Edisi Vol.4, No.2 Agustus 2020
ISSN 2580-2518
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, instansi internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi terbatas perkembangan ekonomi yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan II tahun 2020 ini memberikan gambaran dan analisis mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan II tahun 2020. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2020 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi, industri dalam negeri, perekonomian daerah, serta proyeksi ekonomi.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.
Jakarta, Agustus 2020
Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Kedeputian Bidang Ekonomi Bappenas
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejalan dengan peningkatan kasus Covid-19, pertumbuhan ekonomi mayoritas negara di dunia mengalami kontraksi yang semakin dalam. Di sisi lain, perekonomian Tiongkok telah kembali tumbuh meskipun masih lambat. Harga komoditas internasional secara umum turun seiring dengan penurunan permintaan global.
Harga minyak mentah dunia bahkan sempat diperdagangkan negatif pada bulan April 2020 akibat penuhnya kapal penyimpanan pasokan. Pembukaan lockdown kemudian mendorong harga komoditas naik secara bertahap.
Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi 5,32 persen (YoY).
Dari sisi pengeluaran, kontraksi terjadi pada seluruh komponen. Pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi penahan kontraksi justru procyclical. Sementara dari sisi lapangan usaha, sektor yang masih tumbuh positif adalah pertanian, infokom, pengadaan air, real estat, jasa kesehatan, pendidikan, dan jasa keuangan. Dari segi kewilayahan, hampir semua wilayah mengalami kontraksi. Kontraksi paling dalam terjadi di wilayah Jawa sebesar 6,7 persen (YoY). Sementara Maluku dan Papua masih tumbuh 2,4 persen (YoY).
Postur APBN kembali direvisi pada bulan Juni 2020 untuk mengakomodir kebutuhan belanja negara terkait penanganan situasi pandemi dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Perpres 72/2020 tentang perubahan postur dan rincian APBN 2020 menjadi payung hukum untuk outlook peningkatan defisit APBN. Pendapatan negara turun menjadi Rp1.699,9 triliun sementara belanja negara naik menjadi Rp2.739,2 triliun. Hingga Juni 2020, penerimaan perpajakan mencapai 44,3 persen dari target, dengan hampir semua jenis pajak utama mengalami kontraksi terutama pada bulan Mei. Sementara belanja negara hingga Juni 2020 secara keseluruhan meningkat mencapai 33,8 persen dari APBN Perpres 72/2020. Bantuan sosial tumbuh 41,0 persen (YoY), terutama didorong oleh kebijakan penyaluran bansos untuk penanganan dampak Covid-19. Di sisi lain, Transfer Ke Daerah dan Dana Desa mengalami penurunan sebesar 0,9 persen (YoY).
Sepanjang triwulan II tahun 2020, otoritas moneter menurunkan BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) menjadi 4,25 persen pada bulan Juni. Nilai tukar Rupiah cenderung menguat sepanjang triwulan berjalan seiring meredanya kepanikan di pasar keuangan global.
Selain itu, penguatan Rupiah juga didorong oleh berlanjutnya aliran modal asing ke Indonesia. Inflasi pada triwulan ini cenderung lebih rendah meskipun ada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri, sejalan dengan rendahnya konsumsi masyarakat. Kekhawatiran masyarakat akan prospek ekonomi ke depan ditunjukkan oleh turunnya Indeks Keyakinan Konsumen.
ii
Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan II tahun 2020 mengalami surplus yang didorong oleh turunnya defisit transaksi berjalan, serta surplus transaksi modal dan finansial. Cadangan devisa pada triwulan ini meningkat menjadi USD131,7 miliar.
