• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERPIKIR KRITIS DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Keysha Shafina

Academic year: 2024

Membagikan "BERPIKIR KRITIS DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/335320458

Berpikir Kritis dalam Konteks Pembelajaran

Book · August 2019

CITATIONS

48

READS

88,658

2 authors, including:

Ika Lestari

Jakarta State University 46PUBLICATIONS   457CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)

Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang konsep dasar berpikir kritis dikaitkan dengan konteks pembelajaran. Penting bagi para calon guru terutama guru SD sebagai pengguna buku ini untuk mengetahui konsep dasar berpikir kritis sehingga dapat merancang pembelajaran yang dapat menumbuhkan berpikir kritis dalam diri peserta didik di tingkat sekolah dasar.

Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran yang menumbuhkan pemikiran kritis hendaknya guru dapat menumbuhkan dan menstimulus dirinya untuk mampu berpikir kritis. Buku ini memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan berpikir kritis dalam diri peserta didik.

ISBN 978-602-6976-51-2

(3)
(4)

BERPIKIR KRITIS DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN

Penyusun : Linda Zakiah, M.Pd.

Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si Editor : Erminawati

Desain Sampul : Malikul Falah Penata Letak : Deden Arya Ilustrasi Cover : freepik.com

ISBN: 978-602-6976-51-2 Diterbitkan oleh:

ERZATAMA KARYA ABADI Anggota IKAPI

Grand Kahuripan Cluster Patuha V Blok EG No. 16

Klapanunggal Bogor 16871 Email: erzatamapress@gmail.com www.erzatamapress.com

Cetakan I, Juni 2019

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

(5)

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, penyusunan buku berjudul Berpikir Kritis dalam Konteks Pembelajaran dapat selesai disusun tepat pada waktunya. Penulisan buku teks ini bertujuan sebagai luaran penelitian hibah unggulan universitas tahun 2019 sekaligus sebagai sumber belajar yang dapat memfasilitasi mahasiswa dalam mempelajari berpikir kritis untuk konteks pembelajaran.

Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang konsep dasar berpikir kritis dikaitkan dengan konteks pembelajaran. Penting bagi para calon guru terutama guru SD sebagai pengguna buku ini untuk mengetahui konsep dasar berpikir kritis sehingga dapat merancang pembelajaran yang dapat menumbuhkan berpikir kritis dalam diri peserta didik di tingkat sekolah dasar.

Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran yang menumbuhkan pemikiran kritis hendaknya guru dapat menumbuhkan dan menstimulus dirinya untuk mampu berpikir kritis. Buku ini memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan berpikir kritis dalam diri peserta didik. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Jakarta, Juni 2019 Tim Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Prakata ... v

A. Pengertian Berpikir Kritis ... 3

B. Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis ... 5

C. Pentingnya Berpikir Kritis ... 7

D. Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis ... 10

E. Cara Berpikir Kritis ... 13

F. Dasar Pemikiran Kritis ... 15

G. Proses Berpikir Kritis ... 20

H. Dua Jenis Argumen yang Baik ... 22

I. Menulis Argumen ... 24

J. Aktivitas Berpikir Kritis ... 28

K. Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 35

Daftar Pustaka... 53

Profil Penulis ... 55

(7)

PRAKATA

Penulisan buku teks ini bermula dari penelitian yang dilakukan tim peneliti dengan didanai oleh Hibah Unggulan Universitas Negeri Jakarta tahun 2019 yang berjudul “Model 4C`S (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration)” untuk Calon Guru Sekolah Dasar. Tujuan penulis membuat penelitian tersebut adalah ditemukannya desain model keterampilan belajar untuk para calon guru sekolah dasar serta menghasilkan luaran penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Isi buku teks ini tidak disusun dengan kaidah bab tetapi langsung masuk ke dalam topik-topik yang sesuai dengan judul buku. Sesuai dengan topik-topik yang berkaitan dengan berpikir kritis ada delapan topik yang dibahas yaitu (1) Pengertian Berpikir Kritis; (2) Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis; (3) Pentingnya Berpikir Kritis;

(4) Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis; (5) Cara Berpikir Kritis; (6) Dasar Pemikiran Kritis; (7) Proses Berpikir Kritis; (8) Dua Jenis Argumen yang Baik; (9) Aktivitas Berpikir Kritis; serta Higher Order Thinking Skills (HOTS). Dikarenakan langkahnya bersifat sistematis, maka mahasiswa harus mempelajarinya secara bertahap karena bab satu dengan yang lainnya saling berkesinambungan.

Penguasaan materi yang rendah terhadap satu bab menyebabkan ketidakpahaman dalam mempelajari bab lainnya.

(8)

Pembuatan buku teks ini dimaksudkan agar para mahasiswa, calon guru, maupun yang telah menjadi guru dapat mengembangan kegiatan pembelajaran yang mendorong terjadinya berpikir kritis dalam diri peserta didik. Buku teks ini lebih banyak menjelaskan konsep berpikir kritis untuk dapat digunakan bagi mahasiswa di tingkat penddikan tinggi tentunya melalui penyesuaian konsep.

Bagi para guru yang telah mengajar selama bertahun-tahun belum menjamin dapat merancang kegiatan pembelajaran yang mendorong berpikir kritis dalam diri peserta didik. Oleh karena itu, menjadi sebuah pertimbangan sekaligus hal yang melatarbelakangi dengan ditulisnya buku ini sebagai sumber belajar bagi mahasiswa, calon guru, praktisi pembelajaran, maupun guru yang memang memiliki ketertarikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran anak didiknya.

Manfaat dari penggunaan buku teks adalah menjadi salah satu rujukan sumber belajar bagi mahasiswa kependidikan dalam melakukan penelitian di bidang berpikir kritis. Dengan adanya buku teks ini, mahasiswa dapat membaca secara mandiri. Bermula dari itulah, maka buku teks ini dapat digunakan oleh calon guru;

praktisi pembelajaran; mahasiswa S1, S2, S3; maupun dosen.

Kehadiran buku teks ini tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar karena dengan semakin banyaknya referensi sumber, wawasan dosen maupun mahasiswa akan semakin luas dan kaya pengetahuan. Buku ini hanya sebagai pengantar konsep awal

(9)

BERPIKIR KRITIS DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN

Saat ini kita memasuki zaman yang semakin maju yang ditandai dengan perubahan cepat dalam berbagai bidang kehidupan, utamanya adalah penggunaan berbagai kecerdasan buatan atau para pakar menyebutnya artificial intelligence. Era ini oleh Professor Klaus Schwab (detikinet, 2018) disebut sebagai Revolusi Industri 4.0.

Di era RI 4.0, kompetensi dan kemampuan yang kompleks harus dimiliki seseorang untuk dapat bersaing dengan lainnya. Menurut Wagner terdapat tujuh jenis keterampilan hidup yang dibutuhkan di Abad 21, yaitu (1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan jiwa entrepreneur, (5) kemampuan berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, (6) mampu mengakses dan menganalisis informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi (Wagner: 2010).

Pandangan lain dikatakan oleh Frydenberg & Andone (2011), bahwa di abad 21 setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Lebih kompleks lagi keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi abad 21 yang dinyatakan oleh US-based Apollo

(10)

yang diperlukan untuk bekerja pada abad ke-21, yaitu keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, produktifitas dan akuntabilitas, inovasi, kewarganegaraan global, kemampuan dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mensintesis informasi (Barry, 2012).

Dari tiga pandangan sebagaimana dikemukakan di atas, ketiganya menyebutkan keterampilan atau kemampuan berpikir kritis menjadi kebutuhan bagi setiap orang yang hidup di abad 21 dan tentu di era revolusi industry 4.0. Dan itu berarti dalam dunia pendidikan, keterampilan berpikir kritis sudah merupakan kebutuhan bagi peserta didik, sehingga pendidik harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik.

Dalam kehidupan nyata atau dalam pekerjaan nanti kemampuan berpikir kritis seseorang akan dapat berpengaruh dan membawanya pada keberhasilan atau kesuksesan kerja. Oleh karena itu kita harus mengetahui dan menggali lebih dalam kemampuan berpikir kritis sehingga bisa kita terapkan dalam dunia pendidikan terutama dalam proses pembelajaran.

