• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEKILAS TENTANG GHAZW AL-FIKR DAN DAMPAKNYA

C. Program-program Ghazw al-fikr

(liberal age). Paham liberalisme tumbuh mekar yang mengakibatkan munculnya sejumlah gagasan tentang pemisahan antara agama, kebudayaan dan politik. 23

Pada masa kekuasaan kaum kolonialis24 Barat yang sangat panjang, mereka terus berusaha menerapkan metode pendidikan dan pengajaran yang bersumber dari pemikiran mereka, dengan tujuan untuk mencetak generasi-generasi yang tunduk, patuh, dan tidak memusuhi kaum kolonialis, bahkan mereka harus merasa bangga. Metode-metode yang diterapkan kaum kolonialis tersebut bertujuan untuk menghancurkan sendi-sendi pemikiran Islam dan kebudayaan Arab di berbagai bidang;

politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan. Juga untuk mengangkat dan menghidupkan pemahaman-pemahaman pemikiran Barat, memuliakan para pahlawan, penguasa, dan sejarah Barat. Mereka juga menyebarkan syubhat pada nilai-nilai Arab-Islam, dan merusaknya.

Kemudian, mereka menciptakan suasana baru yang penuh keraguan, kehinaan, dan kemunafikan.25

30

berbagai belahan dunia termasuk ke negeri-negeri Islam. Di antara paham-paham tersebut adalah,27

a) Westernisasi

Gerakan westernisasi28 adalah sebuah propaganda lengkap yang memiliki aturan, misi, dan berbagai sarana dan prasarana yang didukung oleh banyak gerakan yang mana gerakan terpentingnya adalah Kristenisasi dan Orientalisme.29 Kedua propaganda ini akibatnya masih bisa dirasakan sampai sekarang.

Kristenisasi terjadi sepanjang masa imperialisme terhadap negeri-negeri jajahan mereka, dengan tujuan untuk memporak- porandakan persatuan kaum Muslimin dan menanamkan keragu- raguan terhadap akidah. Mereka menggunakan metode pendidikan akademis, memberi sumbangan dan bantuan ke berbagai rumah sakit dan rumah-rumah yatim piatu. Mereka juga tidak luput untuk menggunakan penerbitan dan percetakan serta berbagai media tulis lainnya untuk mencapai target mereka.30

Sementara kalangan orientalis lebih memilih jalur penelitian.

Mereka mengklaim studi mereka sebagai “pendekatan akademis ilmiah”. Kaum orientalis telah menyebarkan banyak syubhat untuk merusak ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. dengan segala potensi yang mereka miliki. Mereka juga menanamkan keragu-raguan terhadap kenabian Muhammad saw. dan sejarah

27 Luthfi Bashori, Musuh Besar Umat Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2000), h. 106

28 Westernisasi adalah pemujaan terhadap Barat yang berlebihan; pembaratan (KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat oleh Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1561)

29 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 92

30 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 94

kehidupan beliau. Itu sudah bisa kita pahami dengan melihat hujatan mereka terhadap fikih Islam, ushul fiqh, dan bahasa Al-Qur’an.31 Jadi, gerakan orientalisme adalah sebuah “pabrik” penghasil bermacam syubhat dan kedustaan. Sementara gerakan Kristenisasi berfungsi membawa semua syubhat dan kedustaan itu ke dalam otak dan hati para pemuda melalui kurikulum sekolah.

Demikianlah, Kristenisasi dan orientalisme terus berusaha menanamkan keragu-raguan terhadap Islam dan menyebarkan kebohongan, sehingga akhirnya pekerjaan mereka diteruskan oleh generasi muda kaum Muslimin sendiri, yang terbius oleh modernisasi Barat, lalu racun tersebut disebarkan di lembaga pendidikan westernisasi, atau lewat doktrin-doktrin yang diambil langsung dari para pembesar kaum orientalis.32

b) Sekularisme

Terminologi sekularisme33 diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan ‘ilmâniyyah. Terminologi sekularisme berasal dari bahasa Inggris secularism, yang berarti bersifat keduniaan (worldly), non- agama (irregilious), non-spiritual (un-spiritual; mundane). Lawan katanya adalah suci (holy), yaitu bersifat keagamaan (religious), di luar alam dan hukum-hukumnya (unearthly, transcedental). Jadi sekularisme menempatkan hal-hal ilmiah, tata aturan dan masalah- masalah sosial pada posisi agama. Pengertian demikian dari

31 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 107

32 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 94

33 Sekularisme adalah paham atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak dimasukkan dalam urusan politik, negara, atau institusi publik, sedangkan sekularisasi adalah hal-hal yang membawa ke arah kehidupan yang tidak didasarkan pada ajaran agama.

