• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solusi dalam Menghadapi Fenomena Ghazw al-Fikr

BAB II SEKILAS TENTANG GHAZW AL-FIKR DAN DAMPAKNYA

F. Solusi dalam Menghadapi Fenomena Ghazw al-Fikr

pengaruhnya terhadap fisik pikiran, kejiwaan, dan keagamaan seorang muslim.

Sedangkan Fashion (pakaian), masyarakat terjebak dalam budaya yang mengabaikan hukum-hukum syariat, seperti misalnya menanggalkan hijab, melepas busana, menampakkan aurat yang seharusnya ditutupi, memakai make up tebal dengan warna-warna mencolok menarik perhatian, melupakan gaya berpakaian Islami, dituntut untuk memikirkan fashion yang terbaru dan gaya up to date sehingga mengabaikan ajaran agama. Muslimah dicekoki dengan mindset, “Cantik itu harus seperti ini, cantik harus memakai ini, cantik harus punya barang ini dan itu”. Dengan ajaran materialis itu, muslimah akan kehilangan inner beauty (kecantikan dari dalam;

akhlak dan moral). Menghabiskan waktu dengan mempercantik fisik namun lupa pada kondisi hati yang semakin hitam dan redup karena jauh dari agama.84 Gaya berpakaian Barat sesungguhnya dapat mencemarkan kaum wanita Islam, karena telah hilang rasa malu demi memamerkan auratnya.

54

karena hakikatnya menghina agama itu sendiri.”85 Beliau menegaskan kepada umat Islam agar tidak berdiam diri, harus bangkit menghadapi, bertindak, dan melawan segala bentuk penjajahan dari luar serta memperbaiki moralitas bangsa. Karena itu, dibutuhkan solusi dan strategi dalam menghadapi fenomena ghazw aal-fikr.

a. Menyadari bahwa kita tengah berada dalam dominasi ghazw al- fikr, ada musuh yang membenci Islam dan senantiasa bekerja keras dan bersatu untuk menjauhkan kita dari Islam yang sebenarnya.

b. Membangun media-media Islam yang berjuang memenangkan perang informasi dan opini serta berpihak kepada kepentingan Islam, dengan cara menjelaskan kebohongan musuh, menjawab serangan pemikiran, menjawab opini yang buruk, membantah fitnah, membantah kesesatan, dan mengingatkan bahaya makar.86 c. Perlunya mengkaji dan mempelajari Islam, dimulai dengan

membangun dan memperbaiki akidah, seperti akidahnya generasi para sahabat yang memiliki sebuah konsekuensi, memiliki tuntutan yang kemudian mereka aplikasikan dalam kehidupan mereka. Kualitas keislaman kita pun sebenarnya sangat ditentukan oleh sejauh mana akidah itu terhunjam dalam dada kita, bukan ditentukan oleh berapa lama usia kita dalam Islam.87 d. Harus mengembalikan kehidupan kita kepada Al-Qur’an dan

sunnah Rasul secara utuh dan sempurna, bukan yang sebagian- sebagian, tetapi harus syamil (menyeluruh), kamil (lengkap), dan

85 Abdul Rohim Ghazali, Abdul Mu’ti, dkk., Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan;

Catatan Kritis Muktamar Teladan ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015, (Surakarta:

Muhammadiyah University Press, 2016), h. 420

86 AM. Waskito, The Power of Optimism, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), h. 101- 102

87 Tim Penceramah Jakarta Islamic Centre, Islam Rahmat Bagi Alam Semesta, (Jakarta:

Alifia Books, 2005), h. 86

mutakamil (melengkapi), sebagaimana firman Allah swt. dan sabda Nabi Muhammad saw.,88

اَهُّي َ أََٰٓي

َّٱ

ََّنيِ لَّ

َّْاوُعيِط َ َّ

أَّْا وُنَماَء ٱ

ََّ للّ

َّْاوُعيِط َ َّ

أَو ٱ

ََّلوُس رل

َّ ِلَّْو ُ َّ

أَو

َِّر م َ ٱ لَ

َّ

َّ َ

لِإَُّهوُّدُرَفَّ ء َشََّ ِفَّ مُت عَزىَنَتَّنِإَفَّ مُكنِم

َِّ للّ ٱ

َََّّو

َِّلوُس رل ٱ

َّنِإ َّ

َِّبَّ َنوُنِم ؤُتَّ مُتن ُك

َِّ للّ ٱ

َََّّو ٱ

َِّم وَ لۡ

َّ ِرِخلۡأٓ َّٱ

َّ

ََّس ح َ

أَوَّٞ يَّخَّ َكِلىَذ

َُّن

َّ اليِو أَت َّ

٥٩

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudia. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

(QS. An-Nisâ` [4]: 59)

