel 1: Daftar Mata Pelajaran Sekolah Menengah dan Alokasi Waktu PerMinggu PerKlas
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu PerMinggu
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3 2. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Penjas Orkes 3 3 3
9. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Kelompok A dan B per minggu 24 24 24 Kelompok C (Peminatan)
Peminatan Akademik (SMA/MA) 18 20 20
Peminatan Akademik dan vokasi (SMK/MAK) 24 24 24
Jumlah jam perminggu (SMA/MA) 42 44 44
Jumlah jam perminggu (SMK/MAK) 48 48 48
Tidak fokusnya pelajaran matematika pada materi- materi yang dibutuhkan dan penting, serta banyaknya tuntutan terhadap lulusan SMK, berdampak pada banyaknya bahan ajar dan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan dunia kerja (Sutrisno, 2008; Pusdiknakes, 2010; Effendi, Moh.
Mahfud, 2017). Realitas ini menambah beban belajar siswa SMK, dan bahkan bahan ajarnya cendrung terlalu banyak (overload) dan tumpeng tindih (overlap) baik secara horizontal maupun vertical. Oleh karena itu untuk mengembalikan ke orientasi awal penyelenggaraan SMK, khususnya tujuan pembelajaran matematikanya, maka diperlukan pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan bahan ajar matematika yang sesuai dengan kebutuhan program
Moh. Mahfud Effendi
keahliannya {Feresteh et.al., 2012). Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan pengalaman penulis terutama sebagai dosen pengampu di Program PPG (Pendidikan Profesi Guru) didapat bahwa banyak ditemukan guru matematika SMK yang belum mampu dalam mengembangkan bahan ajar yang terintegratif dengan tujuan pembelajaran program keahliannya (Berke, Melissa K., 2009; Effendi, Moh. Mahfud, 2016).
Bahan ajar merupakan komponen penting, karena merupakan isi pesan kurikulum yang harus disampaikan ke siswa agar mereka menguasai tujuan kurikulum (Depdiknas, 2008). Oleh karena itu, cakupan dan urutan bahan ajar matematika di SMK harus diorganisasikan baik dalam pelajaran itu sendiri maupun dengan pelajaran lain agar mampu menopang dan mendukung pencapaian tujuan program keahliannya. Bahan ajar matematika merupakan perwujudan isi operasional dari penjabaran Standar Kompetensi Lulusan (SKL) matematika yang dibutuhkan oleh SKL program keahlian. Dengan demikian, pengembangan bahan ajar ini merupakan pengembangan lanjutan yang bersifat operasional atau implementatif dari kurikulum yang telah disusun oleh SMK yang bersangkutan. Persoalannya adalah bagaimana mengembangkan bahan ajar matematika yang dibutuhkan dalam Kurikulum SMK. Untuk menjawab masalah tersebut tidak bisa lepas dari pemahaman dan melakukan kajian terhadap teori dan tujuan penyelenggaraan SMK, organisasi kurikulum, tujuan dan fungsi pelajaran matematika di SMK, serta tujan dan fungsi bahan ajar.
Tujuan penulisan buku ini tidak lepas dari persoalan di atas, yaitu mencoba mendeskripsikan secara teoritis tentang bagaimana prosedur pengembangan bahan ajar matematika dalam Kurikulum SMK. Tujuan ini mempunyai relevansi terhadap usaha pemerintah dalam mengembangkan Kurikulum 2013 khususnya pengembangan bahan ajar di
SMK. Selain itu, secara nyata memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi guru matematika di SMK dalam meningkatkan kompetensinya khususnya dalam pengembangan bahan ajar. Buku ini juga diaharapkan dapat bermanfaat langsung, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi guru tentang bagaimana prosedur pengembangan bahan ajar terkait dengan pengembangan SKL (Standar Kompetensi Lulusan), KD ( Kompetensi Dasar), SI (Standar Isi), urutannya (sequence), dan alokasi jam yang dibutuhkan pelajaran matematika, serta terintegrasi dengan tujuan pembelajaran program keahliannya (Yimin, Wang, 2006).
Pengembangan tersebut dilakukan dengan mendasarkan diri bahwa pengembangan kurikulum matematika di SMK merupakan bentuk pengorganisasian bahan ajar secara integratif dengan konsep belajar bermakna (Effendi, Moh. Mahfud., 2014) Tujuannya adalah tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar matematika tetapi juga pelajaran program keahliannya. Tentu saja dalam proses pengembangannya dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya kebijakan pemerintah tentang kurikulum, kualitas dan kuantitas siswanya, serta kemampuan guru dalam pengembangan kurikulum, menentukan sumber belajar, dan metode pembelajaran. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kurikulum matematika SMK memerlukan kajian-kajian yang terkait dengan faktor penentu seperti yang dijelaskan di atas.
Bab 2
Matematika dalam Kurikulum SMK
2.1. Organisasi Kurikulum SMK
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dan dipahami dalam pengembangan kurikulum, khususnya di SMK adalah organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum ini merupakan pola atau desain bahan ajar yang tujuannya adalah untuk mempermudah siswa dalam mempelajari pelajaran dan melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran program keahliannya dapat dicapai secara efektif (Feresteh et.al., 2012; Effendi, Moh. Mahfud., 2014). Organisasi kurikulum juga dikatakan sebagai struktur program berupa kerangka umum program pengajaran yang berisi bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa (Longstreet, 1993). Pengaturan bahan ajar dalam kurikulum menjadi sangat menentukan keberhasilan pengorganisasian kurikulum. Untuk itu perlu mempertimbangkan dan mamahami faktor-faktor penentu organisasi kurikulum yaitu scope dan sequence bahan ajar, kontinutas, keseimbangan, dan keterpaduan bahan ajar baik secara vertical maupun horisontal (Fogarty, 1991; Darling, 2005).
Gambar 1: Contoh Pendekatan Spiral Pembelajaran Sudut
Organisasi kurikulum cendrung menyajikan bahan ajar secara logis dan sistimatis. Ruang lingkup dan urutan bahan ajar merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan selain integrasi bahan ajar. Ruang lingkup, urutan, dan integrasi merupakan faktor penentu kontinuitas kurikulum sehingga tidak terjadi overload, overlap, pengulangan atau loncat-loncat bahan ajar (Fogarty, 1991; Beane, 1997). Agar tidak terjadi yang demikian, maka pendekatan spiral merupakan salah satu solusi karena pendekatan ini dikembangkan atas aspek keseimbangan berdasarkan keluasan secara vertikal maupun horizontal (Reys, Robert E., et.al., 1998; Udelhefon, 2005).
Keseimbangan tersebut mengandung makna keseimbangan substansi, cara atau proses belajar termasuk alokasi waktu yang dibutuhkan.
Banyaknya pandangan terhadap kurikulum, maka memunculkan beberapa bentuk dalam pengorgansiasian kurikulum. Secara umum, terdapat tiga bentuk (Nasution, 2006; Longstreet, 1993; Sukmadinata, 2008), yaitu:
SD: 1-3 SD: 4-6
SMP SMA
Menemukan sudut dalam kehidupan Perbandingan
sudut
Nama-nama Sudut
Ukuran Sudut Hubungan
antar sudut Sudut-sudut Istimewa Fungsi Trigonometri
Moh. Mahfud Effendi
1. Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated subject curriculum atau dapat juga disebut separated curriculum), 2. Kurikulum terkorelasi (correlated curriculum), dan 3. Kurikulum terintegrasi (integrated curriculum).