Secara keseluruhan, indikator NPI masih menunjukkan sustainabilitas eksternal yang baik.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 diproyeksi terkontraksi cukup dalam dengan puncak penurunan diperkirakan terjadi pada triwulan II. Volume perdagangan turun seiring melemahnya permintaan global. Pertumbuhan negara maju secara keseluruhan diproyeksi terkontraksi hingga 8,0 persen. Sementara negara berkembang terkontraksi 3,0 persen. Harga komoditas pada tahun 2020 secara umum diproyeksi turun.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan lebih baik pada triwulan III dan IV tahun 2020 seiring relaksasi PSBB. Dari sisi pengeluaran, pemulihan ekonomi bergantung pada percepatan belanja pemerintah serta pemulihan ekonomi global. Dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan dan perdagangan menjadi sektor yang paling berpengaruh pada pemulihan ekonomi. Sektor jasa informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan diperkirakan tetap tumbuh menguat selama pandemi.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... III DAFTAR TABEL ... IV
DAFTAR GAMBAR ... 6
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ... 8
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ... 18
2.1 Produk Domestik Bruto ... 18
Investasi ... 26
Industri ... 30
Pariwisata ... 35
2.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 38
2.3 Fiskal ... 45
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan ... 55
Moneter ... 55
Jasa Keuangan ... 59
2.5 Neraca Pembayaran ... 70
Neraca Perdagangan ... 75
Kerjasama Ekonomi Internasional ... 80
III. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI ... 85
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global ... 85
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia ... 88
POLICY BRIEF ... 91
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara ... 12
Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ... 20
Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap Bruto ... 23
Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi ... 25
Tabel 5 Realisasi Investasi ... 26
Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor Sekunder ... 27
Tabel 7 Realisasi PMA Terbesar Berdasarkan Sektor, Negara Asal, dan Lokasi ... 28
Tabel 8 Realisasi Investasi Berdasarkan Lokasi ... 29
Tabel 9 Sektor dan Lokasi PMDN Terbesar ... 29
Tabel 10 Penyerapan Tenaga Kerja ... 30
Tabel 11 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 44
Tabel 12 Realisasi Komponen Pendapatan Negara dan Hibah ... 45
Tabel 13 Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan... 45
Tabel 14 Realisasi Komponen PNBP ... 46
Tabel 15 Realisasi Komponen Belanja Pemerintah Pusat ... 49
Tabel 16 Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa ... 51
Tabel 17 Perkembangan Komponen Pembiayaan ... 53
Tabel 18 Realisasi APBN s.d 30 Juni 2019 dan 2020 ... 54
Tabel 19 Perkembangan Reverse Repo Surat Berharga Negara ... 55
Tabel 20 Tingkat Inflasi Domestik ... 57
Tabel 21 Tingkat Inflasi Domestik Berdasarkan Komponen (YoY) ... 58
Tabel 22 Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM) ... 58
Tabel 23 Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional ... 61
Tabel 24 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah ... 66
Tabel 25 Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha ... 68
Tabel 26 Aset IKNB Syariah 2019 – 2020 ... 69
Tabel 27 Neraca Pembayaran ... 73
Tabel 28 Neraca Perdagangan ... 75
Tabel 29 Nilai Ekspor dan Impor Migas ... 75
Tabel 30 Nilai Ekspor Nonmigas berdasarkan Sektor ... 76
Tabel 31 Nilai Ekspor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar... 76
Tabel 32 Nilai Ekspor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ... 78
Tabel 33 Nilai Impor berdasarkan Golongan Penggunaan Barang ... 78
Tabel 34 Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar ... 78
Tabel 35 Nilai Impor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ... 79
Tabel 36 Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia ... 81
Tabel 37 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA ... 83
v
Tabel 38 Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia Berdasarkan FTA terhadap Total
Perdagangan Indonesia dengan Dunia ... 84
