• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) 1. Tetanus Neonatorum

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 190-194)

E . DIARE

F. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) 1. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus tetanus neonatorum banyak ditemukan di negara berkembang khususnya negara dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah.

Pada tahun 2014, dilaporkan terdapat 84 kasus dari 15 provinsi dengan jumlah meninggal 54 kasus. Dengan demikian CFR tetanus neonatorum pada tahun 2014 sebesar 64,3%, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 53,8%.

Gambaran kasus menurut faktor risiko status imunisasi menunjukkan bahwa sebanyak 54 kasus (74%) terjadi pada kelompok yang tidak diimunisasi. Sebanyak 51 kasus (68,9%) melakukan pemeriksaan kehamilan dengan dokter/bidan/perawat. Menurut faktor penolong persalinan, 50 kasus (68,5%) ditolong oleh penolong persalinan tradisional, misalnya dukun.

Menurut alat yang digunakan untuk pemotongan tali pusat, sebagian besar kasus dilakukan pemotongan tali pusat dengan gunting yaitu 46 kasus (59%). Rincian kasus tetanus neonatorum beserta persentase kasus menurut faktor risiko dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.15.

2. Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.

Pada tahun 2014, dilaporkan terdapat 12.943 kasus campak, lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64 per 100.000 penduduk.

Gambar 6.22 menyajikan IR campak menurut provinsi. Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan IR campak terendah. Sedangkan Aceh, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan IR campak tertinggi.

GAMBAR 6.22

INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2015

Menurut kelompok umur, proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 30%

dan 27,6%. Namun jika dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi <1 tahun merupakan kasus yang tertinggi, yaitu sebanyak 1.117 kasus (8,6%). Gambar 6.23 berikut memperlihatkan proporsi kasus campak per kelompok umur.

GAMBAR 6.23

PROPORSI KASUS CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2015

Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis. Pada tahun 2014, jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 173 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus.

Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 41 kejadian dengan 187 kasus. Diikuti Banten sebanyak 18 KLB dan Jambi serta Sumatera Selatan masing-masing 14 KLB. Namun jumlah kasus terbanyak terjadi di Maluku yaitu sebesar 326 kasus. Jumlah kasus yang meninggal pada KLB campak tersebut sebanyak 21 kasus yang dilaporkan dari Jawa Timur dan Sumatera Selatan, jauh meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan kematian hanya 1 kasus.

3. Difteri

Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun.

Jumlah kasus difteri pada tahun 2014 sebanyak 396 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 16 kasus sehingga CFR difteri sebesar 4,04%. Dari 22 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur yaitu sebanyak 295 kasus yang berkontribusi sebesar 74% dari total kasus. Jumlah kasus difteri di Jawa Timur pada tahun 2014 menurun setengahnya dibandingkan tahun 2013 yang sebanyak 610 kasus. Dari seluruh kasus tersebut, sebesar 37% tidak mendapatkan vaksin campak.

GAMBAR 6.24

PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2015

Gambaran kasus menurut kelompok umur pada tahun 2014 menunjukkan jumlah distribusi kasus tertinggi terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun, >14 tahun, dan 1-4 tahun.

Namun kelompok umur ≥ 14 tahun memiliki rentang usia yang panjang dibanding kelompok umur lainnya sehingga jika dihitung per umur tunggal, kelompok ini memiliki jumlah kasus yang rendah.

4. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)

Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf sehingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berusia 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan.

AFP merupakan kelumpuhan yang sifatnya flaccid yang bersifat lunglai, lemas atau layuh, atau terjadi penurunan kekuatan otot, dan terjadi secara akut (mendadak). Sedangkan non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio. Kementerian Kesehatan menetapkan non polio AFP rate minimal 2/100.000 populasi anak usia <15 tahun. Pada tahun 2014, secara nasional non polio AFP rate sebesar 2,38/100.000 populasi anak <15 tahun yang berarti telah mencapai standar minimal penemuan.

GAMBAR 6.25

NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN DI INDONESIA TAHUN 2014

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2015

Dari 34 provinsi, 24 di antaranya (70,6%) telah mencapai target non polio AFP rate ≥2 per 100.000 penduduk kurang dari 15 tahun pada tahun 2014.

Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans, akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar. Untuk itu diperlukan spesimen adekuat yang sesuai dengan persyaratan yaitu diambil ≤14 hari setelah kelumpuhan dan suhu spesimen 0°C - 8°C sampai di laboratorium.

GAMBAR 6.26

PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT AFP MENURUT PROVINSI TAHUN 2014

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2015

Standar spesimen adekuat yaitu ≥ 80%. Pada tahun 2014 spesimen adekuat di Indonesia sebesar 86,4%. Dengan demikian spesimen adekuat secara nasional telah sesuai standar.

Sebanyak 22 provinsi (64,7%) telah mencapai standar spesimen adekuat pada tahun 2014. Informasi lebih rinci mengenai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi dan kelompok umur dapat dilihat pada Lampiran 6.15 - 6.21.

G. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2014 (Halaman 190-194)