1 A. Latar belakang.
Lanjut usia (lansia) adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Menurut (Darmojo, 2004, dalam Emmelia, 2018) lanjut usia diartikan sebagai fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sedangkan batasan usia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Seiring berjalannya waktu lansia akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan penyakit degenerative, diantaranya penyakit tidak menular misalnya (arteriosklerosis, diabetes melitus, kanker, dan hipertensi) (Wahjudi, 2015).
Hipertensi atau yang dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi sering disebut juga sebagai pembunuh diam-diam (silent killer), hal tersebut terjadi karena penderita hipertensi sering sekali tidak menyadari ataupun merasakan suatu gangguan atau gejala-gejala yang timbul berupa pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala sehingga apabila hipertensi tidak di tanggapi dengan serius akan mengakibatkan komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, dan otak. Karena itu hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan global yang membutuhkan penanganan dan perhatian, dikarenakan penyakit ini dapat menyebabkan kematian baik di negara maju ataupun negara berkembang. (Triyanto, 2014).
Menurut data World Health Organization (WHO) telah mencatat pada tahun 2015 setidaknya 972 juta kasus hipertensi didunia, dan WHO juga
memperkirakan akan meningkat menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sama dengan 29 % jumlah penduduk yang ada didunia. Dan dimana penderita hipertensi ini lebih dominan banyak perempuan ( 30 % ) dibandingkan dengan laki - laki yang berjumlah sekitar ( 29 % ). Menurut WHO (2015) juga dari 80 penyakit penyebab kematian didunia, hipertensi berada diperingkat ke 10 dan mencatat bahwa prevalensi penyakit hipertensi terbanyak terdata di semua wilayah di Benua Afrika yaitu sekitar 46 % dari jumlah penduduk yang ada.
Sedangkan dari data World Ranking Total Deaths (WRTD) tahun 2015, Indonesia berada di peringkat ke 29 dengan jumlah kasus hipertensi 25,2 %.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan data yang didapat dari Riskesdas tahun 2013 sebesar 25,8 % dengan cakupan nakes hanya 36,8 % dan cenderung terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. Menurut (Riskesdas, 2013) pravelensi hipertensi pada lansia berada diposisi pertama dengan prevalensi sebesar 45,9% pada umur 55-64 tahun, 57,6% pada umur 65-75 tahun, 63,8% pada umur ≥75 tahun.
Prevalensi kasus hipertensi pada tahun 2016 di Jawa Barat yang di peroleh dari Profil Kesehatan Jawa Barat ditemukan 790.382 orang kasus hipertensi (2,46 % terhadap jumlah penduduk ≥ 18 tahun ), dengan jumlah kasus yang diperiksa sebanyak 8.029.245 orang. Untuk data di Kota Bandung sendiri yang di peroleh dari Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2017 di dapatkan data penderita hipertensi berjumlah sebanyak 15.972 atau 34,8 %.
Tata laksana pada penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan pelayanan kesehatan, seperti dokter, perawatan di rumah sakit, puskesmas, dan penggunaan obat jangka panjang selama hidup. Hipertensi merupakan penyakit
kronis dengan karakteristik tekanan darah cenderung naik turun, sehingga kondisi patologis hipertensi ini memerlukan penanganan atau terapi. Terapi hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan terapi non farmakologis (Triyanto, 2014).
Terapi farmakologis yang biasa diberikan pada penderita hipertensi biasanya bersifat diuretik, beta blocker, dan vasodilator selalu diberikan pada penderita hipertensi. Obat-obatan tersebut akan menjadi racun atau zat berbahaya jika diberikan atau digunakan melewati batas-batas waktu tertentu dan bisa merugikan dan berdampak negatif terhadap tubuh penderita. Oleh karena itu, terapi non farmakologis lebih diutamakan yang berdasarkan banyak penelitian diyakini lebih aman dan memberikan efek positif (Triyanto, 2014).
