• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tunjauan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Dalam dokumen MONOGRAF DINAMIKA REFORMASI HUKUM DI INDONESIA (Halaman 174-179)

GEOGRAFIS DAN FATWA MUI)

1. Tunjauan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

a. Perlindungan Merek

Merek merupakan “roh” dari dunia perdagangan agar berjalan dengan lancar terutama untuk barang dan atau jasa. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum bagi para pemegang Merek yang telah mendaftarkan haknya ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual karena Merek merupakan salah satu dari kekayaan intelektual.

Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan langkah penyempurnaan terhadap pengaturan di bidang HKI. Langkah tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengaturan HKI sesuai dengan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Persetujuan TRIPs/WTO.5 Dengan keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO dan penandatangan Persetujuan TRIPs, sebagai konsekuensinya.

Pasal 1 butir 1 UU Merek dan Indikasi Geografis, memberikan definisi merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf angka, susunan warna,

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 127.

5 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Hasil Penyelarasan Naskah Akademik RUU tentang Merek (Jakarta:

2015), hlm.25

dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Salah satu perkembangan di bidan Merek adalah munculnya perlindungan terhadap tipe Merek baru atau yang disebut sebagai Merek nontradisional. Dalam Undang-Undang ini lingkup merek yang dilindungi meliputi pula Merek suara, Merek tiga dimensi, Merek hologram yang termasuk dalam kategori Merek nontradisional tersebut.

Pelindungan merek di Indonesia menganut sistem konstitutif atau pendaftar pertama (first to file principle). Adapun maksud dari pendaftar pertama tersebut adalah permohonan yang diajukan telah memenuhi persyaratan minimum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 UU Merek dan Indikasi Geografis. Pemohon yang permohonannya diajukan lebih dahulu dan terdaftar lebih dahulu, maka pelindungan hak atas mereknya tersebut mulai berlaku sejak tanggal penerimaan. Hak atas merek yang terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan pelindungannya dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Selanjutnya beberapa penyempurnaan utuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon Merek, merek perlu dilakukan beberapa revisi atau perubahan berupa penyedehanaan proses dan prosedur pendaftarannya. Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum permohonan akan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dengan cukup mengisi formulir permohonan, melampirkan label atau contoh merek yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar biaya administrasi. Dengan memenuhi kelengkapan persyaratan minimun tersebut, suatu permohonan merek akan diberikan tanggal penerimaan (filing date). Dilakukannya hal tersebut untuk mempermudah dan mempercepat penyelesaian proses pendaftaran merek.

Selain itu, untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik merek terdaftar dari adanya pelanggaran merek

dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Salah satu perkembangan di bidan Merek adalah munculnya perlindungan terhadap tipe Merek baru atau yang disebut sebagai Merek nontradisional. Dalam Undang-Undang ini lingkup merek yang dilindungi meliputi pula Merek suara, Merek tiga dimensi, Merek hologram yang termasuk dalam kategori Merek nontradisional tersebut.

Pelindungan merek di Indonesia menganut sistem konstitutif atau pendaftar pertama (first to file principle). Adapun maksud dari pendaftar pertama tersebut adalah permohonan yang diajukan telah memenuhi persyaratan minimum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 UU Merek dan Indikasi Geografis. Pemohon yang permohonannya diajukan lebih dahulu dan terdaftar lebih dahulu, maka pelindungan hak atas mereknya tersebut mulai berlaku sejak tanggal penerimaan. Hak atas merek yang terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan pelindungannya dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Selanjutnya beberapa penyempurnaan utuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon Merek, merek perlu dilakukan beberapa revisi atau perubahan berupa penyedehanaan proses dan prosedur pendaftarannya. Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum permohonan akan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dengan cukup mengisi formulir permohonan, melampirkan label atau contoh merek yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar biaya administrasi. Dengan memenuhi kelengkapan persyaratan minimun tersebut, suatu permohonan merek akan diberikan tanggal penerimaan (filing date). Dilakukannya hal tersebut untuk mempermudah dan mempercepat penyelesaian proses pendaftaran merek.

