• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi pada saham Perseroan mengandung resiko. Calon pembeli saham Perseroan harus berhati- hati mempertimbangkan seluruh informasi dalam Prospektus ini dan, khususnya, risiko-risiko yang diuraikan di bawah ini, sebelum membuat keputusan investasi terhadap saham Perseroan. Risiko-risiko yang diuraikan di bawah ini bukan hanya risiko-risiko yang dapat mempengaruhi Perseroan atau saham Perseroan. Para calon pembeli juga harus mengetahui bahwa beberapa dari pernyataan yang diuraikan di bawah ini merupakan pernyataan yang merupakan proyeksi, prediksi, dan/atau estimasi.

rISIKO YanG BerKaITan DenGan BISnIS PerSerOan

1. rencana proyek strategis Perseroan mungkin tidak berhasil, mungkin memakan biaya yang lebih besar untuk diselesaikan dan dimodernisasi, atau fasilitas tambahan mungkin tidak dapat memulai operasi sesuai rencana

Saat ini Perseroan bermaksud untuk merevitalisasi dan memperluas kapasitas produksi fasilitas Perseroan melalui berbagai proyek yang dijadwalkan selesai pada berbagai tanggal antara 2010 dan 2014. Program modernisasi dan ekspansi Perseroan, termasuk pembangunan fasilitas pembuatan besi (ironmaking) baru di Kalimantan Selatan, memiliki risiko yang signifikan, termasuk risiko kegagalan Perseroan dalam merekrut dan mempertahankan karyawan dan manajer untuk melaksanakan rencana Perseroan, kontrol biaya, menyelesaikan proyek-proyek sesuai rencana atau untuk mengamankan pendanaan yang diperlukan atau pendanaan yang menguntungkan Perseroan. Selain itu, beberapa proyek yang termasuk dalam program revitalisasi dan ekspansi Perseroan masih dalam tahap awal dalam negosiasi dan syarat komersialisasi akhir, termasuk harga yang masih belum disepakati. Saat ini, pengeluaran modal yang diperkirakan Perseroan untuk semester kedua tahun 2010 hingga 2014 didasarkan pada studi kelayakan dan masih mungkin berubah, bergantung pada persayaratan akhir dalam perjanjian kerja Perseroan. Dengan demikian, meskipun sebagian dari hasil Penawaran Umum akan digunakan untuk membiayai program revitalisasi dan ekspansi Perseroan, tidak ada jaminan bahwa rencana Perseroan saat ini akan berlanjut, akan berhasil atau fasilitas yang direvitalisasi atau yang ditambahkan akan mulai beroperasi seperti yang direncanakan atau tidak sama sekali. Rencana ekspansi fasilitas Perseroan juga mempunyai risiko teknik, keterlambatan konstruksi dan operasional, kegagalan oleh kontraktor dan vendor untuk melakukan pekerjaannya tepat waktu sesuai kontrak, memakan biaya yang lebih besar untuk penyelesaiannya, dan kondisi lingkungan dan geologi yang merugikan, termasuk kondisi cuaca buruk. Keberhasilan pembangunan dan konstruksi masih sangat bergantung pada, antara lain, penerimaan pembiayaan Perseroan yang memadai dan pelaksanaan konstruksi yang tepat waktu. Tidak ada jaminan bahwa modernisasi dan pengembangan pada masing-masing fasilitas atau pembangkit listrik, atau upaya Perseroan secara umum, akan sukses.

2. Perusahaan patungan (joint venture) Perseroan mungkin tidak berhasil dan fasilitas pabrik baja dan pelat baru mungkin tidak mulai beroperasi sebagai direncanakan

Pada tanggal 4 Agustus 2010, Perseroan mendirikan perusahaan patungan dengan POSCO, yaitu sebuah perusahaan baja yang berkedudukan di Korea Selatan, dengan nama PT KRAKATAU POSCO.

