• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI SAYYID QUTHB DAN PROFIL KITAB

C. Metode Penerapan Ghazw al-fikr

93

tidak akan senang terhadap seorang muslim yang konsisten dan istiqomah menjalankan agama dengan manhaj Rabbani-nya karena ia tidak akan pernah bisa dilawan dan dijajah. Ahli Kitab merasa tenang jika umat muslim mengalami kemunduran, karena akan sangat berbahaya bagi mereka jika umat muslim bangkit. Sayyid Quthb juga menyarankan umat muslim untuk membuat persiapan dalam menghadapi peperangan pemikiran ini, karena jika tidak, maka kita akan selamanya degradasi dan kalah.

Para Ahli Kitab tahu bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang diberikan oleh Rabb-nya kepada Rasulullah, seperti diwahyukan kepada rasul- rasul sebelum beliau. Karenanya, mereka juga mengetahui apa yang dikandungnya. Misalnya, kekuasaan dan kekuatan, kebaikan dan kesalehan, energi yang mendorong kemajuan bagi umat yang beriman dengan akidah yang dibawanya, akhlak yang terpancar darinya, dan sistem yang menjadi aturan hidupnya. Oleh karena itu, mereka amat memperhitungkan Al-Qur’an dan orang-orang yang mengimaninya.41

Kalangan Ahli Kitab mengetahui hakikat ini dalam agama Islam dengan baik, seperti mereka mengenal anak-anak mereka. Mereka dari satu generasi ke generasi yang lain mempelajari agama ini dengan cermat dan mendalam. Mereka menggali rahasia-rahasia kekuatannya. Mereka mencari tahu bagaimana agama Islam dapat merasuk ke dalam jiwa manusia. Selain itu, mereka meneliti dengan serius, cara apa yang dapat mereka gunakan untuk menghancurkan kekuatan penyebaran agama ini? Bagaimana cara menumbuhkan keraguan dan skeptisisme kepada para pemeluknya? Bagaimana cara mengubah substansinya? Bagaimana menghalangi para pemeluknya agar tidak mengetahui agama ini secara benar? Bagaimana mengisi kekosongan akidah mereka itu dengan pola pandang, pemahaman, dan kecenderungan yang lain, sehingga mereka dapat mencabut akar-akar ikatan batin mereka yang masih tersisa terhadap akidah Islam ini?42

41 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 51

42 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 51-52

95

Kalangan Ahli Kitab mempelajari agama ini bukan dengan tujuan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk mencari pangkal kelemahan Islam. Mereka mencari tahu faktor-faktor yang membuat agama ini bisa diterima oleh fitrah manusia, kemudian berusaha menghalangi terjadinya hal itu. Mereka mencari rahasia-rahasia kekuatannya, kemudian melumpuhkan kekuatan itu. Mereka mencari tahu bagaimana agama itu merasuk ke jiwa manusia, kemudian mereka berusaha menggantikan posisi agama itu dengan pola pandang dan keyakinan yang sebaliknya, yang mereka pompakan ke jiwa manusia.43

Realitas sejarah selama empat belas abad mengungkapkan satu fakta yang tidak berubah yang diungkapkan oleh Al-Qur’an dalam ayat ini,

ٱ

َۡنيي لَّ َّ

ۡ

ۡ يَتاَء

ۡ َن

ُۡمُه

ۡٱۡ ل

ۡ َتيك

َۡب

ۡ

ۡ عَي

ُۡهَنوُفير ۥۡ

اَمَك

ۡ

ۡ عَي

َۡنوُفير

ۡ

ۡ ب َ أ

ۡااَن

ۡ ُمُهَء

ۡٱ

َۡنيي لَّ َّ

ۡ

ۡاوُ يسَِخ

ۡ اۡ

ۡ مُه َسُفن َ أ

ۡ

ۡ مُهَف

ۡ

ۡ َ لّ

ۡ

ۡ ؤُي

َۡنوُنيم

ۡ٢٠

Orang-orang yang telah Kami berikan Alkitab kepadanya, mereka mengenalnya (Islam dan Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (QS. Al-An’âm [6]: 20)

Namun pada masa kini, fakta tersebut makin menjadi jelas dan tampil dalam bentuk yang mencolok. Kajian-kajian tentang Islam yang ditulis oleh mereka pada masa kini diterbitkan dengan gencar sekitar satu buku setiap pekannya, dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing. Kajian-kajian tersebut menunjukkan betapa luasnya pengetahuan kalangan Ahli Kitab tentang agama ini dan sejarahnya,