(11)

A. Pengertian Berpikir Kritis

Menurut Ennis (Robert H. Ennis: 2011) critical thinking is reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or do, yang artinya berpikir kritis adalah suatu proses berpikir reflektif yang berfokus pada memutuskan apa yang diyakini atau dilakukan.

Keterampilan berpikir kritis menurut Redecker mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mensintesis informasi yang dapat dibelajarkan, dilatihkan dan dikuasai (Redecker, et al: 2011).

Definisi lain menyatakan bahwa, “critical thinking includes the component skills of analyzing arguments, making inferences using inductive or deductive reasoning, judging or evaluating, and making decisions or solving problems” (Emily R. Lai: 2011). Definisi menurut Lai tersebut memiliki arti, bahwa berpikir kritis meliputi komponen keterampilan-keterampilan menganalisis argumen, membuat kesimpulan menggunakan penalaran yang bersifat induktif atau deduktif, penilaian atau evaluasi, dan membuat keputusan atau memecahkan masalah. Sementara Bailin menyatakan, “defines critical thinking as thinking of a particular quality essentially good thinking that meets specified criteria or standards of adequacy and accuracy” (Bailin: 2002), yang artinya mendefinisikan berpikir kritis sebagai pemikiran dari kualitas tertentu yang pada dasarnya merupakan pemikiran yang baik yang memenuhi kriteria atau standar kecukupan dan akurasi.

(12)

Menurut Wilingham, berpikir kritis adalah “seeing both sides of an issue, being open to new evidence that disconfirms your ideas, reasoning dispassionately, demanding that claims be backed by evidence, deducing and inferring conclusions from available facts, solving problems, and so forth” (Emily R. Lai: 2011). Artinya, orang yang berpikir kritis melihat kedua sisi dari sebuah masalah, bersikap terbuka terhadap peristiwa baru yang meragukan pikiran Anda, penalaran yang tidak menggunakan emosi, meminta klaim yang didukung bukti, menarik kesimpulan dari fakta yang ada, memecahkan masalah, dan seterusnya.

Menurut Ratna dkk (2017) dalam tulisannya pada suatu Jurnal yang berjudul Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian. Critical thingking skill adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis dan produktif yang diaplikasikan dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan yang baik. Ratna menyebutkan bahwa seseorang dikatakan mampu berpikir kritis bila seseorang itu mampu berpikir logis, reflektif, sistematis dan produktif yang dilakukannya dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan.

Lebih lengkapnya Eliana Crespo (2012) menjelaskan bahwa critical thinking adalah istilah umum yang diberikan untuk berbagai keterampian kognitif dan intelektual membutuhkan:

• mengidentifikasi, menganalisa, dan meng-evaluasi secara efektif

• menemukan dan mengatasi prasangka

(13)

• merumuskan dan menyajikan alasan-alasan yang meyakinkan untuk mendukung kesimpulan

• membuat pilihan yang cerdas dan beralasan tentang apa yang harus dipercaya dan yang harus dilakukan.

B. Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis

Keynes (2008) menyebutkan bahwa, tujuan dari berpikir kritis adalah mencoba mem-pertahankan posisi ‘objektif’. Ketika berpikir kritis, maka akan menimbang semua sisi dari sebuah argumen dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan. Jadi, keterampilan berpikir kritis memerlukan: keaktifan mencari semua sisi dari sebuah argumen, pengujian pernyataan dari klaim yang dibuat dari bukti yang digunakan untuk mendukung klaim. Yang paling utama dari berpikir kritis ini adalah bagaimana argument yang kita kemukakan benar-benar objektif.

Berpikir kritis juga memiliki beberapa manfaat, Eliana Crespo (2012) menyebutkan beberapa manfaat dari berpikir kritis untuk berbagai aspek seperti manfaat untuk performa akademis, tempat kerja, dan kehidupan sehari-hari.

1. Performa akademis

• memahami argumen dan kepercayaan orang lain,

• mengavaluasi secara kritis argumen dan kepercayaan itu,

(14)

• mengembangkan dan mempertahankan argumen dan percayaan sendiri yang didukung dengan baik.

2. Tempat kerja

• membantu kita untuk menggambarkan dan mendapat pemahaman yang lebih dalam dari keputusan orang lain dan kita sendiri,

• mendorong keterbukaan pikiran untuk berubah,

• membantu kita menjadi lebih analisis dalam memecahkan masalah.

3. Kehidupan sehari-hari

• membantu kita terhindar dari membuat keputusan personal yang bodoh,

• mempromosikan masyarakat yang berpengetahuan dan peduli yang mampu membuat keputusan yang baik di masalah sosial, politis, dan ekonomis yang penting,

• membantu dalam pengembangan pemikir otonom yang dapat memeriksa asumsi, dogma, dan prasangka mereka sendiri.

(15)

C. Pentingnya Berpikir Kritis

Pada zaman modern dan tekhnologi cangih yang memudahkan segala informasi maka berpikir kritis sangatlah penting bagi setiap orang. Keyness (2008) mengatakan bahwa, berpikir kritis memungkinkan pembaca untuk menilai bukti terhadap apa yang dibaca dan dapat mengidentifikasi penalaran palsu atau tidak logis.

Berpikir kritis juga akan membantu untuk membuat argumen yang kuat (misalnya, dalam penugasan). Ini berarti akan melihat dan membenarkan setiap klaim yang dibuat berdasarkan bukti yang telah di evaluasi.

Selain untuk membuat argumen, berpikir kritis merupakan suatu yang penting di dalam pendidikan menurut H.A.R. Tilaar (2011) , karena beberapa pertimbangan antara lain:

1. Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect a person). Hal ini akan memberikan kesempatan kepada per-kembangan pribadi peserta didik sepenuhnya karena mereka merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya.

2. Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya.

3. Perkembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional seperti apa yang ingin

(16)

dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksata dan kealaman serta mata pelajaran lainnya yang secara tradisional dianggap dapat mengembangkan berpikir kritis.

4. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis. Demokrasi hanya dapat berkembang apabila warga negaranya dapat berpikir kritis di dalam masalah-masalah politik, sosial, dan ekonomi.

Pentingnya berpikir kritis juga dikemukakan oleh Potter (2010), yang menguraikan alasan keterampilan berpikir kritis diperlukan yaitu sebabagi berikut:

1. Pertama, adanya ledakan informasi. Saat ini terjadi ledakan informasi yang datangnya dari puluhan ribu web mesin pencari di intrnet. Informasi dari berbagai sumber tersebut bisa jadi banyak yang ketinggalan zaman, tidak lengkap, atau tidak kredibel.  Untuk dapat menggunakan informasi ini dengan baik, perlu dilakukan evaluasi terhadap data dan sumber informasi tersebut. Kemampuan untuk mengevalusi dan kemudian memutuskan untuk menggunakan informasi yang benar memerlukan keterampilan berpikir kritis. Oleh karena itu, maka keterampilan berpikir kritis sangat perlu dikembangkan pada siswa.

3. Kedua, adanya tantangan global. Saat ini terjadi krisis global yang serius, terjadi kemiskinan dan kelaparan di mana-mana.

(17)

Untuk mengatasi kondisi yang krisis ini diperlukan penelitian dan pengembangan keterampilan-keterampilan berpikir kritis. 

5. Ketiga, adanya perbedaan pengetahan warga negara.  Sejauh ini mayoritas orang di bawah  25 tahun sudah bisa meng- online-kan berita mereka. Beberapa informasi yang tidak dapat diandalkan dan bahkan mungkin sengaja menyesatkan, termuat di internet. Supaya siswa tidak tersesat dalam mengambil informasi yang tersedia begitu banyak, maka perlu dilakukan antisipasi. Siswa perlu dilatih untuk mengevaluasi keandalan sumber web sehingga tidak akan menjadi korban informasi yang salah atau bias.

Pentingnya berpikir kritis juga dikemukakan oleh Johnson E, yang merupakan pelopor pembelajaran Contextual Teaching Learning. Johnson E (2006) berpendapat bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang memadai memiliki kemungkinan besar untuk dapat mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang penyelesaian yang dipandang relatif baru.

Seseorang perlu memiliki kemampuan berpikir kritis dan perlu mempelajarinya, karena keterampilan tersebut sangat berguna dan sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sekarang dan di amsa yang akan datang. Dengan kemampuan berpikir kritis, seseorang

(18)

mampu berpikir secara rasional dan logis dalam menerima informasi dan sistematis dalam memecahkan permasalahan.

D. Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis

Berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, Emily R. Lai (2011) menyebutkan beberapa karakteristik yang harus dimiliki dalam kemampuan berpikir kritis yaitu di antaranya:

• menganalisis argumen, klaim, atau bukti

• membuat kesimpulan dengan menggunakan alasan induktif atau deduktif

• menilai atau mengevaluasi

• membuat keputusan atau memecahkan masalah

Berpikir kritis merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan antara karakteristik yang satu dengan yang lainnya.

Setiap argumen, klaim atau bukti harus dianalisis yang kesimpulan apakah dengan alasan induktif atau deduktif. Dari kesimpulan tersebut bias dinilai atau dievaluasi sehingga akan menghasilkan suatu keputusan atau suatu pemecahan masalah. Emily Rai menyebutkannya dengan karakter yang harus dimiliki dalam berpikir kritis, lain halnya Cece Wijaya (1995) yang menyebutkan ciri-ciri berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:

• mengenal secara rinci bagian-bagian dari keputusan;

• pandai mendeteksi permasalahan;

(19)

• mampu membedakan ide yang relevan dengan ide yang tidak relevan;

• mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat;

• dapat membedakan antara kritik yang membangun dan merusak;

• mampu mengidentifikasi atribut-atribut manusia, tempat, dan benda, seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan lain-lain;

• mampu mendaftarkan segala akibat yang mungkin terjadi atau alternatif terhadap pemecahan masalah, ide dan situasi;

• mampu membuat hubungan yang berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya;

• mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh di lapangan;

• mampu membuat prediksi dari informasi yang tersedia;

• dapat membedakan konklusi salah dan tepat terhadap informasi yang diterima;

• mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi.

Eliana Crespo (2012) merumuskan standar intelektual berpikir kritis yang paling signifikan yaitu diantaranya: kejelasan, akurasi, persisi, relevansi, kedalaman, luas, logika, dan keadilan.

1. Kejelasan:

• dapatkah anda menguraikan dalam pendapat itu?

• dapatkah anda menjelaskan pendapat itu dalam hal lain?

(20)

• dapatkah anda memberi saya ilustrasi?

• dapatkah anda memberi saya permisalan?

2. Akurasi:

• benarkah itu benar?

• bagaimana kami dapat memastikan itu?

• bagaimana kami temukan itu benar?

3. Presisi:

• dapatkah anda memberi lebih detail?

• dapatkah anda lebih spesifik?

4. Relevansi:

• bagaimana itu berhubungan dengan pertanyaan?

• bagaimana itu menanggung masalah?

5. Kedalaman:

• bagaimana jawaban anda mengatasi kompleksirtas dalam pertanyaan?

• bagaimana Anda memperhitungkan masalah dalam pertanyaan itu?

• apakah itu berurusan dengan faktor yang paling signifikan?

6. Luas:

• apa kami perlu mempertimbangkan sudut pandang yang lain?

• apa ada cara lain untuk memandang pertanyaan ini?

(21)

• seperti apa ini dari sudut pandang konservatif?

• seperti apa ini dari sudut pandang ...?

5. Logika:

• benarkah ini masuk akal?

• apa ini mengikuti apa yang anda katakan?

• apa itu mengikuti?

• tapi sebelumnya anda menyiratkan ini dan anda mengatakan; bagaimana keduanya benar?

6. Keadilan:

Pemikiran kritis meminta kita untuk berpikir secara adil yaitu:

• berpikiran terbuka

• tidak memihak

• terbebas dari prasangka dan bias yang menyimpang.

E. Cara Berpikir Kritis

Perkembangan zaman yang semakin modern dan canggih menuntut semua orang harus memiliki kemampuan berpikir kritis.

Tetapi, tidak semua orang mampu berpikir kritis. Milton Keynes (2008) mengungkapkan bagaimana cara berpikir kritis, sehingga setiap orang bias belajar atau berlatih bagaimana berpikir kritis.

Cara berpikir kritis yang diungkapkan oleh Milton Keynes adalah sebagai berikut:

(22)

1. Mengidentifikasi dorong informasi

Pertama, mengidentifikasi dorongan umum argumen dalam informasi yang dibaca. Pada tahap ini hanya mencoba untuk menentukan dan menyadari materi pelajaran. Cobalah untuk mengidentifikasi: poin utama dari argumen klaim yang dibuat sebagai bukti yang digunakan untuk mencapai kesimpulan.

2. Analisa materi

Sewaktu membaca, pikirkan tentang apakah materi tersebut relevan dengan kebutuhan Anda. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang mungkin membantu dalam analisis Anda: a) Apakah informasi masuk akal dalam kaitannya dengan teori dan penelitian lainnya?

b) Dimanakah gambaran yang lebih luas? c) Apakah ini argumen induktif atau deduktif? d) Berapa banyak materi? e) Apakah materi sudah jelas atau Anda perlu menemukan informasi tambahan untuk membantu pemahaman Anda? f) Dapatkah Anda mengidentifikasi implikasi yang mungkin mengharuskan Anda untuk mencari bahan lain? (Mungkin penjelasan pelengkap fenomena jika materi asli tidak cukup komprehensif). g) Apakah argumen yang disajikan pandangannya seimbang atau penulis mengabaikan beberapa topik dalam rangka untuk mengajukan argumen tertentu?

3. Membandingkan dan menerapkan informasi

Pertanyaan penugasan akan sering meminta untuk menerapkan teori, prinsip atau formula untuk situasi. Proses

(23)

mencoba untuk menerapkan apa yang dipelajari dapat membantu untuk membangun pemahaman tentang subjek. Contohnya ketika mencari implikasi dari satu bagian informasi terdapat kelemahan lain yang mungkin terungkap ketika menerapkan ide untuk situasi kehidupan nyata yang cakupannya kurang. Apakah teori atau formula hanyasejauh ini saja dan apakah perlu untuk menarik atas teori atau prinsip lain untuk menyelesaikan pemahaman tentang sesuatu?

F. Dasar Pemikiran Kritis

Dalam berpikir kritis harus memiliki keterampilan yang mendukung dari argumen yang dihasilkan. Menurut Garnison, Anderson dan Archer (2011) telah membagi empat keterampilan berpikir kritis, yaitu:

1. Cepat tanggap terhadap peristiwa, yaitu mengidentifikasi atau mengenali masalah, dilema dari pengalaman seseorang dengan cepat,

2. Eksplorasi, memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka membuat persiapan keputusan,

3. Integrasi, yaitu mengkonstruksi maksud dari gagasan, dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya,

(24)

4. Mengusulkan, yaitu mengusulkan solusi secara hipotesis, atau menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.

Selain memiliki keterampilan berpikir kritis juga harus memiliki bangunan dasar berpikir kritis. Bangunan dasar dari berpikir kritis adalah klaim, masalah, dan argumen (Brooke Noel Moore: 2005). Penjelasan dari ketiganya adalah sebagai berikut:

1. Klaim (Claim)

Klaim adalah elemen dasar dalam pemikiran kritis yaitu adalah hal-hal yang dikatakan dengan keras atau tertulis, untuk menyampai-kan informasi yang mengungkapkan pendapat. Klaim, atau pernyataan, adalah jenis hal yang benar atau salah. Seperti contohnya pernyataan ini “Ada kehidupan cerdas di planet lain”.

Pernyataan ini benar atau salah, tetapi saat ini kami tidak tahu mana yang benar atau mana yang salah. Sekali lagi, pemeriksaan dan evaluasi klaim, termasuk hubungan mereka satu sama lain, adalah tugas utama pemikiran kritis.

2. Masalah (Issue)

Sekarang kita sampai ke inti permasalahan. Setiap kali dalam mengajukan klaim ke pertanyaan, yaitu ketika mengajukan pertanyaan tentang kebenaran atau kesalahannya dalam mengajukan masalah. Klaim, ditafsirkan sebagai masalah dan

(25)

didukung (atau tidak) oleh argumen, adalah fokus utama berpikir kritis. Konsep masalah sangat sederhana, yaitu suatu masalah tidak lebih dari sebuah pertanyaan yang pada kenyataannya, kita dapat menggunakan dua kata itu secara bergantian. Pertanyaannya adalah apakah suatu klaim itu benar atau tidak. Berikut adalah dua cara untuk menyatakan suatu masalah: (1) Apakah Moore lebih tinggi daripada Parker? (2) Apakah Moore lebih tinggi dari Parker?