Perusahaan ini didirikan untuk mengembangkan dan membangun pabrik baja terpadu yang berlokasi di Krakatau Industrial Estate di Cilegon, Indonesia. Berdasarkan perjanjian joint venture, POSCO pada awalnya akan memiliki 70,0% saham dalam perusahaan joint venture, sementara Perseroan pada awalnya akan memiliki 30,0% saham. Perseroan akan meningkatkan sahamnya di Perusahaan joint venture dengan mengambil bagian sebesar 15,0% saham POSCO di perusahaan join venture satu tahun setelah penerbitan sertifikat akseptasi final untuk pabrik yang diselesaikan pada fase pertama joint venture tersebut (“Fasilitas Fase I”). Perseroan berharap pengembangan dan pembangunan pabrik fase pertama akan selesai pada tahun 2013 dan produksi dimulai pada tahun 2014 dengan kapasitas sebesar 3.000.000 metrik ton slab baja per tahun, dimana sebagian darinya diproses menjadi pelat baja. Perseroan berharap untuk melakukan investasi substansial dalam joint venture tersebut.

Dari 3.000.000 metrik ton baja yang diproduksi pabrik baja joint venture, Perseroan dapat memperoleh 1.000.000 metrik ton slab baja per tahun dari perusahaan joint venture untuk digunakan dalam pabrik hot strip Perseroan per tahunnya setelah pabrik baja joint venture pada fase pertama beroperasi secara penuh.

Sulit untuk mengevaluasi atau memprediksi kemampuan Perseroan dalam menerapkan strategi joint venture dengan sukses. Perseroan sudah membentuk perusahaan joint venture namun tidak ada jaminan bahwa joint venture tersebut akan berjalan seperti yang direncanakan atau sekalipun berjalan akan mampu melaksanakan pengembangan dan pembangunan pabrik baja terpadu, penjualan pelat baja di Indonesia, dan rencana-rencana dan tujuan lainnya dengan sukses.

Selain itu, kewajiban para pihak dalam perusahaan joint venture tunduk pada kondisi-kondisi tertentu, beberapa diantaranya berada di luar kontrol Perseroan, dan beberapa diantara lainnya dapat tidak terpenuhi. Secara khusus, paling lambat tanggal 4 Januari 2011, Perseroan diwajibkan untuk menyerahkan sertifikat dan dokumen terkait lain yang membuktikan kepemilikan Perseroan atas sedikitnya 388,0 hektar tanah, termasuk 66,5 hektar tanah di Kubangsari yang berada di bawah sengketa hukum, kepada perusahaan joint venture. Tidak ada jaminan bahwa Perseroan akan dapat memperoleh kewenangan atas lahan tersebut atau dapat menyerahkan sertifikat dan dokumen terkait lain yang wajib diserahkan kepada perusahaan joint venture dengan tepat waktu berdasarkan perjanjian joint venture. Perusahaan joint venture yang persetujuan pembentukannya telah diterima pada tanggal 27 September 2010, juga dapat mengalami kesulitan yang tidak terantisipasi atau keterlambatan dalam mengoperasikan fasilitas pabrik joint venture. Jika Direksi dari perusahaan joint venture menentukan bahwa perusahaan joint venture memerlukan peningkatan modal dan Perseroan gagal untuk melaksanakan hak memesan efek terlebih dahulu untuk memesan dan membeli saham baru dalam perusahaan joint venture untuk mendanai modal yang diperlukan dalam pembangunan dan pengoperasian pabrik joint venture, maka modal Perseroan dalam perusahaan joint venture akan berkurang. Jika joint venture tidak dikelola secara efektif, usaha, kondisi keuangan, hasil usaha dan perkembangannya dapat terpengaruh secara negatif dan material.

3. Setiap penurunan ketersediaan, atau kenaikan biaya, bahan baku dan energi secara material dapat mempengaruhi produksi dan pendapatan Perseroan

Operasi Perseroan sangat bergantung pada ketersediaan berbagai bahan baku dan sumber daya energi, termasuk bijih besi, scrap baja, produk setengah jadi, seperti slab baja dan billet baja serta gas alam dan listrik. Setelah pembuatan fasilitas new blast furnace complex Perseroan terselesaikan di 2013, Perseroan juga berharap akan dapat bergantung pada ketersediaan coking coal. Perseroan bergantung pada PT Pertamina (Persero) (“PT Pertamina”) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) (“PT PGN”) untuk pasokan gas alam, dan pada PT Perusahaan Listrik Negara (“PT PLN”) untuk listrik. Sebelumnya, PT Pertamina, PT PGN dan PT PLN belum mampu menyediakan segala kebutuhan produksi gas alam dan listrik Perseroan. Selain itu, jumlah gas alam dan listrik yang diberikan kepada Perseroan juga berkurang dari tahun 2008 ke 2009. Hal ini berdampak pada volume produksi dan tingkat pemanfaatan kapasitas fasilitas Perseroan. Di masa mendatang, jika pemasok gas alam dan listrik Perseroan tidak dapat memberikan Perseroan pasokan dengan jumlah gas alam dan listrik yang cukup, maka Perseroan tidak dapat memaksimalkan kapasitas produksi, yang dapat memberikan dampak yang signifikan secara negatif pada bisnis, kondisi finansial, hasil usaha dan prospek Perseroan.

