• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Penciptaan Ghazw al-Fikr (QS. Al-Baqarah [2]: 120) 103

BAB III BIOGRAFI SAYYID QUTHB DAN PROFIL KITAB

D. Tujuan Penciptaan Ghazw al-Fikr (QS. Al-Baqarah [2]: 120) 103

103

menerus.57 Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan “memadamkan cahaya Allah dengan mulut” sebagai usaha keras mereka menolak kebenaran dengan kebatilan. Perumpamaan mereka itu seperti orang yang hendak memadamkan cahaya matahari dengan mulutnya, hal ini merupakan sesuatu yang sangat mustahil.58

mereka, dan mereka juga tidak mengingkari bahwa apa yang engkau bawa itu benar. Andai kata engkau menyuguhkan apa saja kepada mereka dan mencintai mereka, maka yang demikian itu sama sekali tidak menyenangkan mereka, sebelum engkau mengikuti agama mereka dan meninggalkan kebenaran yang ada padamu.60

Itulah problem abadi yang dapat dilihat aplikasinya dalam semua masa dan tempat, yaitu problem akidah. Inilah hakikat peperangan yang dilancarkan kaum Yahudi dan Nasrani pada setiap tempat dan setiap waktu terhadap jama’atul muslimin. Yaitu, perang akidah yang terjadi antara pasukan Islam dan dua pasukan yang di antara mereka juga terjadi pertengkaran dan perselisihan, tetapi bersama-sama memerangi Islam dan kaum muslimin.61

Itu adalah perang akidah, secara mendasar dan hakiki. Akan tetapi, kedua pasukan yang sangat sengit memusuhi Islam itu memoles dan memodifikasinya dengan berbagai macam polesan, dan untuk itu mereka kibarkan bermacam-macam bendera, sebagai taktik, makar, dan tipu daya. Mereka menguji semangat kaum muslimin terhadap agamanya dan akidahnya, ketika mereka menghadapi kaum muslimin di bawah panji- panji akidah. Oleh karena itu, terjadilah perseteruan hebat di antara mereka. Kemudian orang-orang Yahudi dan Nasrani itu mengubah bendera perangnya dengan tidak lagi berperang atas nama akidah karena takut terhadap semangat kaum muslimin di dalam mempertahankan akidah dan kepercayaannya. Mereka mengumumkan peperangan itu atas nama tanah air, ekonomi, politik, militer, dan sebagainya. Mereka kembangkan di kalangan orang-orang yang tertipu dan lengah di antara

60 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 131

61 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 131

105

kita bahwa cerita perang karena akidah itu merupakan cerita kuno yang tidak berarti lagi, tidak boleh dikibarkan panji-panjinya, dan tidak boleh dilakukan peperangan atas namanya, karena yang demikian itu pertanda kemunduran dan kefanatikan.62

Demikianlah yang mereka lakukan, agar mereka merasa aman terhadap gelora dan semangat membela akidah. Sementara, semangat yang bergelora di dalam jiwa mereka adalah Zionisme Internasional dan Salibisme Internasional ditambah Komunisme Internasional yang semuanya terjun ke dalam kancah peperangan sejak awal untuk menghancurkan “batu besar yang keras” (akidah) yang sudah mereka pahat sejak lama, sehingga mereka dapat menghancurkannya secara total.63

Serangan itu adalah serangan akidah, bukan perang karena wilayah teritorial, bukan karena ekonomi, bukan karena persoalan militer, dan bukan perang dengan bendera-bendera palsu lainnya. Mereka memalsukannya terhadap kita karena tujuan yang tersembunyi di dalam jiwa mereka, untuk menipu kita dari peperangan yang sebenarnya.

Apabila kita tertipu oleh tipu daya mereka, maka janganlah kita menyesali kecuali terhadap diri kita sendiri, karena kita telah menjauhi pengarahan yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad saw.

dan umatnya, sedangkan Allah yang Mahasuci itu Maha benar firman- Nya, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.”64

62 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 131-132

63 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 132

64 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 132

Inilah satu-satunya harga mahal yang hendak mereka rebut. Kalau senjata yang ada di tangan mereka patah, mereka gunakan senjata yang lain lagi. Dan, kalau alat yang ada di tangan mereka tumpul maka mereka gunakan alat yang lain lagi. Informasi yang benar dari Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada terus berkumandang memperingatkan kaum muslimin agar tidak menyerah. Diingatkan-Nya mereka akan bahaya yang mengancam, dan diseru-Nya mereka untuk bersabar menghadapi tipu daya dan serangan mereka.65 “Katakanlah,

‘sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar),”

Sebuah kalimat yang singkat dan padat. “petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar),” dan selain petunjuk-Nya bukanlah petunjuk.