Selain itu, untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik merek terdaftar dari adanya pelanggaran merek

yang dilakukan oleh pihak lain, sanksi pidana terhadap pelanggaran merek tersebut diperberat khususnya yang mengancam kesehatan manusia, lingkungan hidup, dan dapat mengakibatkan kematian.

Mengingat masalah merek terkait erat dengan faktor ekonomi, dalam Undang-Undang ini sanksi pidana denda (Ketentuan Pasal 100 dengan denda paling besar 5 milyar Rupiah).

b. Perlindungan Indikasi Geografis

Indikasi geografis berdasarkan Pasal 1 butir 6 UU Merek dan Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/ atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Jangka waktu perlindungan dan penghapusan IG selama terjaganya reputasi, kualitas dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan IG pada suatu barang. IG dapat dihapus jika tidak dipenuhinya reputasi, kualitas dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan dan atau melanggar ketentuan Pasal 56 UU Merek dan IG yaitu:

1. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang- undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum;

2. Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai reputasi, kualitas, karakteristik, asal sumber, proses pembuatan barang, dan/atau kegunaannya; dan

3. Merupakan nama yang telah digunakan sebagai varietas tanaman dan digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis, kecuali ada penambahan padanan kata yang menunjukkan faktor IG yang sejenis.

Tujuan utama pelindungan indikasi geografis adalah melindungi produsen dan konsumen dari pemalsuan produk khas wilayah. Tujuan lainnya adalah:

1. Menjaga kualitas produk khas wilayah

2. Menjaga kelestarian wilayah Menjaga kelestarian budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat penghasil produk khas

wilayah

3. Memperkuat kelembagaan masyarakat penghasil produk khas wilayah

4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masayarakat pelaku usaha

Indikasi Geografis merupakan potensi nasional yang dapat menjadikan komoditas unggulan, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional. Ditinjau dari aspek perdagangan internasional, penggunaan nama geografis sebagai petunjuk atau indikasi dari suatu barang itu berasal, memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang mampu meningkatkan daya saing (competitiveness) komoditas yang bersangkutan.6

Adanya indikasi geografis menurut hukum internasional terjadi dengan disahkannya Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, yang disebut dengan TRIPs Agreement.

Perjanjian TRIPs menetapkan standar mengenai ketersediaan, ruang lingkup dan penggunaan hak kekayaan intelektual, khususnya indikasi geografis.7

Adapun indikasi geografis memiliki beberapa unsur tertentu sehingga dapat dikategorikan objek yang dilindungi dalam hak kekayaan intelektual, sebagaimana dikutip dari Wahyu Sasongko,8 unsur-unsur tersebut antara lain:

Unsur kualitas dalam rumusan definisi IG, tidak secara tersurat menunjuk syarat tertentu. Hal ini berarti, unsur kualitas dapat ditentukan secara subyektif oleh produsen yang bersangkutan dengan cara memberikan data dan informasi tentang bahan-bahan ramuan (ingredient) yang digunakan dan proses pengolahannya. Begitu pun unsur reputasi. Istilah atau kata reputasi berasal dari bahasa Inggris reputation yang berarti good name atau nama baik.

6 Wahyu Sasongko, “Indikasi Geografis: Rezim HKI yang Bersifat Sui Generis,” Jurnal Media Hukum 19, no.1 (2012), hlm. 101.

7 Wahyu Sasongko, Geographical Indications Protection Under the New Regulation in Indonesia, Journal of Social Studies Education Research, Vol.9 No.4 (2018), pg. 403

8 Sasongko, 2013, (ck 6), hlm.104.

wilayah

3. Memperkuat kelembagaan masyarakat penghasil produk khas wilayah

4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masayarakat pelaku usaha

Indikasi Geografis merupakan potensi nasional yang dapat menjadikan komoditas unggulan, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional. Ditinjau dari aspek perdagangan internasional, penggunaan nama geografis sebagai petunjuk atau indikasi dari suatu barang itu berasal, memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang mampu meningkatkan daya saing (competitiveness) komoditas yang bersangkutan.6

Adanya indikasi geografis menurut hukum internasional terjadi dengan disahkannya Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, yang disebut dengan TRIPs Agreement.

