• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT PENDIDIKAN SENI

N/A
N/A
Reny Catur Wulandari

Academic year: 2025

Membagikan "FILSAFAT PENDIDIKAN SENI "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN SENI

Reny Catur Wulandari,S.Pd.

Pendidikan Seni Budaya

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Surabaya

(2)

Kajian Teori Filsafat Pendidikan Seni

A. Filsafat Pendidikan Seni dalam Perspektif Ontologi

Filsafat pendidikan seni merupakan dasar konseptual yang penting dalam memahami hakikat pembelajaran seni sebagai proses pembentukan manusia yang utuh. Salah satu pendekatan dalam filsafat pendidikan yang relevan untuk dikaji adalah pendekatan ontologis, yakni cabang filsafat yang membahas tentang hakikat keberadaan, eksistensi, dan realitas sesuatu.

Dalam konteks seni, pendekatan ontologi melihat seni bukan hanya sebagai produk estetis atau keterampilan teknis, melainkan sebagai wujud keberadaan manusia. Seni dipahami sebagai bentuk ekspresi dari pengalaman batin, intuisi, dan realitas subjektif individu. Seni merupakan bahasa visual yang mencerminkan nilai-nilai personal maupun sosial-budaya. Pendidikan seni, bila dikaji dari perspektif ontologi, tidak hanya dimaknai sebagai proses transfer pengetahuan atau keterampilan, melainkan sebagai sarana pembentukan eksistensi diri peserta didik.

Dengan demikian, kajian ontologis dalam pendidikan seni menjadi sangat penting untuk memperkuat pandangan bahwa pembelajaran seni memiliki nilai fundamental dalam pembangunan karakter dan jati diri manusia. Seni bukan sekadar media ekspresi, tetapi merupakan jalan untuk memahami diri dan realitas kehidupan.

1. Hakikat Seni dalam Perspektif Ontologis

Dalam kajian ontologi, seni tidak dilihat hanya sebagai hasil atau produk visual, tetapi sebagai eksistensi ekspresif manusia.

a. Seni sebagai Ekspresi Diri

Seni merupakan cara manusia menyampaikan pikiran, perasaan, nilai, dan pandangan dunia.

Seni merepresentasikan pengalaman subjektif yang bersifat intuitif dan emosional, tidak selalu dapat dijelaskan secara rasional.

b. Seni sebagai Realitas Simbolik

(3)

Seni bukan hanya representasi dari kenyataan, tetapi bisa menjadi bentuk realitas alternatif atau simbolik yang mengekspresikan dimensi terdalam dari kehidupanmanusia.

c. Seni sebagai Proses

Ontologi seni tidak berhenti pada produk akhir, melainkan juga mencakup proses kreatif yang penuh pencarian makna dan eksplorasi nilai-nilai.

3. Hakikat Pendidikan Seni dalam Ontologi

Pendidikan seni, dalam pandangan ontologi, bukan hanya mengajarkan keterampilan, tetapi:

a. Pendidikan Seni sebagai Proses Eksistensial

Pendidikan seni memungkinkan peserta didik untuk menemukan diri, memahami dunia, dan membangun makna kehidupan melalui ekspresi artistik.

Proses ini memfasilitasi kebebasan berpikir, kejujuran batin, dan refleksi diri.

b. Pendidikan Seni sebagai Pembentukan Subjektivitas

Melalui seni, peserta didik tidak hanya belajar tentang dunia luar, tetapi juga tentang jati diri dan pengalaman batinnya.

Seni membantu membentuk identitas pribadi dan kultural.

c. Pendidikan Seni sebagai Realitas Hidup

Aktivitas seni dalam pendidikan adalah realitas konkret dan penuh makna;

bukan sekadar pelajaran tambahan, melainkan bagian integral dari pembentukan manusia yang utuh (holistik).

4. Implikasi Ontologi terhadap Kurikulum dan Praktik Pendidikan Seni Berdasarkan pandangan ontologis, pendidikan seni seharusnya:

a. Mengutamakan proses, bukan hanya hasil akhir.

b. Menghargai keberagaman ekspresi, karena setiap peserta didik membawa pengalaman dan perspektif unik.

(4)

c. Memberikan ruang untuk eksplorasi, eksperimen, dan pencarian makna melalui berbagai media seni.

d. Memandang seni sebagai alat untuk menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran eksistensial.