(lihat KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat oleh Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1246)

32

terminologi ini tumbuh di masyarakat Eropa yang mempunyai kecenderungan arah pada keduniaan dan aliran realisme dalam mengatur urusan dunia bukan dengan syariah Allah yang datang dari luar alam ini. Mengatur urusan hidup di dunia ini dengan aturan yang bersifat keduniaan (al-‘alamiyyah atau ‘ilmâniyyah).34

Para ahli sejarah umumnya sepakat bahwa Eropa Barat telah mengalami sekularisasi sejak 250 tahun terakhir. Ada beberapa sebab munculnya sekularisasi, pertama, adanya dominasi gereja yang menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Penyebabnya adalah Bibel mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal.35 Kedua, adanya gerakan Reformasi Protestan sejak awal abad ke-16, sebuah reaksi terhadap maraknya korupsi di kalangan Gereja yang dikatakan telah memanipulasi dan memolitisasi agama untuk kepentingan pribadi.36

Dalam sekularisasi, seorang Muslim harus membatasi dirinya pada masalah-masalah spiritualitas dan kehidupan pribadi saja.

Mereka juga beralasan jika Islam dikaitkan dengan masalah sosial dan politik ia akan bertentangan dengan sains dan teknologi.

Padahal, menurut Dr. Azzam Tamimi, kajian mutakhir menunjukkan bahwa sains dan teknologi Barat bagi Muslim hanyalah bagian dari ilmu dan amal yang dapat dipelajari dan digunakan tanpa harus menghilangkan identitas keagamaan mereka.37

Masyarakat sekuler cenderung beralih dari budaya beragama (religious culture) kepada sekadar kepercayaan agama (religious

34 Muhammad ‘Imarah, Perang Terminologi Islam Versus Barat, h. 43

35 Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 3

36 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 86-87

37 Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam, (Jakarta: MIUIMI, 2012), h. 174

faith). Kalau sebelumnya agama laksana sifat kata kerja (adverb), maka belakangan agama menjadi kata benda belaka (noun). Kalau dahulu orang melakukan sesuatu karena dan menurut petunjuk agama, maka sekarang orang melakukan apa yang mereka lakukan tanpa peduli dan bukan karena agama.38

Syekh Muhammad Naquib al-Attas mengkritik gagasan

sekularisasi dalam bukunya Islam and Secularism pada tahun 1973.

Menurutnya, desakralisasi39 jelas menafikan peranan ulama yang berwibawa dalam sistem pemerintahan. Padahal Rasulullah saw.

sendiri telah mencontohkan diri beliau sebagai pemimpin negara.

Hal ini juga diikuti oleh pengganti beliau, para Khulafaur Rasyidin yang semuanya arif dalam hal agama. Menceraikan Islam dari politik akan menghalangi penyebaran pandangan hidup Islam dalam masyarakat. Akibatnya agama menjadi urusan pribadi bukan publik.

Senada dengan al-Attas, Yusuf al-Qaradhawi juga menolak sekularisasi karena akan menghalangi pelaksanaan syariat Islam.40

c) Liberalisme

Istilah liberalisme41 berasal dari bahasa Latin, liber, yang artinya

‘bebas’ atau ‘merdeka’. Awalnya pada penghujung abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka, bisa merdeka semenjak lahir ataupun merdeka setelah dibebaskan, yakni mantan budak. Kemudian pada istilah ini berkembang sebagai

38 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, h. 87

39 Pengilangan kesakralan; proses menghilangnya sifat sakral (suci) (https://kbbi.web.id, diakses pada 1 Agustus 2018)

40 Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal, h. 21

41 Berasal dari kata Liberal, yaitu bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka), sedangkan Liberalisme adalah aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga (pemerintah tidak boleh turut campur); usaha perjuangan menuju kebebasan. (lihat KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat oleh Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 823)