Tabel 39 Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara ... 85
Tabel 40 Proyeksi Harga Komoditas Global ... 86
Tabel 41 Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 88
Tabel 42 PDB Berdasarkan Pengeluaran ... 88
Tabel 43 PDB Berdasarkan Lapangan Usaha ... 89
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara ... 9
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Mentah... 13
Gambar 3 Perkembangan Harga Gas Alam dan Batu Bara ... 13
Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 18
Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan II Tahun 2020 ... 19
Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran ... 21
Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB ... 22
Gambar 8 Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas ... 30
Gambar 9 Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas ... 31
Gambar 10 Ekspor Produk Industri ... 31
Gambar 11 PMDN Sektor Industri ... 32
Gambar 12 PMA Sektor Industri ... 32
Gambar 13 Produksi Mobil ... 33
Gambar 14 Penjualan Mobil... 33
Gambar 15 Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen ... 34
Gambar 16 Indonesia Headline PMI Manufacturing ... 34
Gambar 17 Kunjungan Wisman dan Nilai Ekspor Jasa Perjalanan ... 35
Gambar 18 Kunjungan Wisatawan Mancanegara berdasarkan Pintu Masuk ... 35
Gambar 19 Jumlah Penumpang Transportasi Nasional ... 36
Gambar 20 Tingkat Penghunian Kamar Hotel ... 37
Gambar 21 Lama Tinggal Wisatawan ... 37
Gambar 22 Tingkat Penghunian Kamar Hotel DKI Jakarta dan Bali ... 37
Gambar 23 Pertumbuhan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ... 38
Gambar 24 Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Pada Triwulan II Secara Spasial ... 38
Gambar 25 Perkembangan Komponen Belanja Negara ... 47
Gambar 26 Perkembangan Realisasi Defisit APBN ... 52
Gambar 27 Perkembangan Utang Pemerintah Pusat ... 53
Gambar 28 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, 2019-2020 ... 55
Gambar 29 Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, (2010=100)... 56
Gambar 30 Perkembangan Uang Beredar... 57
Gambar 31 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti, 2019-2020 . 57 Gambar 32 Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional, (2018=100) ... 59
Gambar 33 Kinerja Perbankan Konvensional ... 60
Gambar 34 Pertumbuhan DPK Perbankan Konvensional ... 60
Gambar 35 Pertumbuhan Kredit Perbankan Konvensional ... 60
Gambar 36 Capaian Penyaluran KUR ... 62
Gambar 37 Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ... 63
Gambar 38 Perkembangan Outstanding Obligasi Korporasi ... 63
7
Gambar 39 Perkembangan Aset Industri Asuransi ... 64
Gambar 40 Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun ... 64
Gambar 41 Perkembangan Industri Teknologi Keuangan (peer-to-peer lending) ... 65
Gambar 42 Tingkat Wanprestasi Industri Teknologi Keuangan (peer-to-peer lending) .. 65
Gambar 43 Kinerja Perbankan Syariah ... 65
Gambar 44 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Perbankan Syariah... 66
Gambar 45 Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI, JII dan JII70 ... 68
Gambar 46 Outstanding Sukuk Korporasi ... 69
Gambar 47 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia... 70
Gambar 48 Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi ... 70
Gambar 49 Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder ... 71
Gambar 50 Neraca Transaksi Finansial ... 72
Gambar 51 Menyeimbangkan Kesehatan dan Ekonomi ... 91
Gambar 52 Kerangka Pemetaan Sektor Ekonomi ... 91
Gambar 53 Pemetaan Sektor Ekonomi Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat Esensialitas, dan Tenaga Kerja ... 93
Gambar 54 Pemetaan Sektor Ekonomi KBLI 2 Digit Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat Esensialitas, dan Tenaga Kerja ... 94
8
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perekonomian global semakin tertekan.
Covid-19 menyebar semakin cepat sepanjang triwulan kedua tahun 2020.
Hingga akhir Juni, jumlah kasus global telah mencapai 10,5 juta kasus terkonfirmasi. Jumlah tersebut 12 kali lebih besar dibandingkan jumlah pada akhir triwulan I tahun 2020. Sepanjang periode tersebut, pemerintah di berbagai negara terus memberikan stimulus baik dari sisi moneter maupun fiskal.