43 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 52

sumber-sumber kekuatannya, cara untuk menghadapinya, dan metode untuk merusak ajarannya.44

Mayoritas mereka, tentunya, tidak mengungkapkan secara terus terang niat mereka itu. Karena mereka mengetahui bahwa serangan secara terang-terangan terhadap agama ini hanya akan membangkitkan semangat pembelaan dan perlawanan para pemeluknya. Gerakan-gerakan yang timbul untuk melawan serangan bersenjata terhadap agama ini, yang tercermin dalam kolonialisme, bertumpu pada kekuatan kesadaran beragama atau setidaknya semangat membela agama. Maka, serangan yang terus-menerus terhadap Islam, meskipun dalam bentuk pemikiran, hanya akan terus membakar semangat pembelaan dan perlawanan itu.45

Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka beralih menggunakan cara yang lebih keji. Yaitu, dengan memberikan pujian-pujian kepada agama Islam. Sehingga kesiagaan untuk membela itu menjadi redup. Di samping itu, penulisnya akan mendapatkan simpati pembaca dan penerimaan umat Islam. Berikutnya mereka akan meletakkan racun pemikiran dalam tulisan mereka, untuk kemudian diberikan kepada para pembacanya secara tak mencolok perhatian.46

Mereka berkata, “Agama Islam adalah benar-benar agama yang demikian hebat. Namun, ia harus melakukan renovasi terhadap konsep pemikiran dan sistemnya, sehingga dapat sejalan dengan peradaban “humanisme” modern. Ia seharusnya tidak bersikap

44 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 52

45 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 52

46 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 52

97

menentang terhadap perkembangan yang terjadi dalam aturan masyarakat, bentuk pemerintahan, dan nilai-nilai akhlak. Ia juga harus menjadi agama yang hanya berbentuk akidah dalam hati dan membiarkan kehidupan sehari-hari diatur oleh teori, eksperimen, dan metode “humanisme” modern. Di situ Islam hanya berfungsi sebagai pemberi justifikasi terhadap aturan dan konsep yang dibuat oleh tuhan-tuhan bumi itu. Dengan begitu, Islam akan terus menjadi agama yang besar dan hebat.”47

Apa yang mereka katakan itu memang mengesankan bahwa mereka adalah peneliti yang jujur. Tetapi, sebenarnya mereka menipu dan membius pembaca muslim. Saat mereka mengungkapkan faktor-faktor kekuatan dalam agama Islam ini, mereka juga bertujuan untuk memberitahukan rekan-rekannya sesama Ahli Kitab tentang bahaya agama ini dan rahasia-rahasia kekuatannya. Sehingga, mereka kemudian bisa menggerakkan perangkat penghancur mereka di bawah keterangan yang lengkap itu, dan memberikan pukulan yang mematikan terhadap sasaran. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa mereka mengetahui agama ini seperti mereka mengetahui anak mereka sendiri.48

Menurut Sayyid Quthb, Ahli Kitab telah mengetahui agama Islam dan seluk beluknya; sumber-sumber kekuatannya, cara untuk menghadapinya, dan metode untuk merusak ajarannya. Karenanya, para Ahli Kitab saling bekerja sama untuk mempelajari dan menginformasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan agama Islam terutama menggali kelemahan-kelemahannya. Tujuannya

47 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 53

48 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 4, h. 53

hanya satu, yaitu untuk melumpuhkan kekuatan agama Islam. Pada zaman Quthb, mereka mulai terang-terangan memuji agama Islam agar mendapatkan simpati, kemudian menipu dan membius dengan mengatakan Islam akan menjadi hebat jika memisahkan akidah dari kehidupan sehari-hari dengan menerapkan teori/peraturan manusia berupa humanisme modern. Metode ini mereka lakukan agar tidak mendapatkan perlawanan atau pembelaan dari umat Islam terhadap pernyataan tersebut.

Hamka menyebut mereka dengan istilah Orientalis, awalnya dimanfaatkan pada saat penjajahan untuk dipelajari ‘rahasia’ umat Islam agar bisa terus dijajah. Terdapat puluhan bahkan ratusan orang Yahudi dan Nasrani yang mempelajari Islam secara mendalam, termasuk sejarah Islam, sejarah Rasulullah, fiqh, tasawuf, tafsir Al- Qur’an, ilmu hadis, dan mereka menulis naskah kebudayaan Islam.