34

penunjuk sikap anti feodal42, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka (independent), dan berpikiran luas lagi terbuka. Dalam urusan agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan mengamalkan apa saja, sesuai kecenderungan, kehendak, dan selera masing-masing. Bahkan lebih dari itu, liberalisme mereduksi agama menjadi urusan privat. Artinya, konsep amar ma’ruf maupun nahi munkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat liberalisme. Menurutnya, asal tidak merugikan pihak lain, orang yang berzina tidak boleh dihukum.43 Pemikiran dan pesan-pesan yang dijual para tokoh liberal itu antara lain, ajaran Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, Al-Qur’an dan hadis mesti dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis, hermeneutis dan sebagainya, perlu dilakukan modernisasi dan sekularisasi dalam kehidupan beragama dan bernegara, tunduk pada aturan pergaulan internasional berdasarkan hak asasi manusia, dan sebagainya.44

Salah satu ciri liberalisme adalah “dekonstruksi” alias pembongkaran terhadap hal-hal yang dianggap mapan (tsawâbit) dan pasti hukumnya di dalam Islam (al-ma’lûm min al-dîn bi al- dharûrah). Isu-isunya seperti membolehkan wanita menjadi khatib (pengisi khutbah) dan imam shalat Jum’at, penyamaan bagian warisan antara laki-laki dan perempuan, Al-Qur’an bermasalah karena bias gender, hadis-hadis nabi penuh dengan keberpihakan kepada laki-laki, dan sebagainya. isu paling anyar adalah dukungan kaum liberal terhadap praktik “homoseksualitas” dan “lesbianisme”.

42 Berhubungan dengan susunan masyarakat yang dikuasai oleh kaum bangsawan (https://kbbi.web.id, diakses pada tanggal 1 Agustus 2018)

43 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, h. 76-77 44 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, h. 79

Meskipun pada mulanya isu homo dan lesbian muncul di kalangan Yahudi dan Kristen, sekarang wacana itu dibawa ke dalam Islam.45 Dengan membonceng wacana “kebebasan berekspresi” (freedom of expression), mereka meneriakkan perlunya dilakukan legalisasi praktik homoseksualitas dan lesbianisme. Untuk itu, mereka menyatakan bahwa setiap orang berhak menyalurkan hasrat seksualitasnya kepada siapa saja, termasuk kepada “sesama jenis”.46 Di dunia Islam, virus liberalisme juga berhasil masuk ke kalangan cendekiawan yang konon dianggap sebagai ‘pembaharu’.

Mereka yang menjadi liberal antara lain: Rifa’ah at-Tahtawi (1801- 1873 M), Qasim Amin (1863-1908 M), Ali Abdul Raziq (1888-1966 M) dari Mesir, dan Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M) dari India.

Di abad ke-20 muncul pemikir-pemikir yang juga tidak kalah liberal seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Muhammad Syahrur, dan pengikut-pengikutnya di Indonesia.47

d) Modernisme Agama

Modernisme48 agama adalah sebuah sudut pandang terhadap agama yang didasari oleh sebuah keyakinan bahwa kemajuan ilmiah dan budaya modern membawa konsekuensi penafsiran ulang berbagai ajaran agama tradisional berdasarkan pemahaman filsafat dan disiplin ilmu yang berlaku. Modernisme adalah sebuah gerakan yang berusaha melumpuhkan prinsip-prinsip keagamaan agar tunduk

45 Qosim Nurshela Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012), h. 299-220

46 Qosim Nurshela Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, h. 13

47 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, h. 78

48 Modernisme adalah gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin tradisional, menyesuaikannya dengan aliran-aliran modern dalam filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

(https://kbbi.web.id/modernisme diakses pada tanggal 1 Agustus 2018)

36

kepada nilai-nilai kemodernan Barat berikut seluruh pemahamannya yang tidak lain adalah duplikat dari kebudayaan Yunani, dan menundukkan agama terhadap persepsi dan sudut pandang budaya Barat dalam seluruh aspek kehidupan.49

