• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipe Kepemimpinan yang Dominan

Dalam dokumen PSIKOLOGI OLAHRAGA (Halaman 156-166)

BAB 10 KEPEMIMPINAN DALAM OLAHRAGA

G. Tipe Kepemimpinan yang Dominan

Umumnya para ilmuwan menyatakan bahwa seorang pemimpin yang memiliki tipologi kepemimpinan otokratis memiliki sederet karakteristik yang dapat dikatakan sebagai karakteristik negatif.

Dari perspektif persepsi, umumnya seorang pemimpin yang memiliki tipe otokratis adalah orang yang egois.

Egoismenya yang besar mendorong untuk mendistorsi realitas yang sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang ia tafsirkan secara subjektif sebagai realitas. Orang yang otokratis akan memaknai disiplin kerja yang tinggi yang ditunjukkan oleh bawahannya sebagai wujud kesetiaan bawahan kepadanya, padahal sebenarnya disiplin kerja didasarkan pada rasa takut, bukan loyalitas. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan kemajuannya, antara lain :

1) Kecenderungan memperlakukan bawahan seperti alat atau mesin sehingga mengabaikan harkat dan martabatnya,

2) Sangat berorientasi dapa pelaksanaan tugas (task oriented) dan kurang memerhatikan kebutuhan para bawahan.

3) Bawahan hampir tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian seorang.

Seorang pemimpin yang otokratis dalam praktiknya akan menggunakan gaya kepemimpinan yang menuntut kepatuhan penuh dari bawahannya, kaku dalam menegakkan disiplin, memiliki nada tegas dalam memberi perintah, menggunakan pendekatan punitif ketika terjadi penyimpangan.

2. Tipe Demokratik

Berdasarkan hasil penelitian dengan cara pengajaran langsung kepada siswa, pemberian kebebasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran, pemberian supervisi, komunikasi interaktif, sedangkan siswa interaktif dalam pembelajaran, tidak ada siswa yang tidak bergerak, suasana kelas hidup. Secara umum, tipe kepemimpinan demokratis dikatakan sebagai tipe pemimpin yang paling ideal dan paling disukai dan didambakan. Diakui bahwa tipe ini tidak selalu merupakan tipe pemimpin yang paling efektif dalam kehidupan organisasi, karena ada kalanya dapat terjadi keterlambatan dalam pengambilan keputusan sebagai konsekuensi dari keterlibatan bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, dengan berbagai kelemahannya, tipe pemimpin demokratis tetap dipandang sebagai pemimpin terbaik, karena kekuatannya lebih besar daripada kelemahannya. Dari segi persepsi, pemimpin demokrasi biasanya melihat perannya sebagai koordinator integrator dari berbagai elemen dan komponen organisasi sehingga mereka bertindak sebagai suatu totalitas. Gaya seperti itu biasanya diturunkan dengan berbagai cara seperti:

1) Pandangan bahwa betapa pun besarnya sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya tidak berarti kecuali digunakan dan dimanfaatkan oleh anggotanya dalam organisasi demi kepentingan pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

2) Pendelegasian wewenang yang praktis dan realistik tanpa kehilangan kendali organisasi merupakan suatu ciri yang harus dilakukan pada tipe ini.

3) Bawahan ikut dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendi melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.

4) Kesungguhan dalam memperlakukan bawahan sebagai makhluk politik, ekonomi, sosial, dan sebagai individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas.

5) Usaha memperoleh pengakuan yang tulus dari para bawahan atas kepemimpinan orang yang bersangkutan didasarkan kepada pembuktian kemampuan memimpin organisasi dengan efektif bukan sekadar karena pemilikan wewenang formal berdasarkan pengangkatannya.

3. Tipe Paternalistik

Ada banyak tipe pemimpin paternalistik dalam masyarakat yang masih tradisional, umumnya pada masyarakat agraris. Popularitas pemimpin paternalistik dalam masyarakat seperti itu mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti ikatan primordial yang kuat, sistem kekerabatan yang diperluas, kehidupan komunitas komunalistik, peran adat yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat, dan kemungkinan hubungan pribadi yang akrab antar anggota masyarakat. Komunitas. dengan anggota masyarakat lainnya.

