• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 64-72)

BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN

A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

.

Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari : puskesmas, rumah sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

GAMBAR 2.1

JUMLAH PUSKESMAS TAHUN 2010 – 2014

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa jumlah puskesmas meningkat sejak tahun 2010 sebesar 9.005 unit menjadi 9.731 unit pada tahun 2014. Namun demikian, peningkatan jumlah puskesmas tidak secara langsung menggambarkan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar di suatu wilayah. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dapat digambarkan secara umum oleh indikator rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk.

Peningkatan jumlah puskesmas dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, ternyata sejalan dengan peningkatan rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk, yaitu dari 1,14 menjadi 1,16.

GAMBAR 2.2

RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK TAHUN 2010–2014

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015

Rasio puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2014 sebesar 1,16. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2013 sebesar 1,17. Hal ini disebabkan laju pertambahan jumlah puskesmas lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan jumlah penduduk.

9.005 9.321 9.510 9.655 9.731

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000

2010 2011 Tahun 2012 2013 2014

1,14 1,16 1,17 1,17 1,16

0 1 2

2010 2011 2012 2013 2014

Rasio per 30.000 penduduk

Tahun

Provinsi dengan rasio tertinggi yaitu Papua Barat sebesar 5,09 per 30.000 penduduk, sedangkan Provinsi Banten memiliki rasio terendah sebesar 0,59 per 30.000 penduduk. Rasio puskesmas per 30.000 penduduk belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Sebagai contoh, tiga provinsi dengan rasio tertinggi seluruhnya berada di wilayah timur yaitu Papua Barat, Maluku, dan Papua. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang relatif sedikit sedangkan wilayah kerja yang luas.

GAMBAR 2.3

RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015

Pada gambar di atas nampak bahwa selain Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur juga memiliki rasio rendah yaitu sebesar 0,68 dan 0,75 per 30.000 penduduk. Selain 3 provinsi tersebut, seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki rasio puskesmas yang rendah. Hal ini disebabkan karena jumlah dan kepadatan populasi yang tinggi. Namun demikian,ketersediaan pelayanan kesehatan dasar pada provinsi di Pulau Jawa relatif cukup karena selain berasal dari sektor pemerintah, juga didukung oleh sektor swasta.Kondisi seperti ini sebetulnya tetap harus diperhatikan, karena meskipun kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dapat dipenuhi oleh sektor swasta, suatu wilayah tetap membutuhkan entitas yang berperan sebagai penanggungjawab upaya kesehatan masyarakat.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dasar, puskesmas melaksanakan upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.

Upaya kesehatan perseorangan yang diberikan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk puskesmas tertentu jika dianggap diperlukan. Meskipun pelayanan kesehatan masyarakat merupakan inti dari puskesmas, pelayanan kesehatan perseorangan juga menjadi perhatian dari pemerintah. Bagi daerah yang termasuk Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), Dana Alokasi Khusus (DAK) digelontorkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pembangunan puskesmas pembantu (pustu) dan puskesmas serta peningkatan puskesmas non rawat inap menjadi puskesmas rawat inap. Bagi daerah di luar kategori DTPK, DAK bisa

digunakan untuk rehabilitasi puskesmas/rumah dinas, dan peningkatan kemampuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).

Berikut ini disajikan perkembangan jumlah puskesmasrawat inap dan non rawat inap dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

GAMBAR 2.4

JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP TAHUN 2010 – 2014

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015

Pada gambar di atas diketahui bahwa jumlah puskesmasnon rawat inap meningkat dari 6.085unit pada tahun 2010 menjadi 6.353unit pada tahun 2014. Meskipun demikian, terjadi penurunan dari 6.358 unit pada tahun 2012 menjadi 6.338 unit pada tahun 2013. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perubahan status dari puskesmasnon rawat inap menjadi puskesmasrawat inap. Peningkatan jumlah juga terjadi pada puskesmasrawat inap yaitu dari 2.920 unit pada tahun 2010 menjadi 3.378 unit pada tahun 2014. Dapat dikatakan bahwa terdapat 34,71% puskesmas rawat inap pada tahun 2014.