Dr. Hasan at-Turabi yang mempropagandakan pemikiran reformasi pernah berkata, “Kita harus meneliti kembali dasar-dasar fikih Islam. Menurut saya, pandangan yang benar terhadap dasar- dasar fikih Islam adalah dengan dimulai dari Al-Qur’an yang sepertinya kita memerlukan penafsiran baru tentangnya. Kalau kalian membaca buku-buku tafsir yang ada pada kita, akan kalian dapati bahwa semua tafsir itu berkaitan erat dengan realitas yang terjadi saat itu. Setiap tafsir mendeskripsikan intelektualitas di masanya, kecuali di masa sekarang ini, belum kita dapatkan tafsir modern yang mewakili secara sempurna kebutuhan masa kini.” Ia mengindikasikan bahwa pemahaman Al-Qur’an bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman, perkembangan pemikiran manusia dan dinamikanya. Oleh sebab itu, setiap zaman membutuhkan penafsiran khusus terhadap Al-Qur’an al-Karim.50

Pada hakikatnya, ajaran as-Sunnah adalah tonggak utama dalam menafsirkan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an itu diturunkan dari sisi Allah kepada Nabi Muhammad, agar beliau menjelaskannya kepada umat manusia dan mengajarkannya kepada mereka. Pada saat itu harus diakui bahwa pemahaman yang benar dan dapat dipercaya adalah pemahaman yang dimiliki oleh Rasulullah. Bersandar pada ilmu pengetahuan modern manusia dengan segala keterbatasan dan

49 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 175

50 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 206

kekeliruannya serta meremehkan penafsiran para ulama terdahulu mengakibatkan kaum modernis terjerumus ke dalam penyimpangan yang buruk dalam penafsiran Al-Qur’an.51

Menurut Harun Nasution, tidak semua ajaran Islam dapat atau perlu diperbarui. Ajaran yang bersifat mutlak, yakni teks ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an adalah sesuatu yang bersifat mutlak, dan tidak dapat diubah redaksi atau kalimatnya walaupun sedikit, serta ajaran-ajaran yang telah dijelaskan secara terperinci mengenai bentuk dan tata caranya, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, dan akhlak.52

Walaupun sumber utama ajaran Islam itu sama, yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah, namun dalam pemahaman dan implementasinya mengalami penyesuaian dan perbedaan yang disesuaikan dengan keadaan perkembangan masyarakat. Namun demikian, perbedaan ini tidak sampai mengubah teks Al-Qur’an dan hadis serta menolak hal- hal yang bersifat qath’i (secara pasti), yakni dalam hal ‘aqîdah,

‘îbadah, dan akhlak al-karîmah.53

e) Pluralisme Agama

Secara etimologis, pluralisme54 berasal dari pluralitas; artinya kebanyakan, kemajemukan, dan keragaman. Kata ini digunakan pertama kali pada tahun 1841 oleh Laotze. Pada awalnya Pluralisme dalam pandangan Barat digunakan untuk menyatakan adanya otonomi yang dimiliki oleh banyak pihak, seperti pihak gereja,

51 Muhammad Hamid an-Nashir, Mengupas Hakikat Gerakan Modernisasi, Liberalisasi, dan Westernisasi Ajaran Islam, h. 208

52 Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 58 53 Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, h. 61

54 Pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya) (lihat KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat oleh Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1086)

38

asosiasi dagang, dan organisasi profesional.55 Dalam konteks filsafat agama, istilah Pluralisme digunakan sebagai afirmasi atas

“kebenaran semua agama”. Para penganut Pluralisme Agama mengajukan beragam interpretasi dan asumsi teoretis yang berbeda- beda. Salah satu interpretasi yang dirumuskan mereka adalah bahwa banyak agama yang benar. Interpretasi ini menegaskan bahwa semua agama itu benar, sejajar, dan sama rata. Tak ada agama yang lebih utama di atas agama lain.56 Dengan begitu, seseorang ‘diharamkan’

mengklaim agamanya sebagai agama yang benar satu-satunya.

Karena demikian, maka dia tidak dibenarkan untuk menafikan

‘kebenaran’ agama orang lain. Konsep seperti ini tujuan akhirnya adalah menciptakan skeptisisme57 dalam tubuh satu pemeluk agama, khususnya Islam.58

Misalnya saja argumen tentang orang-orang “kafir” (non- muslim) yang menerima pahala amal salehnya,