4. Tipe Kharismatik

Ada ciri khusus dalam tipe kepemimpinan karismatik, yang daya tariknya sangat besar. Jadi meskipun daya tariknya besar para pengikut tidak bisa menjelaskan secara konkrit mengapa pemimpin dikagumi. Penampilan fisik, kekayaan, dan usia tidak selalu menjadi ukuran atau karakteristik pemimpin karismatik. Para anggotanya tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya kepemimpinan yang digunakan oleh para pemimpin tersebut. Bisa juga seorang pemimpin karismatik yang menggunakan gaya kepemimpinan otokratis namun anggotanya tetap setia kepadanya. Dimungkinkan juga menggunakan gaya paternalistik tetapi tidak kehilangan daya pikir, daya tariknya akan tetap besar meskipun menggunakan gaya demokratis atau partisipatif.

5. Tipe Militeristik

Tipe militeristik tidak berarti tipe pemimpin yang berorganisasi di bidang militer tetapi bisa juga ada di bidang non-militer. Pemimpin yang memiliki tipe militeristik adalah pemimpin yang umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Dalam menggerakkan bawahan sering kali menggunakan perintah.

2) Dalam menggerakkan bawahan umumnya bergantung pada pangkat dan jabatan.

3) Senang pada acara formalitas yang berlebihan.

4) Menuntut disiplin yang tinggi dan keras dari bawahan.

5) Biasanya sukar untuk dapat menerima kritik dari bawahannya.

6) Menyenangi upacara-upacara untuk berbagai keperluan.

Dari uraian di atas, ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki tipe kepemimpinan militeristik bukanlah tipe pemimpin yang ideal, karena karakter yang tangguh juga lebih cenderung melakukan hal-hal yang terlalu berlebihan sehingga dianggap kaku dan monoton dalam bekerja. memimpin suatu unit atau organisasi. Dan hal ini menimbulkan kebosanan pada anggota atau bawahan.

6. Tipe Laissez Faire

Perannya sebagai pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang dewasa yang tahu apa tujuan organisasi, tujuan yang ingin dicapai, tugas yang harus dipenuhi setiap anggota dan seorang pemimpin tidak perlu terlalu sering campur tangan dalam kehidupan organisasi.

Menurut teori jalur-tujuan, tanggung jawab pemimpin adalah meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Seorang pemimpin meningkatkan motivasi pengikut dengan (1) memperjelas jalur pengikut menuju imbalan yang tersedia atau (2) memberikan bonus yang berarti sesuai dengan keinginan pengikut. Klarifikasi jalur berarti bahwa pemimpin bekerja dengan bawahan untuk membantu mereka mengidentifikasi dan mempelajari perilaku yang akan mengarah pada keberhasilan pencapaian tugas dan penghargaan organisasi. Meningkatkan penghargaan berarti bahwa pemimpin berbicara dengan bawahan untuk mempelajari penghargaan mana yang penting bagi mereka

yaitu, apakah mereka menginginkan imbalan intrinsik dari pekerjaan itu sendiri atau imbalan ekstrinsik seperti kenaikan gaji atau promosi. Tugas pemimpin adalah meningkatkan penghargaan pribadi kepada bawahan untuk mencapai tujuan dan membuat jalan menuju penghargaan ini jelas dan mudah diterapkan.

Model ini disebut teori kontingensi karena terdiri dari tiga set: gaya kontingensi pemimpin, pengikut dan situasi, dan penghargaan untuk memenuhi kebutuhan pengikut. Sedangkan teori Fiedler membuat asumsi bahwa pemimpin baru dapat mengambil alih ketika situasi berubah, dalam teori path-goal, pemimpin mengubah perilaku sesuai dengan situasi. Ada 4 perilaku seorang pemimpin:

1. Kepemimpinan suportif menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan pribadi bawahan. Perilaku kepemimpinan harus terbuka, ramah, dan mudah didekati, dan pemimpin menciptakan suasana tim dan memperlakukan bawahan secara adil dan setara. Contohnya adalah manajemen klub olahraga yang memberikan bonus secara merata kepada semua pemainnya setelah mencapai target tim.

2. Directive Leadership memberitahu bawahan apa yang harus mereka lakukan. Perilaku pemimpin meliputi perencanaan, penjadwalan, penetapan tujuan kinerja dan standar perilaku, dan menekankan kepatuhan terhadap aturan dan peraturan.

