• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Kontrasepsi

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 142-147)

BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN

A. KESEHATAN IBU

5. Pelayanan Kontrasepsi

pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK).

Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu unsur dari Desa Siaga. P4K mulai diperkenalkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2007. Pelaksanaan P4K di desa-desa tersebut perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang baik dan meningkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang tepat.

Sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, ditargetkan pada akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota terdapat minimal empat puskesmas rawat inap mampu PONED dan satu Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan PONED dan PONEK, puskesmas dan rumah sakit diharapkan bisa menjadi institusi terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan cepat dan tepat.

Standardisasi PONEK untuk rumah sakit dilakukan oleh Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan bekerja sama dengan organisasi profesi yang terkait (POGI, IDAI dan IBI) serta Badan PPSDMKes Kemenkes. Lokakarya PONEK dilakukan selama lima hari, meliputi materi manajemen dan klinik PONEK. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan latihan on the job training PONEK untuk mengenalkan cara melakukan bimbingan teknis perbaikan kinerja Tim PONEK rumah sakit. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, jumlah rumah sakit dengan PONEK di Indonesia sampai dengan Desember 2014 sebanyak 476 rumah sakit dari 771 rumah sakit umum milik Pemerintah, sedangkan jumlah Puskesmas PONED sampai dengan Desember tahun 2014 adalah 2.855 puskesmas. Data dan informasi selengkapnya mengenai rumah sakit siap PONEK dan Puskesmas PONED disajikan pada Lampiran 2.3.

Dilakukan pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Kegiatan ini dilakukan melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di level masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu hasil kajian yang didapat dari AMP adalah kendala yang timbul dalam upaya penyelamatan ibu pada saat terjadi kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir. Kajian tersebut juga menghasilkan rekomendasi intervensi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi di masa mendatang.

KB merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.

Baik suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk menetapkan berapa jumlah anak yang akan dimiliki dan kapan akan memiliki anak. Melalui tahapan konseling pelayanan KB, pasangan usia subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan.

Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan diantaranya dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.

PUS bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program KB.

Gambaran mengenai tempat pelayanan KB di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.17 berikut.

GAMBAR 5.17

PRESENTASE TEMPAT PELAYANAN KB DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

Saat ini, tempat pelayanan KB di Indonesia didominasi oleh bidan swasta (56,34%).

Tempat pelayanan KB terbanyak selanjutnya ialah klinik KB pemerintah (25,15%) dan dokter praktik swasta (12,61%). Sedangkan, tempat pelayanan KB yang paling sedikit ialah klinik KB swasta (5,89%). Data dan informasi tentang tempat pelayanan kontrasepsi di Indonesia tahun 2014 dapat dilihat di Lampiran 5.11.

GAMBAR 5.18

PERSENTASE PEMAKAIAN ALAT/CARA KB PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) YANG BERSTATUS KAWIN DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013

Dari Gambar 5.18 dapat kita lihat bahwa sebagian besar WUS saat ini menggunakan kontrasepsi, yakni sebanyak 59,7%. Sebanyak 59,3% wanita usia subur menggunakan kontrasepsi modern, dan hanya 0,4% lainnya menggunakan kontrasepsi cara tradisional. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa sebanyak 24,8% dari wanita usia subur mengaku pernah menggunakan kontrasepsi, meski saat ini tidak sedang menggunakannya. Sedangkan 15,5%

wanita usia subur mengaku tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

GAMBAR 5.19

PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun. Peserta KB Aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan. Peserta KB Baru adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan alat/cara kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan metode kontrasepsi setelah melahirkan/keguguran.

Dari Gambar 5.19 dapat dilihat bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (47,54%) dan terbanyak ke dua adalah pil (23,58%). Sedangkan metode kontrasepsi yang paling sedikit dipilih oleh peserta KB aktif yaitu Metoda Operasi Pria (MOP) sebanyak 0,69%, kemudian kondom sebanyak 3,15%. Data dan informasi mengenai KB aktif di Indonesia tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran 5.9.

Sedangkan pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak digunakan yaitu suntikan sebesar 49,67%. Metode terbanyak ke dua yaitu pil, sebesar 25,14%.

Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB baru adalah metode operasi pria (MOP) sebanyak 0,21%, kemudian metode operasi wanita (MOW) sebanyak 1,50%, dan kondom (5,68%). Gambaran mengenai persentase peserta KB baru menurut metode kontrasepsi tahun 2014 selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.20.

GAMBAR 5.20

PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

Pada Gambar 5.21 dapat dilihat bahwa provinsi dengan persentase peserta KB baru tertinggi ialah Provinsi DKI Jakarta (32,02%), kemudian Papua (29,74%), dan Bengkulu (27,34%). Sedangkan provinsi dengan persentase peserta KB baru terendah ialah Provinsi Bali (9,90%), DI Yogyakarta (9,99%), dan Jawa Timur (13,27%). Secara nasional, persentase peserta KB baru pada tahun 2014 sebesar 16,51%. Data dan informasi mengenai KB baru di Indonesia tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran 5.8.

GAMBAR 5.21

CAKUPAN PESERTA KB BARU MENURUT PROVINSI TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

GAMBAR 5.22

CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

Dari Gambar 5.22 dapat kita lihat bahwa terdapat tiga metode kontrasepsi dengan persentase peserta KB baru yang lebih rendah daripada persentase KB aktif, yakni intrauterine device (IUD), MOW, dan MOP. Sedangkan pada metode lainnya persentase peserta KB baru nya lebih banyak daripada persentase KB aktif.

GAMBAR 5.23

PERSENTASE PUS BUKAN PESERTA KB (UNMET NEED) MENURUT PROVINSI HASIL PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2014

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2015

Unmet need diartikan sebagai wanita yang tidak ingin memiliki anak lagi tetapi wanita tersebut tidak menggunakan alat kontrasepsi. Di Indonesia, unmet need diidentifikasikan sebagai Pasangan usia subur yang bukan merupakan peserta keluarga berencana. Saat ini, persentase unmet need di Indonesia tertinggi di Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 38,23%. Sedangkan persentase unmet need yang terendah yaitu di provinsi Bali sebesar 5,12%. Persentase unmet need secara nasional sendiri pada tahun 2014 sebesar 14,87%. Sebanyak 7,13% PUS tidak menggunakan alat kontrasepsi namun ingin menunda memiliki anak, dan 7,73% PUS tidak menggunakan alat kontrasepsi meski sebenarnya tidak menginkan anak lagi. Data dan informasi mengenai situasi pelayanan kontrasepsi di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.7 hingga Lampiran 5.13.

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 142-147)