Pada bulan April 2020, sebagian negara kembali melakukan lockdown di beberapa daerahnya. Beberapa negara di Eropa kemudian menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Penambahan kasus sudah mulai melambat dan terkontrol, sehingga pemerintah setempat memutuskan untuk membuka beberapa sektor dengan penerapan protokol kesehatan.
Dalam kondisi ini, volatilitas yang terjadi di pasar keuangan berangsur terkendali.
Meskipun Amerika Serikat belum menunjukkan perlambatan penambahan kasus, pemerintah memutuskan untuk mengizinkan pembukaan kembali aktivitas perekonomian pada bulan Mei. Seiring pelonggaran lockdown di berbagai negara, beberapa negara mulai kembali menjalankan aktivitas ekonomi.
Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok kembali merenggang yang disebabkan oleh tuduhan Presiden Amerika Serikat yang menyebut Tiongkok menutupi informasi seputar virus Covid-19. Kondisi tersebut diperparah dengan pembahasan RUU Keamanan Nasional Hong Kong oleh parlemen Tiongkok yang ditentang oleh Amerika Serikat. Setelah disahkan pada akhir Mei, Amerika Serikat mulai melakukan pencabutan status khusus Hong Kong.
Ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin memburuk pada bulan Juni. Kedua
9 negara tersebut mulai melakukan serangan balasan satu sama lain, terutama dari sisi perdagangan.
Kesepakatan damai dagang yang baru mencapai tahap I terancam kembali terhambat untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Ketidakpastian akibat pandemi, ekonomi global dan aktivitas perdagangan yang belum pulih, mendorong pemerintah Tiongkok tidak menargetkan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020.
Terjadi kontraksi ekonomi yang semakin dalam di sebagian besar negara.
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Sumber: CEIC
Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi.
Kondisi ini menahan aktivitas ekonomi di negara tersebut dan mempengaruhi kondisi global. Mayoritas negara di dunia mengalami kontraksi ekonomi
pada triwulan II. Meski beberapa negara tumbuh positif, tetapi lebih rendah dibandingkan pertumbuhan normalnya.
Pemerintah Amerika Serikat mulai melakukan pelonggaran lockdown pada bulan Mei untuk mendorong perekonomiannya. Namun, permintaan masyarakat masih terbatas seiring dengan semakin tingginya pengangguran. Konsumsi masyarakat di Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi 10,7 persen (YoY).
Berkurangnya konsumsi terutama terjadi pada sektor jasa yang terkontraksi hingga 14,7 persen (YoY).
Penurunan tertinggi terjadi pada pengeluaran jasa kesehatan sebesar 24,2 persen dibandingkan triwulan II tahun 2019. Selain itu, jasa transportasi, jasa rekreasi, serta jasa makanan dan akomodasi juga mengalami penurunan.
Impor jasa juga terkontraksi hingga 31,8 persen (YoY). Secara keseluruhan, impor Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi 22,1 persen (YoY) sementara ekspor terkontraksi hingga 23,7 persen (YoY). Hal yang sama terjadi pada investasi yang terkontraksi 17,9 persen (YoY), yang didorong oleh kontraksi investasi nonresiden dan residen.
Di sisi lain, pengeluaran pemerintah masih tumbuh positif sebesar 2,1 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong terutama oleh pengeluaran nondefense yang tumbuh hingga 10,9 persen (YoY). Pada triwulan sebelumnya pengeluaran pemerintah pada nondefense tumbuh 6,0 persen, -15,0
-10,0 -5,0 0,0 5,0 10,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(persen)
Amerika Serikat Tiongkok
Singapura Jepang
Korea
10 sementara pada tahun 2019 tumbuh 2,4 persen (YoY).
Kinerja ekspor turun dalam, perekonomian Korea, Jepang, dan Singapura terkontraksi.
