• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebersihan Maknawiah (Abstrak)

Dalam dokumen KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR′AN (Halaman 69-86)

KEBERSIHAN

E. Kebersihan Maknawiah (Abstrak)

sudah tentu harus bersih, walaupun tidak selamanya begitu. Dalam Islam kebersihan adalah kesucian, dan kesucian adalah kebersihan, walaupun istilah ini tidak sama sekali merupakan garis lurus. Mungkin secara jasmaniah bersih, tetapi belum tentu suci sekaligus, karena masih dalam berhadas, baik hadas kecil (sedang dalam keadaan tidak berwudu) maupun hadas besar (sedang dalam keadaan haid, nifas atau junub). Ironisnya sering kali kebersihan dan kesucian tak berimbang. Ada yang menjaga kebersihan di rumah, tetapi tidak bertanggung jawab atas kebersihan di jalan, sungai, halaman orang, dan lain-lain.

Kebersihan 45

nya. Ketika seseorang bertaubat berarti menyucikan dirinya dari segala dosa yang dilakukannya dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Penyucian dosa bisa juga dengan istigfar. Bagi dosa yang memerlukan hukum pidana Islam, maka dengan melalui proses pidana itu

Tazkiyyatun-nafs bagi orang yang beriman pada Al-Qur΄an dan Sunnah berfungsi sebagai penyucian dari kemusyrikan atau kesesatan diri. Maka muwahhid (orang yang bertauhid) berarti orang yang suci. Kebalikan muwahhid adalah orang musyrik, yang berarti najis, sebagaimana disebut Al-Qur΄an Surah at-Taubah/9: 28, bahwa orang musyrik itu najis,

Innamal-musyrikuna najasun fala yaqrabul-masjidal- harama ba‘da ‘amihim haza…”. Tanah Mekah dan Madinah bagi umat Islam adalah Tanah Suci karena tidak boleh diinjak oleh orang kafir.

Ayat di bawah ini menerangkan tentang perlunya Baitullah disucikan dari perbuatan syirik.

Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, orang yang beribadah, serta orang yang rukuk dan sujud.” (al-Hajj/22:

26)

Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia.

Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,

"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang itikaf, orang yang ruku΄ dan orang yang sujud!"

(al-Baqarah/2: 125)

Kebersihan 47

Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman; dan juga orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, “Jika ini yang diberikan kepadamu (yang sudah diubah) terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” Barangsiapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya).

Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang besar. (al-Ma΄idah/5: 41)

Al-Imam at-Tabari ketika menerangkan akhir ayat Surah al-Ma΄idah/5: 41 sebagai berikut:

:

Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka, beliau mengatakan "mereka itulah orang-orang yang Allah subhanahu wa ta‘ala tidak menghendaki membersihkannya dari kotornya kekafiran dan kotornya syirik yang ada pada hati mereka dengan kesucian Islam dan kebersihan iman.

Sementara itu, ar-Razi menafsirkan potongan akhir ayat Surah al-Ma΄idah/5: 41 sebagai berikut

Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta‘ala tidak menyucikan hatinya dari keraguan dan syirik, dan seandainya Allah subhanahu wa ta‘ala melakukannya mesti manusia (seluruhnya) beriman.”

2. Tidak tersentuh oleh keonaran orang-orang kafir

Kebersihan 49

(Ingatlah), ketika Allah berfirman, "Wahai Isa! Aku mengambil-mu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan." (Ali ‘Imran/3: 55)

Orang kafir menduga beliau disalib, padahal tidak demikian adanya, sebagaimana diterangkan pada ayat lain:

Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka,

"Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya. (an-Nisa΄/4: 157)

Dalam hal penyucian Isa dari orang-orang kafir, Ibnu Kasir menyatakan sebagai berikut

: :

: .

:

Dan Firman Allah subhanahu wa ta‘ala, “wa mutahhiruka minallazina kafaru” dengan mengangkatmu ke langit dan,

“wa ja‘ilul-lazinat taba‘uka fauqal-lazina kafaru ila yaumil- qiyamah” dan ini yang terjadi. Maka al-Masih tatkala

“diangkat” oleh Allah subhanahu wa ta‘ala ke langit maka terpecahlah para sahabatnya menjadi berbagai kelompok sesudahnya. Ada yang mengatakan bahwa dia hamba-Nya, utusan-Nya, dan anak hamba-Nya. Ada yang berlebihan dan menganggap Ibnu Allah subhanahu wa ta‘ala, Anak Allah subhanahu wa ta‘ala dan yang lainnya berkata, “ dia adalah Allah subhanahu wa ta‘ala” dan yang lainnya berkata, “Dia

Kebersihan 51

itu yang ketiga dari yang tiga.” Allah telah mengisahkan perkataan-perkataan mereka dalam Al-Qur΄an.

Sementara itu, az-Zuhaili menyatakan, “Maksud kalimat “wa mutahhiruka minal-lazina kafaru” ialah menjauhkanmu dan membersihkanmu dari orang kafir, yaitu pembebasan dari tuduhan mereka dengan tuduhan terhadap ibunya berbuat zina”.

3. Suci; tidak berbuat dosa, berzina, dan fahisyah lainnya.

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (Ali

‘Imran/3: 42)

Berbagai pendapat ulama menafsirkan wa tahharaki di atas, antara lain sebagaimana dikemukakan ar-Razi:

: )

( :

:

: :

:

:

.

Adapun tahhir pada ayat ini ada beberapa penafsiran, yaitu:

Pertama, Allah subhanahu wa ta‘ala menyucikan dari kekafiran dan kemaksiatan, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta‘ala pada Surah al-Ahzab/33:

tentang istri-istri Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua, Allah subhanahu wa ta‘ala menyucikan Maryam dari sentuhan lelaki. Ketiga, Allah subhanahu wa ta‘ala menyucikannya dari haid karena dikatakan bahwa Maryam tidak haid. Keempat, Allah subhanahu wa ta‘ala menyucikannya dari perbuatan-perbuatan tercela dan kebiasaan jelek. Kelima, Allah subhanahu wa ta‘ala menyucikannya dari ucapan-ucapan orang Yahudi, tuduhan, dan kedustaan mereka terhadapnya”.

Memang, bila dilihat siyaqul-kalam (konteks) sebelum- nya, tampak bahwa Maryam, suci dari segalanya, termasuk dari tuduhan orang Yahudi. Secara akidah mestinya kaum Nasrani lebih dekat kepada kaum Muslim yang sama-sama menghormati Ibunda Maryam, tetapi demi kehidupan dunia dan kepentingan politik mereka kaum Nasrani lebih kepada Yahudi daripada kaum Muslim, khususnya negara-negara Barat sekarang, bahkan sengaja memberikan Palestina dengan Yerusalemnya kepada mereka pada perjanjian di Inggris tahun 1948.

Kebersihan 53

Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, "Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci." (al-A‘raf/7:

82)

Ayat lain yang berkaitan dengan suci dari perbuatan onar adalah tuduhan kepada Nabi Lut, sebagaimana diterangkan bahwa mereka melakukan khabais (keji), yaitu perbuatan homoseksual:

Dan kepada Lut, Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang melakukan perbuatan keji. Sungguh, mereka orang-orang yang jahat lagi fasik. (al-Anbiya΄/21: 74) Menurut al-Biqa’i yang dimaksud ta‘malul-khaba’is adalah:

( )

- -

.

“Ta‘malul-khabais adalah berpasangan sesama lelaki dan selainnya dari perbuatan yang melampaui batas, maka mereka berhak masuk neraka karena sudah melanggar dengan menyalahgunakan nafsu seksual terhadap yang diharamkan dengan tidak melakukan sesuatu yang sudah disiapkan, padahal di situlah letaknya kelezatan. Sementara manusia tertipu dengan air kotor dan bau yang Kami ciptakan -padahal Kami ciptakan segala sesuatu yang hidup dari air- dan di sana tidak ada kehidupan apapun, apalagi melahirkan dan tak ada manfaatnya karena terbelenggu dengan kotoran yang tak ada buahnya sama sekali.”

4. Bersih dari perbuatan dosa

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah

Kebersihan 55

dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (al- Ahzab/33: 33)

Keluarga Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam pun adalah keluarga suci dan terhormat, sehingga tidak sembarangan pergi keluar rumah. Mereka memiliki

“protokoler” tersendiri yang diatur oleh Allah subhanahu wa ta‘ala. Maka dengan tinggal di rumah, kecuali pada saat-saat amat diperlukan meninggalkan rumah.

Al-Biqa’i menafsirkan ‘ankumur-rijs adalah sesuatu yang kotor, kegoncangan, dan kemaksiatan yang merupakan akhlak tercela dari keluarga Rasul, maka tinggal di rumah adalah kewajiban, dan ketaatan adalah kesucian. Sedangkan tathir adalah menyucikan atau memelihara dari segala yang kotor, baik kongkrit maupun abstrak karena rumah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tempat turunnya wahyu yang tentu harus suci dari segala perkataan dan perbuatan tercela”.

Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah/2: 232)

Ar-Razi, menyatakan ungkapan azka dan athar :

) (

: )

(

) (

Azka lakum wa athar, zaka az-zar‘u menunjukkan pertumbuhan tanaman yang mengisyaratkan berhaknya seseorang atas pahala dari Allah subhanahu wa ta‘ala secara terus menerus (kekal), dan athar, mengisyaratkan pada hilangnya dosa dan maksiat-maksiat yang menyebabkan ditimpanya siksa.

Dengan membangun rumah tangga yang didasarkan atas iman pada Allah subhanahu wa ta‘ala dan hari akhir menunjukkan bahwa tujuan utamanya adalah keridaan Allah subhanahu wa ta‘ala dan keberkahan-Nya. Maka wali tidak

Kebersihan 57

boleh menghalangi putrinya yang akan menikah dengan siapa pun yang baik.

5. Kalamullah yang suci

Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. (al-Waqi‘ah/56: 79)

Banyak versi ulama yang memaknai ayat ini. Ada yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah menyentuh mushaf Al-Qur΄an harus berwudu terlebih dahulu, ada pula yang menyebut bahwa yang dimaksud muttahharun itu adalah para Malaikat.

Quraish Shihab menuturkan, mayoritas ulama memahami pengganti nama tersebut kepada Al-Qur΄an yang dinyata kan ayat sebelumnya, “Di kitab yang terpelihara itu” dan atas dasar itu mereka memaknai al-Mutahharun adalah para Malaikat”. Di samping itu juga Al-Qur΄an bukan dari jin yang diturunkan kepada para dukun (kahanah) yang dibisik-kan setan, sebagaimana tuduhan mereka pada Nabi, sebagai kahin”.

(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (Al-Qur’an). (al- Bayyinah/98: 2)

Menurut Quraish Shihab, ayat ini makin mempertegas lagi atas bukti kebenaran kerasulan Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam karena yang dibacanya adalah lembaran-lembaran yang disucikan dari segala najis dan kotoran yang imaterial seperti syirik dan dosa”. Sementara az-Zuhaili, menyatakan,

”Tidak batil dan bersih dari kesesatan dan kepalsuan”.

6. Kesucian harta

Kesucian harta adalah dimensi lain dari dimensi kesucian dalam Islam, tetapi juga tidak selamanya kesucian menggunakan kata tazkiyyah, tapi juga tuhratan atau taharah. Namun, sebagaimana dimaklumi zakat di- sebut zakat karena menyucikan harta. Memang, hal ini belum berimbang antara menyucikan badan dengan penyucian harta, padahal banyak cara penyucian harta, utamanya dengan zakat. Ongkos penyucian badan dan pemeliharaannya bila dihitung perbulan amat mahal. Mulai dari sikat gigi dan odolnya, pakaian, bahkan dari kalangan tertentu ada yang sengaja mandi SPA dan sauna, belum lagi dari kalangan “perempuan” tingkat tertentu, setiap bulan mengeluarkan dana tertentu untuk merawat wajah dan penataan rambutnya.

Untuk penyucian harta adalah dengan mengeluarkan zakat karena zakat itu sendiri artinya suci. Belum lagi dengan melalui sedekah, infak, wakaf, misalnya. Saat ini lembaga zakat membantu orang-orang kaya mengeluarkan zakatnya, sehingga harta yang dimiliki mereka adalah harta

Kebersihan 59

yang suci. Allah dalam Al-Qur΄an Surah at-Taubah/9: 103 menyatakan, yang artinya: ”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.” Harta yang tidak pernah dizakati adalah harta yang kotor, bahkan termasuk ”...yang menyimpan emas dan perak...” (at- Taubah/9: 34) sehingga akan membakar dirinya di neraka.

Untuk kebersihan harta Rasul mengingatkan umatnya:

) (

Tidak ada makanan yang lebih baik daripada seseorang yang makan dari hasil usahanya sendiri, dan Nabi Allah Dawud pun makan dari hasil usahanya. (Riwayat al- Bukhari)

) (

Sesungguhnya sebaik-baiknya usaha adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri. (Riwayat al-Bukhari)

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(at-Taubah/9: 103)

Zakat membersihkan manusia dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda, di samping itu zakat juga menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati dan memperkembangkan harta benda. Tentu makna ini adalah makna yang lebih pada kebersihan maknawi karena harta yang tidak dizakati secara fisik adalah bersih.

7. Suci berarti tidak pernah disentuh laki-laki mana pun

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai- sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, "Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu." Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa.

Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 25)

Kebersihan 61

Katakanlah, "Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Ali

‘Imran/3: 15)

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan- amalan yang saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai;

kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (an-Nisa’/4:

57)

Dalam dokumen KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR′AN (Halaman 69-86)