Terapi non farmakologi bisa berupa terapi alternative seperti terapi Akupresur (akupuntur tanpa jarum), terapi jus, terapi herbal, pijat atau masase, yoga dan meditasi,
Pemerintah melakukan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Salah satu indikator dalam PIS-PK untuk hipertensi yaitu Penderita Hipertensi melakukan pengobatan secara teratur. Germas dilakukan dengan melakukan aktifitas fisik, menerapkan perilakuk hidup sehat, konsumsi pangan sehat dan bergizi, melakukan pencegahan dan deteksi dini penyakit, meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik, dan meningkatkan edukasi hidup sehat. Harapannya, seluruh komponen bangsa dengan sadar mau membudayakan perilaku hidup sehat dimulai dari keluarga.
Masalah terbesar yang dihadapi klien dengan hipertensi adalah kepatuhan untuk mrngikuti anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan, seperti mengharuskan untuk disiplin terhadap pantangan dalam makanan, latihan olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, tidak merokok dan tidak melupakan minum obat sesuai instruksi yang di anjurkan oleh tenaga kesehatan ( Khanan dkk, 2014).
Kepatuhan merupakan syarat utama untuk keefektifan terapi hipertensi dan potensi terbesar untuk perbaikan pengendalian hipertensi yang terletak dalam meningkatkan prilaku klien tersebut (Norman, 2015) Sedangkan, ketidak patuhan klien terhadap perawatan hipertensi adalah salah satu faktor utama kegagalan terapi. Kepatuahan terhadap instruksi perawatan hipertensi dapat diopservasi dan diukur secara langsung bedasrkan kedisiplinan klien dalam melaksanakan diet. Olahraga, menghindari rokok, kopi, alqohol, dan melakukan pengukuran tekanan darah secara berkala (Smeltzer, 2010)
Penelitian Han et al. (2014) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyakit yang dapat dikontrol dengan melakukan perawatan diri.
Melakuakan perawatan diri merupakan faktor utama dalam peningkatan kesehatan. Dalam menjalankan perawatan diri tersebut individu memerlukan Self-efficacy.
Self-Efficacy (efikasi diri) didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam menghasilkan tindakan sesuai tujuan yang ingin dicapai dan mempunyai pengaruh dalam kehidupan mereka. Self-efficacy akan mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir, merasa, memotifasi diri sendiri dan bertindak. Meneurut Bandura (2006) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi self-efficacy antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan dan pengalaman (Bandura 2006, dalam, Erna Irawan, 2017)
Menurut penelitian yang dilakukan Hu & Arou (2013) self-efficacy merupakan faktor utama yang mempengaruhi perawatan penyakit kronis.
Sejalan dengan hasil penelitian Permatasari et al. (2014) menyatakan bahwa dalam melakukan perawatan diri, self-efficacy merupakan faktor yang paling dominan dalam pengelolaan hipertensi. Semakin tinggi self-efficacy individu maka akan semakin baik perawatan dirinya Bandura, 2006. Dengan demikian petugas kesehatan harus membantu individu dengan penyakit kronis untuk memiliki self-efficacy yang baik dan melakukan perawatan diri yang di anjurkan untuk mrngontrol terkanan darah.
Bedasarkan penelitian Harsono (2017) tentang efikasi diri dengan manajemen perawatan diri pada penderita hipertensi di Desa Pringapus pada 51 responden menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki efikasi diri dalam kategori tinggi sebanyak 28 responden (58,9%) dan perawatan diri dalam kategori baik sebanyak 25 responden (49,0%). Hasil analisis menujukan ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan perawatan diri penderita hipertensi dengan p-value 0,002 < a (0,05). Hal ini menunjukan self-efficacy dibutuhkan bagi para penderita hipertensi untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui keyakinan dalam menjalani perawatan diri. Dengan melakukan perawatan diri yang baik maka dapat menurunkan terjadinya komplikasi (Permatasari et al. 2014).
Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Griya Antapani, didapatkan data bahwa kasus hipertensi pada tahun 2018 di
Puskesmas Griya Antapani tercatat sebanyak 4.318 kasus hipertensi.
Berdasarkan data yang didapat dari pemegang program prolanis didapatkan data peserta program prolanis yang terdaftar dan aktif sebanyak 50 orang.
Untuk pelaksanaan kegiatan standar di prolanis hipertensi ini terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, pembagian obat antihipertensi, senam, dan edukasi terkait hipertensi.
Peneliti melakukan wawancara pada 10 orang penderita hipertensi, disini peneliti menanyakan apakah mereka mengetahui self-efficacy atau efikasi diri dan rutin melakukan perawatan diri yang di anjurkan untuk mengontrol tekanan darah. Dari 10 penderita hipertensi didapatkan 3 orang yang mengetahui self-efficacy dan rutin menerapkan self-efficacy, dari ke tiga responden tersebut rata-rata dari mereka mengatakan rutin mengontrol tekanan darahnya dengan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, tidak merokok, mengatur pola makan dengan cara membatasi diri dari makanan yang akan memicu peningkatan tekanan darah, mengatur pola aktivitas fisik dengan cara membatasi aktivitas sesuai dengan kemampaunnya, serta berolah raga dengan cara mengikuti kegiatan senam yang rutin diadakan setiap satu minggu sekali di dekat tempat tinggalnya, sedangkan 7 responden lainnya mengatakan tidak mengetahui self-efficacy rata-rata dari mereka mengatakan jarang memerikasakan diri dikarenakan tidak ada yang mengantar dan terbatas dalam transportasi, mengetahui beberapa makanan yang bisa memicu peningkatan tekanan darah tetapi sulit membatasi diri dikarenakan beberapa makanan tersebut adalah makanan kesukaannya, sering melakukan aktivitas diluar batas
kemampuan seperti mengangkat barang yang cukup berat, dan jarang berolah raga karena merasa cepat lelah.
Bedasarakan fenomena dan data-data tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian tentang Hubungan Self-efficacy Dengan Kepatuhan Kegiatan Prolanis Pada Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung”.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana: ”Hubungan Self-Efficacy Dengan Kepatuhan Kegiatan Prolanis pada Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui Hubungan Self-Efficacy Dengan Kepatuhan Pada Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Bandung”
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Self-Efficacy lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.
2. Mengetahui kepatuhan lansia hipertensi pada kegiatan prolanis di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.
3. Mengetahui hubungan Self-efficacy dengan kepatuhan lansia pada kegiatan prolanis di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis
a) Stikes Dharma Husada Bandung
Menambah kepustakaan referensi, terutama tentang Self-Efficacy dengan kepatuhan pada klien hipertensi bagi rekan-rekan mahasiswa Stikes Dharma Husada Bandung.
b) Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan tentang pentignnya Self-Efficacy pada klien hipertensi.
2) Manfaat Praktis
a) Bagi UPT Puskesmas Griya Antapani
Hasil penelitian ini dapat menjadi bagian dari landasan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien hipertensi, Selain itu diaharapkan dapat menjadi upaya promotif dan preventif.
Teridentifikasinya hubungan efikasi diri dengan kepatuhan perawatan hipertensi.
b) Bagi Masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah wawasan pada masyarakat khusunya penderita hipertensi tentang pentingnya upaya pencegahan ataupun pengendalian hipertensi, sehingga dapat menurunkan angka kasus hipertensi dan mencegah kematian akibat hipertensi.
c) Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan variable lain dalam menghubungkan kejadian kepatuhan pada klien hipertensi.
b. Peneliti selanjutnya dapat memilih kondisi dan waktu yang tepat saat melakukan penelitian, sehinggga menghasilkan data yang lebih baik dan hasil yang sesuai terkait dengan kepatuhan perawatan hipeertensi.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada keperawatan medical bedah yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Self-Efficacy Dengan Kepatuhuan Kegiatan Prolanis Pada Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.