Maka, petunjuk-Nya tidak boleh dijauhi, tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh direkayasa, tidak dapat ditawar-tawar, sedikit atau banyak; dan barangsiapa yang mau beriman silakan beriman, dan barangsiapa yang mau kafir silakan kafir.66

Dan berhati-hatilah, jangan sampai karena keinginanmu agar mereka mendapat petunjuk dan beriman, atau karena persahabatanmu dan kecintaanmu kepada mereka menjadikan kamu menyimpang dari jalan yang lurus ini, “Dan, sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” Demikianlah ancaman yang menakutkan, keputusan yang pasti, dan ultimatum yang menggetarkan.67 Hamka menyatakan dalam tafsirnya bahwa sebelum Rasulullah diutus, bangsa Arab adalah Ummi atau orang-orang yang bodoh, tidak

65 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 271

66 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 132

67 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), terj. As’ad Yasin, dkk., jilid 1, h. 132

107

beragama, dan penyembah berhala. Kecerdasannya dianggap rendah.

Sedangkan Yahudi dan Nasrani memiliki kedudukan dan memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga banyak bangsa Arab yang memeluk agama tersebut. Ketika Rasul datang membawa ajaran Tuhan untuk mencegah menyembah berhala, percaya kepada kitab-kitab dan rasul- rasul terdahulu, dan tidak mengakui Yahudi dan Nasrani sebagai agama, maka timbullah dengki dan kemarahan mereka, sebagai awal mula peperangan yang tidak ada hentinya.68

Ibnu Katsir menukil riwayat dari Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan surat Al-Baqarah ayat 120 adalah, “Hai Muhammad, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu selamanya, karena itu tidak usah lagi kau cari hal yang dapat menjadikan mereka rela dan sejalan dengan mereka, akan tetapi arahkan perhatianmu untuk mencapai ridha Allah dengan mengajak mereka kepada kebenaran yang kamu diutus dengannya.” Khitab (sasaran pembicaraan) dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah, tetapi perintahnya ditujukan kepada umatnya.69

Sayyid Quthb menegaskan bahwa masalah akidah adalah masalah abadi, karena tujuan utama mereka adalah memalingkan umat Islam dari agamanya kemudian mengikuti kesesatan, kemusyrikan, dan persepsi mereka yang buruk. Dalam melakukan aksinya, mereka menggunakan berbagai taktik, makar, dan tipu daya yang tidak mengatasnamakan akidah. Mereka mengalihkannya mengatasnamakan politik, tanah air, militer, padahal tujuan mereka tetaplah untuk melenyapkan akidah umat Islam. Seperti yang terjadi di Palestina dan Suriah. Perang di Palestina mengatasnamakan kepemilikan wilayah, dan perang di Suriah dikatakan

68 Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 284-285 69 Ibnu Katsîr, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Lubâbut Tafsîr min Ibnu Katsîr oleh M. Abdul Ghoffar, dkk., jilid I, h. 242

sebagai perang saudara. Perang-perang tersebut hakikatnya adalah usaha melenyapkan kaum muslimin dan mematikan akidah mereka. Berbagai paham mereka ciptakan, seperti Zionisme, Salibisme, Komunisme untuk menjauhkan dan melemahkan umat dari syariat Allah. Quthb melarang dengan alasan yang disebabkan karena kecintaan atau persahabatan dengan mereka membuatnya menyimpang meski hal itu kecil, seperti memakai atribut natal, memasuki gereja dengan sebab menghormati, atau sekedar mengucapkan selamat hari natal karena hal tersebut tidak diajarkan dalam Islam. Toleransi beragama itu cukup dengan tidak mengganggu aktivitasnya. Ikuti dan taatilah seluruh petunjuk Allah karena ia adalah satu-satunya petunjuk yang harus diikuti, tidak dapat dijauhi, ditinggalkan, dan ditawar.

109 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Di dalam Al-Qur’an, fenomena ghazw al-fikr ini telah terjadi sejak setan dengan kesombongan dan dendamnya membisikkan pikiran jahat kepada Nabi Adam dan Hawa dengan tujuan untuk membangkang perintah Allah dan mengundang murka-Nya. Pada zaman Rasulullah pun ghazw al-fikr ini dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ dengan tujuan memecahkan persatuan umat Islam, atau yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk beberapa dekade yang lalu untuk menghapuskan syariat Allah secara total.

Ghazw al-fikr saat ini sudah berkembang menjadi berbagai macam bentuk yang seluruhnya diciptakan oleh musuh-musuh Islam, seperti program Westernisasi, Sekularisme, Liberalisme, Modernisme Agama, Pluralisme Agama, hingga menyinggung kesetaraan gender, seperti Feminisme. Akibatnya umat Islam saat ini krisis akidah dan akhlak, juga terjadi penetrasi budaya yang buruk menggantikan ajaran-ajaran Islam. Sayyid Quthb menegaskan bahwa tujuan utama mereka tidak lain adalah untuk memalingkan umat Islam terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama Al-Qur’an, kemudian mengikuti kesesatan, kemusyrikan, dan persepsi mereka yang buruk.