Arah perilaku kepemimpinan mirip dengan struktur inisiasi atau gaya kepemimpinan berorientasi tugas.

3. Kepemimpinan Partisipatif berkonsultasi dengan bawahan tentang keputusan. Perilaku pemimpin tersebut termasuk meminta pendapat dan saran, mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan bertemu dengan bawahan di tempat kerja mereka. Pemimpin Partisipatif mendorong diskusi dan saran kelompok, mirip dengan gaya pelatihan atau dukungan dalam model Hersey dan Blanchard.

4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi menetapkan tujuan yang jelas dan menantang bagi bawahan. Perilaku pemimpin menekankan kinerja berkualitas tinggi dan peningkatan kinerja saat ini. Pemimpin yang berorientasi pada prestasi juga menunjukkan kepercayaan pada bawahan mereka dan membantu mereka belajar bagaimana mencapai tujuan yang tinggi.

Untuk itu seorang pemimpin harus ingat bahwa tanggung jawab pemimpin adalah memperjelas jalur pemberian reward kepada pengikut atau meningkatkan jumlah atau jenis reward untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Dalam beberapa situasi, pemimpin bekerja dengan bawahan untuk membantu mereka memperoleh keterampilan dan kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk melakukan tugas dan mencapai imbalan yang tersedia. Di tempat lain, pemimpin dapat mengembangkan penghargaan baru untuk memenuhi kebutuhan spesifik bawahan.

BAB

11

Kata disiplin sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin merupakan salah satu kebiasaan yang baik dalam gaya hidup masyarakat secara umum. Tidak hanya itu, bahkan sebagian orang percaya bahwa kedisiplinan bisa menjadi salah satu kunci sukses seseorang dalam belajar dan dalam hal lainnya. Karena pentingnya hal tersebut maka setiap orang harus mengetahui segala informasi tentang disiplin agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian disiplin adalah ketaatan (compliance) terhadap peraturan (order dan sebagainya). Dalam hal kedisiplinan, ada 2 kata kunci utama, yaitu patuh (obedient) dan aturan (order). Hal ini dapat diartikan bahwa disiplin tumbuh dari sikap patuh dalam diri seseorang untuk mengikuti aturan yang telah dibuat untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Penerapan disiplin memiliki berbagai tujuan. Salah satunya adalah mengembangkan pribadi yang dapat mengontrol dirinya dengan baik. Ketika seseorang terikat oleh aturan dan mencoba untuk mematuhinya, ini dapat mencegahnya dari bertindak sewenang-wenang dan di luar kendali. Hal ini juga dapat mengurangi risiko gesekan sosial yang mungkin terjadi dalam anggota masyarakat. Oleh karena itu, disiplin juga bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang tertib dan damai.

Hasibuan (2013) menyatakan bahwa disiplin adalah fungsi operasi keamanan dari manajemen sumber daya manusia. Disiplin merupakan fungsi operatif terpenting dari manajemen sumber daya manusia karena semakin baik kedisiplinan seseorang maka semakin tinggi pula prestasi kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin orang

DISIPLIN OLAHRAGA

yang baik, sulit bagi organisasi atau orang tersebut untuk mencapai hasil yang optimal. Di samping itu, kedisiplinan seseorang adalah kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mentaati segala aturan dan norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik akan mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Dimana hal ini akan mendorong semangat seseorang. Sedangkan menurut Bahrodin (2007), disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan- aturan yang telah ditentukan.

Soemarmo (1996) menjelaskan bahwa disiplin adalah alat untuk menciptakan perilaku dan ketertiban manusia sebagai suatu kelompok masyarakat. Disiplin menurut pengertian di atas adalah hukuman atau sanksi yang mempunyai bobot untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku. Rachman (1999), juga memberikan penjelasan tentang disiplin. Disiplin adalah upaya pengendalian diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan ketaatan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan dorongan dan kesadaran yang timbul dari dalam hati.

Dalam olahraga, atlet selalu dihadapkan pada pilihan antara melakukan ketentuan sesuai program latihan yang telah ditetapkan atau tidak melakukan sesuai program latihan, antara menaati peraturan dan bersikap sportif, atau melanggar peraturan selama dapat memenangkan pertandingan. Ini semua erat kaitannya dengan kedisiplinan atlet dan masalah pengendalian diri menghadapi keinginan untuk mendapatkan kepuasan.