Permintaan luar negeri dan aktivitas perdagangan internasional belum berjalan normal sepanjang triwulan II tahun 2020. Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi Korea yang terkontraksi 2,9 persen (YoY).
Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam setelah krisis keuangan 1998.
Hampir seluruh komponen dari sisi pengeluaran terkontraksi pada triwulan ini, kecuali pengeluaran pemerintah dan investasi.
Pengeluaran pemerintah Korea tumbuh pada tingkat normal sebesar 6,0 persen (YoY). Sementara itu, meskipun investasi tumbuh lebih lambat dari triwulan sebelumnya (4,7 persen, YoY), pada triwulan II, investasi masih tumbuh sebesar 1,1 persen (YoY).
Seperti halnya dengan negara lain, pengeluaran konsumsi rumah tangga Korea terkontraksi sebesar 4,1 persen (YoY). Kinerja ekspor yang berkontribusi hampir 40 persen pada PDB Korea juga terkontraksi 13,6 persen (YoY).
Kontraksi ekspor tersebut antara lain disebabkan oleh turunnya ekspor mobil, migas, dan batu bara. Kontraksi terdalam terjadi pada ekspor dan impor
1 Kebijakan pembatasan aktivitas di Singapura untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
jasa yang masing-masing sebesar 22,2 dan 24,7 persen (YoY).
Triwulan II tahun 2020 ini merupakan periode ketiga Jepang mengalami kontraksi berturut-turut. Kontraksi ekonomi juga semakin dalam menjadi 9,9 persen (YoY). Penyebab utama terkontraksinya perekonomian Jepang adalah kontraksi konsumsi rumah tangga sebesar 11,6 persen (YoY). Selain itu, turunnya kinerja ekspor Jepang mencapai 23,3 persen (YoY), jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi impor sebesar 6,2 persen (YoY). Investasi juga mengalami penurunan. Kontraksi ekonomi ditahan oleh pengeluaran pemerintah yang masih tumbuh 1,0 persen (YoY).
Kondisi serupa dihadapi oleh Singapura.
Perekonomian Singapura terkontraksi semakin dalam menjadi 13,2 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2020. Hal tersebut merupakan dampak dari diberlakukannya kebijakan Circuit Breaker1 untuk mencegah penyebaran Covid-19 sejak 7 April – 1 Juni 2020.
Kinerja ekspor jasa turun 20,3 persen (YoY). Sementara ekspor barang juga terkontraksi 13,8 persen (YoY).
Sektor konstruksi Singapura terkontraksi hingga 59,3 persen (YoY) sejalan dengan berhentinya aktivitas konstruksi selama periode circuit breaker. Selain itu, kontraksi juga dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja yang terganggu sebagai dampak
11 pembatasan mobilitas di asrama pekerja migran.
Pembatasan perjalanan global berdampak pada sektor transportasi dan pergudangan yang terkontraksi 39,2 persen (YoY). Sektor akomodasi dan jasa makanan juga terkontraksi cukup dalam sebesar 41,4 persen (YoY).
Satu-satunya sektor yang masih tumbuh adalah sektor keuangan dan asuransi sebesar 3,4 persen (YoY).
Perekonomian Tiongkok kembali tumbuh.
Kondisi yang berbeda terjadi di Tiongkok. Perekonomian Tiongkok telah kembali berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh perekonomian pada triwulan II tahun 2020 yang tumbuh 3,2 persen (YoY). Di tengah kondisi global dan aktivitas perdagangan dunia yang belum pulih, Tiongkok mampu mendorong pertumbuhan ekonominya. Sebagian besar lapangan usaha di Tiongkok sudah kembali tumbuh. Kinerja sektor akomodasi dan restoran masih terkontraksi cukup dalam pada triwulan ini mencapai 18,0 persen (YoY).
Namun demikian, pertumbuhan Tiongkok selama semester I tahun 2020 terkontraksi sebesar 1,6 persen (YoY).