Pemerintah di negara-negara Barat juga membantu dengan mendirikan “Islamic Studies” baik di London, Chicago, atau Montreal untuk melahirkan sarjana-sarjana orientalis. Dari para orientalis inilah keluar beberapa keterangan yang mereka sebut

“ilmiah” tetapi pemalsuan Islam, seperti Islam disiarkan dengan pedang, Islam mewajibkan poligami, dan umat Islam tidak akan maju selama mereka masih berpegang pada ajaran-ajaran agamanya.

Masyarakat Islam Indonesia yang belum memahami agama Islam secara mendalam dibimbing oleh orientalis untuk memercayai ilmu klenik, mistik, primbon, kebatinan, menyesuaikan Islam dengan Hindu, Budha, dan Animisme (roh yang mendiami semua benda).

Asal bukan dengan ajaran Islam. 49

49 Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 158-161

99

b. Dengan Mulut atau Ucapan (QS. Ash-Shaff [61]: 8)

َۡنوُدييرُي

ۡيف طُ يلِ ۡ

ُۡ ۡ

ۡ َروُنۡ او

ۡي َّللّ ٱ

َۡوۡ ميهيه َو فَأيب ۡ ٱ

ُۡ َّللّ

ۡيهيروُنۡ ُّميتُم ۡ

َۡهير َكۡ وَلَو ۦۡ

َۡنوُريف َك ل ٱ

ۡ٨

Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya- Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. Ash-Shaff [61]: 8)

Bani Israel (Yahudi dan Nasrani) telah bersikap terhadap agama baru yaitu Islam dengan sikap permusuhan, tipu daya, dan makar penyesatan. Mereka memeranginya dengan segala sarana dan cara dengan membabi buta dan belum padam hingga saat ini. Mereka memeranginya dengan tuduhan keji.50

Bani Israel memerangi Rasul terakhir dengan menyebarkan desas-desus, berkonspirasi, serta membuat makar dan permusuhan dalam tubuh pasukan Islam untuk membenturkan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar di Madinah, serta antara kaum Aus dan Khazraj dari kaum Anshar. Mereka juga memeranginya dengan berkonspirasi bersama orang-orang munafik pada suatu kesempatan atau bersama orang-orang musyrik pada kesempatan lain. Mereka juga memeranginya dengan bersekutu ke dalam tentara-tentara yang memusuhi Islam dan menyerang Islam sebagaimana terjadi dalam Perang Ahzab.51

Bahkan, Bani Israel juga memeranginya dengan menyebarkan isu-isu yang batil sebagaimana terjadi pada kasus hadis ifki (berita bohong) di bawah koordinasi Abdullah bin Ubay bin Salul. Juga sebagaimana yang terjadi pada kasus fitnah terhadap ‘Utsmân di

50 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 258

51 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 258-259

bawah konspirasi Abdullah bin Saba’. Mereka pun memeranginya dengan menyebarkan berita-berita bohong dan berita-berita Israiliyat yang mereka masukkan ke dalam hadis dan sirah Nabi Muhammad saw. dan ke dalam kitab-kitab tafsir ketika mereka tidak mampu menyusupkan berita-berita bohong ke dalam Al-Qur’an yang mulia.52

Perang itu tidak pernah padam walaupun sesaat hingga saat ini.

Gerakan Zionisme Internasional dan Salibisme Internasional selalu melakukan konspirasi dan makar terhadap Islam dan terus-menerus menyerang tanpa kenal damai sedikit pun dari generasi ke generasi.

Mereka telah menyerang Islam dalam Perang Salib di bagian Timur dan memeranginya pula dalam Perang Salib di Spanyol dan di bagian Barat. Mereka menyerang jantung khalifah terakhir di Turki dengan membabi buta. Kemudian membagi-bagikan wilayahnya menjadi negara-negara kecil, dan Turki mereka sebut sebagai “orang sakit”.53

