SKRIPSI
KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH
DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN PARKIR LIAR DI KOTA MAKASSAR
Oleh : Muh. Nurhamdan
Nomor Induk Mahasiswa : 105610491214
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
i
SKRIPSI
KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH
DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN PARKIR LIAR DI KOTA MAKASSAR
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh MUH. NURHAMDAN Nomor Stambuk : 10561 04912 14
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Muh. Nurhamdan Nomor Stambuk : 10561 04912 14
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa Skripsi ini dengan judul : Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
adalah sepenuhnya merupakan karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain, tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya ini.
Makassar, 2020 Yang menyatakan
v
ABSTRAK
Muh. Nurhamdan.
Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam
Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
(
dibimbing oleh Muh. Tahir dan Nasrul Haq).Koordinasi antara lembaga pemerintah yang dimaksudkan dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar adalah sebuah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur manajemen (6m) dan pekerjaan–pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Koordinasi antara lembaga pemerintah dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar serta mengetahui faktor pendukung dan penghambatnya dalam Koordinasi antara yang berlangsung antaralembaga pemerintah. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yakni suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum sebagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara objektif dengan tipe deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara terhadap sejumlah informan. Analisis data menggunakan model analisa interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koordinasi antara lembaga pemerintah dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar secara umum telah cukup baik namun sepenuhnya belum terlaksana dengan optimal ditinjau dari aspek : (1) Komunikasi, (2) Kesadaran Pentingnya Koordinasi dan (3) Kompetensi Partisipan. Kemudian yang tergolong dalam faktor pendukung pada kegiatan koordinasi antara lembaga pemerintah dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar ini yaitu aspek (a). Kerjasama dan (b). Komunikasi. Sedangkan yang yang tergolong dalam faktor penghambat pada koordinasi antara lembaga dalam penertiban pelanggar parkir liar di Kota Makassar ini yaitu aspek (a) Sosialisasi dan (b) Kedisiplinan.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada terhormat kepada Orang tua tercinta, Ayahanda Arifin dan Ibunda tercinta Nurhaeni yang telah rela berkorban tanpa pamrih dalam membesarkan, mendidik serta mendoakan keberhasilan penulis, yang tiada hentinya memberi dukungan disertai segala pengorbanan yang tulus dan ikhlas. Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak NasrulHaq, S.Sos.,M.PA selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik,S.Sos.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sospol dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak NasrulHaq, S.Sos.,M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
Segenap Dosen dan seluruh jajaran Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan pengetahuan di mulai dari semester awal hingga semester akhir. Teman seperjuangan Afiliasi 2014 Rusli, Fikram, Erang, Supri, Irvan, Yazid, Afiq dan teman dari komunitas PJK’s serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih banyak dan semangat untuk berjuang mencapai Toga.
Pihak Dinas Perhubungan Kota Makassar dan Satlantas Polrestabes Makassar yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian. Teman seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih karena selalu mendukung dan memberi motivasi dalam proses penyelesaian skripsi. Kakanda tercinta dan terbaik Alam beserta Adinda tercinta Bintang, terima kasih atas dukungan yang senantiasa memberikan doa, semangat dan bantuan moral maupun materil. Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 2020
viii DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I.PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Penelitian Terdahulu ... 9
B. Konsep dan Teori Manajemen ... 9
C. Konsep Koordinasi ... 14
D. Konsep Parkir Liar ... 27
E. Kerangka Pikir ... 29
F. Deskripsi Fokus ... 30
G. Deskripsi Fokus Penilitian ... 31
BAB III.METODE PENELITIAN ... 32
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 32
B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 32
C. Informan ... 33
D. Teknik Pengumpulan data ... 33
E. Teknik Pengabsahan data ... 34
F. Teknik Analisis data ... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Deskripsi Obyek Penelitian 1. Gambaran Umum kota Makassar ... 38
2. Profil Dinas Perhubungan Kota Makassar ... 39
3. Struktur Organisasi dan Visi Misi Dinas Perhubungan ... 40
4. Profil Polrestabes Kota Makassar ... 48
5. Data-data Pelanggar Parkir Liar ... 55
B. Hasil Penelitian Koordinasi antar Lembaga Pemerintah ... 57
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Koordinasi antar Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar 1. Faktor Pendukung ... 67
ix
BAB V. PENUTUP ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kelembagaan pemerintah merupakan sesuatu yang krusial berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu perlu pengkajian dan perumusan mengenai bentuk, struktur, fungsi, jumlah, dan jenis lembaga yang didasarkan pada pertimbangan beban kerja, efisiensi, efektifitas, serta potensi dan kebutuhan daerah secara realisasi. Dengan demikian perumusan rancangan kelembagaan pemerintah daerah mungkin melahirkan variasi jumlah kelembagaan yang berbeda. Namun yang pasti bahwa secara teori, kewenangan tidak identik dengan keharusan pembentukan lembaga. Bersamaan dengan globalisasi tersebut kecendrungan lain yang dihadapi adalah semangat otonomi daerah sebagai konsekuensi perubahan paradigma pemerintahan sentralisasi ke desentralisasi. Di era desentralisasi ini, tentunya Pemerintah Daerah lebih dituntut untuk merespon setiap permasalahannya.
Kebijakan yang muncul harus sesuai dengan konteks sosial daerahnya tersebut. Munculnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka berbagai kewenangan serta pembiayaan kini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan lebih nyata. Kecendrungan yang demikian ini memberi peluang bagi pengembangan potensi masing-masing daerah, interkoneksitas antar daerah, dan sekaligus dapat menciptakan persaingan antar daerah. Bagi Kota Makassar, dua kecendrungan di atas dapat mendorong pengembangan dan pemanfaatan kota karena memiliki potensi sumber daya manusia, khususnya yang strategis dan ketersediaan berbagai infrastruktur kota. Namun demikian, dapat juga menciptakan beban karena
2
dalam kenyataannya Kota Makassar dihadapkan juga pada masalah perkotaan yang cukup kompleks. Perkembangan Kota Makassar dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan perubahan terhadap perubahan pola hidup masyarakat hal ini berpengaruh terhadap sektor kepemilikan kendaraan di Makassar yang semakin meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan kemudahan untuk menjalankan aktivitasnya. Meningkatnya penggunaan kendaraan serta aktivitas masyarakat dari satu tempat ke tempat lain maka meningkat pula kebutuhan masyarakat akan lahan atau ruang parkir.