َّ نِإ ٱ

ََّنيِ لَّ

َّ

ََّوَّْاوُنَماَء ٱ

ََّنيِ لَّ

َّ

ََّوَّْاوُداَه ٱ

َّىىَرى َص لن

َََّّو

َِّبى صل ٱ

ِ َّ

ََّي

َّ

َّ َنَماَءَّ نَم

َِّبٱ

َِّ للّ

َََّّو ٱ

َِّم وَ لۡ

َِّرِخلۡأٓ َّٱ

َّ

َّ َ

لََوَّ مِهِ بَرَّ َدنِعَّ مُهُر ج َ

أَّ مُهَلَفَّا ٗحِلى َصَّ َلِمَعَو

ََّز َيََّ مُهَّ َ

لََوَّ مِه ي َلَعَّ ٌف وَخ

ََّنوُن ٦٢

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang- orang Nasrani dan orang-orang Shabi’in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian

55 Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan Pluralisme Agama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), h. 46

56 Muhammad Hasan Qadrdan Qaramaliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, terj.

Abdurrahman Arfan, (Jakarta: Sadra Internasional Institute, 2011), h. 5-6

57 Skeptisisme adalah aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) (https://kbbi.web.id/skeptisisme, diakses pada tanggal 1 Agustus 2018)

58 Qosim Nurshela Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, h. 73

dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]: 62)

Menurut orang yang menganut paham pluralisme, makna ayat ini menegaskan bahwa keselamatan pada hari kiamat akan dicapai oleh semua kelompok agama yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan dengan akidah dan kehidupan, dengan satu syarat yaitu memenuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal saleh.”59

Benar, bahwa Al-Qur’an menyebutkan kedua agama Yahudi dan Kristen. Tapi yang diakui oleh Al-Qur’an adalah konsep awal keduanya yang masih orisinil. Kedua agama ini memang berada dalam konsep yang pada mulanya adalah kebenaran (al-haqq). Sejak kematian Nabi Musa dan ‘Isa as. kedua agama ini “berubah” total.

Tak lagi benar seperti awal-mula turunnya kepada kaum Bani Israil.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua agama ini sudah di-nasakh (dihapus) dengan kehadiran agama Islam. Namun demikian, mayoritas kaum sepilis (sekularis, pluralis, dan liberalis) “menolak”

keras konsep nasakh agama dalam Islam. Padahal Al-Qur’an sudah sangat gamblang menerangkan bahwa kaum Ahlul Kitab terbiasa untuk melakukan “distorsi” terhadap agama mereka dalam surah Al- Baqarah ayat 179.60

Ayat Al-Qur’an yang menolak paham Pluralisme ini terdapat pada surat Ali Imran ayat 81-82. Dua ayat ini menyatakan bahwa Allah telah mengambil janji dari semua nabi dan umat-umat

59 Qosim Nurshela Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, h. 139

60 Qosim Nurshela Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, h. 74

40

terdahulu, agar mengikuti agama Nabi Muhammad saw. manakala ia muncul.

َّ ذوَإِ

َّ

ََّذَخ َ أ ٱ

َُّ للّ

َّ

َّ َقى َثيِم

َِّ يِب لن ٱ

َّۧ

ََّن

َّ ةَم كِحَوَّ بىَتِكَّنِ مَّمُكُت يَتاَءَّ اَمَل َّ

َِّهِبَّ ُنُِم ؤُ َلََّ مُكَعَمَّاَمِ لَّٞقِ د َصُّمَّٞلوُسَرَّ مُكَء اَجَّ مُث ۦَّ

َُّه نُ ُصُنَ َلََو

َّ ۥَّ

َّ ق َ

أَّ ْا وُلاَقَّ ۖيِ صِۡإَّ مُكِلى َذَّ ىَ َعَلَّ مُت ذَخَأَوَّ مُت رَر قَأَءَّ َلاَق

َّ اَن رَر

َّ

َّ َلاَق

ََّفٱ

َّْاوُدَه ش

َّ

َِّ مَّ مُكَعَمَّ۠اَن َ أَو

َّ َن

ََّنيِدِه ى شل ٱ

َّ٨١ نَمَف

َّ

َّ َكِلىَذَّ َد عَبَّ ى لََّوَت

َُّمُهَّ َكِئ ََٰٓلْوُأَف

ََّنوُقِسى َف ل ٱ

َّ٨٢

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:

"Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh- sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman:

"Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran [3]: 81-82)