Perjanjian TRIPs menetapkan standar mengenai ketersediaan, ruang lingkup dan penggunaan hak kekayaan intelektual, khususnya indikasi geografis.7

Adapun indikasi geografis memiliki beberapa unsur tertentu sehingga dapat dikategorikan objek yang dilindungi dalam hak kekayaan intelektual, sebagaimana dikutip dari Wahyu Sasongko,8 unsur-unsur tersebut antara lain:

Unsur kualitas dalam rumusan definisi IG, tidak secara tersurat menunjuk syarat tertentu. Hal ini berarti, unsur kualitas dapat ditentukan secara subyektif oleh produsen yang bersangkutan dengan cara memberikan data dan informasi tentang bahan-bahan ramuan (ingredient) yang digunakan dan proses pengolahannya. Begitu pun unsur reputasi. Istilah atau kata reputasi berasal dari bahasa Inggris reputation yang berarti good name atau nama baik.

6 Wahyu Sasongko, “Indikasi Geografis: Rezim HKI yang Bersifat Sui Generis,” Jurnal Media Hukum 19, no.1 (2012), hlm. 101.

7 Wahyu Sasongko, Geographical Indications Protection Under the New Regulation in Indonesia, Journal of Social Studies Education Research, Vol.9 No.4 (2018), pg. 403

8 Sasongko, 2013, (ck 6), hlm.104.

Namun, acapkali reputasi dikaitkan dengan terkenal atau termashur (famous). Unsur reputasi sesungguhnya berkaitan dengan unsur kualitas. Suatu barang dikatakan memiliki reputasi karena kualitasnya dijaga dan dipertahankan terus dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjadi terkenal. Oleh sebab itu, reputasi berkaitan dengan sejarah suatu barang yang diproduksi dalam wilayah geografis tertentu. Reputasi dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu barang memiliki identitas dan ciri yang berbeda dan dapat dibedakan dengan barang sejenis.

Adanya reputasi pada suatu barang, sesungguhnya cukup memadai untuk diberikan perlindungan sebagai IG karena dengan adanya reputasi, konsumen mampu membedakan suatu barang.

Unsur karakteristik lain (another characteristic) pada barang dapat ditafsirkan luas. Karakteristik lain dapat ditafsirkan sebagai lingkungan geografis yang mencakup faktor alam, seperti tanah dan iklim. Faktor manusia, seperti tradisi tertentu dari produsen yang dibentuk dalam wilayah geografis tertentu. Namun, dapat pula ditafsirkan sebagai sifat fisik dari barang, seperti warna dan susunan atau jaringan (texture) pada suatu barang.

Salah satu hal terpenting lainnya yang dituntut dari pemerintah, adalah mengenai perlindungan hukum IG. Hal ini penting karena berbagai pertimbangan. Selain, karena hak IG melahirkan hak eksklusif dan manfaat ekonomi bagi pemegangnya, juga menunjukkan tingkatan peradaban dan budaya komunitas.

Perlindungan secara hukum hak IG, merupakan salah satu kekhususan yang merupakan bagian dari tanggung jawab daerah otonom. Karena itu, Pemerintah Daerah perlu menentukan kebijakan dalam rangka memberikan jaminan perlindungan akan hak IG yang ada di daerahnya, sebagai bentuk kepedulian terhadap kekayaan daerah tersebut. Perlindungan tersebut akan didapat jika produk tersebut terdaftar sebagai produk IG. Untuk menuju sebagai produk IG, peran pemeritah daerah dalam UU Merek dan IG menyebutkan bahwa pembinaan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan potensi yang ada di daerah yang mengetahui adalah Pemeritah daerah, otomatis yang berperan dalam hal ini adalah pemeritah daerah. Pemeritah daerah dapat berkerja

sama dengan instansi terkait dalam menginventarisir dan mengelola potensi IG.9

2. Fatwa Majelis Ulama Indonsia Nomor 1/MUNAS

Dalam dokumen MONOGRAF DINAMIKA REFORMASI HUKUM DI INDONESIA (Halaman 174-179)