• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan dan Tahapan Janin dalam Rahim

Dalam dokumen KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR′AN (Halaman 112-123)

DAN PROSES KELAHIRAN

F. Perkembangan dan Tahapan Janin dalam Rahim

Kehamilan dan Proses Kelahiran 77

sebagai berikut: “Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan; pre-embrionik, dua setengah minggu pertama, embrionik, sampai akhir minggu kedelapan, dan janin/fetus, dari minggu ke delapan sampai kelahiran”. Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, yang pasti ayat tersebut menurut Tantawi, menginformasikan tentang proses penciptaan jenis manusia dengan cara atau metode yang sangat menakjubkan.

sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya.

Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah. (al-Hajj/22: 5)

Pada ayat yang lain:

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya

Kehamilan dan Proses Kelahiran 79

makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.. (al-Mu’minun/23: 12-14)

Ayat-ayat di atas pada mulanya bermaksud menjawab keraguan orang-orang kafir terhadap adanya hari kebangkitan.

Dengan kata lain, ayat di atas menjelaskan tentang dua hal, yaitu ke-Mahakuasaan Allah subhanahu wa ta‘ala dan keniscayaan hari akhir atau hari kebangkitan. Meski begitu, ayat di atas juga bisa dipahami sebagai gambaran tahapan penciptaan manusia atau perkembangan janin dalam rahim.

Ayat di atas menginformasikan bahwa hasil konsepsi diletakkan di “tempat yang kokoh” fi qararin makin. Yang dimaksudkan dengan “tempat yang kokoh” adalah rahim. Sebab, secara anatomis rahim (uterus wanita) memang berada dalam lokasi yang terlindungi dari depan oleh dinding abdomen beserta otot-otot dan ligamentumnya, dari belakang oleh tulang vertebrea kemudian lapisan otot rahim sendiri beserta cairan amniotiknya yang akan meredam getaran dan guncangan di dalamnya. Otot rahim sendiri merupakan jenis otot polos yang sangat kuat dan elastis, sukar memahami seorang anak gadis yang memiliki rahim sebesar telur ayam kemudian harus menjadi melar menampung bobot sebesar 3 kilogram selama 9 bulan.

Gambar 4 Gambar rahim perempuan

Pada ayat di atas terdapat term ‘alaqah yang biasanya diterjemahkan dengan segumpal darah. Terjemahan semacam ini sebenarnya hanya melihat dari nuansa sastranya dari pada ter- jemahan apa adanya (harfiyahnya) yang sebenarnya bernilai saintifik. Padahal, secara kebahasaan, ‘alaqah berarti “sesuatu yang menempel”. Justru terjemahan apa adanya inilah yang sesungguhnya sesuai dengan bukti ilmiah. Sebab, dalam ilmu embriologi modern, memang episode awal pembentukan janin tidak pernah mengalami fase menjadi segumpal darah. Namun menjadi berbentuk seperti lintah yang menempel. Inilah yang dimaksudkan dengan ‘alaqah, dan fakta saintifik ini juga yang kini umum diketahui.

Kehamilan dan Proses Kelahiran 81 Gambar 5

Kemiripan gambar skematis perbandingan hasil konsepsi fase awal dengan lintah (leech)

Kemudian fase berikutnya adalah mudgah, yaitu semacam sesuatu yang dikunyah. Daging kunyahan tidak lain gambaran pencitraan dari tulang belakang (vertebrata). Lihat perbandingan gambar berikut ini:

Gambar 6

Daging kunyahan (kiri) dan embrio (kanan)

Pada fase berikutnya dinyatakan oleh Al-Qur’an dengan fakasaunal-‘izama lahman. Fase ini dikenal dengan fase

“pembentukan tulang” (mesenchym). Dalam hal ini, ada sebuah penjelasan dari salah seorang ahli embriologi, Prof. Dr. Keith

Moore dalam bukunya, Developing Human, “Evolusi embrio dalam rahim ini merupakan suatu peristiwa maha dahsyat, bagaimana menakjubkannya Tuhan merajut setitik protoplasma sepele menjadi berkembang bilyunan sel-sel yang terorganisir dan terspesialisasi menjadi organisme manusia yang utuh”.