Dalam ayat ini, Allah menuntut para nabi agar beriman dan membela Nabi Muhammad saw. kapan saja ia muncul. Maksud ayat ini sudah cukup jelas, yaitu jika kebenaran agama-agama sebelumnya itu bernilai sama, pengambilan janji serta tuntutan untuk beriman dan membela Nabi saw. tentu tak lagi berarti. Selain itu, penggalan akhir ayat yang menyatakan oknum pengingkar janji sebagai orang fasik merupakan argumen atas kewajiban menaati Nabi yang akan datang itu. Jelas, keimanan para nabi dan umat terdahulu pada agama Islam tidak mendukung paham Pluralisme. Di sisi lain, Allah juga telah menjanjikan laknat, ketiadaan rahmat dan

menetapkan nasib buruk bagi siapa saja yang melanggar janji Ilahi tersebut.61

f) Feminisme

Feminisme62 adalah sebuah gerakan dari kaum wanita atau pria untuk menghapuskan perilaku bias gender dan menyamaratakan antara pria dan wanita. Gerakan Feminisme ini terbentuk dari kesadaran bahwa wanita selalu ditindas dan dieksploitasi.

Feminisme juga sering disebut sebagai kesadaran akan eksploitasi dan penindasan wanita, baik itu dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun di dalam lingkungan masyarakat. Dari sisi sejarah, bisa dikatakan feminisme ini awalnya lahir akibat frustrasi dan dendam terhadap sejarah (Barat) yang dianggap tidak memihak wanita.

Menurut kaum feminis, dominasi paling besar lelaki datang dari politik dan ekonomi. Maka dua bidang itulah yang dikejar.63

Aksi yang paling ekstrem pernah dilakukan oleh suatu kelompok yang bernama Femen. Aksi ini dilakukan oleh sekumpulan wanita yang turun ke jalan dengan bertelanjang dada atau bahkan tanpa busana sama sekali agar orang-orang mendengar aspirasi yang disampaikan. Mereka menginginkan agar kondisi kaum wanita dapat diperbaiki dari segi tingkat kekerasan dan diskriminasi sosial.

Mereka juga menginginkan kebebasan sebebas-bebasnya untuk

61 Muhammad Hasan Qadrdan Qaramaliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, h. 15-17 62 Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempaun dan laki-laki (KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat oleh Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 390)

63 Felix Y. Siauw dan Tim Hijab Alila, Wanita Berkarir Surga, (Jakarta: Alfatih Press, 2017), h. 30-32

42

kaum wanita. Bagi mereka tubuh wanita adalah kebebasan dan Tuhan menciptakan mereka bebas.64

Di kalangan umat Islam, terdapat wacana emansipasi yang menggunakan pendekatan sekuler-liberal oleh Qasim Amin.

Intelektual yang disebut-sebut sebagai ‘bapak feminisme Arab’ ini berpendapat bahwa jika ingin maju, buanglah jauh-jauh doktrin- doktrin agama yang konon menindas dan membelenggu perempuan, seperti perintah berjilbab, poligami, dan sebagainya.65

Dalam Islam, pria dan wanita dipandang sama sebagai makhluk Allah, dengan tujuan penciptaan yang sama yaitu untuk menyembah Allah dengan sebaik-baiknya ibadah. Islam tidak memandang keberadaan pria sejak awal sebagai kompetitor wanita tetapi lebih kepada sesama makhluk Allah yang diciptakan dengan fitrah berbeda, sama-sama menyembah Allah dengan caranya masing- masing.66

َّ َ لََو

َّ

َّ َل ضَفَّ اَمَّْا و نَمَتَت ٱ

َُّ للّ

َِّهِب َّ

ۦ

َِّلاَجِ رلِ لَّ ض عَبَّ ىَ َعَلَّ مُكَض عَب َّ

َّا مِ مَّ ٞبي ِصَن ٱ

َّ ْاوُب َسَت ك

َّا مِ مَّ ٞبي ِصَنَِّء ا َسِ نلِلَو َّ

َّ َ ب َسَت ك ٱ

َّ

َّ سَو

ََّ َّ

َّْاوُل

ٱ

ََّ للّ

َِّهِل ضَفَّنِم َّ

َّ ۦَّ

َّ نِإ ٱ

ََّ للّ

َّاٗميِلَعٍَّء َشََِّ لُكِبََّنَكَ َّ

٣٢

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisâ` [4]: 32)

64 Felix Y. Siauw dan Tim Hijab Alila, Wanita Berkarir Surga, h. 46 65 Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, h. 110 66 Felix Y. Siauw dan Tim Hijab Alila, Wanita Berkarir Surga, h. 125