Jadi ingat, ketika kita berpikir kritis tentang suatu klaim, kita menyebutnya sebagai pertanyaan dan menjadikannya masalah.

Seperti yang akan kita lihat, dalam banyak situasi kehidupan nyata, adalah penting dan seringkali sulit untuk mengidentifikasi secara tepat klaim apa yang ada dalam klaim. Terkadang klaim dibuat dalam konteks di mana tidak penting bahwa itu benar, seperti, misalnya, ketika seseorang menceritakan lelucon. Bahkan ketika kebenaran adalah yang terpenting, ujian ilmiah mungkin tidak perlu.

Intinya adalah bahwa Anda harus memiliki beberapa gagasan tentang apa yang diperhitungkan atau bertentangan dengan kebenaran klaim jika Anda menikmatinya dengan serius, atau jika Anda mengharapkan orang lain menganggapnya serius.

3. Argumen (Argument)

Setelah kami mengidentifikasi masalah, tugas selanjutnya adalah menimbang alasan dan menentang klaim dan mencoba

(26)

memasukkan gambaran. Dan argumen, kita harus katakan di sini, adalah unsur paling penting dalam berpikir kritis. Meskipun itu bisa menjadi rumit, pada intinya idenya sederhana. Kami menghasilkan argumen ketika kami memberikan alasan untuk berpikir bahwa klaim itu benar.

Katakanlah masalahnya adalah apakah Sam harus dimaafkan karena kehilangan kelas. Sam berkata kepada instrukturnya, “Nenek saya meninggal, dan saya harus absen di kelas untuk menghadiri pemakaman.” Dia telah menawarkan alasan untuk berpikir dia harus dibebaskan dari kelas yang hilang, jadi dia telah membuat argumen. Tentu saja, apakah argumennya itu baik atau tidak.

Faktanya, menentukan apakah argumen itu bagus, dan apakah sesuatu yang benar-benar argumen itu benar.

Argumen yang baik adalah argumen yang kesimpulannya mengikuti alasannya, atau dibenarkan karena alasan itu. Ini tidak hanya berarti bahwa kesimpulannya muncul setelah alasan. ‘Mengikuti dari’, dalam konteks argumen, berarti bahwa kesimpulan cukup didukung oleh alasannya. Jika alasannya benar, dan argumennya bagus, maka kesimpulannya juga harus benar.

Klaim yang ditawarkan sebagai alasan untuk memercayai klaim lain adalah premis. Klaim di mana premis seharusnya memberikan alasan adalah kesimpulan dari argumen. Mari kita berikan contoh, sehingga kita semuanya jelas: Masalahnya adalah apakah Sam harus dimaafkan karena kelas yang hilang, atau, jika

(27)

Anda suka, haruskah Sam dibebaskan dari kelas yang hilang? Premis:

Nenek Sam meninggal, dan dia harus menghadiri pemakaman.

Kesimpulan: Sam harus dimaafkan untuk kelas yang hilang.

Perhatikan bahwa kesimpulannya menjawab pertanyaan yang diajukan oleh masalah tersebut. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah bahwa kesimpulan argumen menyatakan posisi pada masalah tersebut. Meskipun kita sedang berhadapan di sini dengan argumen satu premis yang pendek, argumen tidak harus sesederhana itu.

Kembali ke Sam dan alasannya. Apakah argumennya bagus atau tidak, tergantung pada apakah premis itu benar-benar mendukung kesimpulan. Apakah itu benar-benar memberi kita alasan untuk berpikir bahwa kesimpulan itu benar. Kami akan membahas masalah ini secara mendalam nanti, tetapi untuk saat ini kami harus menunjukkan bahwa ada dua komponen untuk dukungan premis terhadap kesimpulan.

Pertama, premis dapat menawarkan dukungan untuk kesimpulan hanya jika premis itu benar. Jadi ini mungkin memerlukan investigasi independen. Memang, lebih banyak argumen mungkin diperlukan untuk mendukung klaim ini. Dalam hal ini, itu akan menjadi kesimpulan dari beberapa argumen lain, dan itu akan menjadi premis dari argumen yang sedang kami pertimbangkan. Klaim bekerja seperti ini setiap saat; sebuah premis

(28)

dalam satu argumen akan muncul sebagai kesimpulan dari argumen lain.

Persyaratan kedua untuk dukungan premis terhadap kesimpulan adalah bahwa itu relevan dengan kesimpulan.

Kadang-kadang ini diungkapkan dengan mengatakan premis itu meyakinkan. Persyaratan ini berarti bahwa premis, jika benar, harus benar-benar mengandung kebenaran kesimpulan — yaitu, itu harus benar-benar meningkatkan kemungkinan-kemungkinan bahwa kesimpulan itu benar.

Penilaian kritis menuntut setiap klaim atau argumen untuk dipertimbangkan berdasarkan kemampuannya, bukan pada prasangka yang menyelimutinya. Jadi untuk sekarang mari kita pastikan kita memahami definisi "argumen". Sedangkan satu bagian (premis atau premis) konon memberikan alasan untuk berpikir bahwa bagian lain (kesimpulan) adalah benar.

G. Proses Berpikir Kritis

Pada pembahasan didepan Keynes (2008) telah menyatakan bahwa, tujuan dari berpikir kritis adalah mencoba mempertahankan posisi ‘objektif’. Ini berarti bahwa Anda harus mencoba untuk menyadari setiap prasangka yang dimiliki yang mungkin condong pada cara berpikir tentang sebuah argumen. Ketika membaca, biarkan diri Anda berkesempatan untuk memeriksa pemahaman

(29)

Meskipun tidak ada satu definisi yang dinyatakan ‘benar’ tentang cara berpikir kritis, Anda akan menemukan berbagai definisi itu berguna untuk mendapatkan pemahaman secara lengkap tentang apa dan bagaimana berpikir kritis.

Untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kritis, maka lakukan tiga langkah berikut:

1. Mengidentifikasi kebenaran informasi

Pertama, mengidentifikasi keterpercayaan umum sebuah argumen dengan informasi yang dibaca. Pada tahap ini secara sederhana mendefinisikan dan menyadari materi bahasan.

Identifikasi poin utama dari argumen adalah mengklaim sebuah bukti atau peristiwa yang digunakan untuk mencapai kesimpulan.

2. Menganalisis materi

Sewaktu membaca, pikirkan tentang apakah materi tersebut relevan dengan kebutuhan Anda. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang mungkin membantu dalam melakukan analisis:

Apakah informasi masuk akal dalam kaitannya dengan teori dan penelitian lainnya? Di mana gambaran yang lebih luas, apakah ini merupakan argumen khusus? Berapa panjang materi? Apakah materi cukup jelas atau Anda perlu menemukan informasi tambahan untuk membantu pemahaman Anda? Dapatkah mengidentifikasi implikasi yang mungkin mengharuskan Anda untuk mencari bahan lain? (Mungkin penjelasan pelengkap fenomena jika materi

(30)

asli tidak cukup komprehensif). Apakah argumen menyajikan pandangan yang seimbang atau penulis mengabaikan beberapa topik dalam rangka untuk mengajukan argumen tertentu?

3. Membandingkan dan menerapkan informasi

Pertanyaan penugasan akan sering meminta Anda untuk menerapkan teori, prinsip atau formula pada suatu situasi. Proses mencoba untuk menerapkan apa yang Anda pelajari dapat membantu Anda untuk membangun pemahaman Anda tentang pokok masalah. Coba Cari: implikasi dari satu bagian informasi untuk kelemahan lain yang mungkin terungkap ketika Anda menerapkan ide untuk situasi kehidupan nyata. Apakah teori atau formula sudah cukup sejauh ini dan apakah Anda perlu untuk menarik atas teori atau prinsip lain untuk menyelesaikan pemahaman Anda tentang sesuatu?

H. Dua Jenis Argumen yang Baik

Keterampilan berpikir kritis harus dapat menghasilkan argument yang baik. Para ahli logika mengenali dua jenis argumen yang baik, yaitu argumen “deduktif” dan argumen “induktif”.