Ciri separated subject curriculum adalah tidak adanya keterkaitan antara mata pelajaran satu dengan lainnya, sehingga cendrung banyak mata pelajaran yang sempit ruang lingkupnya dan bahkan terjadi overload dan overlap bahan ajar.
Kurikulum yang disusun dengan bentuk ini bersifat subject centered (berpusat pada mata pelajaran). Tujuan kurikulum lebih menekankan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan minat dan kebutuhan siswa, bahkan jauh dari pembentukan kepribadian secara keseluruhan. Biasanya mata pelajarannya tidak relevan dengan kenyataan dan tidak mendidik anak dalam menghadapi situasi kehidupan, sehingga cenderung statis dan tidak bersifat inovatif dan kreatif. Selain kekurangan tersebut, tentu bentuk organisasi kurikulum ini memiliki keuntungan, yaitu antara lain:
penyajian bahan ajar tersusun secara logis dan sistematis, pengorganisasian kurikulumnya sangat sederhana dan tidak sulit untuk direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, sehingga tidak sulit untuk diadakan perubahan.
Correlated curriculum menunjukkan adanya hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya, tetapi tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran yang bersangkutan. Hubungan antar mata pelajaran tersebut bisa berupa insidental atau kebetulan, menghubungkan mata pelajaran yang serumpun, atau bidang yang luas (broad fi eld).
Penggabungan beberapa mata pelajaran yang serumpun menjadi satu, misalnya aljabar, geometri, dan trigonometri menjadi mata pelajaran matematika. Correlated juga berarti integrasi beberapa mata pelajaran yang tujuannya adalah supaya lebih menarik, serta siswa lebih mudah memahami dan
menguasai fakta-fakta. Tetapi tidak mudah mengintegrasikan beberapa mata pelajaran, karena terkait dengan urutan penyajian bahan ajar, cakupan materi, penguasaan guru terhadap mata pelajaran yang diintegrasikan. Kalau hal tersebut tidak diperhatikan, maka akan berdampak pada efektifi tas kurikulum.
Integrated curriculum berbeda dengan separated subject curriculum dan correlated curriculum. Integrated curriculum merupakan pengelompokan mata pelajaran berdasarkan unit, tidak hanya melibatkan segi intelektual saja tetapi juga mencakup aspek emosi, sikap, dan ketrampilan (Berke, Melissa K., 2009; Longstreet, 1993). Bahkan Beane (1997) menjelaskan bahwa curriculum integration mencakup empat aspek, yaitu:
a. Integrasi pengalaman (the integration of experiences), b. Integrasi sosial (social integration),
c. Integrasi pengetahuan (the integration of knowledge), dan d. Integrasi sebagai desain kurikulum (integration as a
curriculum design).
Integrasi kurikulum sering digunakan dalam merancang dan merencanakan pembelajaran (Fogarty, 1991; Beane, 1997).
Integrated curriculum mensyaratkan suatu pokok bahasan terintegrasi secara komprehensif dan memusat pada masalah tertentu dengan alternatif pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu (McNeil, 2006; Sukmadinata, 2008; Berke, Melissa K., 2009). Integrated curriculum menghilangkan batas- batas atau nama mata pelajaran. Bahan pelajaran dirumuskan dalam bentuk topik atau pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk menyeselesaikan permasalahan yang diajukan, sehingga proses pembelajaran bersifat fl eksibel yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan pontensi siswa. Masalah yang diselesaikan biasanya berkaitan dengan
Moh. Mahfud Effendi
masalah sosial, pekerjaan, maupun masalah-masalah yang sifatnya aktual. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar lebih bermakna baik secara berkelompok (kooperatif) maupun secara individu. Guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan menggunakan berbagai strategi belajar mengajar, seperti problem solving, metode proyek, pengajaran unit, inkuiri, discovery, dan pendekatan tematik. Dengan demikian, bahan pelajaran lebih bermanfaat secara fungsional, dan dapat menumbuhkan atau meningkatkan kemampuan konseptual, prosedural, dan menghasilkan produk.
Integrated curriculum juga berbicara tentang bagaimana mengintegrasikan konsep, topik, bahan ajar dalam pembelajaran agar tidak terjadi overlap atau overload dalam proses pelaksanaannya. Selain berbicara tentang bahan ajar, integrated curriculum sebenarnya juga membahas tentang strategi guru dalam pembelajaran di kelas. Bentuk integrated curriculum merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model pengetahuan yang bersifat komprehensip terpadu, dimana pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran dengan batas-batas disiplin ilmu menjadi hilang (McNeil, 2006; Sukmadinata, 2008). Fogarty (1991) mempunyai cara tersendiri untuk menggambarkan integrated curriculum berdasarkan konten dengan istilah How to Integrated Curricula “three dimensions” seperti pada gambar berikut.
Gambar 2: Integrasi Kurikulum “three dimensions”
Berdsarkan pemikiran Fogarty tersebut, maka dalam integrated curriculum terdapat tiga dimensi yang harus diperhatikan, yaitu dimensi vertikal, horisontal, dan lingkaran seperti yang terlihat pada gambar di atas. Spiral vertikal atau spiraling curricula menunjukkan tingkatan atau banyaknya materi yang terintegrasi. Penguasaan materi (skill, konsep, topik) pada tingkatan atau jenjang tertentu dapat dijadikan ukuran untuk mempersiapkan pemberian materi pada jenjang berikutnya. Pengintegrasian kurikulum ini harus berlangsung selama pendidikan di sekolah. Panah horisontal merepresentasikan kedalaman dan cakupan pembelajaran dari pokok bahasan disiplin ilmu tertentu. Sedangkan lingkaran menunjukkan pengintegrasian skill, tema, konsep, dan topik lintas disiplin yang similar.
2.2. Fungsi dan Tujuan Matematika di SMK
Dalam Keputusan Dirjen Mendiknas Nomor 251/C/KEP/MN/2008, Kurikulum Matematika di SMK dikelompokan menjadi tiga kelompok (Tabel 2), dan tentu saja matematika di SMK berbeda dengan SMA. Memperhatikan
Kelas 12
TK
Matematika
Bahasa IPA
IPS
spiralkurikulum
Keluasan dan Kedalaman
Moh. Mahfud Effendi
keputusan di atas, seharusnya SMK program keahlian yang satu dengan lainnya juga harus berbeda, karena kebutuhan setiap program keahlian terhadap matematika juga berbeda- beda. Konsep inilah yang harus dipahami oleh penyelenggara dan pengembang kurikulum SMK khususnya pengembang kurikulum matematika.