Peraturan daerah yang mengatur parkir di tepi jalan umum adalah peraturan daerah Kota Makassar No 17 tahun 2006 tentang pengelolaan parkir tepi jalan umum. Dalam rangka terwujudnya pelaksanaan kebijakan pengelolaan parkir di tepi jalan umum secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Kota Makassar. Dipandang perlu untuk mengatur tentang pengelolaan parkir tersebut dalam peraturan daerah Kota Makassar. Peraturan daerah No 17 tahun 2006, pada pasal 1 menyatakan bahwa parkir adalah memberhentikan dan menempatkan kendaraan bermotor ditepi jalan umum yang bersifat sementara pada tempat yang ditetapkan, sedangkan tempat parkir adalah tempat yang berada ditepi jalan umum yang telah ditetapkan oleh pejabat terkait (Walikota Makassar) sebagai tempat parkir. Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya, namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan parkir tepi jalan umum adalah menempati pelataran parkir tertentu di luar badan jalan, baik itu di bangunan khusus parkir ataupun dihalaman terbuka.
3
Payung hukum perparkiran di Kota Makassar tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang aturan perparkiran Pasal 3 Ayat 1 berbunyi :
“wewenang pengelolaan parkir tepi jalan umum didelegasikan Walikota kepada Direksi”. Direksi disini merupakan direksi Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya Kota Makassar sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota Makassar Pasal 1 Ayat 4. Melihat hal tersebut tidak salah kalau penulis mengatakan bahwa kewenangan dalam pengelolaan perparkiran di Kota Makassar dipegang penuh oleh Perusahaan Parkir (PD) Parkir Makassar Raya Kota Makassar.
Kewenangan Direksi Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya Kota Makassar telah menetapkan beberapa kebijakan sesuai yang tercantum di dalam Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota Makassar pasal 3 ayat 2 yang menyatakan bahwa Direksi berwenang menentapkan : (a) Titik/tempat–tempat parkir, (b) Pembagian tempat parkir, (c) Pengelompokan jenis kendaraan pengguna tempat dan jasa parkir, (d) Pengguna areal/pelataran parkir, (e) Tanda/garis tempat parkir, (f) Struktur tarif jasa penggunaan/pemanfaatan fasilitas parkir, (g) Perbaikan/rehabilitasi sarana dan prasarana parkir, (h) Pemasangan dan pemanfaatan fasilitas parkir.
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat–tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau tidak, serta tidak semata–mata untuk kepentingan menaikkan dan menurunkan orang atau barang, namun pada
4
kenyataannya kenyamanan dalam pelaksanaan parkir belum maksimal masih saja ada kendaraan yang parkir di tepi jalan (on-street parking), yaitu parkir dengan menggunakan badan/bahu jalan. Hal itu dikarenakan terbatasnya lahan parkir itu sendiri yang disediakan oleh pemerintah, kemudian ditambah lagi dengan perilaku pengguna jalan raya yang tidak disiplin dan tidak beretika sehingga mengakibatkan kerugian seperti mengganggu lalu lintas, mengurangi kapasitas jalan karena adanya pengurangan lebar jalur lalu lintas (Pri Guna Nugraha, 2013).
Perparkiran pada hakikatnya merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam sistem transportasi. Fenomena parkir tersebut terjadi hampir di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Parkir dapat berupa parkir kendaraan roda dua maupun roda empat. Keduanya dapat mengganggu keindahan kota apabila tidak dilakukan penataan dengan baik. Adisasmita dan Adisasmita (2011) dengan konsep traffic is a function of buildings, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah gedung dan kepadatan lalu lintas. Penanggulangan permasalahan parkir liar oleh pemerintah merupakan bagian dari kebijakan publik sehingga harus menimbulkan dampak yang bisa dinikmati. Parkir liar sebagai kelompok sasaran harus benar–benar telah memahami dan patuh terhadap peraturan yang ada. Keberadaan parkir liar sangat mengganggu baik lalu lintas maupun pendapatan daerah, permasalahan ini harus ditanggapi dengan cepat. Pemerintah hendaknya bersikap persuasif dan proaktif dalam melakukan pencegahan dan penertiban dengan langkah yang tentunya harus bijaksana. Upaya ini tentunya tidak terlepas dari adanya dukungan dan partisipasi masyarakat secara luas. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diimbangi dengan peningkatan taraf kesejahteraan hidup membuat masyarakat lebih cenderung
5
untuk ke arah konsumtif salah satunya dalam meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi.
Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas Polisi Resort Kota Besar Kota Makassar telah melakukan penertiban dan penindakan parkir liar di bahu jalan raya. Namun pada kenyataannya masih ada banyak pelaku dari masyarakat yang masih melakukan parkir liar di titik–titik tertentu terutama yang ada di Jl. Balaikota, Kota Makassar. Menurut data Dinas Perhubungan Kota Makassar pada tahun 2019, tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor rata–rata di Kota Makassar mencapai sekitar 19% setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah kendaraan berimplikasi pada jumlah lahan parkir yang digunakan dalam kegiatan sehari–hari.
Pada beberapa kasus, pihak lain sering menyalahgunakan lahan parkir untuk mendapatkan keuntungan. Lahan parkir menjadi masalah yang penting dan mendesak yang sangat membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah Kota Makassar terkhususnya oleh lembaga pemerintah dalam hal ini, Dinas Perhubungan dan Aparat Kepolisian Satuan Lalu Lintas Polisi Resort Kota Besar. Permasalahan munculnya parkir liar di Kota Makassar yaitu :
a. Lahan parkir yang terbatas
b. Petugas parkir memanfaatkan lokasi parkir ilegal c. Kurangnya koordinasi antara instansi terkait.
Pentingnya penelitian ini adalah sebagai rekomendasi agar kedepannya masalah parkir liar di Kota Makassar bisa ditangani secara maksimal oleh instansi terkait. Penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul
6
Parkir Liar di Kota Makassar.” Karena terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dari segi sudut pandang yang digunakan yaitu mengenai koordinasi dalam menangani parkir liar.
Melalui pemaparan latar belakang masalah penelitian yang telah peneliti
kemukakan, maka judul penelitian ini adalah “Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah utama penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar?