Upaya yang dilakukan dalam mencapai latihan yang optimal adalah menanamkan disiplin kepada atlet yang mengikuti latihan, dengan demikian disiplin dalam latihan ini harus dimiliki oleh setiap atlet yang bertujuan untuk mencapai prestasi optimal. Untuk itu faktor disiplin adalah kunci utama dalam menca- pai sebuah latihan yang optimal.

Atlet yang memiliki kedisiplinan diri sendiri sudah memiliki kesadaran untuk berlatih sendiri, mening- katkan keterampilan, dan menjaga kondisi fisik serta kesegaran jasmaninya, hal ini dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan peraturan yang dapat merugikan kese- hatan dirinya dan lebih lanjutnya selalu akan beru saha untuk hidup dan berbuat sebaik-baiknya sesuai dengan citranya sebagai atlet yang ideal.

Jadi berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan itu berupa ketaatan seseorang berupa kesediaan untuk mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat baik secara kelompok maupun secara individu. Manusia sebagai individu terkadang ingin hidup bebas, sehingga ingin melepaskan diri dari suatu ikatan atau aturan yang membatasi aktivitas atau perilakunya. Namun perlu disadari bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup diantara individu-individu lain yang saling berinteraksi, dalam hal ini mereka memiliki kebutuhan untuk merasa diterima oleh orang lain. Jadi dengan kata lain, kedisiplinan dalam diri seorang atlet sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan seorang pelatih akan sulit dicapai jika tidak ada kedisiplinan bagi seorang atlet.

Ada beberapa contoh kasus di dalam dunia olahraga khususnya di Indonesia yang disebabkan oleh ketidakdisiplinan para atlet yang berakibat fatal dan tentunya merugikan dirinya.

Pada kasus sepak bola contohnya Dua pemain Timnas Indonesia U- 19, Serdy Ephy Fano dan Mochamad Yudha Febrian yang dicoret dari skuad Timnas U-19. Mereka melakukan tindakan indisipliner berat. Mereka tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yakni seharusnya pada pagi hari mereka harus melakukan timbang berat badan namun mereka tidak melakukan, serta keluyuran hingga waktu subuh.

Kemudian kasus indispliner terjadi dari peng- gawa Tanago Friesian Jakarta, Christine Aldora Tjundawan, tak ada dalam daftar 24 pemain yang di panggil mengikuti seleksi tim nasional basket putri Indonesia. Christine rupanya mendapat sanksi dari Perbasi karena melakukan tindakan indisipliner. Christine dijatuhi hukuman atas tindakannya pada Asian Games 2019.

Dalam Surat Keputusan Nomor: 001/PP/I/2019 yang dikeluarkan PP Perbasi tertanggal 7 Januari 2019, pebasket berposisi point guard itu disebut telah melanggar aturan karena meninggalkan wisma atlet tanpa izin. Menjatuhkan sanksi kepada Christie Aldora

Tjundawan untuk tidak dapat mengikuti keg iatan Tim Nasional Indonesia baik kegiatan Tim Nasional yang diadakan di dalam negeri maupun luar negeri,” bunyi surat keputusan PP Perbasi.

Hukuman yang diterima Christine berlaku satu tahun mulai 7 Januari 2019. Kepala Bidang Hukum Perbasi, George Fernando Dendeng, memberi penjelasan mengapa induk organisasi basket tertinggi di tanah air akhrinya menjatuhkan sanksi tersebut.

Tindakan indispliner yang dilakukan Christine Tjundawan cukup disayangkan mengingat pebasket kelahiran 22 Agustus 1998 itu memiliki kemampuan yang bisa diandalkan tim nasional basket putri Indonesia. Musim lalu bersama Tanago, Christine mencatatkan 15,6 poin per gim

Masih banyak kasus-kasus yang terjadi didalam du- nia olahraga ditanah air yang disebabkan oleh tindakan indispliner dan dari sini kita tahu bahwasanya kedisiplinan itu bukan hanya tentang bagaimana kita menaati peraturan saja, tapi pembiasaan dimulai dari displin untuk hal-hal yang kecil dan sederhana. Setelah terbiasa akan hal-hal kecil tentunya mudah untuk menerapkan ke hal yang lebih besar dan ini tentunya dimulai dari diri sendiri dan kemudian kita akan mendapatkan hal-hal yang baik dari pembiasaan kedisplinan. Padahal untuk masuk kedalam sebuah tim, klub bahkan skuad Timnas bukanlah hal yang mudah, perlunya kerja keras agar bisa bersaing dengan pemain lainnya.

