• Tidak ada hasil yang ditemukan

Atlet dan Kecerdasan Kinestetik

Dalam dokumen PSIKOLOGI OLAHRAGA (Halaman 113-117)

BAB 7 MENTAL TRAINING

F. Atlet dan Kecerdasan Kinestetik

Secara teknis, pilihan seseorang menjadi atlet bermula dari temuan dirinya sendiri yang berbakat dalam bidang olahraga, atau, berkepandaian secara kinestetik (cerdas kinestetik/gerak). Kemampuan olah raga sering kali muncul pada awal kehidupan, dalam bentuk kemampuan umum, seperti keseimbangan, koordinasi, kecerdasan, mata yang tajam, atau daya ingat yang kuat. Kualitas seperti itu memperlengkapi seseorang untuk aneka jenis olahraga, karena itu adalah fondasi di mana keterampilan dibangun. Kecerdasan dibutuhkan untuk memahami keterampilan; memori diperlukan untuk mempertahankan perolehan setelah dipelajari; dan keseimbangan, koordinasi, dan penglihatan yang baik semua membantu dalam proses pelatihan. Alhasil, pelatihan keterampilan, yang melibatkan pembentukan dan pemurnian kemampuan untuk aktivitas tertentu, tentu lebih mudah jika kualitas kecerdasan kinestetik ini ada.

Pengembangan keterampilan melibatkan pemaha- man hubungan antara apa yang ingin kita capai dan tindakan yang diperlukan untuk mewujudkannya. Misalnya, seorang atlet muda yang belajar melempar lembing segera menyadari bahwa dengan memvariasikan posisi tubuhnya, sudut pelepasan lembing, dan gaya yang ia terapkan, ia dapat mengubah jarak dan arah pergerakannya serta sudut tempat lembing tersebut mendarat. Cara dia belajar adalah dengan membandingkan apa yang dia inginkan terjadi dengan apa yang sebenarnya terjadi setelah setiap lemparan. Tantangan bagi atlet muda dan pemain pemula adalah bahwa mereka sering kali menjadi penilai yang buruk tentang seberapa banyak yang telah mereka pelajari.

Indera seorang atlet memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Penglihatan memberitahunya apakah lembing terbang sesuai keinginannya. Indera peraba memberi tahu dia bagaimana perasaan tindakan itu, dan lambat laun dia

belajar membedakan antara apa yang terasa benar dan apa yang salah. Jika atlet berhasil mengidentifikasi kesalahan dengan benar dan di sini dia mungkin membutuhkan mata yang berpengalaman dari seorang pelatih dia dapat memodifikasi upaya berikutnya sesuai dengan itu. Semakin banyak uji coba yang diselesaikan atlet, semakin baik dia memahami hubungan antara performans dan hasil, dan dia akan menjadi semakin terampil.

Ternyata, selain melibatkan pelatihan teknis dengan mengetahui kelemahan lawan dan mengoptimalkan jurus seorang pemain, hal yang tak kalah penting adalah pelatihan mental Apa yang menyebabkan seorang pemain dominan kalah dengan lawan khususnya, atau sampai seorang menggigit pemain lawan seperti pernah dilakukan Luis Soarez. Kecemasan apa yang menimpa pemain saat ia tengah berada di gelanggang tempat dirinya akan berlaga? Bagaimana cara mengatasi ketegangan dan supaya diri sang pemain lebih rileks sehingga ia memperlihatkan kualitas permainannya, alih-alih bertindak brutal atau tertekan hingga tak bisa bermain optimal.

BAB

8

Memiliki rasa cemas adalah hal yang amat wajar. Itu benar- benar normal untuk memiliki kecemasan. Namun, jika seseorang merasa cemas terlalu sering dan tanpa alasan yang jelas, seseorang itu mungkin mengalami gangguan kecemasan. Tentu saja kecemasan dan gangguan kecemasan adalah dua kondisi yang berbeda. Jika seseorang memiliki gangguan kecemasan, maka akan merasa cemas tentang banyak hal, bahkan dalam situasi normal.

Pada tingkat yang tergolong parah, gangguan kecemasan atau anxiety disorder juga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari orang yang mengalaminya. Kecemasan juga umum terjadi pada atlet di semua cabang olahraga.

Hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, dan karena itu berlangsung dalam waktu yang singkat. Penting untuk diingat bahwa kecemasan dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan gejala lain dari berbagai gangguan emosional. Lingkungan, perasaan tertekan dan penyebab fisik dapat menimbulkan kecemasan. Kondisi tersebut bersifat lingkungan, perasaan tertekan dan penyebab fisik dapat menimbulkan kecemasan. Kondisi ini secara luas dapat dibagi menjadi tiga kategori tingkat kecemasan, gangguan fobia dan gangguan stres pasca-trauma.

Kecemasan yang tinggi sering menyebabkan orang berkinerja jauh di bawah standar. Bagi banyak atlet, kecemasan berakibat perasaan terlalu khawatir, tegang, gelisah, dan takut.

Padahal, dalam olahraga, kecemasan bisa jadi dianggap musuh

KECEMASAN DALAM

OLAHRAGA

utama. Ketika di satu pertandingan besar, kesalahan besar bisa terjadi tanpa bisa dijelaskan. Inilah kecemasan sebagai penyebab utama. Olahraga penuh dengan berbagai harapan. Akan tetapi bisa berantakan ketika seorang atlet tidak mampu diri atas situasi yang dihadapi. Beban tanggung jawab sering menghasilkan kesalahan spektakuler oleh pemain yang tidak mampu menangani tekanan.

Jones (1995), Penelitian perkembangan dan masalah dalam kecemasan kompetitif di olahraga, Sejauh mana Anda bisa mampu mengendalikan tekanan dalam kompetisi tergantung pada faktor- faktor kepribadian spesifik. Seperti kepribadian Anda, pengasuhan, dan pengalaman. Inidikenal sebagai perbedaan individu yang menjadikan masing-masing kita sangat unik. Jadi kecemasan tergantung pada persepsi Anda. Itu sangat pribadi dan fenomena yang tidak terduga. Cenderung terjadi jika Anda percaya bahwa itu tuntutan tugas meningkat atau kemampuan Anda menurun.

Kecemasan bisa jadi saat tiba ketakutan.

Sebagai atlet pencak silat misalnya, anda gagal dalam menendang lawan bebera kali. Lalu keadaan ini berkembang menjadi keengganan dalam jangka panjang. Di sini kepercayaan diri Saudara telah terguncang. Muncullah kecemasan. Meski serangan yang dilakukan sama seperti saat anda lakukan dalam latihan atau pertandingan sebelumnya, Anda tetap tidak mampu melakukannya.

Penelitian di berbagai disiplin ilmu juga mendukung pengayaan teori dan metodologi praktik. Demikian pula, berbagai disiplin ilmu dan sub-disiplin yang terkait erat dengan olahraga telah terlibat untuk mendukung teori tersebut. Menurut Bompa dalam Harsono (2017) disiplin ilmu yang mendukung pengayaan teori dan metodologi pelatihan adalah ilmu eksplorasi, fisiologi, biomekanik, nutrisi, tes dan pengukuran, ilmu motorik dan psikologi. Tidak hanya aspek fisik, teknis dan taktis untuk menunjang prestasi atlet, dalam buku pedoman praktikum penyusunan program latihan yang disusun oleh Lubis (2013) terdapat persiapan latihan psikologis untuk persiapan umum, persiapan khusus, pra-kompetisi dan kompetisi utama. Artinya aspek psikologis tidak bisa dipandang sebelah mata, bahwa aspek

psikologis memegang peranan yang sangat penting dalam prestasi olahraga.

Setiadarma (2000) menjelaskan bahwa psikologi olahraga lebih mengarah pada pencapaian kemampuan para pelakunya yang kompetitif. Selanjutnya menurut Tangkudung dan Mylsidayu (2017) psikologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari gejala atau perilaku psikologis yang terjadi pada atlet saat berolahraga. Salah satu gejala psikologis yang terjadi pada atlet adalah kecemasan.

Kecemasan sebagai salah satu kajian psikologi unik dan menarik yang terjadi pada atlet. Peristiwa penting sebelum, selama, dan di akhir pertandingan dalam olahraga sangat dipengaruhi oleh tingkat kecemasan pelaku olahraga, baik atlet, pelatih, wasit, maupun penonton. Perasaan cemas disebabkan oleh bayangan sebelum pertandingan dan selama pertandingan, hal ini terjadi karena tekanan psikologis.

Setiap orang normal pasti pernah mengalami kecemasan.

Kecemasan bisa muncul kapan saja, salah satu penyebabnya adalah ketegangan yang berlebihan dan berlangsung lama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kecemasan adalah keadaan khawatir atau bimbang.

