VIII. Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan
1. Umum
Perseroan adalah salah satu produsen baja terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Global Steelmaking Capacity Outlook-Core Report C-World Steel Dynamics pada tahun 2008 dan Laporan CRU Strategies Ltd. (“CRU”) “Industry Overview” September 2010. Perseroan meyakini bahwa Perseroan merupakan produsen baja lembaran canai panas (HRC) dan baja lembaran canai dingin (CRC) terbesar serta produsen batang kawat baja (WR) terbesar kedua di Indonesia. Fasilitas produksi baja terintegrasi Perseroan meliputi fasilitas produksi pembuatan besi (ironmaking), dengan 10 (sepuluh) dapur busur listrik (electric arc furnace/EAF) produksi baja dan 5 (lima) fasilitas casting baja, pabrik pengerolan baja (rolling mills) yang terdiri dari pabrik baja lembaran canai panas (hot strip mill), pabrik baja lembaran canai dingin (cold rolling mill), pabrik batang kawat baja (wire rod mill), pabrik baja tulangan (bar mill), pabrik baja profil (section mill) dan pabrik pipa baja (pipe mill).
Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2009 dan periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada 30 Juni 2010, Perseroan memproduksi 1.602.295 metrik ton dan 971.372 metrik ton produk HRC, 475.990 metrik ton dan 257.029 metrik ton produk CRC, serta 251.479 metrik ton dan 139.519 metrik ton produk batang kawat baja (WR), 46.551 metrik ton dan 40.299 metrik ton baja profil (steel section), 79.307 metrik ton dan 44.754 metrik ton baja tulangan (steel bars), dan 51.100 metrik ton dan 30.029 metrik ton pipa baja (steel pipes). Saat ini, Perseroan mengimpor bahan baku termasuk bijih besi dari negara-negara di Amerika Selatan dan Timur Tengah. Perseroan menggunakan HRC yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan CRC dan pipa baja dalam jumlah besar. Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2009 dan periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada 30 Juni 2010, Perseroan menggunakan 575.049 metrik ton dan 317.118 metrik ton HRC untuk bahan baku pembuatan CRC dan pipa baja. Perseroan menjual sebagian besar produknya di Indonesia terutama pada pelanggan Perseroan di Jakarta dan sekitarnya, dan Surabaya - Jawa Timur.
Saat ini, fasilitas produksi Perseroan terletak di Cilegon, propinsi Banten atau 94 kilometer sebelah barat Jakarta yang merupakan pasar utama produk Perseroan. Fasilitas produksi Perseroan hanya berjarak 5 kilometer dari pelabuhan Cigading yang terletak dekat dengan Selat Sunda dimana fasilitas pelabuhan tersebut memberikan kemudahan akses kepada pelanggan domestik Perseroan serta pasokan bahan baku impor yang dikirimkan oleh pemasok yang dibutuhkan oleh Perseroan. Kegiatan operasional Perseroan juga didukung oleh berbagai infrastruktur yang diberikan oleh anak-anak perusahaan Perseroan di Cilegon, yang termasuk didalamnya pembangkit listrik, jasa kepelabuhanan, dan fasilitas pengolahan air bersih.
Perseroan telah memulai pelaksanaan program untuk merevitalisasi secara substansial dan mengembangkan fasilitas produksi dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan sinergi antara kapasitas produksi hulu dan hilir serta meningkatkan marjin laba. Program revitalisasi dan ekspansi Perseroan meliputi beberapa proyek termasuk pembangunan fasilitas-fasilitas pembuatan besi (ironmaking) di Kalimantan Selatan yang akan menggunakan bahan baku bijih besi lokal dan tanur tinggi (blast furnace) baru di area fasilitas produksi yang sudah ada di Cilegon. Pembangunan proyek-proyek tersebut akan dilaksanakan dan diselesaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kedepan.