Sebagian besar lapangan usaha terkontraksi, kecuali sektor pertanian, keuangan, dan jasa informasi. Sektor akomodasi dan restoran menjadi yang paling terpukul pada semester ini.
Pengeluaran perkapita masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan turun
dibandingkan semester I tahun 2019, masing-masing sebesar 8,0 dan 1,6 persen (YoY). Penurunan paling dalam terjadi pada pengeluaran untuk kelompok pendidikan, kebudayaan, dan rekreasi. Hal tersebut seiring dengan diberlakukannya lockdown bersamaan dengan hari raya Imlek, yang biasanya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama.
Selain Tiongkok, Vietnam juga masih mampu tumbuh 0,4 persen (YoY), meskipun lebih lambat dari triwulan sebelumnya (3,8 persen, YoY). Sektor industri dan pertanian menjadi penopang dengan pertumbuhan masing-masing 1,4 dan 1,7 persen (YoY). Sementara itu, laju pertumbuhan tertahan oleh sektor jasa yang terkontraksi 1,8 persen (YoY).
Berbagai negara turunkan suku bunga untuk mendorong perekonomian.
Hampir semua negara melakukan quantitative easing. Bank sentral kembali menurunkan suku bunga maupun melakukan pembelian surat berharga.
Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, memutuskan untuk menahan suku bunga sepanjang triwulan II tahun 2020, mengingat suku bunga telah berada pada ambang batas bawah. Suku bunga saat ini akan dipertahankan hingga perekonomian mulai pulih. Selain mempertahankan suku bunga, The Fed juga akan melanjutkan pembelian obligasi dan menjalankan program
12 pinjaman untuk mendorong perekonomian.
Negara lainnya, Brazil, sepanjang triwulan II tahun 2020 menurunkan suku bunga acuannya dengan total 150 bps.
Pada bulan Mei, suku bunga dipotong 75 bps menjadi 3,00 persen. Kemudian pada bulan Juni pemotongan dilanjutkan menjadi 2,25 persen.
Langkah tersebut diambil seiring perkembangan inflasi yang jauh dibawah target yang ditetapkan.
Sejalan dengan Brazil, Rusia juga memotong suku bunga sebesar 150 bps. Pada bulan April, Rusia menurunkan 50 bps dari 6,00 persen.
Selanjutnya pada bulan Juni pemotongan suku bunga menjadi semakin dalam sebesar 100 bps. Pada akhir periode triwulan II, suku bunga Rusia menjadi sebesar 4,50 persen.
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara
Apr Mei Jun
BRIC
Brazil 3,75 3,00 2,25
Rusia 5,50 5,50 4,50
India 4,40 4,00 4,00
Tiongkok 3,85 3,85 3,85
ASEAN-5
Indonesia 4,50 4,50 4,25
Thailand 0,75 0,50 0,50
Filipina 2,75 2,75 2,25
Malaysia 2,50 2,00 2,00
Vietnam 5,00 4,50 4,50
Negara Maju Amerika Serikat
0,00- 0,25
0,00- 0,25
0,00- 0,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Korea
Selatan 0,75 0,50 0,50
Sumber: Bloomberg, PBoC
Seiring dengan dibukanya kembali aktivitas perekonomian, bank sentral Tiongkok menurunkan suku bunganya sebesar 20 bps pada bulan April menjadi 3,85 persen. Pada saat yang bersamaan, bank sentral memberikan injeksi sebesar USD7,93 miliar untuk memaksimalkan pemulihan ekonomi di Tiongkok.
Dengan kasus Covid-19 terbesar ketiga, India berusaha menghidupkan kembali perekonomiannya. Pada bulan Mei, India menurunkan suku bunga sebesar 40 bps menjadi 4,00 persen. Tingkat suku bunga tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2000.
Beberapa negara di Asia Tenggara juga melakukan hal serupa. Thailand memotong suku bunga sebesar 25 bps pada bulan Mei. Bank sentral Vietnam juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen. Sementara itu, Filipina memangkas suku bunga hingga 100 bps sepanjang triwulan II tahun 2020.