Tabel 2: Pengelompokan dan Alokasi Waktu Matematika untuk SMK
NO Matematika Kelompok Alokasi Waktu
1. Seni, Pariwisata, dan Teknologi
Kerumahtanggaan 330
2. Sosial, Administrasi perkantoran, dan
Akuntansi 403
3. Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian 516
Secara umum, peran pembelajaran matematika di SMK adalah menyiapkannya siswa agar sanggup beradaptasi dan menghadapi perubahan iptek dan kebutuhan pekerjaan melalui pemikiran kritis, rasional, dan cermat serta dapat menggunakan pola pikir matematika tersebut dalam mempelajari ilmu lain dan pekerjaannya (Lindberg L&Lulea, 2013; Henk vdK, 2010). Berdasarkan kenyataan inilah maka dalam Permendiknas Nomor 37 Tahun 2018 disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa:
a. memahami konsep dan mengaplikasikannya;
b. menggunakan penalaran termasuk manipulasi dan generalisasi;
c. mampu memecahkan masalah;
d. mengkomunikasikan gagasan;
e. memiliki rasa ingin tahu terhadap matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Untuk mencapai tujuan ini, maka disyaratkan agar siswa memiliki: pemahaman konseptual, kelancaran prosedural, komptensi strategis, penalaran adaptif, dan sikap produktif.
Penalaran adaptif merupakan kemampuan yang mengedepankan berpikir logis dalam merefl eksikan, menjelaskan, dan menjustifi kasi termasuk kemampuan menduga atau konjektur (Pusdiknakes, 2010). Sehingga mereka dapat memberikan alasan atau bukti terhadap suatu pernyataan yang dibuat, menemukan pola atau gejala matematis, dan menarik kesimpulan. Oleh karena itu, penalaran adaptif tidak hanya mencakup pertimbangan dan penjelasan informal tetapi juga penalaran induktif dan intuitif berdasar pada contoh serta pola yang dimilikinya.
2.3. Standar Matematika SMK
Struktur kurikulum SMK merupakan pengorganisasian SKL, mata pelajaran, beban belajar, dan KD pada setiap sekolah (Xin, Zhao, 2007; Permendiknas 37 Tahun 2018).
SKL dirancang sesuai usia siswa, dan merupakan integrasi vertikal dari berbagai KD mata pelajaran pada kelas yang berbeda. Rumusan SKL terdiri dari kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Konsep pengembangan kompetensi ini sebenarnya konsep integrasi yang muaranya adalah lulusan yang dinginkan dan kompeten pada bidangnya.
KD matematika dikembangkan dari SKL, dimana setiap KD mempunyai indikator-indikator yang merupakan ukuran tercapai tidaknya kompetensi tersebut. Oleh karena itu, indikator merupakan ukuran keberhasilan yang terkait dengan evaluasi sedangkan tujuan pembelajaran berurusan dengan proses kegiatan. Dalam kurikulum biasanya dinyatakan secara eksplisit, misalnya pendekatakan pembelajaran yang digunakan adalah saintifi k. Tentu saja penentuan pendekatan ini sangat terkait dengan tujuan
Moh. Mahfud Effendi
pembelajaran yang ditetapkan. Hal ini harus ditegaskan, karena ada kesalahpahaman antara tujuan pembelajaran dengan indikator sebagai ukuran keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran, dan pendekatan yang digunakan.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa pelajaran matematika di SMK dan SMA dalam Kurikulum 2013 adalah sama. Menurut Kurikulum 2013, matematika merupakan pelajaran wajib dengan total waktu sebanya 4 jam pelajaran perminggu, dengan bahan ajarnya terbagi dalam jenjang kelas dan semester. Pengorganisasian bahan ajar ini harus terintegrasi sehingga kurikulum matematika di SMK bukan merupakan kumpulan bahan ajar dan aktifi tas saja, tetapi harus koheren, fokus pada matematika yang dibutuhkan atau lebih bersifat aplikatif, dan tentu saja teraplikasi dengan baik di kelas (NCTM, 2000). Walaupun matematika memiliki beberapa topik pembahasan atau bidang kajian yang berbeda- beda, seperti bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, serta analisis dan probabilitas, tetapi mereka dalam pembelajaran di SMK harus saling berhubungan (interconnected) dan juga harus menopang tercapainya tujuan program keahliannya (Effendi, Moh. Mahfud, 2017).
Gambar 3: Interkoneksi Materi Matematika dan Program Keahlian
Kompetensi Program Keahlian
Geometri
Pengukuran Aljabar
Probabilitas Analisis
Aktivitas Aktivitas
Aktivitas Aktivitas
Aktivitas
Aktivitas
Untuk menghasilkan lulusan SMK yang memenuhi standar maka matematika yang diajarkan juga harus memenuhi standar.
Paling tidak ada dua standar yang harus dipenuhi, yaitu standar isi (SI) dan standar proses (SP). Standar ini menjelaskan matematika apa saja yang dibutuhkan dan harus diajarkan serta bagaimana cara memperolehnya agar siswa mengenal dan mampu melakukan.
Standar juga menggambarkan tentang dasar-dasar ide dan aplikasi matematika, dengan menekankan pada konsep matematika dasar dan ketrampilan yang esensial, khususnya dalam menyiapkan siswa untuk bekerja, menjadi warga negara yang baik, dan sebagai dasar konseptual untuk melanjutkan studi. Dengan demikian, siswa dapat membangun pengetahuannya, belajar lebih bervariasi, dan lebih canggih dalam teknik poblem solving (Bell, Frederick H, 1978;
Walle, J. A., et.al, 2010). Terkait dengan uraian tersebut di atas maka NCTM (2000) membuat standar isi matematika kelas 9-12, yang dijuga disarankan oleh Reys (1998) untuk bisa diajarkan di sekolah. Berikut standar isi yang dimaksud.
Tabel 3: Standar Isi Matematika untuk Kelas 9-12
No Standar Isi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) 1. Bilangan dan
operasinya
1.1 Memahami, merepresentasikan, menghubungkan antar bilangan, dan sistem bilangan.
1.2 Memahami operasi dan hubungan satu sama lainya
1.3 Terampil menghitung dan membuat estimasi.
2. Aljabar 2.1 Memahami pola, relasi, dan fungsi 2.2 Merepresentasikan dan menganalisis
situasi dan struktur matematika dengan menggunakan simbol-simbol aljabar 2.3 Menggunakan model matematika untuk
merepresentasikan dan memahami hubungan kuantitatif.
2.4 Menganalisis perubahan dalam kontek berbeda.
Moh. Mahfud Effendi
Selanjutnya, standar proses merupakan cara memperoleh dan menggunakan pengetahuan (standar isi atau isi matematika). Proses dilakukan dalam rangka mencari solusi, sehingga pengetahuan dan kemampuan siswa akan tergambar dalam proses ini, bahkan melalui proses ini sering terjadi pengembangan pemahaman baru.
Perlu diingat, bahwa proses bukan tujuan pembelajaran matematika tetapi merupakan alat utama untuk bekerja atau
3. Geometri 3.1 Menganalisis karakteristik dan sifat bangun geometri, dan mengembangkan argument tentang hubungan geometris.
3.2 Menentukan lokasi dan menggambarkan hubungan spasial menggunakan
koordinat dan sistem representasi yang lain.
3.3 Mengaplikasikan transformasi dan menggunakan simetri untuk menganalisis bentuk matematis.
3.4 Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometris untuk memecahkan masalah.
