• Tidak ada hasil yang ditemukan

Objek Akad Ijārah

Dalam dokumen MUHAMAD IZAZI NURJAMAN TESIS (3) (Halaman 115-120)

Objek akad ija>rah disebut sebagai ma’qu>d ‘alaih. Objek akad ija>rah merupakan manfaat yang dihasilkan dari mah{a>l al-manfa’ah atau tempat terjadinya manfaat atau manfaat dari suatu benda yang termasuk dalam kategori harta. Selain manfaat, ma’qu>d ‘alaih juga berupa ujrah atau imbalan atas sewa maupun jasa. Sehingga dalam akad ija>rah, terjadi pertukaran antara manfaat suatu benda atau jasa seseorang dengan ujrah. Para ulama sepakat bahwa benda yang dapat menjadi mah{a>l al- manfa’ah adalah benda yang memiliki sifat isti’ma>li (tidak habis sekali pakai),

sehingga kedudukan benda harus merupakan harta yang dapat dan boleh dimanfaatkan serta kekal zatnya.142

Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 9 tahun 2000 tentang pembiayaan ijārah, yang dimaksud dengan objek akad ija>rah, yaitu berupa manfaat barang dan sewa atau manfaat jasa dan upah. Dalam fatwa juga dipaparkan mengenai ketentuan objek ija>rah, antara lain:143

a. Objek ija>rah merupakan manfaat dari penggunaan barang dan jasa.

b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam akad.

c. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

d. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jaha>lah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

Selain itu juga, dalam fatwa DSN-MUI Nomor 112 tahun 2017 tentang Akad ijārah, memaparkan ketentuan mengenai mah{a>l al-manfa’ah atas ija>rah ‘ala> al- A’ya>n (ija>rah atas manfaat barang), yaitu:144 mah{a>l al-manfa’ah dimaknai sebagai barang sewa/barang yang dijadikan media untuk mewujudkan manfaat. Mah{a>l al- manfa’ah harus berupa barang yang dapat dimanfaatkan dan manfaatnya dibenarkan (tidak terlarang) secara syariah atai termasuk harta mutaqawwim). Selain itu juga, mah{a>l al-manfa’ah harus dapat diserahterimakan (maqdu>r al-taslim) pada saat akad atau pada waktu yang disepakati para pihak, seperti pada akad IMFD.

142 Jaih Mubarok dan Hasanudin. Fikih Mu’amalah Maliyyah: Akad Ijārah dan Ju’alah… 46.

143 DSN-MUI. Kumpulan Fatwa DSN MUI 2000-2007. (Jakarta: Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia, 2007), 25.

144 DSN-MUI. Fatwa Nomor 112 Tahun 2017 Tentang Akad Ijārah

94

Dalam fatwa itu juga dipaparkan mengenai ketentuan manfaat selain harus manfaat yang dibenarkan secara syariah, juga manfaat harus diketahui para pihak, baik mengenai cara penggunaannya maupun jangka waktunya. Ketentuan lainnya adalah pihak penyewa dapat menyewakan kembali kepada pihak lain atas izin dari pihak yang menyewakan. Kemudian pihak penyewa juga tidak wajib menanggung risiko terhadap kerugian yang ditimbulkan atas pemanfaatan kecuali karena al- ta’adi, al-taqs}ir dan mukhalafat al-syuru>t{.

Adapun dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang dipaparkan oleh Ahmad Mujahidin menyatakan bahwa jenis objek akad ija>rah terdiri dari:145 pertama, benda yang dijadikan objek ija>rah harus benda yang halal dan mubah.

Kedua, benda yang diija>rahkan harus digunakan untuk hal-hal yang dibenarkan menurut syariah. Ketiga, setiap benda yang dapat dijadikan objek jual beli dapat dijadikan objek ija>rah.

