• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN - UNDARIS Repository

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "HASIL PENELITIAN - UNDARIS Repository"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padahal undang-undang sudah mengatur tindak pidana ini, yakni dengan menerapkan Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang (UU) No. Hukum yang sering digunakan untuk mengadili para pelaku kejahatan tersebut hingga saat ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 292 jo Pasal 64 tentang kecabulan. Selain itu, Pasal 287 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

Hal ini tentunya menjadi kelemahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karena pada kenyataannya korban terkadang tidak melaporkan kejadian tersebut dengan berbagai alasan seperti ancaman dan rasa malu. Barangsiapa membujuk seseorang, yang diketahuinya atau mempunyai alasan yang masuk akal untuk percaya, belum mencapai umur lima belas tahun atau jika umur itu tidak dapat ditentukan, tidak dapat dinikahkan, untuk melakukan atau mengizinkan suatu perbuatan kesusilaan, atau untuk melakukan hubungan seksual. di luar nikah dengan pihak ketiga.” Dengan ancaman tujuh tahun penjara dan pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan salah satu langkah yang tepat untuk melindungi anak, khususnya yang berkaitan dengan masalah pedofilia, karena undang-undang tersebut secara umum menjamin terpenuhinya hak-hak anak.

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Originalitas

Dapat memberikan bantuan dan masukan praktis, serta memberikan sumbangsih pemikiran kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti dan bermanfaat dalam mengatasi efek jera dari penggunaan hukum pidana yang berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM). Fokus kedua kajian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang memfokuskan kajian hukum kebiri sebagai bentuk efek jera bagi pelaku pedofil ditinjau dari aspek hukum Hak Asasi Manusia (HAM). Ide penelitian ini muncul ketika peneliti menemukan bahwa pelecehan seksual dan kekerasan seksual terhadap anak akhir-akhir ini semakin marak terjadi di Indonesia, dimana terjadi peningkatan yang cukup tinggi setiap tahunnya, serta indikasi dan hasil diskusi dengan pembimbing penelitian.

Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini original karena berbeda jauh dengan berbagai fokus penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti sebelumnya.

Metode Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder.20. Sumber data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan untuk tujuan selain pemecahan masalah yang dihadapi. Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai berikut: 22.

Dalam penelitian ini digunakan berbagai teknik dalam pengumpulan data yang berkaitan dengan pembahasan yang meliputi sebagai berikut: 23. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang valid dan langsung, sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Setiap kesimpulan yang ditarik oleh peneliti semata-mata berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah.

Sistematika

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

  • Pengertian Hukum Pidana
  • Sumber-sumber Hukum Pidana
  • Macam-macam Pembagian Delik
  • Macam-macam Pidana
  • Unsur-unsur Tindak Pidana

Tinjauan Umum Tentang Pelaku Pedofilia

Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

  • Pengertian HAM
  • Pengertian Hak Asasi Manusi Menurut Para Ahli
  • Ciri-ciri Hak Asasi Manusia
  • Macam-macam Hak Asasi Manusia
  • Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia
  • Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
  • Undang-Undang Tentang Tindak Pidana dan Pelanggaran
  • Hukuman Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak asasi manusia yang dimiliki sejak dalam kandungan dan setelah lahir. Jadi pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) singkatnya adalah sesuatu yang mendasar dan primer yang dimiliki oleh manusia. Dalam praktiknya, banyak terjadi pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia.

Pelanggaran HAM (HAM) dilakukan semata-mata demi kekuasaan dan penguasaan sumber daya yang ada di suatu tempat. Untuk lebih memahami apa itu hak asasi manusia, kita bisa merujuk pada pendapat berbagai ahli. Menurut John Locke, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan kepada manusia sebagai hak kodrati.