Mencapai sebuah prestasi dalam olahraga membutuhkan perjuangan baik secara fisik maupun pisikis. Untuk itu latihan adalah kata kunci untuk mencapai prestasi tersebut. Latihan yang baik dasar bagi atlet dalam mencapai sebuah prsetasi, semua itu didukung oleh disiplin atlet dalam menjalankan sebuah latihan.

Disiplin merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam menjalankan aktivitas, untuk itu keberhasilan seorang atlet dalam latihan diukur dari disiplin atlet itu sendiri dalam latihan.

Dimana dalam hal ini disiplin memiliki nilai-nilai ketekunan, ketertiban serta taat aturan dalam menjalani kegiatan latihan. Maka dari itu keberhasilan sebuah latihan yang dilakukan dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu kedisiplinan diri seorang atlet itu sendiri. Untuk mendapatkan hasil latihan yang baik maka

disarankan seorang atlet harus memi- liki disiplin sehingga tujuan latihan yang diinginkan akan tercapai.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin atlet adalah sebuah tanggung jawab moral yang dapat mentaati atauran atau nilai-nilai yang berlaku dalam sebuah organisasi, kelompok ataupun individu, sehingga menjadikan seorang atlet yang dapat diharapkan (atlet ideal). Dengan demikian maka atlet akan mendapatkan tujuan ataupun keinginan yang ingin dicapai baik dalam latihan maupun prestasi dalam cabang olahraga yang digelutinya. Hal ini memberikan sebuah alasan bahawa kedisiplinan dalam latihan adalah faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan seorang atlet dalam meraih hasil latihan. Maka dari itu kedisiplinan atlet harus diperhatikan dalam latihan dan tidak boleh diabaikan ka- lau ingin mendapakan hasil latihan optimal.

A. Manfaat Disiplin

Dalam kehidupan sehari-hari, ada kepercayaan bahwa anak perlu sedikit disiplin agar dapat berperilaku sesuai dengan norma masyarakat dan agar dapat diterima di masyarakat.

Dengan disiplin, anak dapat belajar berperilaku sesuai tuntutan masyarakat dan dapat diterima di lingkungannya. Disiplin bermanfaat bagi perkembangan anak karena dengan disiplin beberapa kebutuhan akan terpenuhi. Seperti yang dikatakan oleh Dirk Meyer Gutkin dan Redh (Oteng Sutisna) bahwa manfaat disiplin adalah:

1. Disiplin memberikan rasa aman dan memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

2. Dengan membantu anak untuk menghindari perasaan bersalah, malu karena perilaku yang salah, perasaan yang pasti akan mengakibatkan ketidakbahagiaan dan penyesuaian yang baik terhadap disiplin, memungkinkan anak untuk hidup sesuai dengan standar yang disetujui oleh lingkungan sosialnya dan dengan demikian memperoleh keuntungan persetujuan sosial.

3. Dengan disiplin anak belajar bertingkah laku yang mendatangkan pujian yang akan ditampilkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Ini penting untuk penyesuaian yang berhasil dan berakhir dengan kebahagiaan.

4. Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi penggerak ego yang mendorong anak untuk mencapai apa yang diharapkannya.

Disiplin membantu anak-anak mengembangkan hati nurani, suara hati, bimbingan dan pengambilan keputusan serta kontrol perilaku. Selain itu, kedisiplinan yang dimiliki akan membantu orang tersebut dalam berperilaku sehari-hari, baik di dalam maupun di luar lapangan. Atlet akan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang dihadapinya. Aturan-aturan yang terdapat dalam tim akan dilaksanakan dengan baik jika atlet tersebut sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya. Selain sebagai alat pendidikan, disiplin juga berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Dalam hal ini, kedisiplinan dapat mengarahkan seseorang untuk beradaptasi, terutama dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan tersebut. Penerapan disiplin dalam kehidupan sangat banyak manfaatnya yang bisa kita dapatkan.