Berdasarkan ketentuan fatwa dan KHES tersebut, menunjukkan bahwa objek akad ija>rah lebih difokuskan kepada manfaat dari suatu benda. Adapun mengenai manfaat dari suatu benda pun tidak dijelaskan secara rinci, ketika benda yang dimaksud adalah benda tidak berwujud. Apakah ketentuan tersebut bersifat umum berlaku bagi semua jenis benda atau khusus terhadap benda berwujud saja?

Sedangkan berkaitan dengan ketentuan ujrah dalam fatwa DSN tahun 2000 dan fatwa DSN tahun menetapkan ketentuan, antara lain:

145 Ahmad Mujahidin. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). 192.

a. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sebagai ujrah.

b. Pembayaran ujrah boleh berbentuk jasa (manfaat) dari jenis yang sama dengan objek akad.

c. Kelenturan dalam menentukan ujrah dapat diwujudkan dalam bentuk waktu, tempat dan jarak.

Dalam Fatwa DSN tahun 2017:

d. Ujrah dapat berupa uang, manfaat barang, jasa atau barang yang boleh dimanfaatkan menurut syariah dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Kualitas dan kuantitas ujrah harus jelas, baik berupa angka nominal, persentase tertentu, atau rumus yang disepakati dan diketahui oleh para pihak yang berakad.

f. Ujrah dapat dibayar secara tunai, angsuran dan tangguh sesuai kesepakatan.

g. Ujrah juga yang telah disepakati boleh ditinjau ulang atas manfaat yang belum diterima oleh pemberi sewa sesuai kesepakatan.

Dalam Pasal 307-308 KHES, berkaitan dengan ujrah selain dalam bentuk uang juga bisa dalam bentuk surat berharga atau barang lain yang disepakati serta boleh ada atau tidaknya mengenai uang muka. Adapun ketentuan mengenai uang muka menjadi tidak dapat dikembalikan apabila pihak penyewa membatalkan akad

96

kecuali yang membatalkan akad adalah pihak yang menyewakan.146 Adapun berdasarkan pemaparan mengenai ketentuan ujrah di atas, apabila ujrah dapat berupa manfaat. Hal itu menunjukkan bolehnya akad ija>rah atas pertukaran antara manfaat barang dengan manfaat barang yang lain, walaupun sama jenis dan pemanfaatannya.

Mengenai ija>rah jenis tersebut, adanya pergeseran definisi akad ija>rah yang dimaknai sebagai akad pertukaran manfaat barang dengan barang (ujrah) menjadi pertukaran manfaat dengan manfaat. Maka para ulama berbeda pendapat, yaitu Pertama, jumhur ulama membolehkan akad ija>rah atas pertukaran manfaat dengan manfaat, baik manfaatnya sejenis atau berbeda jenis. Karena kedudukan manfaat sama dengan barang dalam akad jual beli yang boleh dipertukarkan. Maka boleh juga mempertukarkan manfaat dengan manfaat. Kedua, ulama Hanafiyyah melarang pertukaran atas manfaat dengan manfaat yang sejenis, akan tetapi pertukaran manfaat yang berbeda jenis diperbolehkan.

Adapun menurut Jaih Mubarok dan Hasanudin,147 ikhtila>f para ulama tersebut berfokus pada konsep akad ija>rah yang mereka buat. Argumen yang digunakan pun lebih banyak didasari berpikir rasional dengan menggunakan analogi (qiya>s).

Sehingga ketika terjadi pertukaran manfaat dengan manfaat yang bersifat tidak jelas boleh dengan syarat terhindar dari g}ara>r. Maka penentuan mengenai tujuan manfaat

146 Mahkamah Agung. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2011), 82.

147 Jaih Mubarok dan Hasanudin. Fikih Mu’amalah Maliyyah: Akad Ijārah dan Ju’alah… 31.

dan jangka waktu menjadi dasar pembolehan ija>rah atas pertukaran manfaat dengan manfaat.

Dalam dokumen MUHAMAD IZAZI NURJAMAN TESIS (3) (Halaman 115-120)