Koentjoro Poerbopranoto, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang bersifat dasar atau fundamental. Menurut Jack Donnely93, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia. Setelah memahami apa itu Hak Asasi Manusia (HAM) dan ciri-cirinya, selanjutnya kita juga perlu mengetahui apa saja jenis-jenis hak asasi manusia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. UU 97 Tahun 1945 mengatur tentang HAM yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan 28J. .. a) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Meskipun pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) telah dijelaskan dalam UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya masih terjadi pelanggaran.

Sepanjang sejarah Indonesia, banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di berbagai pelosok nusantara.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Lapangan

  • Hukum Pidana Yang Memberikan Efek Jera Pelaku Pedofil
  • Dampak Hukum Pidana dalam Memberikan Efek Jera Pelaku
  • Hambatan dan Upaya Negara terhadap Hukum Pidana yang

Secara manusiawi, kekerasan terhadap anak terjadi dan dilakukan dalam lingkup keluarga, lingkungan masyarakat dan sebagai akibat dari kebijakan negara. Motivasi utama melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur adalah nafsu keinginan seksual yang tidak dapat dikendalikan.106. Namun, tidak semua pelaku seks anak adalah pedofil yang melakukan semua pelecehan anak.

Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi perhatian pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Dimanapun undang-undang menyebutkan denda, maka denda tersebut dapat digunakan sebagai kompensasi bagi korban. Undang-undang ini diperkuat dengan keluarnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia 2015-2019.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), perbuatan yang dikenal dengan pedofilia adalah perbuatan cabul yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak di bawah umur. Misalnya berciuman, menyentuh kemaluan, menyentuh payudara, dan sebagainya; juga termasuk hubungan seksual tetapi tercantum secara terpisah dalam undang-undang. Undang-Undang Perlindungan Anak disusun dengan tujuan agar hak-hak anak dihormati agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Meskipun UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disahkan, implementasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Dalam beberapa kasus pedofilia di Indonesia, seringkali aparat penegak hukum lebih memilih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) daripada Undang-undang Perlindungan Anak, padahal undang-undang ini memberikan perlindungan yang lebih baik dan spesifik dibandingkan dengan KUHP. Mengingat kendala yang sering muncul, Indonesia merasa perlu adanya undang-undang yang lebih tegas lagi untuk menangani maraknya kasus pedofilia di Indonesia.

Untuk itu, pemerintah, atas desakan beberapa kelompok masyarakat yang mendorong dikeluarkannya sanksi tambahan bagi pelaku pedofilia, maka Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016. 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kedua Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pembahasan Hasil Penelitian

  • Dampak Pedofilia Terhadap Anak
  • Upaya Dalam Memberikan Efek Jera Pelaku Pedofil yang

Peneliti dalam analisis revisi undang-undang pidana dalam memberikan efek jera bagi pelaku pedofilia berdasarkan hak asasi manusia pada masyarakat kabupaten semarang, mengacu pada referensi hukum/hukum positif, dengan membandingkan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Menurut kesimpulan peneliti dengan hukum pidana dalam memberikan efek jera bagi pelaku pedofil berdasarkan hak asasi manusia memberikan efek jera untuk mengatasi maraknya eksploitasi terhadap anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan anak itu sendiri adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pedofilia sesuai KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam upaya hukum untuk meminimalisir kejahatan pedofilia atau mengurangi kasus pedofilia di Indonesia, negara Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam peraturan untuk melindungi korban pedofilia, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan anak itu sendiri dilindungi dari tindakan eksploitasi seksual, hal ini sama dengan Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002. Beberapa uraian di atas jelas menunjukkan bahwa hukum pidana memberikan efek jera. untuk pedofil yang berdasarkan hak asasi manusia merupakan pelanggaran hukum.

Setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan seseorang menyesuaikan dengan lingkungan sosial tempat tinggalnya dengan lingkungan sosialnya, maka diperlukan aturan/hukum sebagai tata tertib yang berperan sebagai pengadilan sosial dalam segala aktivitasnya agar tidak merugikan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian di atas, disebutkan bahwa Indonesia merasa perlu membuat undang-undang yang lebih tegas lagi untuk menghadapi peningkatan kasus pedofilia di Indonesia. Untuk itu, pemerintah, atas desakan beberapa kelompok masyarakat yang mendorong dikeluarkannya sanksi tambahan bagi pelaku pedofilia, maka Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016. 2016 tentang Perubahan atas UU Kedua.

Perppu tersebut mengubah Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yaitu mengenai penambahan sanksi pidana dan denda serta sanksi tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak (pedofilia) berupa pengebirian, pemasangan alat deteksi elektronik dan mengumumkan kepada publik identitas pelanggar seks pedofil berulang. Walaupun pemerintah saat ini telah mengadopsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang yang menitikberatkan pada pemberian hukuman tambahan yaitu penanaman chip pada pelaku, publikasi identitas pelaku dan kebiri kimia. Wawancara dengan dr. Soesmeyka Savitri, Sp.KJ di Rumah Sakit Columbia Asia Senin 1 Juli 2019 Wiyanto Roni, Asas Hukum Pidana Indonesia.

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 287 KUHP UUD 1945 mengatur hak asasi manusia yang diatur.

PENUTUP

Simpulan

Seseorang dapat dikatakan sebagai pedofilia setelah menjalani pemeriksaan kejiwaan, karena tidak semua pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah pedofilia. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya undang-undang pidana bagi pedofilia adalah berkurangnya kasus pedofilia di Indonesia karena adanya efek jera dan ketakutan pedofilia mempublikasikannya. 35 Tahun 2014 terkait dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tidak sadar pelaku pedofil akan berpikir ulang untuk melakukan perbuatan pedofil.

Saran-saran

Bahwa anak tidak hanya tercukupi dengan materi yang melimpah, tetapi lebih dibutuhkan: kasih sayang, perhatian, keteladanan, kebersamaan dan sebagainya. Nawawi, Barda Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Perkembangan Hukum Pidana Edisi Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005. Bandung: Sinar Baru Algesindo Jan Remmelink, Hukum Pidana Jakarta: Salemba Humanika, 2010 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009 Kansil, C.S.T, Pengantar Hukum Indonesia.

Persada Kartonegoro, Criminal Law College DiktatJakarta: Collegezaal, 2003 Pipin Syarifin, Criminal Law in Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2008. Margono, Educational Research Methodology, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010 Saparinah Sadli, in Muladi en Barda Nawawi Arief, 1998 .

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian kualitatif, penulis bertindak sebagai key instrument (instrumen kunci) sekaligus pengumpuln data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan

Ketika sudah ada Mahkamah pidana internasional (ICC) yang mengatur mengenai kejahatan perang maka persoalan yang muncul adalah hubungan antara mahkamah pidana internasional

Berdasarkan kajian terhadap instrument-instrumen penilaian yang telahada, didapat beberapa temuan umum terkait kelemahan yang dimilikinya yaitu; instrument penilaian yang

Sudah tentu, setiap dosen berkeinginan untuk tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal, oleh karena itu merupakan sebuah keniscayaan bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas

Pengaturan hukum pidana mati pada KUHP Upaya pembaruan hukum pidana dalam pembentukan suatu RUU KUHP Nasional merupakan kebutuhan pokok masyarakat agar tercipta penegakan hukum yang

Kata nikah sendiri sering digunakan untuk pengertian persetubuhan coitus, juga untuk arti akad nikah.1 Sedangkan menurut Paunoh Daly, nikah adalah bergabung atau berkumpul, digunakan

Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035 ditetapkan untuk jangka waktu 20dua puluh tahunPenyusunan RIPIN 2015-2035 selain

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1 bentuk perlindungan hukum yang diberikan Indonesia kepada pengungsi Afghanistan yaitu dengan meratifikasi instrumen HAM Internasional yang