Puskesmas juga berkomitmen terhadap penurunan AKI dan AKB melalui upaya kesehatan kesehatan ibu, anak, gizi, promosi kesehatan serta penyelenggaraan puskesmas PONED. Bentuk pelayanan lain yang juga diberikan terkait dengan program kesehatan yaitupelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan olahraga, dan tatalaksana kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA). Bentuk pelayanan kesehatan tersebut diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan yang ada di wilayah kerja. Sebagai contoh upaya kesehatan kerja dibutuhkan pada puskesmas dengan wilayah kerja yang memiliki banyak pusat industri. Gambaran lebih rinci tentang jumlah dan jenis puskesmas menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.1 dan Lampiran 2.2.

1. Puskesmas dengan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

Salah satu upaya pengembangan puskesmas yang penting adalah Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Upaya kesehatan ini dilakukan untuk mendekatkan akses masyarakat kepada pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Akses

masyarakat yang semakin mudah terhadap pelayanan kegawatdaruratan diharapkan dapat berkontribusi pada penurunanAKI danAKB.

Badan kesehatan dunia (WHO) menargetkan agar minimal terdapat empat Puskesmas PONED di tiap kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2014 jumlah kumulatif Puskesmas PONED sebanyak 2.855 unit. Terdapat 347 kabupaten/kota (67,77%) yang telah memenuhi syarat minimal tersebut. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 333 kabupaten/kota (67%). Pada tahun 2014, jumlah kabupaten/kota yang hanya memiliki satu sampai dengan tiga Puskesmas PONED sebanyak 130 dan terdapat 34 kabupaten/kota yang belum memiliki Puskesmas PONED.

Terdapat tiga provinsi dengan persentase kabupaten/kota yang telah memenuhi syarat minimal empat Puskesmas PONED sebesar 100%, yaitu Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 10,34%, Papua Barat sebesar 15,38%, dan Kepulauan Bangka Belitung sebesar 28,57%.

Persentase kabupaten/kota yang telah memenuhi syarat minimal 4 Puskesmas PONED terdapat pada gambar berikut.

GAMBAR 2.5

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA

YANG MEMENUHI SYARAT MINIMAL 4 PUSKESMAS PONED DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2015

Konsep rawat inap yang digunakan dalam Puskesmas PONED berbeda dengan konsep yang digunakan puskesmas rawat inap. Konsep rawat inap pada Puskesmas PONED adalah perawatan inap kepada pasien pasca tindakan emergensi (one day care). Dengan demikian, puskesmas non rawat inap yang memiliki tempat tidur dan mampu melakukan tindakan emergensi obstetri dan neonatal dasar, dapat menyelenggarakan PONED.

2. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Bab XII Kesehatan Kerja Pasal 164-166 menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Selain itu, pemerintah harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan baik pada sektor formal (usaha besar dan menengah) maupun sektor informal (usaha mandiri/individu, rumah tangga, mikro dan kecil).

Puskesmas memiliki peran strategis dalam upaya kesehatan kerja kedua sektor tersebut, utamanya pada sektor informal. Upaya kesehatan kerja di puskesmas diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan permasalahan yang ada di wilayah puskesmas atau spesifik lokal. Dengan demikian sampai saat ini upaya kesehatan kerja di puskesmas lebih dititikberatkan pada wilayah industri.

Pembinaan upaya kesehatan kerja dilaksanakan melalui kegiatan penguatan pelayanan kesehatan kerja, yaitu :

1. Pelatihan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam bidang kesehatan kerja, 2. Pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK),

3. Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja,

4. Gerakan pekerja perempuan sehat dan produktif termasuk kesehatan reproduksi di tempat kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di sektor informal dan formal termasuk perkantoran.

5. Pembinaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan fokus kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Indikator upaya kesehatan kerja pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan kerja.

Terdapat peningkatan jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan kerja sejak tahun 2010 hingga tahun 2014. Pada tahun 2014, sebanyak 1.112 puskesmasmelaksanakan kesehatan kerja yangtersebar di dua puluhprovinsi. Perkembangan jumlah puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan kerja pada tahun 2010-2014 terdapat pada gambar berikut.

GAMBAR 2.6

JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI INDONESIA TAHUN 2010-2014

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015

Pada gambar 2.6 dapat diketahui bahwa indikator jumlah puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatandan melampui target yang ditetapkan.

3. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga

Upaya kesehatan olahraga diselenggarakan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. Kesehatan olahraga merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, prestasi kerja dan prestasi olahraga melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009.

Upaya kesehatan olahraga dapat dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas maupun pelayanan kesehatan rujukan.

Upaya kesehatan olahraga yang diselenggarakan di puskesmas meliputipembinaan dan pelayanan kesehatan olahraga. Pembinaan kesehatan olahraga berupa pendataan kelompok, pemeriksaan kesehatan, dan penyuluhan kesehatan olahraga. Pembinaan tersebut ditujukan pada kelompok olahraga di sekolah, klub jantung sehat, posyandu usia lanjut, kelompok senam ibu hamil, kelompok senam diabetes, kelompok senam pencegahan osteoporosis, pembinaan kebugaran jasmani jemaah calon haji, fitness center, dan kelompok olahraga/latihan fisik lain.

Pelayanan kesehatan olahraga berupa konsultasi kesehatan olahraga, pengukuran tingkat kebugaran jasmani, penanganan cedera olahraga akut, dan sebagai tim kesehatan pada event olahraga.

Terdapat 879 puskesmas yang telah menyelenggarakan upaya kesehatan olahraga sampai dengan tahun 2014. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah puskesmas sebanyak 671 unit.Dalam hal jumlah provinsi, juga terdapat peningkatan yaitu dari 20 provinsi pada tahun 2013 menjadi 21 provinsi pada tahun 2014.Capaian indikator Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan olahraga pada tahun 2010-2014 terdapat pada gambar berikut.

GAMBAR 2.7

JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN OLAHRAGA DI INDONESIA TAHUN 2010-2014

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah puskesmas dengan pelayanan kesehatan olahraga sebanyak 160 unit. Jumlah ini meningkat menjadi 879 puskesmas pada tahun 2014. Dalam kurun waktu tersebut, jumlah puskesmas dengan pelayanan kesehatan olahraga berhasil mencapai target yang telah ditentukan. Data dan informasi lebih detail tentang jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan olahraga tahun 2014 menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.3.

4. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer

Pemerintah menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tradisional dengan meningkatkan kelembagaan struktur yang menangani bidang pelayanan kesehatan tradisional melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Per/Menkes/2010, yaitu Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Komplementer.

Pelayanan kesehatan tradisional berperan dalam siklus kehidupan atau continuum of care sejak dalam masa kandungan sampai usia lanjut, baik dengan metode keterampilan maupun ramuan. Untuk itu perlu dilakukan upaya yang komprehensif dan sistematis dalam rencana aksi sebagai penjabaran dari Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019.

Pada tahun 2014 terdapat 1.167 puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan terlatih yang tersebar di 289 kabupaten/kota. Persentase kabupaten/kota dengan tenaga kesehatan puskesmas terlatih adalah 56,2%. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun 2013 yaitu 44,27% kabupaten/kota dengan tenaga kesehatan puskesmas terlatih.

GAMBAR 2.8

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI TENAGA KESEHATAN TERLATIH PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015

Terdapat enam provinsi dengan persentase kabupaten/kota yang memiliki tenaga kesehatan terlatih sebesar 100% pada tahun 2014, yaitu Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Bali, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Jumlah provinsi dengan persentase 100% pada tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah provinsi pada tahun 2013, yaitu sebanyak 4 provinsi. Angka 100% artinya seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut telah

memiliki puskesmas dengan tenaga kesehatan terlatih, meskipun belum semua puskesmas yang ada di kabupaten/kota tersebut memiliki tenaga kesehatan terlatih. Selain puskesmas, Kementerian Kesehatan juga telah melakukan pelatihan akupunktur dan herbal kepada 101 rumah sakit di 33 provinsi di Indonesia.

Gambaran menurut provinsi mengenai jumlah puskesmas, kabupaten/kota, dan persentase kabupaten/kota dengan tenaga kesehatan terlatih dapat dilihat pada Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.4.

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 64-72)