"َ: لا قَ مَّل س وَِه ي ل عَ اللهَىَّل صََِّللَّاَ لو س رََّن أَ ه غ ل بَ هَّن أَ كِلا مَ ن ع

َ ت ك ر ت

"َِهِ يِب نَ ةَّن س وََِّللَّاَ با تِكَ:ا مِِبَِ م ت كَّس تََا مَاوُّلِض تَ ن لَ،ِن ي ر م أَ م كيِف

“Disampaikan oleh seseorang kepada Imam Malik bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ‘Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara, jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul.’”89

e. Menanamkan pikiran-pikiran Islami, mengatur program sebaik- baiknya, menentukan metode yang baik, memperhatikan dan mementingkan pendidikan Islam praktis. Tidak menyerahkan urusan ini, meski bagaimanapun kecilnya, kepada selain ahlinya yang bisa dipercaya. Karena meskipun keadaannya baik (layak)

88 Tim Penceramah Jakarta Islamic Centre, Islam Rahmat Bagi Alam Semesta, h. 92 89 Malik bin Anas, Muwatha’ Imam Mâlik, (Lebanon: Dâr Ihyâ` at-Turâts al-‘Arabi, 1985), h. 899, hadis no. 2

56

tetapi tidak dapat dipercaya, maka yang demikian ini lebih berbahaya daripada yang kurang baik (kurang ahli).

f. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang menekankan pemahaman agama Islam berikut pengamalannya ke dalam hati para pemeluknya, contohnya seperti pembenahan internal, yang dilakukan dengan meningkatkan kebersihan, kedisiplinan, keteraturan, memperbaiki khulqiyah (perilaku), hingga pembenahan dalam skala besar, seperti meningkatkan sumber daya manusia.90 Kesibukan-kesibukan memperbaiki perilaku agar lebih sesuai akhlak Al-Qur’an tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan mencegah pengaruh negatif masuknya ghazw al- fikr.

g. Mengisi kekosongan-kekosongan waktu dengan segala kegiatan yang berguna dan berfaedah, mengarahkan mereka kepada kebaikan, menyenangkan hati mereka dengan hiburan-hiburan yang mubah seperti olahraga, olah pikir, olah karsa, dan olah rasa. Serta kegiatan positif lainnya yang dapat menjauhkan para remaja dari kerusakan.

h. Membangun persatuan dan kebersamaan lewat lembaga dan organisasi Islam, serta membangun dakwah Islam secara terpadu dan bijaksana sesuai kemampuan.91

i. Tegas menolak segala aktivitas yang menyebabkan kerusakan.

j. Menciptakan lingkungan sosial yang Islami dan Qur’ani. 92

90 Peggy Melati Sukma dan Imam Shamsi Ali, Menjejak Amerika; Kuketuk Langit dari Kota Judi, (Jakarta: Mizan Publika, 2017), h. 217

91 Arum Faiza, Sabila J. Firda, dkk., Arus Metamorfosa Milenial, (Kendal: Ernest, 2018), h. 86-87

92 Abdul Rahman H. Habanakah, Metode Merusak Akhlak dari Barat, h. 56-57

57

BIOGRAFI SAYYID QUTHB DAN PROFIL KITAB TAFSIRNYA A. Biografi dan Karya

a. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrâhîm Husain Asy- Syâdzilî. Lahir di Mausyah, salah satu wilayah provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir. Beliau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906. Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang harmonis dan taat beragama, banyak membaca dan mendengarkan Al-Qur’an serta mengadakan acara-acara perkumpulan yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an.1

Ayah Quthb bernama al-Hajj Quthb bin Ibrâhîm Husain Asy- Syâdzilî, seorang ayah yang cinta ilmu dan menitik beratkan pendidikan dan anak-anaknya pada ajaran Islam dan mencintai Al- Qur’an. Hal ini mempengaruhi kehidupan Sayyid Quthb dan membentuknya menjadi orang yang terkenal, baik dalam ilmu sosial, politik, bahasa maupun dalam pendidikan. Sebagaimana dikatakan oleh Shaleh Abdul Fatah bahwa kelebihan-kelebihan yang ada pada ayahnya, itu sungguh sangat berpengaruh bagi kepribadiannya sehingga tercerminlah pada dirinya kepribadian ayahnya yang pernah beliau terapkan dalam kehidupannya. Itulah yang membuatnya menjadi orang yang berwibawa dan terhormat, konsisten pada agamanya, teguh pendirian, komitmen dan dermawan.2 Pekerjaan beliau adalah seorang petani terhormat yang relatif berada, dan menjadi anggota Komisaris Partai Nasionalis di

1 Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil-Quran Sayid Qutub, terj. Salafuddin Abu Sayyid, (Surakarta: Era Intermedia, 2001), h. 23-44

2 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 131

58

kammaksmdmaksmkmkamkmskd kamskdmaksmdk

maksdmkamsdk