5. Contoh Aplikatif

Dalam pembelajaran seni rupa di sekolah, pandangan ontologis menekankan:

Tidak hanya menilai lukisan dari segi teknik, tetapi juga dari makna, pengalaman, dan ekspresi personal siswa.

Guru seni berperan sebagai fasilitator pencarian makna, bukan sekadar pengajar teknik.

B. Kajian Epistemologi Pendidikan Seni

Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang sumber, hakikat, validitas, dan metode pengetahuan. Dalam konteks pendidikan seni, epistemologi mempertanyakan bagaimana pengetahuan seni diperoleh, bagaimana kebenaran seni divalidasi, dan dengan cara apa pengetahuan tersebut dapat diajarkan dan dipelajari. Kajian ini mencakup tiga aspek penting dalam epistemologi: (1) sumber pengetahuan seni, (2) validasi pengetahuan seni, dan (3) metode perolehannya.

1. Sumber Pengetahuan dalam Pendidikan Seni

Dalam filsafat pengetahuan, terdapat beberapa pendekatan utama yang menjelaskan dari mana pengetahuan berasal. Dalam konteks pendidikan seni, pendekatan ini dapat memperkaya pemahaman tentang bagaimana peserta didik memperoleh dan membentuk pengetahuan artistik. Berikut penjabaran dari ketiga pendekatan tersebut:

a. Rasionalisme dalam Pendidikan Seni

Rasionalisme berpandangan bahwa pengetahuan sejati bersumber dari rasio (akal budi). Dalam konteks pendidikan seni, rasionalisme menekankan bahwa:

1. Pemahaman tentang seni dapat diperoleh melalui analisis logis, pemikiran mendalam, dan perenungan terhadap bentuk, struktur, dan prinsip estetika.

2. Pengetahuan seni tidak hanya berasal dari pengalaman visual semata, tetapi juga dari konsep-konsep universal seperti proporsi, harmoni, komposisi, dan simetri.

3. Desain, teori warna, dan teori perspektif, misalnya, merupakan bagian dari seni yang dapat dipelajari secara rasional dan sistematis.

(5)

Contoh penerapan: Siswa belajar prinsip komposisi melalui pemahaman teori desain, bukan hanya dari praktik langsung.

b. Empirisme dalam Pendidikan Seni

Empirisme menekankan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman indrawi.

Dalam pendidikan seni, ini berarti:

1. Pengetahuan seni tumbuh dari pengamatan langsung, praktik berkesenian, dan pengalaman konkret terhadap objek, warna, tekstur, serta media seni.

2. Setiap kali peserta didik mencoba teknik baru (misalnya melukis dengan cat akrilik atau membuat patung dari tanah liat), mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung.

3. Empirisme juga mendukung pendekatan eksperiensial dalam pendidikan seni, yaitu belajar dengan melakukan (learning by doing).

Contoh penerapan: Siswa memahami efek pencahayaan dalam lukisan setelah mencoba melukis benda nyata dengan berbagai sumber cahaya.

c. Fenomenologi dalam Pendidikan Seni

Fenomenologi melihat pengetahuan sebagai hasil dari kesadaran subjektif terhadap pengalaman. Dalam seni, fenomenologi sangat relevan karena:

1. Setiap karya seni dianggap sebagai bentuk penghayatan dunia yang sangat subjektif dan eksistensial.

2. Sumber pengetahuan seni bukan hanya dari objek luar atau logika internal, tetapi dari cara seseorang mengalami, merasakan, dan memberi makna terhadap suatu fenomena.

3. Pendidikan seni berdasarkan fenomenologi akan memberi ruang bagi peserta didik untuk menafsirkan dan mengekspresikan dunia batin mereka, serta memahami pengalaman estetis secara mendalam.

Contoh penerapan: Siswa membuat karya berdasarkan perasaan pribadi setelah mengamati bangunan kosong yang membangkitkan ingatan masa kecil—di sini makna lahir dari pengalaman subjektif.

2. Validasi Pengetahuan dalam Pendidikan Seni

(6)

Berbeda dengan ilmu eksakta yang memiliki validasi berbasis logika dan eksperimentasi, validasi dalam seni bersifat lebih interpretatif dan koheren secara makna. Validasi dalam pendidikan seni meliputi:

a. Koherensi ekspresi: Kesesuaian antara gagasan, media, teknik, dan hasil karya.

b. Keaslian (orisinalitas): Karya dianggap sahih jika mampu menampilkan keunikan dan kejujuran ekspresi penciptanya.

c. Resonansi makna: Pengetahuan seni dianggap valid bila mampu menyentuh perasaan, menyampaikan pesan, atau membangkitkan pengalaman estetik pada audiens.

d. Pengakuan sosial-budaya: Dalam beberapa konteks, validitas juga muncul melalui penerimaan dalam komunitas seni atau nilai budaya tertentu.