B. Penanaman Disiplin

Disiplin yang ditanamkan dengan paksaan dapat menimbulkan kesadaran yang dapat menumbuhkan kedisiplinan diri atau (self-discipline) atlet yang bertindak negatif atau menolak ketentuan atau peraturan yang disepakati menunjukkan gejala ketidakdisiplinan, karena disiplin mengandung ketaatan atau ketaatan terhadap ketentuan dan nilai-nilai yang berlaku.

Sehingga atlet yang memiliki disiplin diri sudah memiliki kesadaran untuk berlatih sendiri, meningkatkan keterampilan, dan menjaga kondisi fisik dan kebugaran jasmaninya, hal ini dapat memberdayakan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan yang dapat membahayakan

kesehatannya dan selanjutnya mereka akan selalu berusaha untuk hidup dan melakukan yang terbaik sesuai dengan citranya sebagai atlet yang ideal.

Disiplin juga dapat berkembang sehingga berdampak positif bagi perkembangan harga diri atlet. Atlet yang merasa bangga menjalankan programnya sendiri tanpa ada yang mengawasi berarti merasa berharga untuk dapat berprestasi sebagai atlet yang baik, sebaliknya akan merasa kurang baik atau harga dirinya akan turun jika melakukan hal-hal yang melanggar ketentuan atau norma. apa yang harus dilakukan oleh seorang atlet yang baik (Sudibyo, 2005).

Menurut Tu'u (2004) ada lima unsur disiplin, yaitu:

1. Mengikuti dan mematuhi peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.

2. Mengikuti dan taat, terutama timbul karena kesadaran diri bahwa berguna untuk kebaikan dan keberhasilan diri sendiri, karena ketakutan, tekanan, paksaan dan dorongan dari luar diri.

3. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk tingkah laku sesuai dengan nilai- nilai yang ditentukan atau diajarkan.

4. Sanksi diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengontrol dan memperbaiki perilaku.

5. Peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran perilaku.

Kedisiplinan sangat diperlukan oleh setiap manusia.

Manusia yang memiliki kedisiplinan yang tinggi akan mempunyai kualitas yang lebih unggul. Kedisiplinan akan digunakan disemua aspek kehidupan. Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja sampai lingkungan bermain memerlukan kedisiplinan yang tinggi. Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan. Dalam hal ini sesungguhnya seorang atlet yang telah mampu menumbuhkan disiplin diri sendiri atau (self discipline) yang akhirnya akan disertai pemahaman dan

kesadaran erat hubungannya dengan sikap penuh tanggung jawab. Individu yang bersangkutan cenderung berusaha menempati, mendukung dan mempertahankan nilai-nilai yang dianutnya. Rasa tanggung jawab untuk patuh, tidak mengingkari, dan harapan akan kelansungan nilai-nilai akan berkembang menjadi sikap hidupnya sehari-hari (Sudibyo, 2005).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin atlet merupakan tanggung jawab moral yang dapat mentaati aturan atau nilai-nilai yang berlaku dalam suatu organisasi, kelompok atau individu, sehingga menjadikan seorang atlet yang diharapkan (atlet ideal). Dengan demikian, atlet akan mendapatkan tujuan atau keinginan yang ingin dicapai baik dalam latihan maupun prestasi dalam olahraga yang digelutinya. Hal ini memberikan alasan bahwa kedisiplinan dalam latihan merupakan faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan seorang atlet dalam mencapai hasil latihan. Oleh karena itu, disiplin atlet harus diperhatikan dalam latihan dan tidak boleh diabaikan jika ingin mendapatkan hasil yang optimal.

C. Jenis-jenis Disiplin

Jika ditinjau dari segi terbentuknya, disiplin dapat dibedakan atas dua macam:

1. Disiplin yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.

Disiplin bersifat intrinsik, artinya seseorang yang secara sadar menyukai dan dengan sukarela tunduk pada aturan- aturan yang telah ditetapkan. Disiplin yang tumbuh dari individu itu sendiri, karena ia melakukan sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga semuanya terasa menyenangkan. Hal ini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi dan mau mengembangkan diri, berlatih dengan semangat, jujur dan penuh rasa tanggung jawab.

2. Disiplin yang datang dari luar dirinya. Dalam disiplin ini seseorang akan dipaksa untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan, karena takut akan sanksi atau hukuman yang

Dalam dokumen PSIKOLOGI OLAHRAGA (Halaman 156-166)