1. Argumen Deduktif

Jenis pertama dari argumen yang baik, yaitu argumen deduktif yang baik, dikatakan “valid,” yang berarti tidak mungkin bagi

(31)

premis untuk menjadi benar dan kesimpulan salah. Ambil argumen ini tentang salah satu mantan siswa kami.

Premis: Josh Fulcher tinggal di Alaska. Kesimpulan: Oleh karena itu, Josh Fulcher tinggal di Amerika Serikat.

Ini adalah argumen yang valid karena Josh Fulcher tidak mungkin tinggal di Alaska dan tidak tinggal di Amerika Serikat.

Satu lagi contoh:

Premis: Josh Fulcher lebih tinggi dari istrinya, dan istrinya lebih tinggi dari putranya. Kesimpulan: Oleh karena itu, Josh Fulcher lebih tinggi dari putranya.

Ini juga merupakan argumen yang valid, karena tidak mungkin premis itu benar dan kesimpulannya salah. Untuk menempatkan semua ini secara berbeda, premis argumen deduktif yang baik, dengan asumsi mereka benar, membuktikan atau menunjukkan kesimpulan.

2. Argumen Induktif

Dasar dari jenis argumen lain yang baik, yaitu argumen induktif yang baik, mulai dari bukti-bukti menuju kesimpulan. Keduanya saling mendukung. Ini berarti bahwa, dengan anggapan keduanya benar, maka keduanya berarti meningkatkan probabilitas sehingga kesimpulannya benar.

Premis: Fulcher tinggal di Alaska.

Kesimpulan: Oleh karena itu, ia menggunakan obat nyamuk.

(32)

Fulcher yang tinggal di Alaska membuatnya lebih mungkin bahwa Fulcher menggunakan obat nyamuk.

Contoh lain:

Premis: Orang-orang yang tinggal di Butte City sudah menghabiskan banyak waktu di bawah sinar matahari.

Kesimpulan: Oleh karena itu, salon penyamakan tidak akan berhasil di sana.

Premis dari argumen ini (dengan asumsi itu benar) meningkatkan kemungkinan bahwa kesimpulannya benar; dengan demikian mendukung kesimpulan. Semakin mendukung premis argumen memberikan kesimpulan, semakin kuat argumen yang dikatakan.

I. Menulis Argumen

Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang lebih rinci yang mungkin membantu dalam merencanakan dan menulis esai argumentatif.

1. Fokus Masalah

Jelaskan sejak awal masalah apa yang ingin Anda atasi dan bagaimana posisi Anda pada masalah tersebut. Anda harus memberi tahu pembaca apa yang diharapkan tanpa menggunakan frase basa basi dan tanpa menguraikan panjang lebar. Namun, Anda harus mencoba menemukan cara yang menarik untuk menyatakan posisi

(33)

Anda. Misalnya, alih-alih “Dalam esai ini, saya akan membahas hak-hak hewan untuk mewarisi harta dari tuannya,” Anda mungkin mulai, “Bisakah warisan Anda berakhir menjadi milik kucing ibu Anda?”

2. Tetap berpegang pada masalah

Semua poin yang Anda buat dalam esai harus terhubung dengan masalah yang sedang dibahas dan harus selalu:

a. mendukung, mengilustrasikan, menjelas-kan, mengklarifikasi, menguraikan, atau menekankan posisi Anda tentang masalah tersebut, atau

b. berfungsi sebagai tanggapan untuk mengantisipasi keberatan.

Singkirkan esai dari hal yang tidak relevan dan pikiran mengambang.

3. Atur komponen esai dalam urutan logis

Ini kaitannya dengan akal sehat. Buat poin sebelum Anda mengklarifikasi misalnya, bukan sebaliknya. Saat mendukung poin Anda, berikan contoh, klarifikasi, dan sejenisnya sedemikian rupa sehingga pembaca tahu apa yang sedang Anda lakukan di dunia.

Jika pembaca tidak dapat menguraikan esai Anda dengan mudah, Anda belum menyusun urutan materi Anda dengan benar. Esai Anda mungkin baik-baik saja, tetapi itu tidak akan dianggap sebagai esai argumentatif.

(34)

4. Lengkap

Selesaikan apa yang Anda rencanakan agar tercapai, maka mendukung posisi Anda secara memadai, dan antisipasi serta tanggapi kemungkinan keberatan. Ingatlah bahwa banyak masalah terlalu besar untuk diperlakukan secara mendalam dalam satu esai. Kunci untuk menjadi lengkap adalah dengan mendefinisikan masalah dengan cukup tajam sehingga Anda bisa menyelesaikannya.

Dengan demikian, semakin terbatas topik Anda, semakin mudah untuk menyelesaikannya. Juga, pastikan ada penutupan di setiap level. Kalimat harus lengkap, paragraf harus disatukan sebagai keutuhan (dan biasanya masing-masing harus berpegang pada satu poin), dan esai harus mencapai kesimpulan. Kesimpulan dan meringkas bukanlah hal yang sama. Esai pendek tidak memerlukan ringkasan.

Kesimpulan yang dihasilkan atau diputuskan harus dapat diuji.

Untuk bisa melakukan pengujian dengan baik dan akhirnya sampai pada kebenaran sejati, kegiatan berpikir kritis harus berjalan melalui argumentasi, penalaran, dan penyimpulan (Benyamin Molan: 2019).

a. Argumen

Agar argumen kita menjadi kuat dan tak terbantahkan, maka argumen kita harus didukung oleh data, fakta dan dengan penalaran-penalaran untuk mendukung klaim yang menjadi kesimpulan dari argumentasi kita. Dalam mengemukakan

(35)

argumen, kita perlu memiliki kemampuan untuk menyusunnya dalam penalaran-penalaran yang masuk akal, logis, dengan premis-premis yang menjadi landasan argumen kita untuk sampai pada klaim dan konklusi.

b. Penalaran

Dalam penalaran selalu ada premis dan konklusi. Hubungan keduanya harus jelas, walaupun dalam kehidupan sehari- hari tidak mudah untuk melakukan penalaran. Artinya, dari premis lahirlah konklusi. Atau sebaliknya, konklusi harus sejalan dengan premis. Jika tidak konklusi maka menjadi tidak sahih dan seluruh argumentasi menjdi berantakan dan tidak ada artinya.

c. Penyimpulan

Penyimpulan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh penalaran dengan memperhatikan premis dan konklusi dalam sebuah argumentasi. Lalu premis dan konklusi membentuk satu relasi yang sedemikian rupa sehingga konklusi yang ditarik itu memang mendapat dukungan sepenuhnya dari premis untuk menjadi satu kebenaran baru.

Ada berbagai model penyimpulan yaitu, model deduktif, induktif, langsung dan tidak langsung.

1. Penyimpulan Deduktif

Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa kebenaran umum yang kemudian ditarik kesimpulan

(36)

sebagai kebenaran baru. Dalam penyimpulan deduktif yang benar, kesimpulan atau konklusi selalu valid atau sahih lantaran kesimpulan sebenarnya sudah terkandung dalam premis. Karena itu kebenaran konklusi dalam deduktif sangat bergantung pada kebenaran-kebenaran premis.

2. Penyimpulan Induktif

Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa kebenaran individual kemudian ditarik kesimpulan sebagai kebenaran baru dengan cara analogi atau generalisasi.

3. Penyimpulan Langsung

Penyimpulan yang hanya menggunakan satu proposisi saja sebagai premis. Dari satu proposisi inilah bisa ditarik kesimpulan.

4. Penyimpulan Tidak Langsung

Kebalikan dari penyimpulan langsung, penyimpulan tidak langsung dilakukan dari premis yang proposisinya lebih dari satu.

J. Aktivitas Berpikir Kritis

John Butterworth (2013) menyebutkan bahwa aktivitas pokok berpikir kritis meliputi tiga hal, yaitu diantaranya: analisis, evaluasi dan argument lebih lanjut. Ketiganya merupakan aktivitas pokok berpikir kritis. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu dari setiap

(37)

1. Analisis

Analisis berarti mengidentifikasi bagian-bagian utama dari sebuah teks dan merekonstruksi dengan cara yang sepenuhnya dan tepat menangkapnya. Berarti, ini sangat relevan dengan argumen, terutama yang kompleks.