Yahudi dan Nasrani melatih pasukan-pasukan palsu di atas tanah kaum muslimin sendiri yang bertugas untuk melaksanakan segala tujuan dan kebencian mereka terhadap Islam. Setelah mereka ingin menghancurkan khilafah di Turki dan menghabiskan segala bekas dan syiar Islam, mereka menyebarkan opini bahwa Kemal Attaturk adalah “pahlawan” pembaharuan. Kemudian tentara-tentara koalisi berpura-pura dipukul mundur oleh “pahlawan” itu di daerah Estonia agar dia tampak sebagai pahlawan dalam pandangan rakyatnya.54

52 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 259

53 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 259

54 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 259

101

Pahlawan itu telah membatalkan sistem kekhalifahan, menghapus bahasa Arab, dan memisahkan Turki dari orang-orang Islam. Juga memaklumatkan bahwa Turki adalah negara sekuler yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Mereka terus- menerus menciptakan “pahlawan-pahlawan” palsu seperti ini setiap mereka ingin memukul Islam dan gerakan-gerakan Islam di negara- negara Islam. Tujuannya agar mereka dapat membangun fanatisme lain yang bukan fanatisme akidah dan agama, dan panji lain yang bukan panji Islam. 55

Kemudian datang satu masa pada saat kaum muslimin lemah menjaga dirinya sendiri, memelihara akidahnya, menjaga sistem dan buminya, memelihara harga diri serta harta dan moralnya. Bahkan, mereka sampai lemah menjaga akal dan intelektualitasnya. Musuh- musuh yang mendominasi mereka mengubah hal-hal yang makruf menjadi kemungkaran, sesuatu yang mungkar dalam akidah dan persepsi, nilai dan standardisasi, akhlak dan tradisi serta alam sistem dan perundang-undangan.

Yahudi dan Nasrani menghiasi kerusakan dan kemaksiatan, membebaskan diri dari karakter manusia dan membalikkan kepada kehidupan hewan, kadang-kadang kepada kehidupan yang hewan sendiri merasa jijik. Mereka membalut kejahatan-kejahatan dengan tema-tema yang menarik (seperti kemajuan, pembangunan, sekularisme, ilmiah, inthilaq, liberalisme, melepas belenggu, revolusioner dan pembaharuan). Sehingga, umat Islam hanya menjadi muslimin dengan namanya, tanpa adanya komitmen sedikit atau banyak kepada agama ini. Umat menjadi seperti buih yang tidak

55 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 11, h. 259

mencegah dan memberikan dorongan, tidak melakukan perbaikan terhadap sesuatu selain menjadi bahan bakar api, bahan bakar yang lemah.56

Sayyid Quthb menerangkan strategi ghazw al-fikr dengan mulut/ucapan telah ada sejak zaman Rasulullah. Misalnya seperti yang dilakukan Bani Israil terhadap pasukan Islam dengan menyebarkan desas-desus, berkonspirasi baik dengan orang-orang munafik ataupun musyrik, serta membuat makar dan permusuhan.

Juga Abdullah bin Ubay dengan menyebarkan isu-isu yang batil, Abdullah bin Saba’ dengan segala fitnah yang dibuatnya, atau yang terjadi beberapa dekade yang lalu oleh Mustafa Kemal yang dianggap sebagai ‘pahlawan’ yang telah menerapkan sekularisme pada negaranya, Turki. Mereka membuat kejahatan dengan tema- tema yang menarik, tujuannya agar umat Islam beralih dari akidah dan agama kepada fanatisme yang lain. Akibatnya, hal-hal yang makruf jadi mungkar, atau yang mungkar menjadi makruf. Usaha mereka tersebut berhasil membuat kaum muslimin hanya dikenal sebagai muslim saja tanpa mengamalkan ajaran Islam, ibaratnya seperti buih yang lemah.

Hamka berpendapat bahwa mulut yang berusaha hendak memadamkan cahaya-Nya adalah mulut kemusyrikan, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Dia. Karena itu dengan tegas Allah akan tetap menyempurnakan cahaya-Nya, artinya bahwa kebenaran Ilahi itu tetap tidak dapat dihambat dengan kedustaan dan kegelapan. Meskipun orang-orang kafir benci, mereka tidak akan dapat menghalangi dan menghambat bersinarnya cahaya itu terus-

56 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 7, h. 125-126

103

menerus.57 Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan “memadamkan cahaya Allah dengan mulut” sebagai usaha keras mereka menolak kebenaran dengan kebatilan. Perumpamaan mereka itu seperti orang yang hendak memadamkan cahaya matahari dengan mulutnya, hal ini merupakan sesuatu yang sangat mustahil.58