A. Jenis-jenis Kecemasan

Peneliti menjelaskan dan membagi kecemasan menjadi 2 yaitu sifat (Trait) dan keadaan (State) (Bebetsos, 2012). State anxiety: kecemasan dapat dianggap sebagai salah satu perasaan dasar pada manusia, kita semua memiliki sedikit kecemasan dalam situasi tertentu yang dianggap berbahaya. (Batumluand dan Erden, 2007). Karena itu kecemasan juga diakui sebagai konstruksi multidimensi yang terdiri dari komponen kognitif dan somatik dan juga dapat dilihat sebagai karakteristik kepribadian yang agak stabil (trait anxiety) atau sebagai respons terhadap situasi tertentu. Menurut Hixson (2017) State anxiety mengacu pada bagaimana perasaan seseorang dalam berbagai situasi. Sedangkan trait anxiety menggambarkan karakteristik kepribadian yang berfokus pada berbagai ancaman yang dirasakan.

Pendapat yang sama dikemukakan lebih lanjut oleh James Tangkudung dan Mylsidayu (2017), berdasarkan jenisnya, kecemasan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu state anxiety dan trait anxiety.

1. State anxiety adalah suatu keadaan emosi yang terjadi secara tiba-tiba/pada waktu tertentu yang ditandai dengan kecemasan, ketakutan akan ketegangan, dan biasanya kecemasan ini terjadi menjelang pertandingan, kecemasan lain yang terjadi pada atlet biasanya takut gagal dalam pertandingan, ketakutan akan pergaulan. Konsekuensi atas kualitas prestasi mereka, takut cedera atau hal-hal lain terjadi padanya, takut agresi fisik baik oleh lawan dan dirinya sendiri, dan takut bahwa kondisi fisiknya tidak akan dapat menyelesaikan tugas atau pertandingannya dengan baik.

Beberapa alat untuk mengevaluasi keadaan kecemasan adalah State Anxiety Inventory (SSAI) yang dibuat oleh Spielberger dan rekan pada tahun 1970. Format lain dari alat tes ini adalah Competitive State Anxiety Inventory (CSAI). Lebih lanjut Martens berpendapat dalam (Ngo, 2017) yaitu state anxiety yang berkaitan dengan ketakutan akut akan kegagalan dan pikiran negatif yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi.

2. Trait anxiety adalah perasaan yang bersifat pribadi atau bawaan. Menurut (Gunarsa, 2008) Trait anxiety adalah kecenderungan untuk mempersepsikan situasi lingkungan yang mengancam dirinya. Seorang atlet pada dasarnya memiliki sifat kecemasan, manifestasi kecemasan akan selalu berlebihan dan mendominasi aspek psikologis. Hal ini menjadi kendala serius bagi para atlet tersebut untuk bisa tampil baik.

Jenis kepribadian cemas berikut antara lain: cemas, khawatir, gelisah, dan ragu-ragu, kurang percaya diri, gugup/demam panggung, sering merasa tidak bersalah dan menyalahkan orang lain, tidak mudah menyerah atau “ngotot”, gerakan sering serba salah, dan gelisah, sering mengeluh, khawatir berlebihan terhadap penyakit, mudah tersinggung,

suka membesar-besarkan masalah kecil (dramatisasi), sering bimbang dan ragu dalam mengambil keputusan, sering histeris ketika emosi (Hawari, 2001). Ada beberapa jenis gangguan kecemasan, yaitu:

1. Agoraphobia. Ketika seseorang menderita agorafobia jika memiliki perasaan takut dan sering menghindari tempat atau situasi yang menyebabkan seseorang merasa panik, terjebak, tidak dapat meminta bantuan, dan merasa malu.

2. Generalized anxiety disorder (GAD) adalah kecemasan kronis yang ditandai dengan kekhawatiran dan ketegangan yang berlebihan. Jenis gangguan kecemasan ini berlangsung terus menerus dan cenderung tidak terkendali. Orang dengan GAD bisa sangat gelisah bahkan ketika mereka tidak dalam situasi stres, alias baik-baik saja. Kekhawatiran dan ketegangan yang berlebihan terkadang disertai dengan gejala fisik, seperti gelisah, sulit berkonsentrasi, bahkan sulit tidur (insomnia).

3. Gangguan panik (panic disorder) Tidak seperti kecemasan biasa, gangguan panik bisa muncul secara tiba-tiba dan berulang-ulang tanpa alasan yang jelas. Seseorang yang mengalami kondisi ini umumnya juga menunjukkan gejala fisik seperti keringat berlebih, nyeri dada, sakit kepala, sesak napas, dan detak jantung yang cepat jantung tidak teratur.