Ketersediaan bahan baku dapat menurun dan ketersediaan sumber daya energi dapat lebih menurun lagi. Harga bahan baku dan sumber daya energi cenderung bersifat tidak stabil sebagai akibat dari, antara lain, perubahan keseluruhan pasokan dan tingkat permintaan dan undang-undang atau peraturan baru. Gangguan dalam pasokan bahan baku atau sumber energi sementara Perseroan bisa merusak kemampuan Perseroan untuk memproduksi beberapa produk atau mengharuskan Perseroan untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk memperoleh bahan baku atau sumber daya energi dari pemasok lain. Dalam hal kenaikan bahan baku dan biaya energi, Perseroan bisa saja tidak dapat mentransfer biaya yang lebih tinggi ini ke pelanggan Perseroan secara penuh atau tidak sama sekali. Setiap kenaikan harga untuk bahan baku atau sumber daya energi material dapat meningkatkan biaya dan karena itu menurunkan laba Perseroan.

4. Depresiasi nilai rupiah dapat mempengaruhi bisnis, kondisi keuangan, hasil usaha dan prospek Perseroan

Selama krisis keuangan Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, Rupiah turun signifikan terhadap mata uang lainnya, seperti US Dollar. Meskipun Rupiah telah dihargai jauh dari titik rendah sekitar Rp17.000 per US Dollar pada tahun 1998, ada kemungkinan akan mengalami volatilitas lagi di masa mendatang.

Selama periode dari 1 Januari 2007 sampai 31 Juli 2010, mata uang Rupiah/US Dollar berkisar dari yang terendah sebesar Rp12.400 per US Dollar sampai tertinggi sebesar Rp8.672 per US Dollar. Pada 31 Juli, 2010, mata uang Rupiah/US Dollar mencapai Rp8.952 per US Dollar. Perseroan tidak bisa menjamin bahwa penyusutan lebih lanjut atas Rupiah terhadap mata uang lainnya, termasuk US Dollar, tidak akan terjadi. Sementara sebagian besar penghasilan Perseroan dalam mata uang Rupiah, sebagian beban usaha Perseroan, termasuk biaya dan pengeluaran untuk impor bijih besi, berdenominasi dalam mata uang US Dollar. Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007, 2008 dan 2009 dan untuk periode enam bulan yang berakhir 30 Juni 2009 dan 2010, biaya bijih besi sebesar masing-masing 16,2%, 20,1%, 18,5%, 20,2%, dan 19,8% dari biaya pendapatan operasional Perseroan. Ke depan, Perseroan berharap bahwa biaya untuk coking coal, yang akan diimpor untuk bahan baku pada kompleks blast furnace baru Perseroan, juga akan dalam mata uang US Dollar. Karena biaya Perseroan dari pendapatan atau beban usaha berdenominasi dalam mata uang USD, Perseroan dihadapkan pada risiko fluktuasi nilai tukar mata uang. Apresiasi material USD terhadap Rupiah di mana mayoritas pendapatan Perseroan berdenominasi dalam mata uang tersebut, dapat memberikan dampak yang negatif pada hasil operasi Perseroan. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa beban dan biaya Perseroan yang berdenominasi dalam mata uang USD tidak akan meningkat di masa depan.

Apablia mata uang Rupiah terdepresiasi lebih lanjut dari nilai tukar yang berlaku pada 31 Juli 2010, biaya bahan baku impor, sumber energi, dan kewajiban Perseroan dalam pinjaman hutang berdenominasi mata uang asing akan meningkat dalam satuan mata uang Rupiah.

