• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profesi Jaksa

Dalam dokumen Etika Profesi Hukum (Widodo (Z-Library) (Halaman 155-160)

PROFESI

6.3 TANGGUNG JAWAB PROFESI

6.3.3 Profesi Jaksa

tuk menghindar dari stigma buruk yang diemban akibat per nah melakukan pelanggaran kode etik profesi advokat.

Untuk konteks Indonesia yang organisasi advokatnya ter- pecah menjadi banyak organisasi, apakah keterlibatan negara atau lembaga peradilan dibutuhkan dalam hal pengawasan dan/

atau penjatuhan sanksi putusan pemberhentian advokat, atau cukup diserahkan kepada organisasi-organisasi advokat yang terpecah dan jumlahnya begitu banyak?

2. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keun tung an dalam bentuk apa pun dari siapa pun yang me miliki kepentingan baik lang­

sung maupun tidak lang sung;

3. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pri badi atau keluarga, atau finansial secara langsung mau pun tidak langsung;

4. melakukan permufakatan secara melawan hukum de ngan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara;

5. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;

6. merekayasa fakta­fakta hukum dalam penanganan per kara;

7. menggunakan kewenangannya untuk melakukan pene kanan secara fisik dan/atau psikis; dan

8. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara­

cara yang melanggar hukum.

Bahkan, jaksa juga wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah atau keuntungan dalam bentuk apa pun dari siapa pun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.

Pelanggaran etik, untuk pegawai (non jaksa) di lingkung an kejaksaan tunduk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tetapi, khusus untuk jak- sa kode etiknya “berlapis” selain tunduk kepada Peraturan Pe- merintah Nomor 94/2021 tentang Disiplin PNS, juga patuh terhadap Kode Perilaku Jaksa yang diatur dengan Peraturan Jaksa Agung. Penegakan kode etik, dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) di Tingkat Pusat dan Asisten Bidang Pengawasan di Tingkat Wilayah. Apabila berdasarkan ha sil pemeriksaan dinyatakan sebagai pelanggaran Kode Peri- laku Jaksa maka hasil pemeriksaan diteruskan kepada pejabat yang berwenang untuk membentuk Majelis Kode Perilaku. Jak- sa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhkan tindakan

PRENADAMEDIA

administratif. Tindakan administratif itu tidak mengesamping- kan ketentuan pidana dan hukuman disiplin PNS apabila ada ketentuan itu dilanggar. Tentu, jika tidak terbukti, maka jaksa yang bersangkutan akan direhabilitasi.

Suatu profesi hukum hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri pengemban profesi terse- but ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi tat- kala memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang membutuhkan. Apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat jangan sampai jatuh terdegradasi menjadi se- buah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi).

Jaksa yang merupakan pejabat fungsional yang diberi we- wenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum harus mampu menjalankan profesinya dalam koridor keadilan. Makna keadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah keadilan sebagai “the supreme virtue of the good state”.

Dalam negara yang adil, setiap kelas atau setiap jabatan individu memiliki tugasnya masing-masing yang mana jika semua orang memenuhinya, maka akan menciptakan keharmonisan dan ke- tertiban.139

Lantas apa yang dimaksud dengan setiap individu memili- ki tugasnya masing-masing? Sebagai contoh, seorang pencuri, ia dianggap tidak adil karena ingin memiliki apa yang bukan miliknya. Seorang dokter yang tidak memperdulikan kesela- matan pasien dianggap tidak adil karena telah menyepelekan perannya. Begitu pun dengan seorang jaksa yang dianggap tidak adil apabila merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara.

Bagi Plato, orang yang tidak adil dianggap sebagai orang yang tidak menyadari kebaikan dan tugas sesuai dengan situasi

139 Ibn Rusyd, Republic Plato ala Ibn Rusyd: Komentar atas Diktum­Diktum Inti Politik Plato, diterjemahkan oleh Affy Khoriyyah dan Zainuddin, (Jakarta: Sadra Press, 2016), hlm. 146.

PRENADAMEDIA

kehidupan mereka, serta juga dianggap sebagai orang yang te- lah memperlakukan orang lain lebih buruk dari yang seharusnya.

Konsepsi keadilan Plato yang seperti inilah yang kemudian diru- muskan dalam “giving each man his due” yaitu memberikan seti- ap orang sesuai dengan apa yang telah menjadi haknya,140 bukan memberikan keistimewaan tertentu ketika ada pejabat yang ter- kena kasus hukum.