Banyak orang sering menganggap gejala ini sebagai serangan jantung. Gangguan panik ini bisa ditandai dengan mengalami serangan panik seperti di atas. Serangan panik bisa dialami kapan saja dan di mana saja. Beberapa orang mungkin mengalami serangan panik hanya dalam hitungan menit, sementara yang lain mungkin mengalaminya selama berjam-jam.

4. Selective mutism yakni Gangguan kecemasan ditandai dengan anak yang tidak dapat berbicara dalam kondisi atau situasi tertentu. Misalnya, seorang anak tiba-tiba tidak dapat berbicara saat di sekolah, padahal di rumah atau di tempat lain, anak tersebut tidak mengalami gangguan bicara. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat mempengaruhi

aktivitasnya di sekolah. Padahal, ketika anak sudah besar, masalah ini mungkin muncul di tempat kerja, atau dalam kondisi lain ketika ia harus berkomunikasi dengan orang lain.

5. Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) Tipe ini biasanya dialami oleh anak-anak pada masa pertumbuhan dan perkembangannya. Biasanya kondisi ini disebabkan oleh perpisahan yang terjadi antara anak dengan orang tuanya atau figur orang tua pengganti di sekitarnya.

6. Gangguan kecemasan sosial (Social anxiety disorder), adalah rasa takut ekstrem yang muncul saat berada di tengah banyak orang. Wajar jika merasa gugup saat bertemu orang lain (terutama orang asing atau orang penting). Namun, ketika Anda selalu merasa gugup, bahkan takut, berada di lingkungan baru hingga berkeringat dan mual, Anda mungkin mengalami kecemasan sosial. Berbeda dengan rasa malu atau gugup yang umumnya hanya berlangsung sebentar, kondisi ini justru berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama. Sumber kecemasan sosial adalah ketakutan untuk diamati, dihakimi, atau dihakimi di depan orang lain.

Gangguan kecemasan sosial adalah jenis fobia kompleks.

Fobia jenis ini berdampak merusak, bahkan melumpuhkan kehidupan penderitanya. Pasalnya, gangguan ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan harga diri seseorang, mengganggu hubungan dan kinerja di tempat kerja atau sekolah bahkan dilingkungannya.

7. Fobia spesifik. Fobia spesifik juga masuk dalam jenis anxiety disorder. Kondisi ini merupakan ketakutan yang berlebihan dan terus-menerus terhadap objek, situasi, atau aktivitas tertentu yang umumnya tidak berbahaya. Misalnya fobia hewan, fobia ketinggian, balon, jarum, darah, dan sebagainya. Orang dengan kondisi ini tahu bahwa ketakutan yang mereka alami berlebihan, tetapi mereka tidak bisa mengatasinya.

B. Sumber Kecemasan

Secara umum faktor penyebab kecemasan adalah faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal antara lain rendahnya tingkat religiusitas, pesimisme, takut gagal, pengalaman negatif masa lalu, dan pikiran irasional. Sedangkan faktor eksternal seperti kurangnya dukungan sosial.

Tangkudung dan (Mylsidayu, 2017) menjelaskan bahwa:

1. Sumber dari dalam:

a. Atlet terlalu terpaku pada kemampuan teknis mereka.

Akibatnya, didominasi oleh pikiran yang terlalu membebani, seperti komitmen berlebihan yang harus dimainkan dengan sangat baik.

b. Pikiran negatif muncul, seperti takut diejek oleh penonton jika tidak menunjukkan penampilan yang baik.

c. Pikiran atlet akan sangat dipengaruhi oleh kepuasan yang secara subjektif dirasakan dalam dirinya. Atlet akan merasa khawatir tidak dapat memenuhi keinginan pihak luar sehingga menimbulkan ketegangan baru.

2. Sumber dari luar:

a. Timbulnya berbagai rangsangan yang mengacaukan rangsangan tersebut dapat berupa tuntutan atau harapan dari luar yang menimbulkan keraguan bagi atlet untuk mengikutinya bahkan sulit untuk dipenuhi. Keadaan ini menyebabkan para atlet mengalami kebingungan dalam menentukan penampilannya, bahkan sampai kehilangan kepercayaan diri. Xu (2017) menyatakan bahwa secara psikologis mengontrol perilaku pengasuhan, seperti meremehkan atau membatasi tindakan anak untuk menyelesaikan masalah secara mandiri, mengkritik atau mengejek kegagalan anak secara berlebihan, dan mengabaikan upaya anak dalam proses pemecahan masalah, akan merusak perkembangan. Kepercayaan diri anak-anak dalam kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan dan ancaman berhasil dalam situasi masalah (ekspektasi kompetensi), yang pada gilirannya, akan menyebabkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi.

b. Pengaruh massa. Bagaimanapun, emosi massa sering kali berdampak besar pada kinerja atlet, terutama jika persaingannya ketat dan tegang. Atlet sepak bola yang bertanding di lapangan biasa memiliki kecemasan yang lebih sedikit dibandingkan atlet yang bertanding di stadion-stadion besar, seperti Gelora Bung Karno dengan ribuan penonton.

c. Rival lain yang bukan rival. Seorang atlet menjadi sangat tegang ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa sulit untuk bermain sehingga ia menjadi kewalahan. Misalnya dalam tim sepakbola, Irfan adalah pemain andalan tim dan pencetak gol terbanyak, ketika Ricky mendapatkan bola dan memiliki kesempatan untuk mencetak gol, kecemasannya akan muncul karena dia takut tidak berhasil. Jadi bola itu diberikan kepada Irfan.

d. Pelatih yang menunjukkan sikap tidak mau mengerti bahwa atlet telah berusaha semaksimal mungkin, bahkan seringkali pelatih menyalahkan atau mencemooh atletnya. Padahal justru dapat menggoyahkan kepribadian atlet tersebut.

e. Hal-hal non teknis seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat, angin yang bertiup terlalu kencang, atau peralatan yang dirasakan tidak memadai.

C. Hubungan Kecemasan dengan Olahraga

Mental toughness (kekuatan mental) mempunyai peranan penting dalam pencapaian prestasi atlet. Fungsi mental toughness yaitu untuk pertahanan diri atlet ketika menghadapi situasi yang sulit. Mental toughness memberikan motivasi dan perasaan positif, sehingga atlet mampu mengontrol dan menurunkan kecemasannya.

Cutuk (2017) Selain kapasitas fisik banyak atlet top, terungkap bahwa dimensi psikologis tidak bisa diabaikan untuk meningkatkan kinerja. Jika diperhatikan bahwa psikologi memiliki banyak kompetensi seperti motivasi, fokus, penetapan tujuan, dan manajemen kecemasan. Dampak ketegangan

terhadap kinerja keterampilan gerak pada atlet antara lain menimbulkan kecemasan, emosi, stress dan ketegangan otot.

Kepercayaan diri sangat terkait dengan konsistensi emosi positif, seperti kegembiraan dan kebahagiaan, sedangkan kepercayaan diri yang rendah dikaitkan dengan emosi negatif seperti kecemasan, keraguan, dan depresi.

Secara umum, dalam penelitian yang dilakukan oleh Perrotta berjudul The Beneficial Effects of Sport on Anxiety and Depression bahwa olahraga teratur dapat mengurangi stres dan kecemasan (Perrotta, 2010). Lane dalam Komaruddin (2017), menyatakan bahwa orang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi tanpa disertai rasa percaya diri dapat mengalami penurunan performa. Selanjutnya menurut Harsono (2017) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi puncak atlet berkaitan dengan kondisi atlet yaitu kecemasan (anxiety) pada diri atlet, saat bertanding takut cedera, takut salah, takut kalah, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara kecemasan dengan olahraga yang sering terjadi adalah kecemasan yang dialami oleh atlet saat bertanding, hal ini tentunya merupakan sisi negatif yang dapat mempengaruhi penampilan dan merugikan seorang atlet. Dampak kecemasan terhadap penampilan atlet secara bertahap yang berdampak negatif.

D. Gejala Kecemasan

Pengaruh kecemasan pada kinerja atletik telah menjadi target utama studi terbaru dalam psikologi olahraga. Setiap gangguan kecemasan memiliki gejala yang berbeda, tetapi mereka mengelompokkan ketakutan dan ketakutan yang tidak masuk akal dan berlebihan. Zambrano (2016). Kemudian pendapat selanjutnya menurut Lipschitz (2016), kecemasan merupakan bentuk penyakit mental yang paling umum di Amerika Serikat. Individu dengan gangguan kecemasan mengalami gangguan kualitas hidup dan fungsi pendidikan dan pekerjaan, serta peningkatan risiko komoditas medis.

Pada umumnya atlet yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala yang biasanya diikuti dengan munculnya ketegangan atau stres pada diri atlet. Indikator yang dapat digunakan bahwa atlet mengalami kecemasan dapat dilihat dari perubahan fisik dan psikis. Komaruddin (2017) menjelaskan bahwa gejala-gejala kecemasan fisik antara lain: Perubahan perilaku yang dramatis, gelisah atau gelisah dan sulit tidur, Peregangan otot leher, bahu, otot ekstremitas, Perubahan irama pernapasan perut yang terjadi bahkan lebih, kontraksi otot terjadi di dagu, sekitar mata dan rahang. Sedangkan secara psikologis yaitu: Gangguan perhatian dan konsentrasi, Perubahan emosi, Kepercayaan diri menurun, Timbul obsesi, Tidak ada motivasi.

Perubahan fisik yang terjadi akibat kecemasan: sakit kepala, libido menurun, lekas marah, ketegangan otot meningkat, keringat berlebih, nyeri dada, napas cepat, tekanan meningkat, sering buang air besar (diare) (Komaruddin, 2017).

Pendapat selanjutnya menurut Bebetsos (2012) juga hampir sama, yaitu kecemasan somatik mengacu pada terhentinya gairah fisiologis individu yang bersifat negatif, seperti peningkatan denyut nadi, nyeri perut, berkeringat, dan lain-lain.

Tangkudung dan Mylsidayu (2017) lebih spesifik dalam membedakan gejala kecemasan menjadi 2, yaitu cognitive anxiety dan somatic anxiety. Berikut ciri-cirinya:

a. Gejala cognitive anxiety, meliputi: Individu cenderung terus menerus mengkhawatirkan kondisi buruk yang akan menimpa dirinya atau orang lain yang dikenalnya dengan baik. Biasanya cenderung tidak sabaran, mudah tersinggung, sering mengeluh, sulit konsentrasi, dan mudah terganggu tidurnya atau sulit tidur.

b. Gejala somatic anxiety, meliputi: Sering berkeringat berlebihan padahal udara tidak panas dan tidak sedang berolahraga, jantung berdebar kencang, tangan dan kaki terasa dingin, mengalami gangguan pencernaan, mulut dan tenggorokan terasa kering. tampak pucat, buang air kecil lebih dari biasanya, gemetar, berkeringat dingin, mulut kering, pupil

melebar, sesak napas, denyut nadi dan jantung lebih cepat, muntah, mual atau diare, mengeluh nyeri sendi, otot kaku, cepat lelah, tidak mampu relaks, sering kaget, dan terkadang disertai gerakan wajah atau tubuh dengan intensitas dan frekuensi yang berlebihan, misalnya saat duduk, menggoyangkan kaki atau meregangkan leher terus menerus.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala anxiety dibagi menjadi 2 yaitu kognitif dan somatic.

Kognitif memiliki ciri seperti mudah khawatir, sulit berkonsentrasi, mudah mengeluh. Dan somatik seperti gemetar, berkeringat tidak normal, napas cepat, tidak normal, nadi meningkat, rasa mual, diare. Gejala ini terjadi tidak seperti biasanya bahkan terbilang tidak wajar.

E. Cara Mengatasi Kecemasan

Latihan relaksasi sangat efektif diberikan pada atlet yang sedang dalam keadaan tegang (stres). Ketegangan yang dimiliki atlet secara berlebihan yang melebihi batas normal atau ambang stres, maka atlet akan mengalami perasaan cemas (anxiety).

Sumber daya yang baik yang dapat dikombinasikan dengan teknik relaksasi dan psyching-up adalah apa yang disebut "pra task music" (Karageorghis, Terry, Lane, Bishop, & Priest, 2011).

Mendengarkan musik sebelum berlatih mungkin memiliki stimulasi atau efek (Terry & Karageorghis, 2006). Misalnya, jika kita mengamati banyak pemain sepak bola dunia dalam perjalanan ke pusat pelatihan atau pertandingan menggunakan earphone, bahkan seperti Neymar yang membawa earbud dengan musiknya. Atlet dapat memilih musik yang paling sesuai dengan tujuannya, baik untuk relaksasi maupun untuk menambah energi. Penelitian tentang teknik relaksasi dan psyching up yang dilakukan oleh Komite Olimpiade Brasil (BOC) telah terbukti membantu atlet mengelola tingkat kecemasan dan gairah, sehingga meningkatkan kinerja mereka (Pineschi dan Pietro, 2013).

Dalam dokumen PSIKOLOGI OLAHRAGA (Halaman 113-117)