2. Evaluasi

Evaluasi berarti menilai seberapa sukses suatu teks: misalnya, seberapa baik argumen mendukung kesimpulannya; atau seberapa kuat beberapa bukti untuk klaim yang seharusnya didukung.

3. Argumen lebih lanjut

Argumen lebih lanjut cukup jelas. Ini adalah kesempatan siswa untuk memberikan tanggapannya sendiri terhadap teks yang dipermasalahkan, dengan menghadirkan kasus yang beralasan untuk atau menentang klaim yang dibuatnya.

Aktivitas berpikir kritis harus sering dilakukan agar menjadi terbiasa. Aktivitas berpikir kritis salah satunya adalah dengan menulis dengan pendapat yang kritis. Menulis dengan kritis yaitu menulis tulisan yang dapat mengekspresikan ide Anda dengan cara yang kritis. Ini berarti bahwa tulisan Anda harus menunjukkan pemahaman Anda tentang pentingnya sebuah argumen atau perspektif, relevansi bukti dan kekuatan kesimpulan yang dibuat (Milton Keynes: 2008).

(38)

1. Cara mendekati pertanyaan

Pada umumnya orang memanfaatkan materi pelajaran untuk menjawab tugas dan pertanyaan ujian. Saat Anda membaca, maka Anda harus terlibat secara aktif dengan pertanyaan dan memahami konten yang diperlukan. Dalam hal ini, Anda harus menerapkan pendekatan berpikir kritis. Anda dapat mendekati pertanyaan dengan: memeriksa catatan yang menyertai pertanyaan dalam buklet tugas, memilah pertanyaan ke dalam bagian-bagian yang berdekatan sesuai dengan judul tugas yang memungkinkan beberapa waktu untuk merencanakan sebelum Anda mulai menulis dan kemudian beberapa waktu untuk meninjau apa yang telah Anda tulis setelah itu memastikan bahwa Anda tetap pada pertanyaan yang telah ditetapkan dengan merujuk kembali ke saat Anda menulis.

2. Membaca pertanyaan secara kritis

Ketika membaca pertanyaan suatu tugas, Anda dapat menggunakan keterampilan berpikir kritis Anda untuk memastikan bahwa Anda memahami pertanyaan sepenuhnya. Sebagai contoh, jika pertanyaan meminta Anda untuk ‘membandingkan dan kontras’ dua pendekatan yang berbeda, Anda akan tahu bahwa Anda harus mencurahkan beberapa kata Anda menghitung untuk satu pendekatan dan beberapa ke yang lain. Demikian juga, jika pertanyaan meminta Anda untuk ‘menilai ... pemahaman kita

(39)

Lihat ke kata proses yang akan memberitahu Anda apa yang Anda diharapkan untuk melakukan dengan subjek dan sering kata kerja (seperti ‘ membandingkan dan kontras ‘).

Jadi, jika pertanyaan meminta Anda untuk:

• Mengevaluasi, menilai, membela, mendukung: Anda akan perlu untuk mempersiapkan penilaian beralasan berdasarkan analisis Anda. Menerapkan, menunjukkan, mengilustrasikan, dan menafsirkan, memecahkan: Anda akan perlu untuk menerapkan subjek (untuk situasi tertentu).

• Mengembangkan, merumuskan, mengatur: Anda diharapkan untuk menggabungkan materi dengan bahan lain yang Anda baca dalam kursus. Bandingkan, kontras, diskriminasikan, membedakan, dan memeriksa: Anda akan perlu untuk menganalisis argumen.

• Batasan, daftar, nama, urutan: Anda akan perlu untuk mengidentifikasi konten.

2. Menggunakan susunan perangkat dalam tulisan Anda Selain menyusun tugas Anda dalam bentuk esai atau laporan, Anda harus menyampaikan logika keseluruhan dan perkembangan argumen Anda. Ini akan menunjukkan pemikiran kritis yang mendasari tugas Anda. Seperti pengalaman Anda sendiri menemukan pola tulisan favorit Anda sendiri. Dalam hal ini, berikut adalah beberapa cara yang disarankan untuk menyusun

(40)

a. Gunakan konteks dan contoh tulisan. Anda perlu melibatkan sejumlah tertentu dari konteks, yang berarti bahwa Anda menentukan latar belakang subjek untuk pembaca Anda.

Anda mungkin juga perlu mengatur konteks di berbagai titik di seluruh tugas Anda. Bagaimana Anda mengatur konteks akan tergantung pada tugas Anda. Ini mungkin melibatkan pemberian deskripsi teori dan konsep, laporan sejarah singkat atau deskripsi masalah. Cara lain adalah dengan berpindah di antara deskripsi fenomena tertentu ke perspektif yang lebih umum dan menyeluruh dari topik Anda. Ini akan membantu pembaca Anda mengenali bagaimana titik Anda diposisikan di dalam subjek secara keseluruhan.

b. Gunakan tema. Anda mungkin menemukan bahwa materi pembahasan Anda menyoroti ‘tema’ tertentu yang berjalan sepanjang pembahasan. Pertanyaan tugas Anda dapat merujuk tema ini secara eksplisit atau implisitas. Menggambarkan tema untuk menambahkan struktur tulisan Anda karena dapat membuktikan perangkat yang berguna yang dapat membantu Anda menghubungkan aspek yang berbeda dari bahasan belajar Anda. Hal ini berguna untuk menunjukkan perbedaan dan kesamaan antara cara berpikir atau pendekatan teoritis.

Anda juga dapat menggunakan tema untuk membantu Anda membingkai sebuah argumen atau kesimpulan.

(41)

c. Tautan (kata penghubung) dan petunjuk arah. Gunakan tautan atau kata penghubung dan petunjuk arah untuk menghubungkan ide Anda. Ini membuat jelas untuk pembaca Anda baik bagaimana argumen Anda berkembang secara logis dari satu titik ke titik berikutnya dan setiap titik baru relevan. Berikut adalah beberapa contoh: menarik perhatian ke poin tertentu: ‘sama pentingnya’; ‘selanjutnya’. Tunjukkan perkembangan sebab dan akibat: ‘hasil ini’; ‘konsekuensinya’;

atau ‘untuk alasan ini’. Tunjukkan progresi dalam sebuah argumen: ‘oleh karena itu’; ‘namun’ atau ‘tetap’.

3. Masukkan pemikiran kritis ke dalam tulisan Anda

Pada bagian atas dijelaskan tentang penalaran yang perlu Anda gunakan dalam argumen. Di mana Anda diminta untuk mengusulkan sebuah argumen dan menarik kesimpulan dalam sebuah tugas, Anda perlu membuat argumen yang jelas, mengidentifikasi klaim Anda, menyajikan bukti yang relevan dan menarik kesimpulan yang benar. Anda melakukan ini dengan menunjukkan dengan jelas teori atau pendekatan dan bukti yang Anda gunakan untuk mendukung klaim Anda. Menunjukkan bagaimana Anda telah menganalisis dan mengevaluasi teori untuk sampai pada kesimpulan Anda. Anda juga perlu untuk membuat langkah yang jelas dalam proses berpikir Anda dan menunjukkan bagaimana bagian yang berbeda dari argumen Anda cocok bersama-

(42)

Anda akan menunjukkan bahwa argumen Anda menjadi seimbang daripada hanya mengambil sikap dari satu sudut pandang. Jika Anda telah diminta untuk mengomentari sebuah argumen dan Anda pikir itu ‘cacat’ maka Anda harus membuat kasus beralasan dan menyajikan bukti untuk mendukung pandangan Anda. Jika Anda mengenalkan ide baru, gambarkan secara logis dari materi aslinya.

4. Proses untuk mendapatkan pikiran kritis ke dalam tulisan Anda

Cermati bagaimana dan di mana berpikir kritis mungkin mendukung jawaban Anda dan setiap argumen Anda. Jika Anda telah menarik kesimpulan atau implikasi yang teridentifikasi, pertimbangkan Apakah ini harus disertakan. Ingatlah untuk menghubungkan ide Anda dengan bukti dan memastikan argumen dapat dibenarkan. Jika Anda menarik kesimpulan dari argumen orang lain, Anda akan perlu untuk memberikan penalaran logis untuk mendukung ekstrapolasi Anda. Setelah Anda memiliki draft pertama tugas Anda kemudian bertanya pada diri sendiri apakah ada cukup bukti untuk mendukung klaim Anda. Apakah Anda perlu memikirkan kembali atau mengubah argumen Anda dengan lebih objektif? Apakah Anda perlu membantah atau membantah keberatan apapun untuk argumen Anda? Gunakan keterampilan

(43)

daripada meletakkan dalam semua yang telah Anda baca pada topik.

K. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Ratna Hidayah (2011) dalam artikelnya yang berjudul Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Orther Thingking Skills/HOTS. Hal serupa juga dikemukakan oleh Milton Keynes (2008), bahwa Higher Order Thinking Skills sama dengan keterampilan berpikir kritis.

Keduanya akan membantu siswa dalam membaca dan menulis, dan memungkinkan siswa untuk belajar secara efektif sebagai pembelajar mandiri. Membangun karakter mandiri merupakan tujuan dari pendidikan, dimana dalam kurikulum 2013 diharapkan siswa kelak akan menjadi orang yang mandiri yang tidak tergantung pada siapapun. Siswa dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan nalar dan logika yang dimilikinya.

Berpikir kritis dan higher order thinking skills adalah suatu hal yang tidak terpisahkan. Menerapkankan berpikir kritis berarti juga menerapkan higher order thinking skills. Berpikir kritis dan higher orther thingking skills saling berkaitan satu sama lainnya. Jadi bila kita membahas keterampilan berpikir kritis berarti kita juga akan membahas Higher Orther Thingking Skills/HOTS. Keduanya

(44)

memiliki karakter yang sama, tetapi dalam higher orther thingking skills acuannya adalah tingkatan kognitif pada taksonomi Bloom.

Menurut Arifin Nugroho (2019), mendidik siswa dengan higher orther thingking skills berarti menjadikan mereka mampu berpikir.

Siswa dikatakan mampu berpikir jika siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dan mengembangkan keterampilan yang dimiliki dalam konteks situasi yang baru. Kemampuan berpikir siswa dapat diartikan bila siswa mampu mengubah atau mengkreasi pengetahuan yang mereka miliki dan menghasilkan sesuatu yang baru.

Dengan higher order thinking skills, siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Hal-hal ini merupakan kemampuan yang jelas dapat memperlihatkan bagaimana kemampuan bernalar siswa.

Kemampuan bernalar siswa merupakan salah satu unsur dari keterampilan berpikir kritis.

Saputra (2016) menyebutkan tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat

(45)

keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks.  Dari rumusan tujuan tersebut jelas terlihat saling keterkaitan antara berpikir kritis dengan high order thinking skills. Kemampuan berpikir pada level tinggi sangat membutuhkan keterampilan berpikir kritis.

Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang sudah mulai diterapkan didunia pendidikan di Indonesia baik mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas memiliki manfaat untuk siswa itu sendiri. Arifin Nugroho (2019) menyebutkan manfaat Higher Order Thinking Skills (HOTS) untuk siswa adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan prestasi

Dalam dunia pendidikan di Indonesia hasil belajar merupakan ukuran umum untuk mengukur prestasi siswa. Banyak beberapa penelitian yang mengukur tingkat pencapaian hasil belajar siswa melalui Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang hasilnya menjadi tinggi atau baik. Sehingga dengan pembelajaran HOTS maka akan menaikkan hasil belajar siswa dan juga akan meningkatkan prestasinya.

2. Meningkatkan motivasi

Higher Order Thinking Skills (HOTS) juga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini disebabkan melalui HOTS dapat membangkitkan rasa senang siswa karena merasa percaya diri dan lebih merangsang dalam belajar sehingga akan meningkatkan motivasi belajar siswa.

(46)

3. Meningkatkan sikap positif (afektif)

Meningkatkan sikap positif atau afektif merupakan salah satu penilaian dalam kurikulum 2013. Pendidikan akan dinyatakan berhasil apabila karakter positif terbentuk. Hasil penelitian Hugerat & Kortam dalam Arifin Nugroho (2019) menunjukkan bahwa pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTS) pada materi Sains menggunakan metode inkuiri dapat mengembangkan sikap positif, emosional dan kognitif yang baik.

Higher Order Thinking Skills (HOTS) tidak dapat dipisahklan dari dimensi keterampilan berpikir pada ranah kognitif Taksonomi Bloom. Bloom membagi enam tingkatan pada ranah kognitif yang kemudian direvisi oleh Andreson dan Krathwohl (2001) yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.

The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan.

Menurut Arifin Nugroho (2019) Higher Order Thinking Skills (HOTS) memiliki ciri yang khas yaitu level kemampuan ini mencakup kemampuan atau keterampilan siswa dalam menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta

(47)

(create). Sebaliknya ketiga ranah yang lainnya yaitu mengingat (remember), memahami (understand) dan mengaplikasi (apply) termasuk kedalam keterampilan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS). Indikator keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta didasarkan pada teori yang dipaparkan dalam revisi Taksonomi Bloom. Dibawah ini gambar perubahan level kognisi Taksonomi Bloom.

Gambar. Perubahan Level kognisi Taksonomi Bloom

(48)

Gambar 2. Kategori pengetahuan dan proses kognitif (Model Kuhn, 2001 dalam Schraw&Daniel, 2011)

(49)

Gambar di atas merupakan kategori pengetahuan dan proses kognitif (Model Kuhn, 2001 dalam Schraw&Daniel, 2011) dalam Arifin Nugroho(2019). Pada setiap tingkatan kemampuan dan pengetahuan pada tahapannya memiliki beberapa indikator masing-masing.

Bila dilihat dari gambar diatas, maka indikator Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah:

1. Level Analisis

Menganalisis adalah menguraikan bahan atau konsep kedalam bagian, menentukan hubungan antar bagian atau hubungan bagian terhadap struktur atau tujuan secara keseluruhan.

Level analisis terdiri dari kemampuan atau keterampilan membedakan, mengorganisasi dan menghubungkan.

2. Level Evaluasi

Mengevaluasi adalah membuat penilaian berdasarkan kriteria- kriteria dan standar-standar melalui pemeriksaan dan kritik.

Mengevaluasi juga membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Level evaluasi terdiri dari keterampilan mengecek dan mengkritisi.

3. Level Mencipta

Mencipta adalah memasukkan elemen untuk membentuk satu kesatuan yang koheren atau fungsional atau melakukan reorganisasi elemen menjadi pola atau struktur baru melalui proses membangkitkan, merencanakan atau menghasilkan.

(50)

Pada level tertinggi ini, siswa mengorganisasi berbagai informasi menggunakan cara atau strategi baru atau berbeda dari biasanya. Siswa dilatih memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru, koheren, dan orisinal. Level mencipta terdiri dari merumuskan (generating), merencanakan (planning) dan memproduksi (producing).

Brookhart (2010) berpendapat bahwa definisi Higher Order Thinking Skills dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Higher Order Thinking Skills sebagai transfer (HOTS as Transfer)

Brookhart mengambil kesimpulan dari Anderson dan Krathwohl (2001) bahwa belajar untuk transfer merupakan pembelajaran yang bermakna yaitu suatu proses mempelajari sesuatu yang akan diterapkan oleh siswa dalam situasi nyata.

Diterapkan maksudnya siswa emmpu menggunakan, mentransfer, dan mengeksplorasi pengetahuan yang mereka dapatkan untuk situasi baru.

Proses belajar bermakna tidak sekedar menghafal konsep- konsep atau tetapi merumuskan kegiatan menghubungkan konsep- konsep untuk dapat menghasilkan pemahaman yang utuh. Dengan begitu, konsep yang dipelajari dapat dipahami dengan baik dan tidak mudah dilupakan. Hal ini dapat dikatakan bahwa HOTS

(51)

mengaplikasikan pengetahuan dan juga keterampilan yang sudah dikembangkan dalam pembelajaran pada konteks yang baru.

2. Higher Order Thinking Skills sebagai berpikir kritis (HOTS as critical thingking)

Higher Order Thinking Skills sebagai berpikir kritis didefinisikan sebagai keterampilan memberikan penilaian yang bijak dan mengkritisi sesuatu menggunakan alasan logis dan ilmiah. Tujuan pembelajaran, salah satunya adalah menjadikan siswa mampu mengungkapkan argumentasi, melakukan refleksi, dan membuat keputusan yang tepat.

Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena dengan keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan memilih alternetive pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki keterampilan ini akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam menghadapi persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya.

3. Higher Order Thinking Skills sebagai pemecahan masalah (HOTS as problem solving)

Higher Order Thinking Skills sebagai pemecahan masalah didefinisikan sebagai keterampilan mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah menggunakan strategi yang nonautomatic.

Dengan kemampuan ini, maka siswa akan mampu menyelesaikan permasalahan mereka sendiri dan bekerja dengan lebih efektif.

(52)

Kategori berpikir tingkat tinggi sebagai aktivitas pemecahan masalah dijelaskan dalam dua penjelasan, yaitu:

a. Seorang siswa akan mengalami masalah ketika ia akan mencapai tujuan pembelajaran karena ia tidak secara otomatis mengetahui cara atau solusinya. Problemnya adalah bagaimana mencapai tujuan yang diinginkannya. Karena ia tidak secara otomatis mengetahui, sehingga ia harus menggunakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan untuk memecahkan masalah.

b. Ketika menjelajahi hal baru, maka perlu mengingat informasi, belajar dengan pemahaman, mengevaluasi ide secara kritis, merumuskan alternatif kreatif, dan berkomunikasi secara efektif, model penyelesaian masalah dapat diterapkan untuk masing-masing masalah ini. Hal tersebut membantu siswa terus belajar sendiri dan mandiri.

Dalam rangka menerapkan proses pemecahan masalah, Stobaugh dalam Arifin Nugroho (2019) menawarkan sebuah desain berpikir. Model yang ia sampaikan mampu memberi jalan siswa dalam menyusun suatu struktur pemikiran dan desain solusi permasalahan. Dengan desan ini, siswa melakukan proses kognitif pada level kreasi. Desain yang ditawarkan Stobaugh, yaitu:

(53)

• mengidentifikasi peluang: mengidentifikasi masalah sekolah atau masyarakat dan mengumpulkan informasi tentang masalah tersebut.

• Desain: brainstorming solusi untuk maslaah dan ide penelitian terbaik.

• Prototipe: mengidentifikasi bagaimana solusinya akan bekerja dengan cara membuat sketsa atau prototipe.

• Mendapatkan umpan balik: meminta ahli untuk meninjau pekerjaan dan memberikan umpan balik demi perbaikan.

• Skala dan penyebaran: merencanakan pelaksanaannya, termasuk memperhatikan kemungkinan dibentuknya subkelompok kerja untuk menyelesaikan tugas.

• Presentasi: mempresentasikan ide dalam seting otentik, misalnya melalui skype atau tatap muka langsung dengan siswa lain.

Mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan di dunia pendidikan sekarang ini adalah menuntut bukan hanya pembelajaran yang HOTS, tetapi juga diharapkan siswa dapat mengerjakan soal-soal yang bermuatan HOTS. Oleh karena itu Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas menyusun Modul yang berjudul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) merekomendasikan soal-soal yang digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru

(54)

menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS yaitu:

1. Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:

a. Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;

b. Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;

c. Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi,

(55)

termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan penilaian yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.

Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan

(56)

Johnson (2006) dalam bukunya Contextual Teaching and Learning yang memperkenalkan model pembelajaran kontekstual yaitu dimana pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran kontekstual ini sangat cocok untuk meningkatkan berpikir kritis atau bisa sebagai soal yang termasuk kedalam Higher Order Thinking Skills. Johnson menyebutkan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT diantaranya adalah:

a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).

c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.

d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.

e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru. 

Peran Soal HOTS dalam Penilaian Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas dalam Modul yang berjudul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) bertujuan untuk

(57)

mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam melakukan penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal HOTS.

Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam meningkatkan mutu Penilaian.

1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong abad ke-21.

Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan dapat membekali peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 (21st century skills) yaitu:

a. Memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu, pantang menyerah, kepekaansosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta memiliki daya saing yang tinggi);

b. Memiliki sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan kreatif, problem solving, kolaborasi, dan komunikasi);

c. Menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.

Penyajian soal-soal HOTS dalam penilaian dapat melatih peserta didik untuk mengasah kemampuan dan keterampilannya sesuai dengan tuntutan kompetensi abad ke-21 di atas. Melalui penilaian berbasis pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir

(58)

rasa percaya diri (learning self reliance), akan dibangun melalui kegiatan latihan menyelesaikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (problem-solving).

2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah.

Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan soal-soal HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya masing-masing. Kreativitas guru dalam hal pemilihan stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan pendidikan sangat penting.

Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat diangkat sebagai stimulus kontekstual. Dengan demikian stimulus yang dipilih oleh guru dalam soal-soal HOTS menjadi sangat menarik karena dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh peserta didik. Sehingga peserta didik merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di daerahnya.

3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab tantangan di masyarakat sehari-hari. Ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas, agar terkait langsung dengan pemecahan masalah di masyarakat. Dengan demikian peserta didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan bekal untuk terjun di masyarakat.

(59)

Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat dapat dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam penilaian, sehingga munculnya soal-soal berbasis soal-soal

HOTS, yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar peserta didik.

4. Meningkatkan mutu Penilaian.

Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis dan kreatif.

Penilaian Higher Order Thinking Skills tidak hanya menilai sekedar kognitif saja tetapi juga menilai keterampilan yang dimiliki oleh siswa yaitu dengan penilaian autentik. Ciri-ciri penilaian kontekstual yang berbasis pada penilaian autentik, adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;

b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;

c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

(60)

Pengembangan pembelajaran Critical thinking dan higher order thinking skills merupakan suatu tuntutan dan perkembangan zaman di abad 21 ini yang saat ini semua informasi dan tekhnologi berkembang dengan pesat. Kemampuan berpikir kritis hanya dapat diterima dan dikembangkan didunia pendidikan. Oleh karena itulah dunia pendidikan menjadi salah satu alternatif untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis manusia Indonesia melalui generasi penerus bangsa. Dengan keterampilan berpikir kritis yang dilatih dan dikembangkan oleh dunia pendidikan maka tujuan pendidikan Indonesia akan tercapai.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Bailin, S. Critical thinking and science education. Science &

Education, 11(4), 2002.

Bailin, S., Case, R., Coombs, J. R., & Daniels, L. B. Conceptualizing critical thinking. Journal of Curriculum Studies, 31(3), 1999.

Barry, M. What skills will you need to succeed in the future? Phoenix Forward (online). Tempe: AZ, University of Phoenix, 2012.

DirJen Dikdasmen Kemendikbud. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS). https://www.berkasedukasi.

com/2017/07/modul-penyusunan-soal-hots-sma.html

Emily R. Lai. Critical Thinking: A Literature Review. Research Report. Always Learning. Pearson. 2011.

Fischer, S. C., Spiker, V. A., & Riedel, S. L. Critical thinking training for army officers, volume 2: A model of critical thinking. (Technical Report). Arlington, VA: U.S. Army Research Institute for the Behavioral and Social Sciences, 2009.

Frydenberg, M., & Andone, D. Learning for 21 st Century Skills, 2011.

Garnison. D. R., Anderson, T. & Archer, W. Critical Thingking and Computer Conferencing: A Model and Tool to Assess Cognitive Presence. http://communitiesofinquiry.com/documents/Cogpres_

Final.pdf, 2001.

Gambar

Gambar 2. Kategori pengetahuan dan proses kognitif  (Model Kuhn, 2001 dalam Schraw&Daniel, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis (critical thinking) peserta didik kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto menggunakan pembelajaran berbasis

Penelitian Rasiman (2015) yang merancang level berpikir kritis dalam penyelesaian masalah matematika yaitu Leveling Of Critical Thinking Abilities (LCTA) Of Students

Berdasarkan hasil pengembangan dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian yang berjudul Pengembangan Asesmen Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Metakognitif sebagai thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir, dimana siswa diarahkan untuk mengontrol pikirannya dalam pembelajaran melalui stategi belajar yang

Dari uraian diatas sangat menarik dan perlu suatu tindakan untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal High Order Thinking

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan hasil analisis kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam menyelesaikan soal kategori Higher Order Thinking Skill pada materi program

Pada abad ke-21 peserta didik dibutuhkan keterampilan ke dalam pembelajaran yang mencakup Thingking skills keterampilan berpikir, Action skills keterampilan bertindak dan

Tujuan utama dari high order thinking skill adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk