• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sang Rennaissance Man

Dalam dokumen Syukur dan Terima Kasih (Halaman 65-71)

S

ehabis Isya, murid­murid berbondong­bondong memenuhi aula. Ratusan kursi disusun sampai ke teras untuk menampung tiga ribu orang. Semua orang mengobrol seperti dengungan ribuan tawon transmigrasi. Di panggung duduk berjejer beberapa ustad senior dan kiai. Sebuah tulisan besar menggantung sebagai latar: Pekan Perkenalan Siswa PM.

Seorang laki­laki separo baya yang berbaju koko putih maju ke podium. Rambutnya yang setengah memutih menyembul dari balik kopiah hitamnya. Janggutnya pendek rapi tumbuh dari dagu bundarnya. Laki ­laki ramping ini mempunyai wajah seorang bapak penyabar.

Matanya berbinar­binar dan tersenyum kepada lautan murid baru dan lama. Senyumnya begitu lebar, seakan­akan tidak ada yang lebih membesarkan hatinya selain melihat ribuan murid bersesak­sesakkan di ruangan ini.

Dia mendehem tiga kali di depan mik. Tiba­tiba suara tawon tadi langsung diam dan senyap. Murid­murid yang duduk di belakang tampak meninggikan lehernya untuk melihat lebih jelas ke depan. Penampilan laki­laki ini boleh bersahaja, tapi aura wibawa yang membuat dia terlihat lebih besar dari fisiknya.

Aku mencolek Raja yang duduk di sebelah kiriku.

”Siapa bapak ini?” tanyaku penasaran.

Raja memandangku dengan tidak percaya. Dia melotot,

”Bos, kau murid macem mana ni, kok bisa gak tahu. Ini dia kiai0 kita, almukarram21 Kiai Rais yang menjadi panutan kita dan semua orang selama di PM ini. Dia seorang pendidik dengan pengetahuan dan pengalaman lengkap. Pernah sekolah di Al­Azhar, Madinah dan Belanda.”

Raja mengangsurkan kepadaku sebuah buku berjudul, Bio- grafi Kiai-Kiai Pendidik. ”Di buku ini ada biografi ringkas beliau.

Menurut penulisnya, Kiai Rais cocok disebut sebagai rennaisance man, pribadi yang tercerahkan karena aneka ragam ilmu dan kegiatannya.”

Marhaban. Selamat datang anak­anakku para pencari ilmu.

Welcome. Selamat Datang. Bien venue. Saya selaku rais ma’had-- pimpinan pondok-- dan para guru di sini dengan sangat bahagia menyambut kedatangan anak­anak baru kami untuk ikut me­

nuntut ilmu di sini. Terima kasih atas kepercayaannya, semoga kalian betah. Mulai sekarang kalian semua adalah bagian dari keluarga besar PM,” Kiai Rais membuka sambutannya. Suara­

nya dalam dan menenangkan.

”Assalamualaikum,” tutupnya. Pidatonya sangat singkat. Se­

mua orang memberi tepuk tangan bergemuruh.

Aku menyikut Raja. ”Singkat sekali, mana petuah seorang kiai,” tanyaku.

”Tenang bos. Kata buku ini Kiai Rais itu seperti ”mata air ilmu”. Mengalir terus. Dalam seminggu ini pasti kita akan men­

dengar dia memberi petuah berkali­kali,” jawab Raja penuh harap.

0Kiai adalah julukan buat pemimpin pondok

Yang mulia

Raja benar. Setelah berbagai kata sambutan dan beberapa pengumuman tentang laba koperasi, kantin dan dapur umum, Kiai Rais kembali naik panggung.

”Anak­anakku. Mulai hari ini, bulatkanlah niat di hati kalian.

Niatkan menuntut ilmu hanya karena Allah, lillahi taala. Mau membulatkan niat kalian??”

”MAUUU!” terdengar koor dari ribuan murid di depan Kiai Rais. Lalu, sejenak dia memandu kami menundukkan wajah dan memantapkan niat bersih untuk menuntut ilmu.

Allahumma zidna ilman war zuqna fahman... Tuhan tambahkan ilmu kami dan anugerahkanlah pemahaman...

Kiai Rais kembali melanjutkan pidato. ”Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah­gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena Tuhan semata. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan, tapi akan mendapat ilmu dan kail. Kami, para ustad, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik.” Tangan beliau bergerak­gerak di udara mengikuti te­

kanan suaranya.

Aku menyikut rusuk Raja sambil berbisik, ”Tidak ada ijazah?

Bagaimana maksudnya?”

Raja melirikku sekilas, ”Maksudnya, PM tidak mengeluarkan selembar ijazah seperti sekolah lain. Yang ada adalah bekal ilmu­

nya. Ijazah PM adalah ilmunya sendiri.”

Jawaban yang tidak terlalu aku mengerti artinya sekarang.

”Beruntunglah kalian sebagai penuntut ilmu karena Tuhan memudahkan jalan kalian ke surga, malaikat membentangkan sayap buat kalian, bahkan penghuni langit dan bumi sampai ikan paus di lautan memintakan ampun bagi orang yang ber­

ilmu. Reguklah ilmu di sini dengan membuka pikiran, mata dan hati kalian.”

Telunjuk tangan Kiai Rais terangkat di depan mukanya, me­

mastikan kami memperhatikan petuah ini.