Selain itu, Rupiah umumnya telah dapat dikonversi dan dipindahtangankan secara bebas (kecuali jika bank di Indonesia tidak dapat mentransfer Rupiah untuk orang-orang di luar Indonesia yang tidak memiliki tujuan perdagangan atau investasi yang menguntungkan, dari waktu ke waktu, Bank Indonesia telah campur tangan dalam pasar pertukaran mata uang sebagai kelanjutan dari kebijakan-kebijakannya, baik dengan menjual Rupiah atau dengan menggunakan cadangan mata uang asing untuk membeli Rupiah. Perseroan tidak bisa menjamin bahwa kebijakan tingkat nilai tukar bunga mengambang Bank Indonesia saat ini tidak akan diubah atau bahwa Pemerintah akan mengambil tindakan tambahan untuk menstabilkan, memelihara atau meningkatkan nilai Rupiah, atau bahwa setiap tindakan tersebut, jika diambil, akan berhasil. Modifikasi kebijakan tingkat nilai tukar bunga mengambang tersebut bisa menghasilkan tingkat bunga domestik yang jauh lebih tinggi, kekurangan likuiditas, kontrol modal atau devisa atau pemotongan bantuan keuangan tambahan dari pemberi pinjaman multinasional. Hal ini bisa berakibat pada pengurangan aktivitas ekonomi, resesi ekonomi, atau pinjaman gagal bayar, dan sebagai hasilnya, Perseroan juga dapat menghadapi kesulitan dalam pembiayaan modal Perseroan dan dalam menerapkan strategi bisnis Perseroan. Salah satu dari konsekuensi diatas dapat memberikan dampak yang negatif dan signifikan pada bisnis, kondisi keuangan, hasil usaha dan prospek Perseroan.

5. Perseroan beroperasi di dalam industri yang bersiklus, dan setiap penurunan performa baik berskala lokal ataupun global dalam industri baja dapat berdampak negatif pada hasil operasi dan kondisi keuangan Perseroan

Industri baja merupakan industri yang lazimnya memiliki siklus karena operasi pelanggan baja beroperasi bersiklus dan sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi secara umum dan ketidakseimbangan antara pasokan regional dan permintaan untuk produk baja. Sehingga, permintaan untuk produk baja umumnya berkorelasi dengan fluktuasi makroekonomi dalam perekonomian di mana produsen menjual produk- produk baja, serta dalam ekonomi global. Harga produk baja dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk permintaan, kapasitas produksi di seluruh dunia, tingkat pemanfaatan kapasitas, biaya bahan mentah, biaya energi, nilai tukar, hambatan-hambatan perdagangan, dan perbaikan dalam proses pembuatan baja. Harga baja telah mengalami, dan di masa depan dapat mengalami, fluktuasi yang signifikan sebagai hasil dari hal tersebut dan faktor lainnya, yang banyak berada di luar kendali Perseroan. Penurunan harga baja dapat memberikan dampak yang negatif pada hasil operasi Perseroan.

Karena sebagian dari produk Perseroan dijual di pasar spot dengan kontrak berjangka waktu 12 bulan atau kurang, penjualan, marjin dan laba Perseroan dipengaruhi secara negatif oleh penurunan harga baja domestik. Akibatnya, kemerosotan harga di pasar baja domestik bisa berdampak negatif pada penjualan, marjin dan pendapatan Perseroan.

6. Perseroan akan membutuhkan sejumlah besar uang untuk mendanai program perbaikan modal (capital improvements program). Kemampuan Perseroan untuk menghasilkan uang atau memperoleh pembiayaan tergantung pada banyak faktor

Strategi investasi Perseroan, khususnya revitalisasi dan program ekspansi Perseroan, akan memerlukan modal yang besar di tahun-tahun mendatang. Perseroan membutuhkan modal untuk, antara lain, membangun atau membeli peralatan baru, memelihara kondisi peralatan yang ada, dan menjaga kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan. Saat ini, Perseroan memprediksi untuk menginvestasikan sebesar Rp11.407 miliar untuk revitalisasi dan ekspansi fasilitas produksi Perseroan.

Perseroan telah mencatat sebesar Rp1.196,9 miliar untuk program revitalisasi dan ekspansi pada tanggal 30 Juni 2010, dan akan menginvestasikan sebesar total Rp10.210 miliar lagi sampai akhir 2014. Apabila kas yang dihasilkan secara internal dan kas yang tersedia dari fasilitas kredit dan kas yang didapat dari pendanaan hutang Perseroan tidak cukup untuk mendanai kebutuhan investasi, Perseroan akan membutuhkan tambahan pendanaan hutang dan/atau pembiayaan ekuitas. Jika Perseroan mencari pendanaan di masa depan, kemampuan Perseroan untuk mengatur pembiayaan tersebut akan tergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi dan pasar modal secara umum, tingkat suku bunga, ketersediaan kredit dari bank atau pemberi pinjaman lain, kepercayaan investor pada Perseroan, dan kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Ada kemungkinan bahwa sumber-sumber pembiayaan Perseroan tidak tersedia di masa mendatang dengan jumlah yang diperlukan Perseroan atau dengan biaya yang dapat diterima. Selain itu, pembiayaan hutang masa depan dapat membatasi kemampuan Perseroan untuk menahan tekanan kompetitif dan membuat Perseroan lebih rentan terhadap penurunan ekonomi.