Namun, proses perkembangan janin di sini sebenarnya juga dialami setiap makhluk hidup. Karena itu, manusia sebagai kreasi Allah subhanahu wa ta‘ala yang paling sempurna, sebenarnya masih belum bisa dibedakan dengan binatang.

Maka harus ada potensi lain yang menjadikan manusia berbeda dengan binatang. Di sinilah Al-Qur’an menyatakan bahwa pada fase tertentu kemudian bentuk fisik janin tersebut ditiupkan ruh ke dalamnya. Fase peniupan ruh bisa dipahami melalui hadis berikut ini:

Sesungguhnya setiap dari kalian dikumpulkan, pada awal ciptaannya, di dalam perut ibunya, selama 40 hari berupa (sperma). Kemudian menjadi ‘alaqah (sesuatu yang menempel) semisal dengan itu. Kemudian menjadi mudgah (segumpal daging) semisal itu. Kemudian Dia mengutus malaikat untuk meniupkan ruh. (Riwayat al-Bukhari)

Sejak fase peniupan ruh itulah, maka manusia dianggap benar-benar hidup dalam arti sesungguhnya, berbeda dengan

Kehamilan dan Proses Kelahiran 83

binatang. Dengan demikian, kualitas manusia sama sekali tidak diukur dari fisik, tetapi dari potensi ruhaniah tersebut. Dalam kaitan inilah, manusia diungkapkan oleh Al-Qur’an dengan khalqan akhar, yang lebih tepat diterjemahkan dengan

“makhluk yang unik”.

Hanya saja, ada persoalan yang masih diperselisihkan, yaitu pada fase bulan ke berapa ruh itu ditiupkan? Jika kita memahami kalimat misla zalik adalah sama-sama mencapai usia 40 hari, maka fase dari nutfah sampai mudgah adalah 120 hari. Namun, pemahaman ini ternyata tidak sesuai dengan kenyataan medis. Sebab menurut medis, ketika usia janin mencapai 120 hari sudah lebih besar dari mudgah (lihat gambar berikut ini):

Gambar 7 Perkembangan si bayi

Oleh karenanya, ada yang memahami kalimat

dengan masa yang sama, yaitu 40 hari. Artinya, fase dari nutfah sampai mudgah adalah 40 hari atau sebanding dengan 8 minggu, bukan 120 hari. Dalam hal ini Al-Qur’an mengungkapkan dengan kalimat yaitu fase pembentukan tulang di dalam daging, yaitu vertebrae/tulang belakang (lihat gambar 6).

Terdapat fakta saintifik lainnya dalam rangkaian evolusi perkembangan manusia adalah proses terbentuknya indra. Sangat

Kehamilan dan Proses Kelahiran 85

menarik bahwa seluruh peristilahan dalam Al-Qur’an selalu dalam urutan “pendengaran” didahulukan dari penglihatan dalam konteks apa pun. Dalam ilmu embriologi modern diketahui bahwa pembentukan indra pendengaran jauh terjadi sebelum keberadaan indra penglihatan. Al-Qur’an menegaskan hal ini.

dalam firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. (as-Sajdah/32: 9)

Melihat hal ini, maka dianjurkan bagi ibu hamil untuk senantiasa memperdengarkan bunyi-bunyi yang baik. Sebab bunyi-bunyi itu akan ditransmisikan kepada si bayi, dan sang bayi akan mengasosiasikan bunyi tersebut dengan pesan biokimia kesenangan. Terkait dengan fenomena ini, terdapat sebuah kisah nyata dari seorang konduktor yang sangat terkenal, Boris Brott, yang mengisahkan sebagai berikut: “Untuk pertama kalinya saya memimpin suatu lagu dan tiba-tiba bagian musik untuk selo terasa begitu akrab di telinga saya.

Saya mengetahui alurnya sebelum saya sampai pada bagian musik tersebut. Pada suatu hari, saya menceritakan hal ini pada ibu saya, seorang pemain selo profesional. Saya pikir pasti beliau akan tertarik karena not-not untuk selolah yang selalu tampak

jelas dalam pikiran saya. Beliau sangat heran. Akan tetapi, ketika ia mengetahui lagu yang saya mainkan, misteri itu terpecahkan dengan sendirinya. Semua not yang saya kenali adalah yang sering dimainkannya ketika saya berada di dalam kandungan”.

Pada ayat di atas terdapat kalimat . Kalimat ini posisinya sebagai yang menjelaskan kata mudgah. Yang dimaksud mukhallaqah adalah selamatnya janin dari cacat fisik, sedangkan gair mukhallaqah adalah kebalikannya. Bahkan, di kalangan ulama terdapat perbedaan tentang :

1. Yang dimaksud mukhallaqah adalah sudah sempurna wujudnya, sedangkan gair mukhallaqah ketika masih berupa sperma atau awal pembuahan. Pendapat ini bersumber dari Ibn Mas‘ud.

2. Yang dimaksud mukhallaqah adalah janin yang sempurna bentuknya, bukan saja menyangkut cacat fisik atau tidak, tetapi juga menyangkut hal lain misalnya wajahnya tampan/cantik atau tidak, tinggi atau pendek, termasuk rambutnya ikal atau lurus, dan lain-lain. Pendapat ini bersumber dari Qatadah dan ◙ahhak.

3. Yang dimaksud mukhallaqah adalah terlahir sebagai manusia yang sempurna. Sedangkan gair mukhallaqah adalah yang mengalami keguguran. Pendapat ini bersumber dari Mujahid, Sya‘bi, dan Ibnu ‘Aliyah.

4. Yang dimaksud mukhallaqah adalah terlahir dalam keadaan hidup, sedangkan gair mukhallaqah adalah terlahir dalam keadaan wafat, baik sempurna wujudnya

Kehamilan dan Proses Kelahiran 87

maupun belum sempurna. Pendapat ini bersumber dari Ibnu ‘Abbas.

5. Yang dimaksud mukhallaqah adalah janin yang sudah ditiupkan ruh. Sedangkan gair mukhallaqah adalah janin yang belum ditiupkan ruh. Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Bahkan menurut Ibnu ‘Asyur, redaksi

sebenarnya tidak ada kaitannya sempurna atau tidak sempurna secara fisik, akan tetapi redaksi tersebut menunjukkan perkembangan janin di dalam kandungan setelah fase mudgah, baik perkembangannya menuju kepada kesempurnaan secara fisik atau tidak. Argumentasinya adalah bahwa kalimat tersebut menjelaskan term mudgah bukan menyifati term nutfah atau

‘alaqah. Di samping itu, kata takhliq di dalam bahasa Arab menunjukkan arti “pekerjaan yang berulang-ulang”, yakni proses penciptaan menuju kesempurnaan bentuknya.

Yang jelas Allah subhanahu wa ta‘ala telah menciptakan manusia dengan cara dan metode yang sangat mengagumkan dan dalam perkembangan yang sangat indah. Ini semua dimaksudkan untuk menjelaskan tentang ke-Mahakuasaan dan ke- Mahabijaksanaan Allah. Oleh karenanya, bukan sesuatu yang mustahil jika Allah subhanahu wa ta‘ala juga yang menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya. Inilah yang dimaksudkan oleh redaksi yang merupakan satu rangkaian dengan redaksi . Namun, ada pembacaan lain terkait dengan redaksi tersebut. Misalnya, bagi kalangan dokter redaksi dipahami sebagai cara Allah untuk mengajarkan suatu ilmu tertentu kepada

manusia. Artinya, melalui redaksi tersebut manusia didorong untuk melakukan penelitian ilmiah agar kelahiran bayi cacat bisa diatas, atau paling tidak bisa diminimalisir.

Dalam dokumen KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR′AN (Halaman 112-123)