2. Apakah faktor–faktor yang yang menjadi penghambat Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
7
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor–faktor yang menjadi penghambat Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi manfaat penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian Ilmu Administrasi Negara, khususnya tentang Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
2. Manfaat Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan masukan bagi Pemerintah Kota Makassar khususnya Dinas Perhubungan dan SatLantas Polrestabes Kota Makassar dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan penulis adalah sebagai dasar dalam penyusunan penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis. Berikut ini beberapa contoh penelitian terdahulu yang terkait dengan tema penelitian :
1) Penelitian pertama adalah skripsi yang berjudul “Analisis Koordinasi Satuam Kerja Pemerintah Daerah dalam Penataan Ruang Kota Cilegon” ditulis oleh Dewi Octavia. Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa program studi Ilmu Administrasi Negarapada tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana koordinasi satuan kerja pemerintah daerah dalam penataan ruang di kota Cilegon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif denganteknik observasi dan wawancara mendalam. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi dan studi dokumentasi .
2) Rika Meilia Tarigan (2007) yang berjudul Pengaruh Koordinasi terhadapkinerja pegawai pada Dinas Jalan dan Jembatan Propinsi Sumatera Utara.Dengan variabelnya: Koordinasi (Independen) dan Kinerjanya (Dependen).Kesimpulan penelitian itu adalah variabel
9
independen mempunyai pengaruhyang positif signifikan terhadap variabel dependennya
3) Henni Hartati (2008) yang berjudul pengaruh Koordinasi terhadap Semangatkerja pegawai koperasi republik Indonesia kec. Dumai Barat. Denganvariabelnya: Koordinasi (Independen) dan semangat kerja (Dependen).Kesimpulan penelitian itu adalah variabel independen mempunyai pengaruhyang positif signifikan terhadap variabel dependennya masing-masing.
B. Konsep dan Teori Manajemen
Manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Manajemen adalah pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. John D. Millet (Sukarna, 2011: 2), dalam buku Management In The Public Service menyatakan Management Is The Process Oif Directing And Facilitating The Work Of People In Formal Group To Achieve A Desired End. (Manajemen adalah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang terorganisir dalam kelompok formil untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki).
Suatu organisasi diperlukan manajemen untuk mengatur proses penyelenggaraanorganisasi hingga tercapainya tujuan dari organisasi tersebut. Pada instansi pemerintah khususnya menyangkut soal pelayanan publik, diperlukan manajemen yang efektif dan efisien dalam proses penyelenggaraan pelayanan agar tercapainya tujuan dari pelayanan itu sendiri yakni kepuasan
10
masyarakat.Katamanajemenberasal dari bahasa Prancis kuno ménagement,yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Istilah manajemen yang diterjemahkan dari kata managememang biasanya dikaitkan dengan suatu tindakan yang mengatur sekelompok orang di dalam organisasi atau lembaga tertentu demi mencapai tujuan-tujuan tertentu. ada penelitian ini, peneliti mengutipdefinisi manajemen menurut beberapa ahli.
Manulang (Atik & Ratminto,2012: 1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penyusunan dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. G.R Terry (Hasibuan, 2009 : 2) mendefinisikan manajemen sebagai suatu prosesyang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.Sedangkan menurut Stoner dan Freeman (Safroni, 2012: 44) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Definisi Manajemen menurut Terry dalam Torang (2014) adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang–orang kearah tujuan–tujuan organisasional atau maksud–maksud yang nyata. Sedangkan, menurut Stoner dalam Wijayanti (2008) Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
11
pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Follet dalam Wijayanti (2008) Manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Koontz dan O’Donnel dalam Hasibuan (2014) Manajemen adalah menciptakan lingkungan yang efektif agar orang bisa bekerja di organisasi formal. Gulick dalam Handoko (2011) Manajemen adalah sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian manajemen yang telah dijelaskan diatas, maka dalam penelitian ini dapat dipahami bahwa manajemen merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian serta pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya manusia serta sumber-sumber daya lainnya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang telah ditentukan. Manajemen berasal dari kata to manageyang artinya mengatur. Adapun unsur-unsur manajemen yang terdiri dari 6M yaitu man, money, mothode, machines, materials, dan market. Manajemen adalah suatu cara/seni mengelola sesuatu untuk dikerjakan oleh orang lain. Untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien yang bersifat masif, kompleks dan bernilai tinggi tentulah sangat dibutuhkan manajemen.
Sumber daya manusia merupakan kekayaan (asset) organisasi yang harus didayagunakan secara optimal sehingga diperlukannya suatu manajemen untuk
12
mengatur sumber daya manusia sedemikian rupa guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak awal.
Dalam manajemen terdapat sejumlah fungsi-fungsi operasional. Fungsi-fungsi tersebut telah dikemukakan oleh para penulis dengan berbagai sudut pendekatan dan sudut pandang yang berbeda. Adapun fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan (2009;3) diantaranya menurut G.R. Terry ialah “Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling”. Sedangkan menurut John F. Mee ialah “Planning, Organizing, Motivating, dan Controlling”. Selain itu menurut Louis A. Allen ialah “Leading, Planning, Organizing, Controlling”. Sedangkan menurut MC. Namara ialah “Planning, Programming, Budgeting, dan System”. Lebih lanjut terkait dengan fungsi-fungsi manajemen menurut Terry dalam Hasibuan (2009:10) dijabarkan dibawawah ini :
a) Planning (Perencanaan)
Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 10) mengemukakan tentang Planning sebagai berikut, yaitu “Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the future in the visualization and formulation to proposed of proposed activation believed necesarry to accieve desired result”. Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan atau asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan”.
13
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masing masing unit. George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 38) c) Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 82) mengatakan bahwa Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and organizing efforts. Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan. Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya, mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools of management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-management.
d) Controlling (Pengawasan)
Kontrol mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan
14
yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
C. Konsep Koordinasi
Koordinasi adalah penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama. Sebagaimana dijelaskan Hasibuan (2014), Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur manajemen (6m) dan pekerjaan–pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Koordinasi merupakan bagian terpenting di antara anggota–anggota atau unit–unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantungan. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut sehingga akan terjadi negosiasi agar mendapat kesepakatan. Beberapa ahli memberikan pengertian tentang koordinasi.
Menurut Siagian dalam Moekijat (1994) Kordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang ter-integrasi dengan cara yang se-efisien mungkin. Handayaningrat dalam Moekijat (1994) Koordinasi adalah usaha penyesuaian dari bagian yang berbeda–berbeda, agar kegiatan dari bagian– bagian itu dapat selesai
15
tepat pada waktunya, sehingga masing–masing anggota dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoleh hasil secara keseluruhan.
Menurut Terry dalam Torang (2014) Koordinasi adalah salah satu strategi yang sangat efektif dalam mencapai tujuan organisasi oleh karena : “coordination is the orderly synchronization of efforts to provide the proper amount, timing, and directing of execution resulting in harmonious and unfied actions to a state objective”. Menurut Money dan Reily dalam Handayaningrat (1989) “Coordination as teh achievment of orderly group effort, and unty of action in the pursuit of acommon purpose”. (Koordinasi sebagai pencapai usaha kelompok secara teratur dan kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama). Sedangkan menurut E.F.L. Brech dalam Hasibuan (2014) Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing–masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menarik sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan koordinasi adalah peroses pengaturan, memadukan atau pengintegrasian kepentingan bersama untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
Menciptakan suatu koordinasi yang efektif tentunya diperlukan hubungan kerja dan komunikasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan Tunggal (1993) bahwa komunikasi adalah kunci dari koordinasi yang efektif. Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling kait– mengkait, karena koordinasi hanya
16
dapat dicapai sebaik–baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi, yang membantu tercapai koordinasi. Oleh karena dikatakan bahwa hasil akhir dari pada komunikasi (hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang efektif dan efisien. Beberapa ahli ada yang beranggapan lebih baik mendefinisikan pengkoordinasian (coordinating) ketimbang (coordination). Koordinasi adalah hasil daripada pengkoordinasian, seperti halnya rencana (plan) adalah hasil daripada perencanaan (planning). Koordinasi tidak sama dengan pengkoordinasian. Koordinasi bukan merupakan suatu kegiatan atau proses seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Torang (2014) menyatakan bahwa proses manajemen akan berjalan sempurna dan efektif, apabila koordinasi diimplementasikan khusus pada dimensi “organizing” dan “actuating”. Berikut ini skema yang menggambarkan hubungan antara proses mananjemen dengan koordinasi.
Internal Coordinating of an Enterprise (Terry)
Gambar 2.1 : Co-ordination, sumber : Torang (2014)
Organizin gnggg Actuating co n tr o lli n g P la n n in g Men Dealing with materials, machine, money, markets& methode
17
Skema di atas menggambarkan hubungan antara manajemen proses dengan koordinasi. Pada kotak tengah menggambarkan bahwa manusia (men) yang dilengkapi dengan memiliki bahan (materials), mesin (machine), uang (money), pasar (market), dan metode (methods) tidak akan mencapai tujuan organisasinya tanpa menjalankan fungsi manajemen (planning, organizing, actuating, dan controlling) serta melakukan koordinasi baik secara internal maupun eksternal.
1) Perencanaan (Planning) dan Koordinasi (Coordination)
Menurut Terry dalam Torang (2014), pengaruh perencanaan sangat signifikan terhadap koordinasi. Hal ini berarti bahwa sebuah rencana haruslah terinterelasi dan di desain bersama dan oleh sebab itu, kedudukan organisasi menjadi sangat penting. Misalnya dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dalam mebuat rencana (planning) sebuah sekolah harus menginterelasikan dan mendesain rencana tersebut bersama dengan guru, murid, masyarakat lingkungan sekolah, dan stakeholder.
2) Pengaturan (Organizing) dan Koordinasi (Coordination)
Terbilang akan sangat sulit untuk tidak melakukan koordinasi dalam mengimplementasikan “organizing” sebagai salah satu fungsi manajemen. Terry menjelaskan bahwa : “organizing has a pofound effect upon coordination because where the component activities are assigned regulates the amount and extend of co-ordination they will receive. A manager with three subordinates reporting to him is logically expected to maintain co-ordination among their efforts”. Pendapat Terry tersebut mengindikasikan bahwa manajemen hanya dapat efektif melalui
18
koordinasi dan atau keberhasilan “organizing” dalam sebuah koordinasi ditentukan oleh “coordination”.
3) Pelaksanaan (Actuating) dan Koordinasi (Coordination)
“Actuating” pelaksanaan tipe dan fungsi kepemimpinan (leader function), pengawasan, dan instruksi merupakan bentuk “coordination” yang sangat signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Terry yang menjelaskan bahwa : “by employing variations in the intensities of the many different actuating forces, a manager helps to achieve coordination”.
4) Pengawasan (Controlling) dan Koordinasi (Coordination)
“Controlling” memiliki hubungan langsung dengan “Coordination” terhadap evaluasi kemajuan pekerjaan. Hal tersebut membantu mensinkronkan setiap usaha, sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Koordinasi berhubungan dengan tugas menyatupadukan kegiatan-kegiatan guna menjamin suksesnya pencapaian tujuan. Beberapa manajer berpendapat bahwa koordinasi merupakan satu-satunya kata yang paling tepat untuk menentukan jumlah keseluruhan hasil kerja mereka. Penganjur tertentu menyarankan sebutan koordinator sebagai suatu istilah yang lebih tepat ketimbang manajer. Penganjur demikian menyadari bahwa mengkoordinasikan berarti hampir sama dengan menjalankan manajemen.
Koordinasi berhubungan dengan keefektifan organisasi dan unit-unitnya. Lawrence dan Lorsch dalam Moekijat (1994) menemukan bahwa perbedaan dalam koordinasi yang dicapai di antara unit-unit enam perusahaan plastik berhubungan dengan perbedaan dalam pelaksanaan pekerjaan organisasi.
19
Perusahaan plastik yang mempunyai koordinasi yang lebih besar di antara unit-unit juga mengalami perubahan yang lebih besar dalam laba, penjualan, volume, dan pengembangan produk baru ketimbang perusahaan-perusahaan yang mempunyai koordinasi kecil.
Para peneliti juga mengenal empat macam perbedaan dalam sikap dan gaya bekerja yang cenderung timbul di antara bermacam-macam individu dan bagian dalam organisasi. Perbedaan-perbedaan ini yang mereka sebut diferensiasi menyulitkan tugas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi secara efektif. a. Diferensiasi
Diferensiasi atau perbedaan dalam sikap dan gaya bekerja yang dimaksud oleh para peneliti adalah :
1) Perbedaan dalam orientasi terhadap sasaran-sasaran khusus
Anggota-anggota dari bagian-bagian yang berlainan mengembangkan sudut pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara yang terbaik untuk memajukan kepentingan untuk memajukan kepentingan organisasi.
2) Perbedaan dalam orientasi waktu
Beberapa anggota organisasi, seperti manajer-manajer produksi, akan lebih banyak berhubungan dengan masalah-masalah yang dengan segera diselesaikan. 3) Perbedaan dalam orientasi antar-perseorangan
Dalam beberapa kegiatan organisasi seperti produksi, mungkin terdapat secara relatif cara-cara berkomunikasi yang mendadak. Keputusan-keputusan mungkin dibuat dengan cepat untuk menggerakkan sesuatu.
20
Tiap macam unit dalam organisasi mungkin mempunyai metode dan standar yang berlainan untuk menilai kemajuan ke arah tujuan dan untuk memberikan penghargaan kepada pegawai.
b. Sebab-sebab timbulnya koordinasi
Menurut Tosi dan Carroll dalam Moekijat (1994), masalah-masalah koordinasi timbul karena dua hal, yakni karena kondisi organisasi dan karena masalah manusia. Masalah yang timbul karena kondisi organisasi adalah masalah organisasi yang terjadi karena unit-unit yang berlainan mempunyai kegiatan yang berlainan yang harus diselesaikan, tetapi kegiatan tersebut mempunyai jadwal waktu yang berlainan.
1) Kondisi organisasi dan koordinasi
Sesuai organisasi yang menyebabkan timbulnya masalah koordinasi adalah : a) Apabila subsistem-subsistem organisasi yang menyilang batas bagian b) Apabila kegiatan-kegiatan yang saling bergantung mempunyai jadwal
waktu yang berlainan
c) Apabila jarak geografis di antara bagian-bagian sangat jauh. 2) Faktor manusia dan koordinasi
Beberapa masalah koordinasi disebabkan oleh perbedaan di antara orang-orang dan di antara kelompok-kelompok ketimbang disebabkan oleh masalah-masalah organisasi. Perasaan pribadi dapat diperoleh karena hubungan kerja yang baik dengan orang-orang lain. Hubungan antara kelompok-kelompok dan bagian-bagian dapat ditandai misalnya oleh kooperatif, berguna, atau tidak kooperatif, bermusuhan, saling merusak. Akan tetapi kita tidak akan menganggap bahwa
21
kerja sama antar kelompok itu baik dan pertentangan antar kelompok itu jelek bagi suatu organisasi.
Menurut Moekijat (1994) banyak faktor berlainan dapat membantu kepada koordinasi yang kurang baik di antara kelompok-kelompok yang mengakibatkan hasil yang tidak baik seperti konfrontasi, pengaturan siasat, dan penyusunan kekuatan untuk mengatasi yang lain.
a) Persaingan mengenai sumber daya
Kelompok-kelompok dapat bekerja lebih mudah dan sasaran kelompok dapat lebih mudah mencapainya apabila mereka mempunyai sumber daya, uang, orang, atau modal fisik yang memadai. Akan tetapi apabila sejumlah kelompok bergantung kepada sumber daya yang terbatas, maka ada kemungkinan terdapat banyak persaingan untuk sumber daya.
b) Perbedaan dalam status dan arus pekerjaan
Koordinasi yang kurang baik berkembang, tidak hanya karena urutan arus pekerjaan dalam suatu organisasi, tetapi juga karena hubungan kerja adalah sedemikian rupa sehingga individu-individu dari kelompok yang statusnya rendah tampak memberitahukan kepada individu-individu dari kelompok organisasi yang statusnya lebih tinggi mengenai apa yang harus dilakukan.
c) Tujuan-tujuan yang bertentangan
Kelompok-kelompok yang berlainan sering mempunyai tujuan-tujuan yang berlainan pula. Tujuan-tujuan ini dapat bertentangan, mengakibatkan pertentangan antara kedua kelompok yang harus mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Pertentangan khususnya adalah mungkin apabila kedua kelompok yang berlainan
22
diberi penghargaan karena mencapai tujuan yang telah ditentukan bagi mereka ketimbang tujuan-tujuan perusahaan yang dikoordinasikan. Pejabat-pejabat yang berlainan mungkin tidak menyetujui relatif pentingnya tujuan-tujuan perusahaan yang berlainan. Beberapa pejabat pimpinan mungkin menekankan tujuan organisasi jangka pendek sementara pejabat-pejabat pimpinan lainnya mungkin menekankan pada tujuan jangka panjang.
d) Penglihatan, sikap, dan nilai yang berlainan
Meskipun kelompok-kelompok yang berlainan dapat saling mengadakan reaksi secara teratur, anggota-anggota dari suatu kelompok dapat melihat hal-hal yang berlainan dari anggota-anggota kelompok lainnya. Perbedaan penglihatan timbul dari kecendrungan seorang individu untuk menilai sesuatu dipandang dari sudut pengalaman pribadinya. Morse dan Lorsch dalam Moekijat (1994) menunjukkan bagaimana sikap-sikap dan nilai-nilai berlainan di antara individu-individu dalam unit-unit organisasi organik. Manajer-manajer dalam unit-unit organik berbeda dengan manajer-manajer dalm unit-unit mekanistik dalam hal bahwa mereka dalam unit-unit organik : (1) Mempunyai lebih banyak kesabaran terhadap kemanduan, (2) Dapat menghadapi masalah-masalah yang lebih kompleks, (3) Lebih menyukai otonomi, (4) Menghargai individualisme, (5) Mengharapkan kelompok-kelompok pengaruh dari luar, (6) Mempunyai nilai profesional yang tinggi.
e) Wewenang dan penunjukan pekerjaan yang meragukan
Apabila tugas-tugas memerlukan pekerjaan dari dua kelompok atau lebih, maka ada kemungkinan sulit menunjukkan tanggung jawab dengan tepat atau
23
menentukan pujian atau kesalahan yang tepat untuk pelaksanaan pekerjaan yang baik atau yang jelek. Berdasarkan alasan ini maka anggota-anggota dari beberapa kelompok mungkin tidak ingin memperoleh penunjukan bersama.
f) Usaha menguasai atau mempengaruhi
Unit-unit yang berlainan akan berbeda dalam status dan kekuasaannya dalam organisasi. Perbedaan dalam status dan kekuasaan berhubungan dengan tuntutan-tuntutan yang ditrentukan terhadap organisasi oleh lingkungannya dan oleh kemampuan kelompok tertentu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan ini. Di dalam kelompok-kelompok yang terancam, kepaduan meningkat. Oleh karena tiap kelompok merasakan ancaman dari kelompok lain, maka tiap kelompok tersebut menjsadi lebih erat bersatu dan menuntut kesetiaan yang lebih besar dari anggota-anggotanya. Di antara kelompok-kelompok yang bertentangan mulai timbul permusuhan. Tiap kelompok mulai melihat kelompok-kelompok yang lain sebagai musuh. Kelompok mulai mengalami pengubahan penglihatan yang kurang baik. Kelompok cenderung hanya melihat bagiannya sendiri yang paling baik, mengingkari kelemahan-kelemahannya dan cenderung hanya melihat bagian yang paling jelek dari kelompok lain, mengingkari kekuatan-kekuatannya.
Menurut Handayaningrat (1989), koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui indikator yaitu :
a. Komunikasi
Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama lain antara sesama manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain
24
yang di kehendaki oleh sesorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti antara sesamanya.
1) Ada tidaknya informasi
Menurut Terry dalam Handayaningrat (1989) ada tidaknya informasi tergantung pada :
a) Tujuan si penerima, Informasi harus berguna untuk penerima informasi. b) Keterlibatan penyampaian dan pengolahan data, Inti informasi harus
dipertanggungjawabkan.
c) Waktu, Informasi harus up to date, sesuaikan dengan waktunya jangan sampai kadaluarsa.
d) Ruang dan Tempat, Apakah informasi tersebut terdapat pada ruang dan tempat yang tepat.
e) Bentuk, Apakah wujud informasi tersebut dapat digunakan secara efektif. f) Sematik, Apakah tiap kata dan arti cukup jelas, jangan sampai salah tafsir
bagi penerima.
2) Ada tidaknya alur informasi
Dalam suatu organisasi alur informasi tersebut sangat penting bukan hanya demi tercapainya tujuan dan berbagai sasarannya. Akan tetapi juga dalam rangka peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan.
25
Arus informasi sebenarnya digunakan untuk menunjang tujuan dan sasaran dari perusahaan. Dan arus informasi yang baik akan meningkatkan efisiensi operasional yang baik pula.
b) Efektivitas
Arus informasi selain untuk peningkatan efesiensi juga untuk rangka peningkatan efektivitas dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan.
c) Produktivitas Kerja Organisasi
Arus informasi selain digunakan dalam rangka peningkatan efisien, peningkatan efektivitas, arus informasi juga dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam suatu organisasi.
3) Ada tidaknya teknologi informasi
a) Dengan adanya tekhnologi informasi dalam sebuah organisasi, akan mampu mengimbangi perubahan-perubahan baik dalam struktur organisasi maupun dalam kegiatan berorganisasi, serta mampu mengubah pola komunikasi atau interaksi yang berlangsung baik itu secara vertikal maupun horizontal.
b) Kesadaran Pentingnya Koordinasi
Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan. Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan
26
semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.
5) Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi a) Kompetensi Partisipan
Yaitu kompetensi yang merujuk kepada pemahaman tentang komunikasi berlangsung, termasuk hubungan peran, informasi yang dimiliki bersama oleh partisipan atau keterlibatan dalam suatu program atau kegiatan tertentu dalam berbagai tahapan tindakan. Secara partisipatif untuk mencapai tujuan, suatu program kegiatan yang didalamnya memerlukan koordinasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya.
b) Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat, Ada tidaknya ahli di bidang ahli di bidang pembangunan yang terlibat.
D. Konsep Parkir Liar
Pengertian parkir liar dapat dilihat dari pernyataan Ritongga dalam jurnal penelitian Paiman Rahardjo (2010) dengan judul Efektivitas Penerapan Sanksi Parkir Liar Kendaraan Bermotor di Wilayah Suku Dinas Perhubungan Kota Jakarta Selatan. “Pelanggaran parkir adalah pelanggaran terhadap rambu lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta larangan parkir di jalan. Larangan ditetapkan karena alasan kapasitas jalan lebih diutamakan daripada memberikan akses, ataupun karen alasan keselamatan.
27
Parkir liar merupakan suatu penyebab utama terjadinya kemacetan kemacetan, kesemrawutan dan bahkan kecelakaan, baik bagi kendaraan itu sendiri maupun bagi pejalan kaki. Pengendalian dan penindakan umunya adalah merupakan langkah yang dilakukan dan masalah parkir liar harus ditata oleh Pemerintah Daerah (Walikota/Bupati) setempat melalui beberapa jenis organisasi pengelola parkir perkantoran. Secara langsung dapat dibedakan antara parkir liar dan parkir resmi selain dari lokasi parkir, juga kepada petugas parkir. Petugas parkir resmi adalah petugas parkir yang telah terdaftar di Dinas Perhubungan dengan bukti memiliki Surat Keputusan (SK) dalam melakukan parkir. Selain itu petugas parkir juga menggunakan rompi/jaket tukang parkir, topi dan peluit.
Parkir liar biasanya adalah parkir yang berada bukan di lokasi yang memang ditentukan untuk menjadi lokasi parkir. Abubakar (1998) menyebutkan, ketentuan mengenai parkir tepi jalan adalah sebagai berikut :
a. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyebrangan pejalan kaki, atau tempat penyebrangan sepeda yang telah ditentukan.
b. Pada jalan yang sempit yang lebarnya kurang dari 6 meter dan mengijinkan parkir hanya pada satu sisi jalan dengan lebar 6-9 meter.
c. Pada jalan dimana arus lalu lintas dipentingkan maka parkir sebaiknya dilarang.
d. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 meter.
e. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan
28
g. Di dalam daerah persimpangan dengan jarak sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.
Pengendalian terhadap petugas parkir ilegal perlu untuk dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi lokasi parkir yang dikelola oleh petugas parkir ilegal, baik tempat yang ditunjuk sebagai lokasi parkir ataupun tempat – tempat yang tidak ditunjuk sebagai lokasi parkir. Bila ditemukan petugas parkir yang demikian maka perlu di ambil langkah pengendalian. Agar langkah pengendalian ini mempunyai kekuatan hukum maka ketentuan mengenai hal ini harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah mengenai perparkiran.
E. Kerangka Pikir
Penulis memakai teori Handayaningrat (1989), bahwa indikator koordinasi yang baik yaitu, Komunikasi, Kesadaran pentingnya koordinasi, Kompotensi partisipan. Uraian yang telah dikemukakan, mendasari lahirnya kerangka pikir penelitian sebagai berikut.
29
Gambar 2 : Kerangka Pikir F. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data sehingga tidak terjadi biasan terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan pembahasan dan sudut pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan memberikan penjelasan tentang maksud dan fokus peneltian terhadap penulis karya ilmiah ini. Fokus penelitian ini penjelasan dari kerangka pikir yaitu :
1) Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
2) Variabel atau Indikator yang menunjang keberhasilan koordinasi yaitu Komunikasi, Kesadaran pentingnya koordinasi, dan Kompetensi partisipan.
G. Deskripsi Fokus Penelitian
Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota
Makassar
Koordinasi yang sangat baik
Indikator Koordinasi : a. Komunikasi b. Kesadaran Pentingnya Koordinasi c. Kompetensi Partisipan Faktor penghambat 1.Sosialisasi 2.Kedisiplinan Faktor penghambat 1.Komunikasi 2. Kerjasama
30
Berdasarkan penjelasan fokus penelitian di atas, maka bisa dikemukakan deskripsi fokusnya adalah sebagai berikut :
1. Koordinasi adalah proses pengaturan, memadukan atau pengintegrasian kepentingan bersama untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
2. Komunikasi adalah salah satu faktor yang penting dalam menjalankan proses koordinasi antar elemen pada suatu instansi pemerintahan. Tanpa adanya jalinan komunikasi yang baik dan benar kemungkinan besar semua proses tidak akan dapat berjalan dengan maksimal dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
3. Kesadaran akan pentingnya koordinasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu, tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi dan tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi. Peralatan komunikasi sangat dibutuhkan guna menunjang berjalannya koordinasi agar berjalan cepat dan tentunya efesien. Peneliti membuat beberapa model pertanyaan yang diajukan kepada informan apakah mereka menggunakan peralatan komunikasi seperti apa yang mereka gunakan. Pengunaan peralatan komunikasi dalam koordinasi tentu sangat dibutuhkan apabila dalam pelaksanaan koordinasi jarak yang sangat jauh antara pihak satu dengan lainnya.
4. Kompetensi Partisipan yaitu kompetensi merujuk kepada pemahaman tentang komunikasi berlangsung, termasuk hubungan peran, informasi yang dimiliki bersama oleh partisipan atau keterlibatan dalam suatu program atau kegiatan tertentu dalam berbagai tahapan tindakan. Secara partisipatif untuk mencapai
31
tujuan, suatu program kegiatan yang didalamnya memerlukan koordinasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, profesionalitas, dan kompetensi dibidangnya, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran.
5. Faktor pendukung merupakan hal-hal yang dapat menunjang dalam Koordinasi antara Lembaga Pemerintah untuk menanggulangi pelanggaran kasus parker liar di Kota Makassar. (1) Kerjasama dan (2) Komunikasi
6. Faktor penghambat merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan terkendalanya Koordinasi antara Lembaga Pemerintah untuk menanggulangi pelanggaran kasus parker liar di Kota Makassar sehingga menjadi terganggu dan tidak terlaksana secara maksimal. (1) Sosialisasi dan (2) Kedisiplinan
32 BAB III
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 2 (dua bulan). Lokasi penelitian ini bertempat di Kota Makassar yang difokuskan pada Dinas Perhubungan yang beralamat di Jl. Mallengkeri No.18, Kel. Mangasa, Kec. Tamalate. Kantor Satlantas Polrestabes yang beralamat di Jl. Ahmad Yani No. 9, Kel. Pattunuang, Kec. Wajo Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Karena peneliti melihat masalah perparkiran berada di lapangan yang langsung berhubungan dengan masyarakat yang menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat parkir liar.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata–kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.
Adapun tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang mengungkap situasi sosial yang mendeskripsikan kenyataan dibentuk oleh kata – kata sehingga selaras dengan tipe penelitian deskriptif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengungkap data yang didapat dari fenomena lapangan.
33 C. Informan Penelitian
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan pada kemampuan informan untuk memberikan informasi yang dibutukan oleh peneliti. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan infroman yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian. Informan dalam penelitian ini yaitu :
Tabel 3.1 : Data Informan Penelitian
No Nama Inisial Jabatan Ket
. 1 Syahrul SY Staf Urbin Satlantas Polrestabes
Makassar 1
2 Burhanuddin,
S.Pd BR
Staf Urbin Satlantas Polrestabes
Makassar 1
3 Heri Setiabudi HS Administrasi Tilang Satlantas Polrestabes Makassar 1 4 Harsono HO Operator Penjagaan Satlantas
Polrestabes Makassar 1 5 Evi Yuliatna S.
Siregar EY
Kasi Pengoprasian Sarana &
Prasarana Dishub Makassar 1 6 Reskianto RK Pegawai Staf Dishub Makassar 1 7 Faturrahman FT Pegawai Staf Dishub Makassar 1 8 Agussurahman AG Pegawai Staf Dishub Makassar 1
9 Muh. Kamal MA Masyarakat 1
10 Adnan Sofyan AS Masyarakat 1
11 Friska Rahayu FR Masyarakat 1
12 Priatno PT Masyarakat 1
Jumlah 12
D. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi, dan observasi, sebagai berikut :
34
1. Wawancara, Teknik wawancara yaitu teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan sistem tanya jawab antara penulis dengan informan yang dianggap layak atau relevan dalam penelitian ini. Proses wawancara dilakukan dengan wawancara secara terstruktur.
2. Dokumentasi, Melalui studi dokumentasi, penulis mengumpulkan data melalui dokumen, gambar, sebagai pelengkap data tertulis yang diperoleh melalui wawancara.
3. Observasi, Observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam penelitian kualitatif, prosedur pengumpulan data yang utama dipakai adalah observasi, khususnya observasi partisipatif yang melibatkan informan dan wawancara. Peneliti melakukan observasi langsung di Jl. Balaikota, Kota Makassar.
E. Pengabsahan Data
Wailliam Wiersma dalam Sugiyono (2010) mengatakan bahwa tringulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu, Dengan demikian terdapat tringulasi sumber, tringulasi teknik, dan tringulasi waktu.
1. Tringulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (membercheck) dengan tiga sumber data (Sugiyono 2010).
35 2. Tringulasi Teknik
Untuk menguji kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar (Sugiyono 2010).
3. Tringulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, akan memberikan data lebih valid. Selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Sugiyono 2010).
Berdasarkan uji kredibilitas yang dilakukan dengan teknik triangulasi, maka penulis melakukan validasi terhadap data yang diperoleh dengan memperhatikan hal – hal, di antaranya :
1. Pemahaman penulis terhadap metode penelitian kualitatif; dan
2. Kesiapan penulis memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logistik.
F. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2010) menyatakan bahwa Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, gambar, foto dan sebagainya dengan cara
36
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang yang penting dan yang akan dipelajari, kemudian membuat kesimpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif, yaitu :
1. Reduksi data (Reduction Data)
Menurut Sugiyono (2010) reduksi data dapat diartikan sebagai tahap merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama pelaksanaan penelitian berlangsung.
Dalam hal ini peneliti melakukan reduksi data dimulai pada saat penelitian, yakni dengan wawancara terstruktur selanjutnya dilakukan pencatatan dan mengolah data – data yanmg harus ditampilkan dan membuang data – data yang tidak diperlukan sehingga peneliti dapat menjelaskan dan memahami latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Reduksi data kemudian dilakukan pada hasil wawancara dengan informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas guna menjawab pertanyaan yang di ajukan. 2. Penyajian data (Data Display)
Penulis melakukan pengumpulan data yang telah melalui reduksi untuk menggambar kejadian yang terjadi pada saat dilapangan. Catatan – catatan penting
37
di lapangan, kemudian disajikan dalam bentuk teks deskriptif untuk mempermudah pembaca memahami secara praktis. Kegiatan lanjutan penulis pada display data ialah data yang didapat disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu.
3. Verifikasi data (Data Verification)
Kegiatan penulis pada verifikasi data adalah melakukan penggunaan penulisan yang tepat dan padu sesuai data yang telah mengalami proses display data, melakukan peninjauan terhadap catatan – catatan lapangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, data yang ada dianalisis dengan menggunakan pendekatan teori untuk menjawab tujuan penelitian.
38 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kota Makassar
Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29°C
Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi ini menyebabkan Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang.
Secara administrasi Kota Makassar dibagi menjadi 15 kecamatan dengan 153 kelurahan. Di antara 15 kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang
39
berbatasan dengan pantai yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalanrea, dan Kecamatan Biringkanaya.
Batas-batas administrasi Kota Makassar adalah:
a) Batas Utara: Kabupaten Maros
b) Batas Timur: Kabupaten Maros
c) Batas Selatan: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
d) Batas Barat: Selat Makassar
Secara umum topografi Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
a. Bagian Barat ke arah Utara relatif rendah dekat dengan pesisir pantai. b. Bagian Timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan
Antang Kecamatan Panakukang.
Perkembangan fisik Kota Makassar cenderung mengarah ke bagian Timur Kota. Hal ini terlihat dengan giatnya pembangunan perumahan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Mangggala, Panakkukang, dan Rappocini.
2. Profil Dinas Perhubungan Kota Makassar
Dinas Perhubungan Kota Makassar merupakan bagian dari Pemerintah Kota Makassar dan merupakan unsur penunjang yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Makassar. Dinas Perhubungan Kota Makassar dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2005 tentang pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kota Makassar dan selanjutnya di sesuaikan dengan PP. 41 Tahun
40
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Dan Peraturan Walikota Makassar Nomor 32 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Dinas Perhubungan Kota Makassar. Mempunyai tugas pokok merumuskan, membina, dan mengendalikan kebijakan di bidang Perhubungan meliputi Lalu Lintas, Angkutan, Pengendalian Operasional dan Teknik Sarana dan Prasarana, Pengujian Kendaraan Bermotor serta Tugas yang berkaitan dengan perhubungan yang diberikan oleh Walikota, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, fungsi Dinas Perhubungan Kota Makassar adalah:
a. Menyusun rumusan kebijaksanaan tekhnis dibidang perhubungan darat, Perhubungan laut.
b. Menyusun rencana dan program dibidang perhubungan darat dan perhubungan laut.
c. Melaksanakan pengendalian dan pengamanan tekhnis operasional dibidang perhubungan yang meliputi lalu lintas, pengendalian dan operasional lalu lintas dan jalan serta tekhnis operasional perhubungan laut.
d. Pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang Angkutan.
e. Pelaksanaan tekhnis administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan.
3. Struktur Organisasi, Visi Dan Misi dan Uraian Tugas Dinas Perhubungan Kota Makassar
Visi Dinas Perhubungan Kota Makassar yaitu : “Menuju Transportasi Perkotaan Yang Terpadu, Berkelanjutan, Berorientasi Global, Dan Ramah
41
lingkungan”. Makna Pokok Yang Terkandung Dalam Visi Dinas Perhubungan Kota Makassar Tersebut, Antara Lain :
a. Transportasi Perkotaan, Secara Harfiah Mengandung Makna Transportasi Yang Mampu Melayani Dan Beroperasi Di Wilayah Perkotaan Makassar. b. Terpadu, Artinya Pelayanan Transportasi Harus Sinergi Dengan Moda
Transportasi Yang Lainnya, Yaitu Transportasi Darat, Laut Dan Udara.
c. Berkelanjutan, Artinya Pembangunan Dan Pelayanan Transportasi Dilakukan Secara Terus Menerus Tidak Tergantung Pada Kondisi Tertentu.
d. Berorientasi Global, Artinya Sejalan Dengan Visi Kota Makassar, Maka Pembangunan Transportasi Harus Sejalan Dengan Perkembangan Teknologi Dan Bermanfaat Bagi Masyarakat.
e. Ramah Lingkungan, Artinya Teknologi Transportasi Yang Dipilih Haruslah Teknologi Yang Ramah Terhadap Lingkungan Guna Kelangsungan Bumi. Misi Dinas Perhubungan Kota Makassarn yaitu:
a. Mewujudkan Sarana Transportasi Yang Aman, Handal, Ramah Lingkungan Dan Terjangkasi Masyarakat;
b. Mewujudkan Prasarana Transportasi Yang Berkualitas Dan Memiliki Standar Nasional Dan Internasional;
c. Meningkatkan Kenyamanan Dan Keselamatan Transportasi; Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Pelayanan Jasa Perhubungan;
d. Meningkatkan Manajemen Transportasi Perkotaan Yang Mudah Diakses Melalui Jaringan Transportasi Terpadu;
42
e. Memberdayakan Sumber Daya Aparatur Dan Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Dengan Budaya Tertib Berlalu Lintas;
f. Memperkecil Tingkat Pelanggaran Dan Kecelakaan Lalu Lintas Yang Disebabkan Oleh Tranportasi.
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan
Pembagian tugas 1. Kepala Dinas