Pada bulan April suku bunga diturunkan 50 bps menjadi 2,75 persen. Kemudian kembali diturunkan 50 bps pada bulan Juni menjadi 2,25 persen.
Harga komoditas internasional masih tertekan. Minyak mentah anjlok 53,5 persen (YoY).
Pengurangan aktivitas secara masif di berbagai negara berdampak pada turunnya permintaan secara signifikan.
Berbagai harga komoditas seperti minyak mentah tertekan sejak triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut
13 diperparah dengan merenggangnya hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok.
Harga rata-rata minyak mentah pada triwulan II sebesar USD30,3 per barel, turun 53,5 persen dari triwulan II tahun 2019. Minyak mentah diperdagangkan pada level terendahnya pada bulan April seiring dengan penurunan permintaan. Banyaknya minyak mentah yang tidak terserap oleh pasar menyebabkan penumpukan kapal penyimpanan minyak. Puncaknya terjadi ketika tidak ada lagi tempat untuk menampung pasokan minyak yang terus bertambah. Dalam kondisi tersebut, harga minyak berjangka Amerika Serikat, yakni WTI, menjadi yang paling terpukul hingga diperdagangkan minus pada bulan April.
Perkembangan harga minyak mentah pada bulan Mei sedikit lebih baik.
Kesepakatan pemotongan minyak mentah antara OPEC, Rusia, dan negara penghasil minyak lainnya mulai dijalankan. Produksi minyak mentah dikurangi 9,7 juta barel per hari hingga Juni 2020. Persediaan minyak mentah Amerika Serikat juga mengalami penurunan.
Relaksasi lockdown pada bulan Juni di beberapa negara kembali meningkatkan permintaan. Harga minyak mentah juga terdorong naik.
Secara keseluruhan, harga minyak Brent mengalami penurunan paling dalam pada triwulan II tahun 2020 sebesar 54,0 persen (YoY) menjadi USD31,4 per
barel, Dubai turun 52,6 persen (YoY) menjadi USD31,7 per barel. Sementara harga minyak mentah WTI turun 53,5 persen (YoY) menjadi USD27,8 per barel.
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Mentah
Sumber: World Bank
Gambar 3 Perkembangan Harga Gas Alam dan Batu Bara
Sumber: World Bank
Turunnya aktivitas produksi industri juga berdampak pada turunnya harga batu bara. Pada triwulan II tahun 2010, harga rata-rata batu bara acuan sebesar USD54,4 per metrik ton. Dibandingkan
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(USD)
Brent Dubai WTI
1,81,7 54,4
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(USD)
(USD)
Gas Alam, Eropa Gas Alam, AS
Batu Bara, Australia (kanan)
14 periode yang sama tahun sebelumnya, harga batu bara turun 32,4 persen.
Penurunan paling dalam terjadi pada bulan Mei yang disebabkan oleh rencana Tiongkok untuk membatasi impor dari Australia, termasuk batu bara. Aksi tersebut sebagai respon atas seruan Australia untuk melaksanakan investigasi terhadap asal usul Covid-19.
Selain itu, Tiongkok memaksimalkan produksi batu bara domestik dan mengurangi impor batu bara.
Komoditas lainnya, yaitu gas alam juga mengalami penurunan harga yang signifikan. Keterbatasan pengiriman akibat lockdown menjadi penyebab utama melemahnya harga gas alam.
Harga rata-rata gas alam Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2020 turun 33,1 persen (YoY) menjadi USD1,7 per mmbtu. Sementara itu, harga gas alam Eropa turun lebih tajam hingga 57,5 persen (YoY) menjadi USD1,8 per mmbtu.
Harga komoditas pertanian bervariasi.