Jika Perseroan gagal untuk menghasilkan atau mendapatkan modal tambahan yang cukup di masa depan, Perseroan bisa dipaksa untuk mengurangi atau menunda pengeluaran modal, menjual aset atau restrukturisasi atau mencari pembiayaan kembali (refinancing) atas hutang Perseroan.

7. Perseroan menghadapi kewajiban potensial terhadap produk cacat

Sampai dengan 31 Juli 2010, Perseroan tidak menghadapi tuntutan hukum atas klaim produk cacat.

Namun, Perseroan tidak dapat menjamin bahwa Perseroan tidak akan menghadapi tuntutan hukum seperti itu di masa depan. Oleh karena sifat operasi Perseroan, ada kemungkinan bahwa klaim terhadap Perseroan dikarenakan oleh produk cacat atau tidak sesuai dengan spesifikasi bahan atau produk yang dibuat atau disediakan oleh Perseroan. Pembeli dan pihak ketiga bisa membuat klaim terhadap Perseroan berdasarkan penyampaian material atau produk yang rusak, atau kerusakan atau kerugian yang timbul dari penggunaan bahan atau produk rusak tersebut. Jika ada klaim-klaim kepada Perseroan dan pengaturan asuransi yang ada tidak mencakup kewajiban tersebut, maka hal itu dapat berdampak negatif terhadap kinerja keuangan atau hasil usaha Perseroan.

8. Bisnis Perseroan dapat terpengaruh jika Perseroan gagal mendapatkan atau memperbaharui lisensi serta izin yang diperlukan atau gagal untuk mematuhi persyaratan lisensi dan izin Perseroan

Bisnis Perseroan bergantung pada validitas lisensi tertentu dan penerbitan izin baru tertentu yang berkelanjutan dan kepatuhan Perseroan dengan persyaratan tersebut. Lisensi dari Pemerintah atau pemerintah daerah yang diperlukan untuk operasi baja Perseroan mencakup modal investasi umum perusahaan, tenaga kerja, lingkungan, pemanfaatan tanah dan izin lainnya. Izin-izin tersebut memiliki waktu berakhir yang berbeda-beda mulai dari satu sampai tiga puluh tahun dari tanggal penerbitan. Perseroan harus memperbaharui seluruh izin dan pengabsahan yang telah berakhir, serta memperoleh izin dan pengabsahan baru bila diperlukan.

Perseroan tidak bisa menjamin bahwa pihak Pemerintah terkait, baik di tingkat pemerintah pusat atau pemerintah lokal, tidak akan mencabut atau menolak untuk mengeluarkan atau memperbaharui izin dan pengabsahan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis Perseroan.

Kehilangan, atau kegagalan untuk mendapatkan atau memperbaharui, perizinan, perjanjian dan pengabsahan yang diperlukan untuk operasi Perseroan bisa berdampak negatif dan material bagi bisnis, kondisi keuangan, hasil usaha operasional, dan prospek usaha Perseroan.

9. Pertanggungan asuransi Perseroan mungkin tidak cukup untuk menutup peristiwa kecelakaan, biaya asuransi Perseroan dapat meningkat dan Perseroan mungkin tidak dapat memperoleh perlindungan asuransi yang memadai di masa depan

Meskipun Perseroan memiliki asuransi atas kerusakan properti all-risk yang disebabkan oleh kecelakaan (seperti kebakaran, bencana alam) dan kerusakan mesin, serta berencana untuk memperpanjang polis asuransi serupa untuk properti dan proyek Perseroan di waktu yang akan datang, setiap polis asuransi memiliki pengecualian. Penutupan asuransi Perseroan untuk fasilitas produksi Perseroan di Cilegon mungkin tidak cukup untuk menutupi seluruh kerugian dalam hal terjadi suatu force majeur. Meski Perseroan percaya bahwa penutupan asuransi Perseroan sebanding dengan penutupan asuransi pelaku pasar lainnya dalam industri yang sama, asuransi first loss risk Perseroan hanya sebesar USD500 juta per insiden, yang berarti kurang dari nilai pertanggungan untuk fasilitas produksi Perseroan, yaitu sebesar USD2,1 miliar pada tanggal 30 Juni 2010. Selain itu, peristiwa kecelakaan tertentu, seperti nuklir, perang, terorisme, kerusakan, korosi dan polusi, yang tidak tercakup dalam polis asuransi dan dapat mengekspos Perseroan kepada potensikerugian, karena dikecualikan atau tidak ditanggung asuransi.

Selain kerusakan properti Perseroan yang disebabkan oleh kecelakaan, Perseroan dapat mengalami gangguan bisnis Perseroan atau menjadi subyek klaim oleh pihak ketiga yang terluka atau dirugikan sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut. Perseroan tidak memiliki asuransi gangguan bisnis yang disebabkan kerusakan fasilitas produksi Perseroan. Jika penggunaan fasilitas produksi Perseroan terganggu secara keseluruhan atau sebagian untuk jangka waktu yang panjang sebagai akibat dari peristiwa tersebut, bisnis, prospek usaha, pendapatan, profitabilitas, kondisi keuangan dan hasil usaha Perseroan dapat terpengaruh secara negatif. Polis asuransi Perseroan selalu diperpanjang setiap tahunnya. Premi asuransi Perseroan dapat meningkat sebagai akibat dari kondisi pasar atau berdasarkan klaim yang ada, jika ini terjadi Perseroan kemungkinan perlu mengurangi batas cakupan polis atau menyetujui ntuk mengurangi persyaratan tertentu dari asuransi. Setiap risiko ini dapat memberikan dampak yang merugikan bagi bisnis, kondisi keuangan, arus kas, prospek dan hasil usaha Perseroan.

10. Industri baja sangat kompetitif, dan karena itu memungkinkan bagi Perseroan untuk tidak dapat mempertahankan posisi utamanya di pasar domestik

Perseroan mendapatkan persaingan dari produsen asing HRC, CRC dan batang kawat baja, dan banyak dari pesaing asing memiliki sumber daya lebih banyak dari Perseroan. Meskipun Perseroan adalah pemasok terbesar untuk produk flat steel di Indonesia dan pemasok domestik terbesar kedua untuk long product. Perseroan mendapatkan persaingan dari impor yang terus meningkat. Secara historis, Perseroan telah menikmati posisi pasar yang kuat relatif terhadap impor dan kebijakan pemerintah yang mendukung sehubungan dengan impor baja, termasuk tarif dan kewajiban impor. Namun, tidak ada jaminan bahwa Perseroan akan dapat mempertahankan posisi ini. Sejak 1 Januari 2010, ASEAN-China Free Trade Agreement (“AFTA”), sebuah perjanjian dalam perdagangan di antara negara-negara di Asia Tenggara dan Cina, mulai berlaku di Indonesia. Berdasarkan perjanjian ini, perdagangan untuk beberapa produk, termasuk komoditas baja akan diliberalisasikan. Peningkatan dalam impor baja dapat menyebabkan penurunan permintaan dan penurunan harga untuk manufaktur baja di Indonesia, yang dapat berdampak negatif terhadap pendapatan dan laba Perseroan. Perseroan juga menghadapi persaingan dari perusahan manufaktur domestik untuk produk HRC, CRC dan WR. Jika produk-produk ini melakukan pengembangan fasiltas, Perseroan dapat terkena dampak negatif. Selain itu, sebagai pemasok produk HRC dan CRC di Indonesia berdasarkan CRU, peraih pangsa pasar sebesar 65,0% untuk HRC pada tahun 2009, Perseroan juga harus mematuhi UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU ini melarang Perseroan untuk menyalahgunakan posisi yang dominan di pasar Indonesia.

Berdasarkan posisi Perseroan yang dominan di pasar Indonesia, Perseroan dilarang untuk mengendalikan produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa yang dapat menimbulkan tindakan monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat. Secara khusus, perseroan dilarang untuk memanfaatkan posisi dominan Perseroan untuk:

Dalam dokumen PELAJARI TENTANG KRAKATAU STEEL (Halaman 74-93)