Total belanja modal yang diperlukan untuk melaksanakan program revitalisasi dan ekspansi fasilitas produksi Perseroan, diperkirakan mencapai Rp11.407 miliar. Perseroan berencana untuk menggunakan sebagian dari hasil Penawaran Umum untuk mendanai beberapa proyek yang termasuk di dalam program revitalisasi dan pengembangan usaha Perseroan, termasuk peningkatan kapasitas produksi di fasilitas pembuatan baja lembaran canai panas (hot strip mill) milik Perseroan. Perseroan juga telah mengadakan perjanjian kerjasama dalam pembentukan usaha patungan (joint venture) untuk membangun, mengembangkan, mengoperasikan dan memelihara pabrik selab baja terpadu serta bangunan dan fasilitas yang berkaitan di Cilegon. Perseroan berharap pengembangan dan konstruksi pabrik baja terpadu tahap pertama akan selesai pada tahun 2013, dan pada tahap tersebut diharapkan pabrik slab baja akan dapat memproduksi 3.000.000 metrik ton slab baja per tahun, dimana 1.000.000 metrik ton salab baja tersebut akan dapat digunakan oleh Perseroan namun bergantung pada ramp-up period selama dua tahun. Selain itu, pabrik baja terpadu juga diharapkan akan dapat memproses slab baja menjadi pelat baja. Perseroan memperkirakan investasi modal awal untuk pengembangan, enjinering dan konstruksi pada tahap pertama joint venture ini adalah kira-kira sebesar USD287,1 juta dalam bentuk lahan tanah seluas 388 hektar untuk pabrik baja terpadu di Cilegon.
Jumlah penjualan konsolidasian Perseroan untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2007, 2008 dan 2009 adalah masing-masing sebesar Rp14.836,0 miliar, Rp20.631,4 miliar, dan Rp16.913,5 miliar. Sedangkan untuk periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada 30 Juni 2009 dan 2010 adalah masing-masing sebesar Rp7.827,9 miliar dan Rp9.000,2 miliar.
2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Hasil Operasi
Berikut ini adalah faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi hasil operasi Perseroan di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Faktor-faktor ini secara material dapat mempengaruhi hasil operasi Perseroan.
a. Perekonomian Indonesia
Perseroan berkeyakinan bahwa pertumbuhan industri baja Indonesia didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan bahwa permintaan untuk baja akan terus meningkat, seiring dengan perkembangan dan modernisasi perekonomian Indonesia. Kinerja, pertumbuhan basis pelanggan dan penawaran produk Perseroan akan dipengaruhi oleh kesehatan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
b. Harga Jual Produk Baja di Pasar Domestik dan Internasional
Perseroan melakukan pembukuan atas pendapatan bersih berdasarkan penjualan dari produk baja, dimana sekitar 90,1% dari produk tersebut di jual di Indonesia. Perseroan melakukan mekanisme penyesuaian harga jual untuk menentukan harga jual produk yang dihasilkan, penyesuaian terhadap harga jual produk dilakukan secara berkala dengan memperhatikan harga jual internasional, permintaan terhadap baja dan biaya bahan baku, khususnya biaya atas pellet bijih besi yang diimpor. Secara historis, lebih dari setengah hasil produksi Perseroan dijual dengan menggunakan kontrak forward, dimana Perseroan biasanya setuju untuk menjual produknya dengan harga yang tetap dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan. Sebagian dari produk Perseroan juga dijual melalui spot market dimana Perseroan akan menentukan persentase jumlah produk yang akan dijual berdasarkan kondisi pasar produk baja.
Untuk tahun 2007, 2008, 2009 dan periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2010, Perseroan menjual masing-masing sebesar 21,0%, 40,6%, 38,0% dan 33,0% produk baja Perseroan melalui spot market. Oleh karena itu tingkat harga baja di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil operasi Perseroan. Harga baja tersebut dipengaruhi oleh harga baja internasional dan regional, permintaan untuk produk baja, bahan baku dan biaya energi, serta bauran produk baja yang dijual kepada pelanggan Perseroan pada waktu tertentu.
Harga produk baja di Indonesia dipengaruhi oleh harga produk baja di pasar internasional terutama harga baja di Asia timur, Perseroan berkeyakinan bahwa harga produk baja di pasar internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi kesehatan perekonomian global, kondisi perekonomian di negara dan kawasan tertentu, biaya bahan baku dan biaya energi. Perseroan berkeyakinan bahwa harga produk baja di pasar internasional pada tahun 2009 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan harga baja pada tahun 2008 karena pengaruh krisis perekonomian global yang memberikan dampak penurunan pada aktivitas ekonomi di Indonesia khususnya pada sektor infrastruktur dan konstruksi, yang memberi dampak pada harga baja di Indonesia.
c. Penawaran dan Permintaan Produk Baja di Pasar Baja Indonesia
Hasil operasi Perseroan juga dipengaruhi oleh pasokan baja di industri baja Indonesia. Peningkatan pasokan baja dapat menyebabkan penurunan permintaan dari pelanggan ataupun penurunan harga jual, sehingga akan memberikan dampak negatif terhadap hasil penjualan Perseroan. Masuknya pesaing baru, baik pemasok domestik maupun asing, ke dalam industri baja di Indonesia, dapat meningkatkan intensitas persaingan dan mengurangi penguatan harga ataupun mengurangi harga jual dari produk baja Perseroan. Pelanggan dapat melakukan negosiasi ulang atas kontrak yang telah dibuat dengan Perseroan atau lebih memilih untuk membeli produk pesaing dibandingkan dengan produk Perseroan apabila mereka dapat memperoleh harga yang lebih rendah.
Di sisi lain, terjadinya kekurangan produk baja di pasar, akan meningkatkan permintaan dan harga jual untuk produk baja Perseroan sehingga akan memberikan dampak positif pada pendapatan dan profitabilitas Perseroan. Menurut CRU, pada tahun 2009 Indonesia adalah negara pengimpor produk- produk baja tertentu, antara lain HRC dan CRC, hal ini menunjukkan adanya peluang untuk substitusi impor. Perseroan berkeyakinan bahwa permintaan di pasar domestik untuk produk baja antara lain didorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan permintaan untuk baja akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan dan modernisasi perekonomian Indonesia.
d. Biaya Bahan Baku dan Energi
Seluruh biaya produksi langsung dan tidak langsung Perseroan termasuk diperhitungkan dalam beban pokok pendapatan. Unsur-unsur utama dari beban pokok pendapatan dari produk baja adalah biaya bahan baku dan energi, yang mewakili masing-masing 61,8% dan 17,0% dari total beban pokok pendapatan produk baja untuk periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2010. Komponen bahan baku utama adalah pellet bijih besi (iron ore pellets) dan baja scrap (steel scrap). Kebutuhan atas pellet bijih besi dipasok melalui kontrak jangka panjang untuk periode 2009 dan semester pertama 2010. Dalam kontrak dengan pemasok, harga pellet bijih besi ditentukan pada periode pengiriman sebelumnya dengan memperhitungkan harga internasional untuk pellet bijih besi dengan grade yang sama. Harga pellet bijih besi sangat berfluktuasi dan sangat dipengaruhi oleh pasokan pellet bijih besi dan permintaan baja.
Perseroan berkeyakinan dapat menurunkan ketegantungan terhadap impor pellet bijih besi dan mengurangi biaya pellet bijih besi ketika perusahaan patungan pembuatan besi dan fasilitas blast furnace baru sudah sudah dapat beroperasi pada tahun 2011 dan 2013. Fasilitas blast furnace yang baru akan membutuhkan coking coal sebagai bahan baku, menurut CRU, karena tidak terdapat sumber coking coal di Indonesia, oleh karena itu diperkirakan Perseroan akan melakukan impor atas coking coal sebagai bahan baku untuk fasilitas blast furnace yang baru. Dengan demikian diperkirakan bahwa coking coal akan menjadi biaya bahan baku dalam mata uang dolar amerika serikat. Pasokan gas alam dan listrik dapat berfluktuasi terhadap ketersediaan dan tingkat permintaan dari produsen lainnya. Pada periode penggunaan puncak, terdapat kemungkinan pengurangan pasokan energi. Oleh sebab itu, untuk mengelola biaya energi, Perseroan membuat kontrak jangka panjang dengan pemasok antara lain dengan PT Pertamina (Persero) untuk bahan bakar minyak dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk gas alam, masing-masing kontrak jangka panjang tersebut akan berakhir tahun 2013 dan 2016, untuk pasokan listrik, Perseroan membuat kontrak jangka panjang dengan PT Perusahaan listrik Negara (Persero) yang berlaku sampai dengan salah satu pihak memutuskan untuk mengakhiri kontrak tersebut. Pasokan gas alam dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina (Persero) dapat memasok seluruh kebutuhan gas alam Perseroan di tahun 2009, sedangkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memasok sekitar 58,8% kebutuhan listrik Perseroan di tahun 2009.
e. Product Mix
Hasil operasi Perseroan dipengaruhi oleh jenis produk baja Perseroan yang dijual kepada pelanggan pada waktu tertentu, Perseroan melakukan simulasi dan penilaian secara berkala untuk menentukan jenis produk dalam waktu tertentu dengan memperhatikan kapasitas produksi, permintaan terhadap produk baja domestik, harga produk baja domestik dan internasional untuk periode tersebut.
Tabel berikut menyajikan jumlah HRC, CRC, WR, baja profil, baja tulangan, dan pipa baja yang dijual dan harga rata-rata masing-masing produk Perseroan untuk masing-masing periode di bawah ini:
Uraian Untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2010 2009 2009 2008 2007
(tidak diaudit)
Volume Harga Harga Volume Harga Volume Harga Volume Harga
Penjualan rata-rata Volume rata-rata Penjualan rata-rata Penjualan rata-rata Penjualan rata-rata (dalam Penjualan penjualan penjualan (dalam penjualan (dalam penjualan (dalam penjualan metrik ton) (rp per (dalam (rp per metrik (rp per metrik (rp per metrik (rp per
mertrik metrik mertrik ton) mertrik ton) mertrik ton) mertrik
ton) ton) ton) ton) ton) ton)
HRC(1) 612.603 7.032.843 418.955 7.847.833 1.005.935 7.284.464 1.021.840 8.630.660 944.702 5.775.071 CRC 258.814 8.039.337 201.115 7.675.506 460.030 7.994.392 533.314 9.142.062 622.566 6.460.201 Batang Kawat 128.689 6.063.283 140.195 5.932.819 258.130 6.014.645 242.642 8.168.377 361.657 4.966.130 Baja Profil 46.821 6.649.581 18.993 8.667.011 49.711 6.884.306 59.341 9.268.224 106.881 6.053.724 Baja Tulangan 93.330 5.794.764 75.663 5.836.550 155.313 5.685.519 160.510 7.839.683 138.579 5.691.409 Catatan:
(1) Harga jual dan volume penjualan HRC yang terdapat diatas merupakan harga jual dan volume penjualan kepada pihak ketiga
Berdasarkan kondisi dan situasi pada waktu tertentu, Perseroan berusaha untuk menjual produk dengan nilai yang tinggi, seperti produk untuk minyak dan pipa gas serta boiler pressure vessel.
f. Penjualan Kepemilikan Saham pada PT Pelat Timah Nusantara (“Latinusa”) dan non – recurring items
Pada tanggal 14 Desember 2009, anak perusahaan Perseroan, Latinusa melaksanakan Penawaran Umum Saham Perdana dan mencatatkan sahamnya di BEI. Berdasarkan perjanjian jual beli tanggal 11 November 2009, Perseroan menjual 1.387.842.500 lembar saham Latinusa yang mewakili 55,0% dari total saham Latinusa. Saham tersebut dijual pada harga US$0,0432 per lembar saham atau dengan total Rp565,7 miliar, yang menghasilkan laba penjualan investasi sebesar Rp374,6 miliar (setelah dikurangi biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan saham tersebut), yang disajikan dalam akun “Penghasilan (Beban) lain-lain pada laporan laba rugi konsolidasian tahun 2009. Penjualan saham Latinusa tersebut dikenakan pajak final. Sebagai hasil dari transaksi tersebut, kepemilikan Perseroan di Latinusa menurun menjadi 20,1% dan Latinusa tidak lagi dikonsolidasi pada laporan keuangan Perseroan tanggal 31 Desember 2009. Investasi Perseroan pada Latinusa selanjutnya disajikan sebagai investasi dengan metode ekuitas dalam laporan keuangan konsolidasian Perseroan.
Laba atas penjualan ini mewakili 75,7% dari laba bersih Perseroan atau sebesar Rp494,7 miliar untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009. Jika Perseroan mengabaikan keuntungan ini, maka laba bersih Perseroan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp120,0 miliar.
Perseroan juga berharap untuk mengakui keuntungan satu kali untuk periode yang berakhir 31 Desember 2011 sebagai akibat dari setoran modal dalam bentuk tanah Perseroan kepada perusahaan patungan Perseroan dengan POSCO. Berdasarkan joint venture agreement Perseroan dengan POSCO tanggal 4 Agustus 2010, Perseroan sepakat memberikan tanah dengan nilai US $44,0 per meter persegi, yang nilainya lebih tinggi daripada biaya tercatat tanah tersebut.
g. Investasi Barang Modal
Kemampuan Perseroan untuk meningkatkan produksi dan penjualan akan bergantung pada kemampuan untuk memperluas kapasitas produksi melalui program revitalisasi dan ekpansi fasilitas produksi Perseroan. Perseroan berharap melalui program revitalisasi dan ekspansi yang dilakukan dapat meningkatkan kapasitas produksi untuk fasilitas produksi yang telah dimiliki oleh Perseroan dan untuk fasilitas produksi baru yang akan meningkatkan kapasitas produksi kesuruhan Perseroan dan akan selesai pada tahun 2014. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2007, 2008 dan 2009, arus kas untuk penambahan aset tetap yang telah dikeluarkan oleh Perseroan adalah masing-masing sebesar Rp167,6 miliar, Rp247,4 miliar dan Rp473,6 miliar. Pada tahun 2009, 52,9% dari belanja modal digunakan untuk membiayai proyek-proyek revitalisasi dan ekspansi serta rutin Perseroan, 47,1% sisanya digunakan untuk membiayai berbagai akuisisi aset oleh anak perusahaan. Perseroan mengharapkan pengeluaran modal sehubungan dengan program revitalisasi dan program ekspansi Perseroan akan meningkat di masa mendatang sampai dengan tahun 2014. Sebagian dari rencana investasi barang modal Perseroan untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dibiayai melalui hutang yang akan meningkatkan biaya pembiayaan di masa yang akan datang.
h. Fluktuasi Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah telah mengalami peningkatan yang signifikan dari titik terendahnya sebesar Rp17.000,- per USD pada saat krisis keuangan di Asia. Pada periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Maret 2010, nilai tukar Rupiah terhadap USD berkisar antara Rp12.400-Rp8.672 per USD. Selama tahun 2009, nilai tukar Rupiah terhadap USD berkisar antara Rp12.065 – Rp9.293 per USD. Nilai tukar Rupiah terhadap USD yang ditetapkan Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp9.400,- per USD, dan Rp9.083 per USD pada tanggal 30 Juni 2010. Sebagian pinjaman, beban, dan investasi barang modal Perseroan berdenominasi dalam mata uang selain Rupiah.
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009, sebagian besar beban pokok pendapatan dan pinjaman Perseroan berdenominasi dalam mata uang asing, terutama dalam Dolar AS dan Euro, dengan jumlah saldo dalam mata uang Rupiah. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing akan mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha Perseroan secara negatif karena, nilai Rupiah untuk biaya barang dan biaya yang harus dibayar dalam mata uang asing akan meningkat dengan tingkat yang sama, sehingga membutuhkan Rupiah lebih banyak untuk membayar kewajiban mata uang asing.
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007, 2008 dan 2009, Perseroan mencatat laba/(rugi) selisih kurs-bersih masing-masing sebesar (Rp120,6) miliar, (Rp474,8) miliar dan Rp71,6 miliar.
3. Kebijakan akuntansi Penting
Laporan keuangan Konsolidasian Perseroan telah disusun sesuai dengan PSAK Indonesia. Penyusunan laporan keuangan mengharuskan manajemen untuk membuat estimasi dan penilaian yang mempengaruhi jumlah yang dilaporkan dari aset, kewajiban, pendapatan, dan biaya serta pengungkapan aset dan kewajiban kontinjensi. Manajemen membuat estimasi dan penilaian tersebut berdasarkan pengalaman historis dan faktor lain yang dinilai wajar. Perseroan terus mengevaluasi estimasi dan penilaian yang telah dibuat, dan hasil yang sebenarnya dapat berbeda dari estimasi dibuat apabila asumsi yang digunakan berbeda atau dengan kondisi yang sebenarnya.
a. Estimasi Masa Manfaat Aset Tetap
Sebelum tanggal 1 Januari 2008, aset tetap dinyatakan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan, kecuali tanah yang tidak disusutkan. Efektif tanggal 1 Januari 2008, Perusahaan dan Anak Perusahaan menerapkan PSAK No. 16 (Revisi 2007), “Aset Tetap”, yang menggantikan PSAK No. 16 (1994), “Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain” dan PSAK No. 17 (1994), “Akuntansi Penyusutan”, dimana Perusahaan dan Anak Perusahaan telah memilih model biaya. Penerapan PSAK revisi ini tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap laporan keuangan konsolidasi.
Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus selama umur manfaat aset tetap yang diestimasi sebagai berikut:
estimasi masa manfaat (tahun)
Bangunan 20 – 50
Mesin dan Peralatan 5 – 40
Peralatan Pabrik dan Proyek 2 – 20
Alat Pengangkutan 3 – 30
Peralatan Rumah dan Kantor 3 – 6
Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau saat tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset (dihitung sebagai perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan dan jumlah tercatat dari aset) dimasukkan dalam laporan laba rugi pada tahun aset tersebut dihentikan pengakuannya.
Pada setiap akhir periode buku, nilai residu, umur manfaat dan metode penyusutan ditinjau kembali, dan jika sesuai dengan keadaan, disesuaikan dengan prospektif.
Aset dalam penyelesaian disajikan dalam neraca sebagai bagian dari aset tetap dan dinyatakan sebesar biaya perolehan. Akumulasi biaya perolehan ini akan dipindahkan ke masing-masing aset tetap yang bersangkutan pada saat aset tersebut selesai dikerjakan dan siap digunakan sesuai dengan tujuannya.
b. Program Pensiun dan Imbalan Kerja Lainnya
Kewajiban dan biaya untuk program pensiun dan imbalan kerja lainnya dihitung berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama secara berkala dengan menggunakan metode projected unit credit dan tergantung pada pilihan asumsi tertentu yang digunakan oleh aktuaris dalam menghitung jumlah tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain meliputi, tingkat diskonto aktuaria, tingkat kematian, rasio pengembalian investasi, tingkat kenaikan gaji, umur pensiun, tingkat perputaran tenaga kerja, dan tingkat cacat.
Keuntungan atau kerugian aktuarial diakui sebagai penghasilan atau beban apabila akumulasi keuntungan atau kerugian aktuarial bersih yang belum diakui pada akhir periode pelaporan sebelumnya melebihi jumlah yang lebih besar antara 10% dari nilai kini kewajiban imbalan pasti dan 10% dari nilai wajar aset program pada tanggal tersebut. Keuntungan atau kerugian ini diakui dengan metode garis lurus sepanjang rata-rata sisa masa kerja karyawan.