Mengutip pendapat Titus Yoan, ironisnya banyak oknum aparat penegak hukum seperti jaksa justru memandang jabatan sebagai tugas estetik, artinya jabatan itu akan dinilai sebagai jabatan bila ada berbagai aksesoris yang melekat padanya agar terlihat indah.141 Disorientasi estetika, karena jabatan dirinya se- bagai penegak hukum akan lebih dipandang indah bila dilimpahi kekayaan, meski dengan berbagai cara.

Cara pandang yang keliru memaknai estetika itu, tidak heran bila kemudian oknum aparat penegak hukum sering kali mene- rima gratifikasi untuk membiayai keinginannya dalam menghias jabatannya agar jabatannya menjadi status sosial yang dipan- dang indah. Sebaliknya, Jaksa yang mampu memaknai estetika, melihat keindahan suatu jabatan bukan pada barang-barang mewah, mobil mewah, rumah mahal tetapi keindahan suatu ja- batan profesi adalah integritas.

Cara pandang yang harus dibangun dan dipedomani apa- rat penegak hukum, bahwa jabatan adalah kehormatan. Kehor- matan harus dianggap sebagai prinsip moralitas yang paling utama dalam menjalankan hukum. Tanpa idealisme menjaga ke- hormatan, maka penegak hukum mudah jatuh dalam godaan142

140 David Melling, Understanding Plato, (New York: Oxford University Press, 1987), hlm.

134.

141 Alfendo Yefta Argastya, “Dear Penegak Hukum, Jabatan Adalah tentang Moralitas dan Integritas”, 2022, diakses melalui https://kawanhukum.id/dear-penegak-hukum- jabatan-adalah-tentang-moralitas-dan-integritas/.

142 Bernard L. Tanya, Penegakan Hukum dalam Terang Etika, (Yogyakarta: Genta Pu- blising, 2011), hlm. 25-27; Lihat juga Yovita A. Mangesti, Hukum Berparadigma Kema­

nu siaan, Perlindungan Riset dan Pemanfaatan Human Stem Cell, (Yogyakarta: Genta

PRENADAMEDIA

yang pada gilirannya meruntuhkan marwah dan kredibilitas pro- fesi jaksa itu sendiri. Penjaga marwah, nama baik dan kredibilitas institusi kejaksaan, adalah moralitas profesi insan Adhyaksa itu sendiri.

Setiap jabatan itu seharusnya dimaknai sebagai tugas etik.

Artinya, ketika jabatan melekat padanya maka ada keharusan un- tuk mengabdikan diri pada kepentingan umum. Sebab, jabatan melahirkan wewenang, kesempatan, sarana-prasarana maka ia harus bernilai etik. Ketika seseorang memaknai serta merenu- ngi bahwa profesi yang diemban sebagai tugas etik maka ia akan menjadikan dirinya sebagai manusia yang supererogatoris yaitu orang yang melakukan sesuatu atau mengabdikan dirinya mele- bihi apa yang diwajibkan.

Dicirikan manusia supererogatoris (supererogatory acts) yaitu orang yang berani mengambil risiko, tidak gentar mela- wan ketidakadilan, berani berbuat kebaikan, karena bukan hanya kewajiban tetapi memang keputusan eksistensial dirinya.143 Tapi, apakah spirit supererogatoris itu terlalu utopis untuk diwujud- kan dalam institusi kejaksaan?

Baharuddin Lopa Jaksa Agung RI contoh jaksa teladan. Se- pak terjang kariernya pun dikenal sebagai sosok yang berani melawan arus. Mendiang Baharuddin Lopa dikenal sebagai jaksa yang hampir tak punya rasa takut. Sejauh kariernya di Korps Adhyaksa, Lopa pernah menduduki jabatan Kepala Kejaksa- an Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat serta Sulawesi Selatan, serta mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta.

Ketika Lopa menjabat Jaksa Agung tanpa tunggu waktu memimpin pemberantasan korupsi. Tanpa kompromi, ia segera memburu konglomerat Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura

Publishing, 2016), hlm. 35.

143 K. Bertens, Keprihatinan Moral Telaah Atas Masalah Etika, Op. cit., hlm. 10.

PRENADAMEDIA

dalam dugaan kasus suap dan korupsi. Bersama staf ahlinya, ia biasa bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.144 Untuk konteks integritas profesi hukum Jaksa di Indonesia, apakah merupakan masalah sistem atau individu?

Dalam dokumen Etika Profesi Hukum (Widodo (Z-Library) (Halaman 155-160)