4. Pengukuran 4.1 Memahami obyek, unit, sistem, dan proses pengukuran
4.2 Mengaplikasikan teknik, alat, dan 5. Analisis
data dan probabilitas
formula untuk menentukan pengukuran 5.1 Merumuskan pertanyaan yang diatasi
dengan data dan pengumpulan, mengorganisasikan, dan menampilkan data.
5.2 Memilih dan menggunakan metode statistika yang sesuai untuk analisis data.
5.3 Mengembangkan dan mengevaluasi kesimpulan dan prediksi yang didasarkan pada data.
5.4 Memahami dan menerapkan konsep dasar probabilitas.
melakukan. Melalui standar proses ini, siswa akan memperoleh cara berpikir yang baik dan benar, tekun dan mempunyai keingintahuan yang tinggi, serta memiliki rasa percaya diri dalam segala situasi.
Dengan demikian, penilaian keberhasilan pembelajaran matematika tidak hanya penilaian pemahamaan terhadap matematika, tetapi harus juga melakukan penilaian terhadap proses pembelajarannya. Standar proses matematika yang harus dimilik oleh siswa adalah problem solving, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi (NCTM, 2000;
Reys, 1998), sebagai berikut.
Tabel 4: Standar Proses Matematika untuk Kelas 9-12 No Standar
Proses Standar Kompetensi Lulusan (SKL) 1. Problem
solving 1.1 Membangun pengetahuan matematika baru melalui problem solving.
1.2 Memecahkan masalah matematika dan kontek lain.
1.3 Menerapkan dan menyesuaikan strategi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah
1.4 Memonitor dan menyatakan proses pemecahan masalah matematika.
2. Penalaran dan
pembuktian 2.1 Mengetahui bahwa penalaran dan pembuktian sebagai aspek fundamental matematika.
2.2 Membuat dan menyelidiki dugaan matmatika.
2.3 Megembangkan dan menilai argument dan pembuktian
2.4 Memilih dan menggunakan
berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian.
3. Komunikasi 3.1 Mengatur dan mengkonsolidasikan berpikir matematik melalui komunikasi.
3.2 Mengkomunikasikan berpikir matematik secara koheren dan jelas pada siswa lain, guru, dll
3.3 Menggunakan bahasa matematik untuk meng-ekspresikan ide-ide matematik secara tepat.
Moh. Mahfud Effendi
4. Koneksi 4.1 Mengetahui dan menggunakan koneksi antara ide mat
4.2 Memahami interkoneksi ide-ide matematik dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren.
4.3 Memahami dan mengaplikasikan matematika di luar kontek matematik.
5. Representasi 5.1 Membuat dan menggunakan
representasi untuk mengatur, merekam, dan mengkomunikasikan ide mat 5.2 Memilih, mengaplikasikan,
menterjemahkan antara representasi matematik untuk memecahkan masalah.
5.3 Menggunakan representasi untuk model dan fenomena matematik.
Pembelajaran matematika menekankan pada kemampuan konseptual dan prosedural, yang oleh UNESCO disebut 4 pilar, yaitu 1) learning to know: fakta, skills, konsep dan prinsip; 2) learning to do: doing mathematics; 3) learning to be: enjoy mathematics; dan 4) learning to live together: cooperative learning in mathematics. Atas dasar itulah maka, pemerintah melalui Permendiknas 37 Tahun 2018, menetapkan SKL matematika, yaitu: 1) memahami konsep atau algoritma matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menerapkan secara luwes, akurat, efi sien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memanipulasi, menggeneralisasi, menyusun bukti, menjelaskan gagasan ataupernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami, merancang model, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi; 4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan ataumasalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.4. Bahan Ajar Matematika SMK
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan desain pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan dan mempertahankan suatu lingkungan belajar, agar siswa dapat belajar sebagaimana seharusnya mereka belajar, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat dicapai dengan efektif. Dengan pendekatan belajar tuntas diharapkan siswa menguasai kompetensi tersebut secara sistematis, komprehensif, dan utuh. Tentu saja untuk menguasai kompetensi tersebut, diperlukan bahan ajar (teaching material) yang terintegratif dan efektif yang terhindar dari masalah- masalah overlap dan overload.
Bahan ajar yang merupakan bagian dari sumber belajar (learing resource), didefi nisikan sebagai segala bentuk bahan, yang tertulis atau tidak tertulis, yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum (Dediknas, 2008). Dengan demikian, bahan ajar matematika untuk SMK merupakan seperangkat materi pembelajaran (teaching material) matematika yang disusun secara sistematis yang menampilkan kompetensi matematika yang dibutuhkan oleh program keahliannya secara keseluruhan (Effendi, Moh. Mahfud, 2016). Harapannya adalah, melalui bahan ajar memungkinkan siswa SMK dapat menguasai kompetensi tersebut secara hirarkis dan sistematis. Sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi matematika secara utuh dan terintegrasi dengan kompetensi program keahliannya (Yimin, Wang, 2006). Oleh karenanya, sebuah bahan ajar matematika untuk SMK paling tidak mencakup, antara lain: kompetensi apa yang akan dicapai, materi pembelajaran, petunjuk bagi guru dan siswa tentang bagaimana mempelajarinya, informasi
Moh. Mahfud Effendi
atau data pendukung, latihan, petunjuk kerja (LKS), evaluasi, dan feedback hasil evaluasi sebagai perbaikan.
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat (Depdiknas, 2008;
Marsigit, 2012), yaitu: bahan ajar cetak (printed), bahan ajar audio, audio visual, dan multimedia interaktif (interactive teaching material). Bahan ajar cetak mencakup handout, buku, modul, LKS, brosur, leafl et, wallchart, foto atau gambar, dan model atau maket. Bahan ajar dengar (audio) meliputi kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar audio visual, dapat berupa video compact disk, dan fi lm. Sedangkan bahan ajar multimedia interaktif merupakan bahan ajar yang sering digunakan, karena bersifat multi dan interaktif.
Beberapa contoh yang masuk bahan ajar ini adalah CAI (Computer Assisted Instruction), Compact Disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum.
Kurikukulum SMK haruslah terintegrasi dengan memperhatikan minat, karakteristik siswa, sosial budaya, dan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan bagaimana untuk mencapainya dan bahan ajar apa yang digunakan diserahkan kepada guru yang bersangkutan. Guru matematika SMK dituntut mempunyai kemampuan dalam mengembangkan bahan ajar sendiri baik bahan ajar sebagai bahan ajar pokok maupuan sebagai suplementer. Bahan ajar juga harus dapat menjawab atau memecahkan masalah- masalah kesulitan siswa SMK dalam belajar baik dalam belajar matematika maupun belajar program keahliannya.
Seringkali siswa sulit memahami materi tertentu atau bahkan gurupun sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan ini terjadi karena materi terlalu abstrak, rumit, asing, tidak realistis, dan tidak implementatif dalam program keahlian. Oleh karena
itu, pengembangan bahan ajar harus memperhatikan prinsip- prinsip (Depdiknas, 2008), yaitu:
a. dimulai dari hal yang mudah atau konkret menuju yang sulit atau abstrak,
b. adanya pengulangan atau repitisi karena pengulangan atau repetisi tersebut dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari,
c. memberikan penguatan atau reward terhadap pemahaman dan keberhasilan siswa dalam belajar, d. memotivasi siswa untuk belajar,
e. adanya tahapan-tahapan pencapaian tujuan belajar, dan f. memberitahu dan menjelaskan hasil belajar siswa dan
menilai secara transparan dengan kreteria yang terukur dan rasional.
Pelajaran matematika SMK di program keahlian yang satu dengan lainnya, tentu berbeda, sehingga bahan ajar matematikanya juga berbeda sesuai kebutuhan program keahliannya. Oleh karena itu bahan ajar ini harus dikembangkan sendiri oleh guru matematika di program keahlian yang bersangkutan. Jika demikian, maka pengembangan bahan ajar ini akan sesuai dengan tuntutan atau tujuan kurikulum dan kebutuhan belajar siswa. Pembelajaan tidak lagi tergantung hanya pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh, sulit dipahami, dan sulit diterapkan sesuai program keahliannya.
Bahan ajar harus dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi untuk mempermudah komunikasi dan memperkaya khasanah pengetahuan dan pengalaman baik untuk guru maupun siswa. Untuk itu guru harus mempunyai kemampuan dalam menyusun bahan ajar. Dalam berbagai literatur, secara umum penyusunan bahan ajar terdiri dari beberapa tahapan (Depdiknas, 2008; Marsigit, 2012), yaitu:
Moh. Mahfud Effendi
a. analisis kebutuhan bahan ajar, yaitu menganalisis kebutuhan kompetensi yang harus dikuasai siswa termasuk di dalamnya adalah sumber belajar, jenis dan judul bahan ajar;
b. penyusunan peta bahan ajar untuk mengetahui cakupan, urutan prioritas, serta sifat dan organisasi bahan ajar (separasi, korelasi, atau integrasi);
c. menentukan struktur bahan ajar, dan d. realisasi penyusunan bahan ajar.
Bab 3
Metode dan Kriteria Pengembangan
3.1. Model Pengembangan
Pengembangan bahan ajar harus dimulai dari analisis kebutuhan terhadap bahan ajar matematika di SMK hingga dihasilkan produk berupa bahan ajar. Untuk memperoleh bahan ajar yang sesuai tuntunan dan tujuan kurikulum, maka harus mengetahui model pengembangan kurikulum yang digunakan. Karena model pengembangan kurikulum ini dijadikan dasar dalam prosedur pengembangan bahan ajar.
Oleh karenanya, tujuan pengembangan bahan ajar ini adalah bukan memformulasi atau merumuskan teori pengembangan bahan ajar tetapi menghasilkan produk yang dibutuhkan yaitu berupa bahan ajar matematika untuk SMK. Tentu saja bahan ajar yang dihasilkan harus melewati beberapa proses pengujian (Borg & Gall, 2003; Sukmadinata, 2010; Sugiyono, 2008; Ditnaga, 2007; Dirjend PMPTK Depdiknas, 2008; Gay, 2006), yaitu validasi internal dan validasi eksternal. Validasi internal dimaksudkan untuk menguji komponen dan keterkaitan antara komponen bahan ajar, sedangkan validasasi eksternal dimaksudkan untuk menguji keterlaksanaan penggunaan bahan ajar.
Dalam setiap pengembangan memuat tiga komponen, yaitu: model, prosedur, dan validasi produk (Borg & Gall, 2003; Ditnaga, 2007; Sugiyono, 2008; Sukmadinata, 2010).
Berdasarkan sifatnya, pengembangan dibagi menjadi tiga model (Ditnaga, 2007), yaitu: model prosedural, konseptual, dan teoritik. Model prosedural bersifat deskriptif yang menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model konseptual bersifat analitis, yaitu menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen tersebut secara rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen produk yang dikembangkan. Sedangkan model teoritik merupakan model yang menggambarkan kerangka berfi kir yang didasarkan pada teori yang relevan dan didukung oleh data yang bersifat empirik. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka model pengembangan yang digunakan dan yang dimaksud dalam buku ini adalah model prosedural, karena menekankan pada bagaimana prosedur pengembangan bahan ajar matematika untuk SMK ini dilakukan.
3.2. Sasaran Pengembangan
Pengembangan bahan ajar wajib dilakukan oleh guru, tetapi terkadang kemauan dan kemampuan dalam mengembangkan bahan ajar, masih belum maksimal. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hal tersebut, tetapi yang paling dominan adalah karena kurikulum yang digunakan bersifat top down dan perennial. Kurikulum yang demikian, lebih menyukai keseragaman dari pada keberagaman. Padahal kebutuhan bahan ajar antara jenjang dan jenis pendidikan yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak bisa dielakan bahwa kemampuan pengembangan bahan ajar adalah wajib dimiliki oleh guru.
Berdasarkan kontek permasalahan dan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk memberikan pemahaman
Moh. Mahfud Effendi
tentang apa itu bahan ajar matematika dan kaitannya dengan kurikulum matematika SMK, serta bagaimana tahapan pengembangannya. Oleh karena itu, sasaran buku ini adalah guru matematika khususnya guru matematika SMK.
Dengan harapan, para guru matematika di SMK memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pengembangan bahan ajar matematika khususnya untuk SMK.
3.3. Tahapan Pengembangan
Tahapan pengembangan bahan ajar ini satu paket dengan model pengembangan kurikulum yang digunakan di SMK. Artinya, pengembangan bahan ajar ini tidak bisa dipisahkan dari model pengembangan kurikulum yang digunakan. Untuk menghasilkan pengembangan bahan ajar matematika memerlukan referensi yang memadai baik melalui studi literatur maupun studi lapang. Hasil studi ini dijadikan dasar dan bahan untuk menghasilkan bahan ajar yang diinginkan. Untuk kepentingan tersebut, maka pengembangan bahan ajar ini didesain menjadi tiga tahapan yaitu: pendahuluan, pengembangan dan evaluasi (Sugiono, 2008; Santyasa, 2009; Gall & Borg, 2003; Hendrawan, 2009;
Puslitjaknov Depdiknas, 2008; Sukmadinata, 2010; Ditnaga, 2007), seperti yang dideskripsikan pada Gambar 4.
Tahap pendahuluan merupakan kajian terhadap berbagai literatur atau pustaka, kajian lapangan, kemudian dikomparasikan dengan model pengembangan kurikulum dan analisis kebutuhan bahan ajar matematika untuk SMK.
Hasil komparasi ini merupakan temuan tentang bagaimana model pengembangan kurikulum yang digunakan, dan bahan ajar matematika di SMK yang dibutuhkan. Temuan ini dikembangkan dengan melakukan pendefi nisian, mendesain, menyusun peta bahan ajar, menetukan struktur bahan ajar, dan prosedur pengembangannya. Selain itu juga mendesain instrumen yang akan digunakan dalam uji validasi, baik
validasi internal maupun eksternal. Uji validasi internal terhadap draf bahan ajar yang dihasilkan ini mencakup kelayakan isi, kelayakan sajian, kebahasaan, dan kegrafi san.
Sedangkan tahap terakhir adalah evaluasi, yang terdiri dari validasi eksternal atau desiminasi dan penyempurnaan atau fi nalisasi Bahan Ajar Matematika untuk SMK.
Gambar 4: Tahapan Pengembangan
3.4. Teknik dan Aspek
Untuk memaksimalkan hasil pengembangan ini, maka tentu memerlukan data. Hal tersebut sudah di jelaskan di atas, terutama dalam tahap pengembangan bahan ajar.