”Selain itu, ingat juga bahwa aturan di sini punya konsekuensi hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Kalau tidak bisa mengikuti aturan, mungkin kalian tidak cocok di sini. Malam ini akan dibacakan qanun22, aturan komando. Simak baik­baik, tidak ada yang tertulis, karena itu harus kalian tulis dalam ingatan. Setelah mendengar qanun, setiap orang tidak punya alasan tidak tahu bahwa ini aturan.”

”Dan yang tidak kalah penting, bagi anak baru, kalian hanya punya waktu empat bulan untuk boleh berbicara bahasa Indo­

nesia. Setelah empat bulan, semua wajib berbahasa Inggris dan Arab, jam. Percaya kalian bisa kalau berusaha. Sesungguhnya bahasa asing adalah anak kunci jendela­jendela dunia.”

Aku kembali mengganggu Raja. ”Bagaimana mungkin aku bisa bahasa asing dalam empat bulan?”

”Bos, kau dengar dan percayalah sama Kiai Rais. Puluhan tahun dia melakukan ini dan selalu membuktikan dia benar, selama kita mengikuti aturannya,” bisik Raja. Matanya melirik bagian keamanan yang mendelik karena kami berbicara ketika Kiai Rais berpidato.

”Apalagi semua akan berpihak kepada kita. Bahkan ikan paus di lautan saja ikut mendoakan kita,” katanya berbisik ke telingaku.

Aturan disiplin PM

”Belajar di sini tidak akan santai­santai. Jadi, niatkanlah berjalan sampai batas dan berlayar sampai pulau. Usahakan memberi percobaan yang lengkap. Ada yang tahu percobaan yang lengkap?” tanya Kiai Rais seakan bertanya kepada kami satu­satu.

Kami semua diam dan menggeleng­gelengkan kepala.

”Seorang wali murid pernah memberi nasehat kepada anak­

nya yang sekolah di PM. Anakku, kalau tidak kerasan tinggal di PM selama sebulan, cobalah tiga bulan, dan cobalah satu tahun.

Kalau tidak kerasan satu tahun, cobalah tiga atau empat tahun.

Kalau sampai enam tahun tidak juga kerasan dan sudah tamat, bolehlah pulang untuk berjuang di masyarakat. Ini namanya percobaan yang lengkap.”

Kami mengangguk­angguk terkesan dengan perumpaman ini.

”Sebelum kita tutup acara malam ini, mari kita berdoa untuk misi utama hidup kita, yaitu rahmatan lil alamin, membawa keberkatan buat dunia dan akhirat,” ucap Kiai Rais sambil memimpin sebuah doa. Amin bergema meliputi udara aula ini.

”Dan sebelum beristirahat di kamar masing­masing dan memulai misi besar kalian besok pagi: menuntut ilmu, mari kita teguhkan niat dengan membaca Ummul Al-Quran23 dan dilanjutkan menyanyikan bersama himne sekolah kita. Al­

Fatihah... ”

Segera setelah Al­Fatihah ditutup dengan kata amin yang khusyuk, aula diselimuti bahana sebuah himne yang mulai

3Ummul Quran adalah sebutan lain untuk Al­Fatihah, sebuah surat pendek yang indah di Al­Quran yang merupakan summary dan esensi dari Islam

lamat­lamat dengan syahdu tapi kemudian tempo meningkat dengan ketukan yang keras dan optimis:

Kami datang dari semua sudut bumi Untuk menjadi gelas yang kosong Yang siap diisi

Mengharap ilmu dan hikmah Dengan hati yang lapang

Dari kebijakan para guru kami yang ikhlas Di Pondok Madani yang damai

....

Walau dengan referensi not sendiri­sendiri, kami bernyanyi dengan sepenuh jiwa dan tenaga. Tepuk tangan yang panjang dan membahana membuat dadaku bergetar­getar.

U

sai malam pertama Pekan Perkenalan, kami berbondong kembali ke asrama. Kak Iskandar, rais furaiah, sebutan buat ketua asrama, memberi komando untuk mengikutinya.

”Walau kalian sebelumnya telah ditempatkan di asrama Al­Barq, tapi belum resmi diterima sebagai anggota asrama.

Menyanyikan lagu himne pondok yang dipimpin langsung oleh Kiai Amin Rais adalah penanda bahwa kalian sekarang resmi menjadi bagian dari asrama Al­Barq. Selamat!” ujarnya kepada kami di depan pintu asrama.

”Sebelum tidur, kami akan bacakan qanun, aturan tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran pasti akan di­

ganjar sesuai kesalahannya. Dan ganjaran paling berat adalah dipulangkan dari PM selama­lamanya,” katanya tegas. Kami berpandang­pandangan melihat keseriusannya. Kesalahan apa sih membuat seorang bisa sampai dipulangkan?

Al­Barq adalah bangunan memanjang dengan koridor ber­

bentuk huruf L. Kamar­kamar berjejer di sepanjang koridor.

Bangunan sederhana ini terlihat bersih dengan ubin tua yang masih mengkilat dan lis kayu kokoh bercat hijau. Ukuran ka­

mar kami lebih besar dari setengah lapangan bulutangkis dan aku tempati bersama 30 murid lainnnya.

Seisi kamar sudah berkumpul duduk di tengah ruangan yang kosong. Semua tas dan koper kami singkirkan ke pinggir

Dalam dokumen Syukur dan Terima Kasih (Halaman 65-71)