• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi

GOOD GOVERNANCE DALAM KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK

B. Prinsip-prinsip Good Governance

10. Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi

pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Kata “profesionalisme’ selalu menjadi jargon pada setiap pembicaraan dalam forum ilmiah maupun perkantoran. Sebab menempatkan kata profesionalisme menunjukkan penghargaan kepada seseorang yang memiliki keahlian dalam menangani setiap persoalan yang menyangkut berbagai masalah kompleks namun cepat bisa diatasi dengan baik. Oleh sebab itu, setiap persoalan jika ditangani secara profesional maka hasilnya juga lebih memuaskan secara prima dan berkualitas.

Prinsip-prinsip Good Governance versi UNDP yang saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri, sebagaimana dikutip Sadarmayanti (2003: 7), pemahamannya kurang lebih sama dengan pendapat di atas dan dielaborasi seperti dijelaskan di atas.

Menurut Sadarmayanti penjelasan prinsip good governance adalah sebagai berikut:

a. Participation; setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law; kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.

c. Transparansi; transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informal secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan informasi dapat dipahami dan dapat dipantau.

d. Responsiveness; lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholder.

e. Consensus orientation; “Good Governance” menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh

pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

f. Effectiveness and efficiency; proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.

g. Accountability; para pembuat keputusan dalam pemerintahan sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada pihak publik dan stakeholder.

h. Strategy vision; para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif “Good Governance” dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

C. Good Governance dalam Pemerintahan

Setiap pemerintah di seluruh negara di dunia tentu memiliki cara pandang tersendiri dalam merumuskan good governance.

Setiap negara juga menentukan strategi yang berbeda dalam merumuskan nilai-nilai universal yang secara filosofis akan dijadikan landasan dalam menjalankan roda pemerintahan yang lebih baik bagi semua warga negara.

Dalam rangka memperbaiki pelayanan publik, penerapan good governance di lingkungan pemerintah pusat dan daerah telah menimbulkan adanya kontroversi baru. Pemerintah pusat sering mengatakan bahwa pejabat birokrasi dan pimpinan daerah belum memiliki kapasitas manajemen, khususnya pengetahuan yang lengkap, organisasi yang tepat, SDM profesional dan finansial yang mandiri, untuk menerapkan good governance. Sebaliknya, banyaknya pejabat birokrasi pemerintah daerah dan pimpinan lembaga, badan dan kantor daerah yang mengatakan bahwa pemerintah pusat bukan hanya lebih sulit dan lebih tidak siap menerapkan good governance daripada pejabat birokrasi dan pegawai di daerah, semua punya argumentasi. Namun, warga

masyarakat madani dan pelaku bisnis memahami bahwa penerapan good governance itu memang akan menimbulkan kontroversi yang menjadi bagian dinamika perubahan sosial di lingkungan pejabat dan birokrasi pemerintah.

Penerapan prinsip ‘good governance’ bukanlah hanya tugas tanggung jawab pemerintah, tetapi juga organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani. Sebagai bagian dari proses reformasi Indonesia, pelaksanaan good governance di lingkungan pemerintahan itu sangat menentukan apakah reformasi akan berjalan terus atau berhenti di sini. Terlepas dari naik turunnya demonstrasi mahasiswa, gemuruhnya kritik dan pendapat dari teknokrat, atau tekanan dari LSM domestik maupun luar negeri, persepsi warga masyarakat awam tetap sabar menunggu bahwa good governance itu terlaksana sebagai jaminan terhadap kinerja pemerintah.

Bagi pemerintahan mendatang, pelaksanaan good governance di lingkungan birokrasi pemerintah seharusnya merupakan gerakan dan inisiatif untuk memperbaiki pelayanan warga. Artinya, lembaga pemerintah tidak harus bertanggung jawab semua urusan yang saat ini belum berfungsi, apalagi sebagai pengelola tunggal, di bidang ekonomi, sosial dan politik yang berada di luar kapasitas mereka. Pemerintah perlu merubah mind set ke arah yang lebih realistis dalam mensejahterakan masyarakat. Pemerintah di semua tingkatan dituntut mendefinisi ulang core business nya, dan core business pemerintah adalah pelayanan publik.

Setelah mencermati kendala, hambatan dan permasalahan yang muncul dalam upaya melaksanakan good governance di lingkungan pemerintah selama masa reformasi, maka ada beberapa harapan yang perlu diperhatikan oleh pejabat dan birokrat di lingkungan pemerintah, yaitu:

1. Meneruskan deregulasi dan debirokratisasi pelayanan public, menselaraskan perundang-undangan antar sektor antar level manajemen pemerintah, menerapkan standar

pelayanan minimal, merampingkan organisasi, dan mengintensifkan unit pemantau pelayanan publik.

2. Menjalankan profesionalisme pejabat pelayanan publik dengan langkah-langkah memperbanyak pejabat fungsional dan memperkuat asosiasi profesi untuk pelayanan publik.

3. Membudayakan korporasi di lembaga pemerintah, terutama melalui intensifikasi fungsi pelayanan publik, mengembangkan kemitraan dengan pelaku bisnis di sektor swasta dan melibatkan organisasi swadaya masyarakat.

4. Memperluas penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik dengan memperbanyak organisasi swadaya masyarakat.

5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara mempertegas kontribusi dan kontrol rakyat penerima pelayanan publik melalui mekanisme perencanaan, pengambilan keputusan dan penggunaan keuangan rakyat.

6. Membiasakan untuk memberikan penghargaan terhadap program-program inisiatif, kreativitas, dan inovasi yang dilakukan oleh lembaga, dinas, kantor dalam memperbaiki kinerja pegawai pelayanan masyarakat.

7. Mendampingi lembaga maupun individual lembaga legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dalam berusaha melaksanakan good governance untuk memperbaiki kebijakan dan program strategis dalam pelayanan masyarakat.

Rahman (2004: 1) menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan pemerintahan yang lemah tapi demokratis. Pemerintah Indonesia seharusnya tidak perlu malu untuk belajar dari rakyat, atau pemerintah dari negara lain. Lambannya pelayanan publik bukan hanya ada di lembaga pemerintah. Panjangnya birokrasi juga bukan hanya tumbuh di Indonesia. Jadi, pelaksanaan good governance merupakan ‘global movement’ dalam memperbaiki suatu sistem pemerintahan.

Konsep dan teori reinventing government diperkenalkan kepada pemerintahan Amerika Serikat tahun 1990-an oleh pengarangnya yaitu David Osbonne dan Ted Gaibler (1996) yang oleh pemerintah Amerika dipakai sebagai konsep untuk membenahi birokrasi Pemerintah Amerika Serikat yang pada waktu itu mengalami defisit anggaran yang besar. Secara ringkas sepuluh prinsip reformasi pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut: (Salam, 2002: 199)

1. Pemerintahan katalitik (catality government), pedoman