Seperti telah diuraikan di atas, maka data yang diperlukan bersumber dari literatur, data primer, dan sekunder. Literatur sebagai sumber data dapat memberikan banyak informasi baik secara teoritis maupun empiris. Studi literatur dilakukan tidak hanya untuk mengumpulkan dan mengetahui teori- teori pendukung, tetapi juga memberikan informasi yang berkaitan dengan model pengembangan kurikulum yang digunakan, pemetaan bahan ajar, struktur bahan ajar, dan prosedur pengembangan bahan ajar matematika SMK yang akan dibuat dan dihasilkan.
Moh. Mahfud Effendi
Untuk memperoleh data yang dimaksud, maka menggunakan teknik dokumen, kuesioner, wawancara, dan triangulasi. Teknik dokumen digunakan untuk memperoleh data tentang model kurikulum di SMK dan bahan ajar matematika. Data-data ini menjadi dasar dalam mendefi nisikan, dan mendesain model dan prosedur pengembangan bahan ajar matematika di SMK serta instrumennya. Teknik kuesioner digunakan untuk memvalidasi hasil pengembangan bahan ajar. Selanjutnya hasil uji validasi ini dijadikan dasar untuk merevisi atau menyempurnakan bahan ajar. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data ketika melakukan studi lapang, validasi internal, dan setelah validasi eksternal yang berupa uji keterlaksanaan atau desiminasi. Wawancara diperlukan untuk cross cek data dan tindak lanjut setelah pengumpulan data melalui kuesioner atau angket baik validasi internal maupun eksternal. Penggunaan teknik triangulasi ini sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek dengan berbagai teknik (Fraenkel, atc., 1993; Sugiyono, 2008; Borg and Gall, 2003; Creswell, 2008; McMillan, 2008).
Instrumen yang bisa dibuat dan dikembangkan adalah instrument untuk dokumen, kuesioner, dan wawancara.
Instrumen kuesioner untuk validasi internal mencakup empat aspek, yaitu: kelayakan isi, kelayakan Sajian, Kebahasaan, dan kegrafi san bahan ajar (Depdiknas, 2008; Marsigit, 2012).
Instrumen validasi menggunakan skala likert dengan 4 tingkatan kategori, yaitu sangat tidak baik, tidak baik, baik, dan sangat baik, dengan bobot penyekoran berturut-turut: 1, 2, 3, dan 4.
Tabel 5: Aspek dan Indikator Uji Validasi Internal
No Aspek Indikator
1 Kelayakan isi Kesesuaian materi dengan SKL dan KD, kesesuaian materi dengan kebutuhan siswa, kesesuaian materi dengan kebutuhan bahan ajar, kebenaran substansi materi, manfaat menambah wawasan, kesesuaian materi dengan nilai, moralitas, dan sosial
2 Kelayakan sajian Kejelasan tujuan, urutan penyajian, pemberian motivasi, interaktivitas, dan kelengkpan informasi
3 Kebahasaan Keterbabacaan, kejelasan informasi, kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia, penggunaan secara efektif dan efi sien.
4 Kegrafi san Penggunaan font, lay out/tata letak, illustrasi grafi s, gambar, dan foto, desain tampilan
3.5. Analisis Hasil Pengembangan
Prosedur pengembangan bahan ajar matematika untuk SMK ini didasarkan pada model pengembangan kurikulum terintegrasi. Hasil temuan studi lapang dan hasil pengembangan yang berupa draf bahan ajar, dideskripsikan sehingga dapat diketahui dan dipahami secara jelas. Oleh karena itu, analisis ini seharusnya dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, setelah di lapangan, dan berlangsung sampai ditemukan hasil pengembangan (MacMillan, 2008; Sugiyono, 2008). Analisis juga berlangsung pada saat pengumpulan data. Dengan demikian, model analisis yang digunakan dalam pengembangan ini adalah model interaktif, yaitu mulai dari pengumpulan data, mereduksi data yang tidak sesuai, kemudian hasilnya
Moh. Mahfud Effendi
ditampilkan atau didisplay, dan akhirnya diverifi kasi dan disimpulkan (Miles& Huberman dalam Sugiyono, 2008).
Gambar 5: Analisis Model Interaktif
Berdasarkan permasalahan di atas maka dalam pengembangan ini terdapat dua validasi yaitu validasi internal terhadap draf bahan ajar dan validasi eksternal berupa uji keterlaksanaan penggunaan bahan ajar dan desiminasi.
Pengembangan bahan ajar matematika ini menjadi satu kesatuan dengan model kurikulum yang digunakan. Oleh karena itu, uji validasi eksternal pengembangan bahan ajar ini juga merupakan gambaran uji keterlaksanaan model kurikulum yang digunakan. Validasi eksternal meliputi validasi isi, proses, dan keterlaksanaan di lapangan. Dari hasil validasi melalui angket tersebut diperoleh tentang kelayakan, efi siensi, efektifi tas bahan ajar yang dihasilkan. Untuk mempermudah hasil perhitungan maka item pernyataan angket dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: sangat tidak mudah, tidak mudah, mudah, dan sangat mudah, yang dikonversi dengan pembobotan 1, 2, 3, dan 4 seperti tersebut di atas (Oppenheim dalam Effendi, 2016), dengan perhitungan rating scale (Sugiyono, 2009).
Mereduksi Data
Menyimpulkan:
Menggambarkan/
verifikasi
Menampilkan Data Pengumpulan
Data
Tabel 6: Kategori Tingkat Validitas Draf dan Keterlaksanaan Bahan Ajar
No Skor (%) Interpretasi
1. 00 - < 20 Sangat tidak mudah/sangat tidak baik/sangat tidak sesuai
2. 20 - < 40 Tidak mudah/tidak baik/tidak sesuai 3. 40 - < 60 Cukup
4. 60 - < 80 Mudah/baik/sesuai
5. 80 - 100 Sangat mudah/sangat baik/sangat sesuai
Bab 4
Pengembangan Bahan Ajar Matematika SMK:
Model Piramida
Sejak Indonesia merdeka, kurikulum di sekolah dikembangkan dengan model top down. Model ini menganut paham keseragaman dan keharusan bukan keberagaman dan kebutuhan. Dalam banyak kasus model ini sulit terimplementasi dengan baik di lapangan khususnya di SMK.
Sebagai sekolah yang unik dan khusus, SMK memerlukan kurikulum matematika yang sesuai dengan kebutuhan program keahliannya. Jika di SMK terdapat 121 program keahlian (seperti dalam Keputusan Dirjen Mendiknas Nomor 251/C/KEP/MN/2008) maka paling tidak dibutuhkan sebanyak 121 kurikulum matematika SMK yang berbeda.
Kurikulum 2013 merupakan salah satu contoh pengembangan kurikulum model top down. Kurikulum berbasis kompetensi ini dikembangkan oleh pusat dan harus dilaksanakan secara sama sehingga kurang mempertimbangkan aspek keberagaman, kebutuhan, relevansi, dan konsistensi dari beberapa jenis pendidikan.
Matematika sebagai pelajaran wajib tidak mengharuskan siswa SMK dan SMA diajari dan mempelajari materi matematika yang sama, bahkan antara SMK program keahlian yang satu dengan yang lainnya juga tidak harus
sama (Lindberg L&Lulea, 2013). Artinya, kurikulum harus dikembangkan sesuai kebutuhan siswa, masyarakatnya, dan pekerjaannya (Longstreet, 1993).
Berdasarkan sejarahnya dan tujuan utama penyelenggaraan SMK termasuk di Indonesia adalah menyiapkan siswanya untuk bisa bekerja (UUSPN Nomor 20 Pasal 3 Tahun 2003 dan PP Nomor 22 Tahun 2006 Bab IIC).
Oleh karena itu, kurikulumnya harus berbasis kompetensi dan dikembangkan sesuai dengan program keahliannya.
Mata pelajaran yang lain harus mendukung dan relevan dengan kebutuhan program keahliannya. Atas dasar hal tersebut, tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran termasuk matematika harus terintegrasi dengan tujuan program keahliannya.
4.1. Kurikulum SMK “Model Piramida”
Berdasarkan sifatnya, mata pelajaran di SMK berdasarkan Kurikulum 2013 dapat dibedakan menjadi mata pelajaran wajib dan program keahlian, sedangkan berdasarkan muatan isi dan kajiannya dapat dikelompokkan manjadi 5 kelompok besar yaitu Program Keahlian, kelompok Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa. Pengembangan kurikulum SMK dapat dilakukan melalui pengorganisasian SKL termasuk di dalamnya KD, indikator, dan standar isi (Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013), dimana SKL mata pelajaran wajib harus menopang dan terintegrasi dengan SKL program keahlian. Empat mata pelajaran wajib tersebut yaitu Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa hendaknya saling berkorelasi dan menjadi dasar kekuatan untuk menunjang tercapainya SKL program keahlian. Dengan demikian, sebagai pengikat SKL mata pelajaran wajib tersebut pada setiap jenjang kelasnya (1, 2, dan 3) adalah SKL program keahlian pada masing-masing jenjang kelas yang bersangkutan. Dari uraian tersebut maka desain model yang dikembangkan
Moh. Mahfud Effendi
berdasarkan SKL mata pelajaran wajib dan program keahlian akan membentuk piramida, sehingga dalam hal ini dinamakan pengorganisasian kurikulum “Model Piramida”.
Gambar 6: Pengembangan Kurikulum: Model Piramida
Model ini dikembangkan berdasarkan beberapa pandangan atau pendapat para ahli dan asosiasi, yaitu Fogarty tentang how to integrate curricula, Darling (2005) tentang pengorganisasian konten kurikulum yang meliputi scope dan sequence, Udelhofen (2005) tentang pengembangan melalui pendekatan spriral dalam pembelajaran, Ministry of Education Singapore (2009) tentang Singapore Mathematics Framework yang berbasis problem solving, dan NCTM (2000) tentang prinsip pengembangan kurikulum matematika sekolah.
Selain itu, pengembangan kurikulum SMK terintegrasi
“Model Piramida” ini didasari oleh penelitian sebelumnya yaitu pengembangan kurikulum matematika SMK “Model Limas Segitiga” yang berbasis KTSP (Effendi, Moh. Mahfud., 2013).
Dalam gambar di atas terdapat 5 titik sudut, yaitu titik Matematika, Bahasa, IPA, dan IPS, dan membentuk segi-
Program Keahlian
IPS
Bahasa IPA
Matematika
2
2 2
2 2
1 1
1 1
1
3
3
3
3
empat sebagai alas piramida, sedangkan program keahlian sebagai titik puncaknya. Sumbu Matematika (O-Matematika) terdiri dari tiga bagian (menyatakan jenjang klas 1, 2, dan 3) yang berisi bahan ajar berdasarkan SKL matematika. Sumbu ini menjelaskan bahwa merupakan pelajaran matematika yang dibutuhkan siswa SMK untuk menguasai SKL program keahlian. Bahan ajar matematika ini tidak boleh overlap dan overload, oleh karena itu harus diurutkan berdasarkan hirarki matematika dan urutan kebutuhan SKL program keahlian, dan didistribusikan dalam semester serta ditentukan kebutuhan alokasi jam pelajarannya. Penentuan jumlah jam pelajaran yang dibutuhkan SKL matematika tersebut tentu harus berdasarkan alokasi jam efektif, banyaknya materi yang harus diajarkan, dan tingkat kesulitan bahan ajar. Demikian juga dengan IPA, IPS, dan Bahasa. Hubungan antara pelajaran matematika dengan program keahlian ditunjukkan oleh bidang segitiga O-Matematika-Program Keahlian. Proses penentuan bahan ajar yang dibutuhkan siswa SMK terhadap IPA, IPS, dan Bahasa adalah sama dengan cara penentuan bahan ajar matematika di atas. Sehingga hubungan IPA, IPS, dan Bahasa terhadap program keahlian masing-masing ditunjukkan oleh bidang-bidang segitiga, yaitu: O-Bahasa- Program Keahlian; O-IPS-Program Keahlian; dan O-IPA- Program Keahlian.
Hubungan antara Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa merupakan hubungan korelasi atau bisa juga separasi tergantung dari bahan ajarnya. Hubungan keempat mata pelajaran wajib ini ditunjukkan oleh bidang segi-empat Matematika-Bahasa-IPA-IPS (bidang alas piramida). Bidang segiempat ini menunjukkan banyaknya bahan ajar atau SKL (Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa) yang dibutuhkan SKL program keahlian selama proses pendidikan. Sedangkan volume piramida yang dibentuk oleh kelima kelompok mata pelajaran tersebut merupakan beban belajar siswa SMK untuk menguasai SKL program keahlian yang dipilihnya.
Moh. Mahfud Effendi
Fokus pengembangan kurikulum “Model Piramida”
adalah pada prosedur pengembangan SKL, SI, dan SP Matematika untuk SMK. Prosedur tersebut akan menuntun guru dalam membuat bahan ajar. Walaupun demikian tidak mudah dan perlu pendampingan. Hal ini sebabkan oleh minimnya pengetahuan, kemampuan, dan keterlibatan guru dalam pengembahan bahan ajar, lebih-lebih pada pengembangan kurikulum. Selama ini, guru belum pernah terlibat langsung dalam pengembangan kurikulum, bahkan ada SMK yang belum pernah ada pertemuan bersama apalagi pengembangan kurikulum matematika di SMK (Effendi, Moh. Mahfud., 2013)
Tahapan pengembangan yang masih sulit dilakukan adalah tahap orientasi, karena tahapan ini harus mengahasilkan profi l lulusan. Berdasarkan profi l ini maka diturunkan menjadi SKL, bahan ajar, standar proses, dan instrument penilaian, sehingga berupa dokumen kurikulum, silabus, dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
Dalam proses pengembangan juga tidak mudah, karena perlu wawasan dan pengetahuan yang luas tentang fungsi dan peran mata pelajaran wajib untuk SMK. Proses mengidentifi kasi SKL matematika yang dibutuhkan SKL keahlian dengan memperhatikan kepentingan kurikulum nasional, dan Du/Di (dunia usaha dan industri) tidak mudah, apalagi menentukan SKL matematika dan urutannya yang sesuai dengan urutan SKL keahlian. Proses ini membutuhkan waktu, memerlukan koordinasi, membutuhkan analisis yang cermat. Selain itu, proses ini menjadi tidak mudah karena pembelajaran program keahlian menggunakan sistem blok. Tetapi, ketika SKL ini dapat ditentukan, maka menentukan bahan ajar akan lebih mudah.