Pada masa Sayyid Quthb hidup, istilah ghazw al-fikr belum populer sehingga dalam tafsirnya beliau menggunakan istilah

‘metode penipuan’ dan ‘peracunan pikiran’. Fenomena tersebut sudah sering terjadi pada masanya, seperti munculnya berbagai

110

109

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Di dalam Al-Qur’an, fenomena ghazw al-fikr ini telah terjadi sejak setan dengan kesombongan dan dendamnya membisikkan pikiran jahat kepada Nabi Adam dan Hawa dengan tujuan untuk membangkang perintah Allah dan mengundang murka-Nya. Pada zaman Rasulullah pun ghazw al-fikr ini dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ dengan tujuan memecahkan persatuan umat Islam, atau yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk beberapa dekade yang lalu untuk menghapuskan syariat Allah secara total.

Ghazw al-fikr saat ini sudah berkembang menjadi berbagai macam bentuk yang seluruhnya diciptakan oleh musuh-musuh Islam, seperti program Westernisasi, Sekularisme, Liberalisme, Modernisme Agama, Pluralisme Agama, hingga menyinggung kesetaraan gender, seperti Feminisme. Akibatnya umat Islam saat ini krisis akidah dan akhlak, juga terjadi penetrasi budaya yang buruk menggantikan ajaran-ajaran Islam. Sayyid Quthb menegaskan bahwa tujuan utama mereka tidak lain adalah untuk memalingkan umat Islam terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama Al-Qur’an, kemudian mengikuti kesesatan, kemusyrikan, dan persepsi mereka yang buruk.

Pada masa Sayyid Quthb hidup, istilah ghazw al-fikr belum populer sehingga dalam tafsirnya beliau menggunakan istilah

‘metode penipuan’ dan ‘peracunan pikiran’. Fenomena tersebut sudah sering terjadi pada masanya, seperti munculnya berbagai kajian-kajian Islam yang ditulis oleh orientalisme yang mengajak

umat Islam agar membiarkan akidah dalam hati dan menerapkan humanisme modern dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pada pemerintahan negaranya sendiri, Presiden Mesir berupaya menerapkan pemerintahan yang sekuler. Karena itulah Sayyid Quthb dan seluruh anggota Ikhwanul Muslimin yang berjuang menegakkan pemerintahan yang sesuai syariat Allah berusaha mencegah presiden Gamal Abdul Nasser melalui karya-karya tulisnya dan aksi nyata jihadnya.

Sayyid Quthb menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cukup panjang dan lengkap setiap ayat per ayat. Dari 6 surat yang penulis gunakan dalam penelitian ini, beliau lebih sering menyebutkan Ahli Kitab daripada musuh-musuh Islam lainnya karena begitu besar pengaruh kebenciannya terhadap umat Islam, seperti dalam surat Al- Ma’idah ayat 59, Al-An’am ayat 20, Ash-Shaff ayat 8, dan Al- Baqarah ayat 120. Begitu pun yang dilakukan setan dari golongan jin dan manusia dalam surat An-Nas ayat 4-6, Quthb berpendapat bahwa manusia lebih berat godaannya karena lebih samar dan halus.

Beliau menyebutkan paham-paham sesat yang mereka sebarkan seperti Zionisme, Komunisme, Imperialisme, Humanisme, Salibisme, Kolonialisme, dan lain sebagainya. Para musuh Islam bersatu padu dan saling bekerja sama mempelajari Al-Qur’an, menemukan sumber-sumber kekuatannya, cara untuk menghadapinya, dan metode untuk merusak ajarannya, mereka mempelajari dan mengetahuinya seperti mereka mengenal anak mereka sendiri, sebagaimana tercantum dalam surat Al-An’am ayat 20. Usaha-usaha mereka seperti yang disebutkan Quthb di antaranya seperti menyebarkan desas-desus, membuat makar dan menimbulkan permusuhan sesama kaum muslimin, membuat berita-

111

berita bohong/israiliyyat, serta meyakinkan umat Nabi Muhammad untuk memisahkan agama dari kehidupannya. Mereka juga menggunakan sarana yang efektif seperti pena dan media-media informasi.

Penafsiran Quthb tetap relevan dan terjadi hingga pada zaman sekarang yang program ghazw al-fikrnya sudah terproduksi menjadi berbagai macam bentuk, lebih memikat, dan lebih menyesatkan.

Beliau menegaskan berkali-kali kepada pembacanya agar tidak terpengaruh dengan kesesatan mereka, mengajak untuk selalu mengikuti petunjuk Allah, mengingat-Nya, dan menegakkan syariat Allah, karena petunjuk Allah adalah sebaik-baik petunjuk yang harus diikuti. Beliau juga mengingatkan agar seorang muslim selalu waspada selama hayatnya karena setan dan musuh-musuh Islam sangat telaten dalam menyesatkan hamba-Nya sampai hari kiamat.

Juga memperingatkan agar tidak terpengaruh atau bahkan sampai mengikuti agama musuh-musuh Islam, karena mereka termasuk orang yang benar-benar merugi, terutama yang sudah pernah merasakan manisnya iman. Terakhir, beliau menyarankan kepada kaum muslimin untuk membuat persiapan dalam menghadapi peperangan pemikiran ini. Karena jika tidak, maka umat Islam akan selamanya mengalami degradasi, ‘tertidur’ dari kebangkitan Islam dan kalah sebelum bertindak.