Dengan demikian, kebenaran dalam seni bersifat pluralistik, reflektif, dan tidak absolut, karena sangat terkait dengan persepsi dan pengalaman manusia.

3. Metode Perolehan Pengetahuan dalam Pendidikan Seni

Metode perolehan pengetahuan seni bersifat eksperiensial dan kontekstual, meliputi:

a. Learning by doing: Pengetahuan diperoleh melalui praktik langsung dalam berkesenian, seperti melukis, menggambar, atau membuat karya tiga dimensi.

b. Eksplorasi dan eksperimen: Melalui pencarian teknik baru, pencampuran media, atau pendekatan kreatif terhadap tema.

c. Apresiasi dan refleksi: Mengamati, menganalisis, dan menafsirkan karya seni untuk memahami nilai, makna, dan konteks kulturalnya.

d. Dialog artistik dan kritik seni: Pengetahuan juga tumbuh melalui diskusi antara peserta didik dan guru, atau antar seniman.

e. Proses kolaboratif dan partisipatif: Kegiatan seni bersama orang lain membantu memperluas cara pandang dan membangun pemahaman yang lebih kompleks.

Metode-metode ini menekankan pentingnya pengalaman langsung, refleksi mendalam, dan interaksi sosial dalam membentuk pemahaman seni yang utuh.

C. Kajian Aksiologi Pendidikan Seni

(7)

Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang nilai, termasuk nilai etika dan estetika. Dalam pendidikan seni, aksiologi melihat tujuan, manfaat, dan nilai-nilai yang terkandung dan dikembangkan melalui pembelajaran seni.

a. Nilai Estetika

1. Pendidikan seni menanamkan sensitivitas terhadap keindahan, baik dalam bentuk visual, suara, gerak, maupun konsep.

2. Nilai estetika dalam pendidikan seni bukan hanya untuk mengapresiasi keindahan, tapi juga mengembangkan kreativitas dan imajinasi peserta didik.

b. Nilai Etika

1. Melalui seni, peserta didik belajar tentang empati, toleransi, kejujuran ekspresi, dan tanggung jawab sosial.

2. Pendidikan seni dapat membentuk karakter dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan kedamaian.

c. Tujuan Pendidikan Seni secara Aksiologis

1. Membentuk manusia utuh: Pendidikan seni membantu peserta didik tumbuh secara emosional, intelektual, dan spiritual.

2. Memberdayakan budaya lokal dan identitas nasional: Melalui seni, peserta didik mengenali, mencintai, dan melestarikan budaya bangsanya.

3. Menumbuhkan kesadaran sosial dan estetis: Pendidikan seni membuka mata peserta didik terhadap isu-isu sosial dan mengajak mereka menyuarakannya secara kreatif.

Kesimpulan

Filsafat pendidikan seni dari sudut pandang ontologi, epistemologi, dan aksiologi menunjukkan bahwa pendidikan seni bukan sekadar kegiatan teknis, melainkan proses pembentukan manusia yang utuh dan reflektif. Pendidikan seni memiliki peran penting dalam membentuk kepekaan estetis, etis, dan intelektual generasi muda, serta menjadi medium penting dalam mengembangkan budaya dan nilai-nilai kemanusiaan.

Referensi

Dokumen terkait

Metafisika berkaitan dengan masalah filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau.. kosmologi, filsafat manusia dan filsafat

ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi

Review buku FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MEMAHAMI

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MEMAHAMI PRINSIP DASAR Oleh Rezi Arta Anggraini Universitas

Sistem pembahasan persoalan dalam filsafat pendidikan islam dibuat secara sistematis dan logis mulai dari pembahasan tentang apa hakikat filsafat pendidikan islam

cabang dari ilmu filsafat tentang sifat (wujud) atau fenomena yang ingin diketahui manusia. Dalam pengertian lain juga disebutkan bahwa ontologi filsafat membahas tentang

Kompetensi Dasar Memahami pengertian filsafat, perbandingan filsafat ilmu dan agama, sejarah filsafat, obyek filsafat, cabang utama filsafat, aliran-aliran filsafat, dan perkembangan