A. Teori Akad 1. Definisi Akad
2. Macam-Macam Akad
Menurut para ulama, akad dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, antara lain:
a. Berdasarkan Keabsahannya, akad terbagi menjadi dua 59yaitu pertama akad sah. Akad ini dimaknai sebagai akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya.
Hukum dari akad sah ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang ditimbulkan dari akad dan akibat hukum tersebut mengikat bagi para pihak yang berakad. Menurut ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah akad sah ini terbagi menjadi dua yaitu: 1). akad yang nafiz (sempurna untuk dilaksanakan).
Maksudnya akad ini telah memenuhi syarat dan rukunnya serta tidak ada penghalang untuk melakukannya. 2). Akad yang mauqu>f. Maksudnya adalah akad yang dilakukan oleh seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan akad tersebut. seperti, transaksi
58 Ma’ruf Abdullah. Hukum Keuangan Syariah Pada Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank.
(Aswaja Pressindo, 2016), 104.
59 Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat…56-58.
30
yang dilakukan oleh anak yang telah mumayyiz. Transaksi akan menjadi sah apabila walinya mengizinkan dirinya untuk melakukan transaksi.
Kedua, akad yang tidak sah. Akad ini dimaknai sebagai akad yang terdapat kekurangan para rukun dan syaratnya, sehingga akibat hukum akad tersebut tidak berlaku dan tidak mengikat bagi para pihaknya. Menurut ulama Hanafiyyah akad tidak sah ini terbagi menjadi dua yaitu: 1). Akad yang ba>til, dimaknai sebagai akad yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya atau adanya larangan langsung dari nas} dan ketentuan syara’. 2). Akad yang fa>sid, dimaknai sebagai akad yang pada dasarnya disyariatkan, namun terdapat adanya sifat ketidakjelasan dari sesuatu yang diakadkannya. Adapun menurut jumhur ulama antara akad ba>til dan fa>sid memiliki kesamaan yaitu tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum yang mengikat para pihaknya. Sedangkan menurut KHES, akad berdasarkan keabsahannya terbagi atas akad sah, akad ba>til dan akad fa>sid.
b. Berdasarkan Penamaannya, akad terbagi menjadi dua yaitu pertama, akad bernama (al- ‘uqûd al-musamma). Akad ini dimaknai sebagai akad yang ditentukan namanya oleh ketentuan syara’ dan jelas ketentuan hukumnya.
Menurut Wahbah Al-Zuhaili, yang termasuk akad ini antara lain60: jual beli (al- bai’), pinjam meminjam uang (al-qard}) atau barang (al ‘a>riyah), sewa menyewa barang (ija>rah ‘ala> al- a’ya>n) atau jasa (ija>rah ‘ala> al-asykha>sh), sayembara
60 Syamsul Anwar. Hukum Perjanjian Syariah… 74.
(ju’a>lah), perkongsian (al-syirkah atau mud}a>rabah), hibah, penitipan (al- wadi>’ah), pemberian kuasa (al-waka>lah), penanggungan (al-kafa>lah), pemindahan utang (al-hiwālah), gadai (al-rahn) dan perdamaian (al-shulh).
Kedua, akad tak bernama (al- ‘uqu>d g}air musamma). Akad ini dimaknai sebagai akad yang tidak diatur dalam dalam kitab-kitab fiqih, sehingga penamaannya dilakukan oleh masyarakat.
c. Berdasarkan Kedudukannya, akad terbagi menjadi dua yaitu pertama, akad pokok (al- ‘aqd al-as}li). Akad ini dimaknai sebagai akad yang berdiri sendiri yang keberadaannya tidak bergantung kepada akad lain. Seperti akad pertukaran (jual beli dan sewa menyewa), akad perkongsian (musyarakah dan muda>}rabah serta akad persekutuan dalam bidang pertanian) dan sebagainya.
Kedua, akad asesoir/pelengkap (al- ‘aqd al-tabi’). Akad ini dimaknai sebagai akad yang keberadaannya tidak dapat berdiri sendiri melainkan bergantung kepada suatu akad yang lain. Contoh akad ini adalah akad penanggungan (al- kafa>lah), gadai (al-rahn), pemindahan utang (al-hiwa>lah) dan sebagainya. Akad tersebut berdiri akibat ada akad pokoknya yaitu akad peminjaman uang (al- qard}).61
d. Berdasarkan dari segi unsur temponya, akad ini terbagi menjadi dua yaitu pertama, akad bertempo (al- ‘aqd al-zamani). Akad ini dimaknai sebagai akad yang memiliki unsur waktu. Artinya, kepemilikan terhadap sesuatu objek atau
61 Syamsul Anwar. Hukum Perjanjian Syariah… 76-77.
32
perintah untuk melakukan sesuatu ditentukan berdasarkan adanya jangka waktu. Seperti akad sewa menyewa (al-ija>rah), penitipan (al-wadi>’ah), pinjam meminjam uang (al-qard}) atau barang (al-‘a>riyah) dan pemberian kuasa (al- waka>lah) dan sebagainya. Kedua, akad tidak bertempo. Akad ini dimaknai sebagai akad yang tidak memiliki unsur waktu. Artinya, tidak ada batasan waktu dalam menggunakan hak kepemilikan atas suatu objek akad. Seperti akad jual beli (al-bai’).
e. Berdasarkan Keterikatannya, akad ini terbagi menjadi dua 62yaitu pertama, akad yang mengikat (al- ‘aqd al-la>zim). Akad ini dimaknai sebagai akad yang memiliki akibat hukum yang mengikat bagi kedua belah pihak setelah syarat dan rukun akad terpenuhi dengan baik, sehingga akad ini tidak dapat dibatalkan secara sepihak kecuali ada persetujuan dari pihak lainnya. Akad ini terbagi menjadi dua yaitu: 1) akad yang mengikat kedua belah pihak, Seperti akad jual beli (al-bai’), sewa menyewa (al-ija>rah) dan sebagainya. 2). Akad yang mengikat satu pihak, seperti akad penanggungan (al-kafa>lah) dan akad gadai (al-rahn). Kedua akad tersebut, para pihaknya tidak dapat membatalkan akad tanpa persetujuan dari pihak lainnya, namun pihak lain dapat membatalkannya secara sepihak.
Kedua, akad tidak mengikat. Akad ini dimaknai sebagai akad yang para pihaknya dapat membatalkan perjanjian tanpa adanya persetujuan dari pihak
62 Syamsul Anwar. Hukum Perjanjian Syariah… 80-81.
yang lainnya. Akad ini terbagi menjadi dua, yaitu 1). Akad yang sifat aslinya memang tidak mengikat, seperti akad pemberian kuasa (al-waka>lah), persekutuan (al-syirkah), hibah dan akad peminjaman barang (al ‘a>riyah). 2).
Akad yang tidak mengikat akibat adanya konsep khiya>r di dalam akad.
f. Berdasarkan Tujuannya, akad ini terbagi menjadi dua 63yaitu pertama, akad mu’āwad}at. Akad ini dimaknai sebagai akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan/komersial. Akad ini memiliki dua sifat 64yaitu akad mu’a>wad}at yang memiliki sifat penyertaan dan akad mu’āwad}at yang memiliki sifat pertukaran. Akad mu’a>wad}at yang bersifat penyertaan, antara lain: musyarakah, mud}a>rabah muzara’ah, mukhabarah, musaqah dan lain sebagainya. Sedangkan akad mu’a>wad}at yang bersifat pertukaran terdiri dari dua bagian, yaitu pertukaran yang objeknya berupa barang (jual beli) dan pertukaran yang objeknya berupa jasa/manfaat (ija>rah) dan ju’ālah. Kedua, akad tabarru’. Akad ini dimaknai sebagai akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan menolong/membantu pihak lain serta mengharap pahala dari Allah SWT (bersifat sosial). Akad ini memiliki memiliki tiga sifat 65yaitu: 1). meminjamkan harta, seperti akad qard}, rahn dan
63 Jaih Mubarok dan Hasanudin. Fikih Mu’amalah Maliyyah: Prinsip-Prinsip Perjanjian… 17.
64 Muhamad Izazi Nurjaman, Doli Witro dan Sofian Al-Hakim, “Akad Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Perspektif Regulasi… 25.
65 Adiwarman A. Karim. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), 67.
34
hiwa>lah. 2). Meminjamkan jasa, seperti waka>lah. wadi>’ah dan kafa>lah. 3).
Memberikan sesuatu, seperti hibah, sedekah dan wakaf.
g. Berdasarkan Zat atau Sifat Bendanya, akad ini terbagi menjadi dua 66yaitu pertama, akad al- ‘ain. Akad ini dimaknai sebagai akad yang objek akadnya berupa benda berwujud serta disyaratkan harus adanya penyerahan objek berupa benda, seperti akad jual beli. Kedua akad g}air al- ‘ain. Akad ini dimaknai sebagai akad yang objek akadnya berupa benda tidak berwujud, seperti akad ija>rah.
h. Berdasarkan Formalitasnya, akad ini terbagi menjadi tiga 67yaitu pertama, akad konsensual. Akad ini dimaknai sebagai akad yang tidak memerlukan akad yang diatur secara sah namun cukup kedua belah pihak saja yang saling mengikatkan perjanjian. Namun kadang seringkali akad ini secara tertulis saat akad berlangsung dengan tujuan hanya sebagai syarat dan sebagai alat bukti atau pembuktian. Kedua, akad formalistik. Akad ini dimaknai sebagai akad yang patuh terhadap aturan yang dikeluarkan oleh pembuat hukum, karena apabila salah satu komponen aturan akad tersebut tidak terpenuhi maka status hukum akad tersebut dinyatakan tidak sah. Ketiga, akad riil. Akad ini dimaknai sebagai akad yang dinyatakan sah sesuai hukum apabila dalam akad berlangsung terdapat objek hukum. Sebaliknya apabila dalam akad tersebut
66 Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah…49.
67 Syamsul Anwar. Hukum Perjanjian Syariah… 78.
belum menghadirkan objek akad maka dapat dinyatakan belum sah secara hukum.
i. Berdasarkan Dilarang atau Tidaknya, akad ini terbagi menjadi dua 68yaitu pertama, akad masyru’. Akad ini dimaknai sebagai akad yang pola pelaksanaan sesuai dengan tuntunan syariah yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, seperti yang kita sudah kenal ialah akad mud}a>rabah, ija>rah, qord}ul h}asan, dan akad yang lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Kedua, akad ghair masyru’. Akad ini dimaknai sebagai akad yang setiap pelaksanaan keluar dari kolidor ketentuan hukum yang berlaku sehingga tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam, karena akan melahirkan akad yang merugikan bagi pihak-pihak yang melakukan akad tersebut.