Walaupun proses implementasi termasuk katagori mudah, tetapi perlu kedisiplinan yang tinggi, sehingga sesuai rencana. Sedangkan evaluasi yang meliputi kegiatan
mengidentifi kasi dan menganalisis masalah-masalah yang terjadi pada proses pembelajaran, dan melakukan evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran matematika, juga tidak mudah, kalau belum memahami bagaimana mengevaluasinya. Selama ini yang dilakukan adalah evaluasi hasil belajar untuk menentukan keberhasilan pembelajaran matematika secara terpisah atau tidak terintegrasi dengan pelajaran keahliannya (Effendi, Moh. Mahfud., 2013).
4.2. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan SMK dalam Kurikulum 2013 maka pengembangan kurikulumnya dapat dilakukan melalui pengorganisasian SKL, KD, dan standar isi (Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013), dimana mata pelajaran wajib dintegrasikan dengan KD dan SKL program keahlian. Model Piramida yang berbasis Kurikulum 2013 merupakan pengembangan kurikulum terintegrasi dengan tujuan akhir adalah penguasaan SKL program keahlian. Oleh karenanya, pengembangan bahan ajar matematika di SMK harus didasarkan pada SKL matematika yang dibutuhkan oleh SKL program keahlian (kurikulum terintegrasi). Agar pembelajaran matematika di SMK lebih efektif, maka pengembangan bahan ajar tersebut dapat dikembangkan dengan pengembangan kurikulum “Model Piramida”. Model ini berbentuk siklus yang didasarkan pada pengembangan kurikulum Model Siller dan Miller (Gambar 7), dengan empat tahapan yaitu orientasi, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Tahapan ini tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya, dan merupakan satu kesatuan dari pengembangan kurikulum “Model Piramida”. Sedangkan pengembangan bahan ajar berada pada tahap pengembangan dari model tersebut.
Moh. Mahfud Effendi
Gambar 7: Siklus Pengembangan: Model Siller and Miller
4.2.1. Orientasi
Tahap ini berisi kegiatan yang tujuannya menentukan SKL Matematika SMK berbasis Program Keahlian. Dalam proses ini ada dua kegiatan, yaitu kegiatan pengembangan kurikulum terintegrasi “Model Piramida”, dan pengembangan kurikulum matematika. Dua kegiatan pengembangan ini bisa melalui Focussed Group Discussion (FGD) atau teknik Delphi.
Pengembangan kurikulum terintegrasi bisa melibatkan akademisi, praktisi, kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, dan semua guru baik matematika, IPA, IPS, Bahasa, maupun program keahlian di SMK yang bersangkutan.
Kegiatan utama pengembangan kurikulum terintegrasi
“Model Piramida” adalah melakukan identifi kasi dan mementukan tujuan, SKL, KD, dan SI program keahlian dan urutannya. Sedangkan kegiatan pengembangan kurikulum matematika SMK adalah melakukan identifi kasi dan menentukan tujuan, dan SKL matematika sesuai dengan kebutuhan program keahlian. Pengembangan SKL matematika menjadi KD, SI, dan SP harus mempertimbangkan muatan kurikulum nasional, ujian sekolah dan nasional,
Orientasi
Evaluasi
Implementasi
Pengembangan
dan referensi yang relevan. SKL, KD, dan SI diurutkan berdasarkan hirarki matematika serta berdasarkan urutan SKL, SI, dan KD program keahlian. Setelah proses pengurutan dan menentukan cakupan SKL, KD, dan SI matematika, maka proses berikutnya adalah menentukan alokasi dan sebaran jumlah jam matematika ke dalam semester. Secara umum prosedur pengembangan bahan ajar matematika SMK dapat digambarkan sebagai berikut (Effendi, Moh. Mahfud., 2017)
Gambar 8: Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Matematika SMK
4.2.2. Pengembangan Bahan Ajar
Untuk memperoleh bahan ajar matematika yang baik, maka diperlukan suatu analisis terhadap SKL, KD, dan SI matematika yang dibutuhkan, sumber belajar yang akan digunakan, serta jenis bahan ajar yang akan dibuat. Oleh karena itu, tahapan pengembangan bahan ajar ini dapat dikelompkam menjadi empat, yaitu analisis kebutuhan bahan ajar, melakukan pemetaan, menentukan struktur dan
Tahap Pengembangan Bahan Ajar Tahap
Orientasi
Tahap Implementasi Kurikulum
Program Keahlian
Kurikulum Matematika
Standar Matemetika
Kurikulum
“Model Piramida”
Kurikulum Nasional
SMK
Kurikulum Matematika
SMK
Analisis Kebutuhan (SKL, indikator, materi, sumber belajar)
Penyususnan Peta (organisasi)
Menentukan Struktur (jenis
bahan ajar) Realisasi
Penyususnan Bahan Ajar
Implementasi dan Revisi
Monitoring dan feedback (evaluasi dan
revisi)
Moh. Mahfud Effendi
jenis bahan ajar, serta merealisasikannya berupa penyusunan bahan ajar (Depdiknas, 2008; Marsigit, 2012).
a) Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
Tidak semua kompetensi matematika SMK memerlukan bahan ajar, oleh karena itu harus melakukan analisis kebutuhan SKL dan KD terhadap bahan ajar. Dari hasil analisis ini akan diketahui seberapa banyak bahan ajar yang dibutuhkan dan jenis bahan ajar apa yang dipilih.
Analisis ini biasanya digunakan membuat bahan ajar selama 1 semester, tetapi juga bisa juga 1 tahun atau 3 tahun sekaligus. Agar bahan ajar up to date dan relevan dengan perkembangan jaman, disarankan dibuat persemester. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu faktor ruang lingkup dan urutan bahan ajar, karena efektivitas dan efi siensi bahan ajar ditentukan oleh dua faktor tersebut.
Analisis tersebut mirip dengan identifi kasi dalam pembuatan rencana pembelajaran (RPP), karena memang bahan ajar ini merupakan sumber belajar yang dapat membantu guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu unsur-unsur yang harus ada dalam penyusunan bahan ajar ini adalah SKL, KD, SI ( bahan ajar), kegiatan pembelajaran, dan jenis bahan ajar. Pada Tabel 7 adalah contoh form isian analisis terhadap SKL dan KD untuk menentukan bahan ajar matematika SMK Program Keahlian Tata Busana.
Jenis bahan ajar dapat dikembangkan dan ditentukan berdasarkan pengalaman belajar siswa atau tujuan belajar yang diinginkan. Semakin jelas pengalaman atau tujuan pembelajarannya, semakin mudah guru menentukan jenis bahan ajar, dan tentu saja bahan ajar yang dibuat akan menjadi lebih baik (Depdiknas, 2008; Marsigit, 2012;
Effendi, Moh. Mahfud., 2017). Dengan demikian, bahan ajar tersebut dapat membantu guru dan siswa dalam