Perseroan berkeyakinan bahwa asumsi yang digunakan adalah asumsi yang wajar dan sesuai, perbedaan signifikan pada hasil aktual ataupun perubahan signifikan dalam asumsi dapat mempengaruhi biaya dan kewajiban pensiun dan imbalan kerja lainnya secara material.
c. Penyisihan Piutang Ragu-Ragu
Perseroan melaporkan jumlah piutang usaha setelah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu. Berdasarkan hasil penelaahan terhadap keadaan akun piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun, Manajemen Perseroan menetapkan jumlah penyisihan piutang ragu-ragu yang memadai untuk menutupi kerugian yang mungkin timbul dari piutang yang tidak tertagih.
d. Persediaan
Perseroan menetapkan penyisihan persediaan usang untuk persediaan yang perputarannya lambat berdasarkan kondisi fisik dari persediaan di setiap akhir tahun. Penyisihan persediaan usang akan mengurangi nilai tercatat persediaan yang perputarannya lambat dan tidak aktif sampai ke nilai realisasi bersih, yang secara umum mendekati nilai scrap yang dapat dipulihkan. Perseroan juga melakukan evaluasi secara periodik atas nilai persediaan yang tercatat untuk memastikan jumlah tersebut tercatat pada nilai yang lebih rendah diantara biaya perolehan dan nilai realisasi bersih.
4. Deskripsi atas akun-akun Penting a. Pendapatan Bersih
Pendapatan bersih Perseroan terutama bersumber dari penjualan produk baja jadi dan produk baja setengah jadi setelah dikurangi diskon dan pengembalian. Pendapatan bersih yang diperoleh Perseroan dari penjualan di pasar domestik Indonesia dan penjualan ekspor di pasar internasional adalah masing- masing sebesar Rp14.106,5 miliar, Rp19.534,6 miliar dan Rp15.702,5 miliar untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2007, 2008 dan 2009 dan Rp7.264,0 miliar dan Rp8.302,7 miliar untuk periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni 2009 dan 2010, atau mewakili 95,1%, 94,7%, 92,8%, 92,8% dan 92,3%, dari total pendapatan bersih Perseroan pada periode yang sama.Tabel di bawah ini menyajikan rincian pendapatan bersih konsolidasian dari penjualan produk baja Perseroan untuk periode-periode sebagai berikut:
Uraian Untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2010 2009 2009 2008 2007
(tidak diaudit)
Persentase Persentase Persentase Persentase Persentase
terhadap terhadap terhadap terhadap rp terhadap
rp (dalam Pendapatan rp (dalam Pendapatan rp (dalam Pendapatan rp (dalam pendapatan (dalam Pendapatan
miliar) (%) miliar) (%) miliar) (%) miliar) (%) miliar) (%)
HRC(1) 4.285,6 47,6% 3.309,1 42,3% 7.300,5 43,2% 8.819,2 42,7% 5.623,7 37,9%
CRC 2.081,1 23,1% 1.541,0 19,7% 3.679,1 21,8% 4.875,6 23,6% 3.785,7 25,5%
Batang Kawat 780,3 8,7% 831,0 10,6% 1.553,3 9,2% 1.982,0 9,6% 1.798,4 12,1%
Baja Profil 309,7 3,4% 131,4 1,7% 340,0 2,0% 550,0 2,7% 647,0 4,4%
Baja Tulangan 539,9 6,0% 429,1 5,5% 862,1 5,1% 1.258,3 6,1% 746,3 5,0%
Pipa Baja 285,1 3,2% 398,5 5,1% 859,3 5,1% 540,4 2,6% 315,1 2,1%
Tinplate(2) - - 596,0 7,6% 1.070,5 6,3% 1.465,9 7,1% 1.021,4 6,9%
Billets - - 17,4 0,2% 2,4 0,0% 43,2 0,2% 67,0 0,5%
Lain-lain 21,1 0,2% 10,4 0,1% 35,2 0,2% - - 101,9 0,7%
Jumlah 8.302,7 92,3% 7.264,0 92,8% 15.702,5 92,8% 19.534,6 94,7% 14.106,5 95,1%
Catatan: (1) Pendapatan bersih dari produk HRC merepresentasikan penjualan HRC kepada pihak ketiga.
(2) Kepemilikan Perseroan pada Latinusa berkurang menjadi 20,1% setelah Perseroan menjual sebagian besar saham Latinusa pada tahun 2009. Sebagai akibat dari hal tersebut, Perseroan tidak lagi mengkonsolidasikan penjualan Latinusa, yang merupakan produsen tinplate, pada laporan keuangan konsolidasi Perseroan untuk periode setelah tanggal 31 Desember 2009.