Harga rata-rata komoditas pertanian pada triwulan II tahun 2020 lebih tinggi dibandingkan triwulan II tahun 2019.
Harga minyak kelapa sawit meningkat 7,6 persen (YoY) menjadi USD611,4 per metrik ton. Peningkatan tersebut merupakan base effect dimana harga pada triwulan II tahun 2019 rendah.
Harga CPO pada triwulan ini masih lebih rendah dibandingkan harga rata-rata pada triwulan sebelumnya dampak turunnya aktivitas industri. Selain CPO,
harga beberapa komoditas seperti udang, gandum, beras, dan kayu juga mengalami peningkatan.
Sementara itu, harga karet dan katun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Turunnya harga karet dipengaruhi oleh turunnya permintaan dari industri yang berbahan dasar karet. Berbagai perusahaan ban dan karet menyatakan penjualan yang turun pada triwulan II tahun 2020.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir harga karet telah menunjukkan peningkatan. Hal serupa terjadi pada komoditas katun, dimana harga kembali meningkat pada bulan Mei dan Juni, meskipun masih lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Penurunan produksi industri juga menyebabkan turunnya harga beberapa jenis logam. Harga timbal yang menunjukkan peningkatan sejak tahun lalu kembali turun ke level USD1.676,2 per metrik ton. Harga tersebut lebih rendah 11,2 persen (YoY).
Selain itu, harga nikel juga turun tipis menjadi USD12.237 per metrik ton. Bijih besi turun dari USD100,9 per dmtu pada triwulan II tahun 2019 menjadi USD93,9 per dmtu. Sementara penurunan harga terbesar terjadi pada komoditas timah yang turun 20,4 persen (YoY).
Di tengah berbagai ketidakpastian yang terjadi di seluruh dunia, harga logam mulia meningkat tajam pada triwulan ini. Baik harga emas maupun perak lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Namun, harga rata-rata platina sedikit menurun.
Harga emas meningkat 30,5 persen
15 (YoY) menjadi USD1.710,0 per troy ons pada triwulan II tahun 2020.
Peningkatan tersebut didorong oleh aksi investor yang mengalihkan aset berisiko kepada aset yang dianggap aman, salah satunya emas. Seiring dengan tertekannya perekonomian di seluruh dunia, harga emas akan terus meningkat.
16 Box 1 Tekanan dari Tingginya Kasus Covid-19
Jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia terus menunjukkan peningkatan yang cepat.
Hingga 22 Agustus 2020, jumlah kasus telah mencapai 22,8 juta di seluruh dunia.
Negara yang kasusnya telah melambat segera digantikan oleh negara dengan peningkatan kasus yang sangat tinggi. Tiongkok yang menjadi episentrum pada awal penyebaran segera digantikan oleh Amerika Serikat yang kini sudah 62 kali lebih banyak dari jumlah kasus Tiongkok. Berbagai negara di Eropa seperti Italia, Jerman, Perancis pernah berada dalam 10 negara dengan kasus tertinggi. Ketika negara tersebut melambat, negara-negara berkembang justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. Brazil, hingga saat ini masih belum menunjukkan perlambatan. India telah berada pada peringkat ketiga kasus tertinggi. Filipina dan Indonesia dengan lebih dari 100 ribu kasus telah jauh melampaui Tiongkok.
Sumber: JHU CSSE COVID-19 Data
Pembatasan aktivitas yang diterapkan secara otomatis mengurangi permintaan berbagai sektor seperti transportasi, akomodasi, maupun perdagangan. Turunnya permintaan kemudian direspon oleh penyedia barang/jasa dengan mengurangi produksi atau bahkan menutup usahanya sementara untuk menekan biaya yang dikeluarkan. Pilihan yang umum diambil adalah dengan mengurangi jumlah pekerja, baik dengan dirumahkan sementara atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pengangguran di berbagai negara diprediksi meningkat tajam selama pandemi ini. Di Amerika Serikat, tingkat pengangguran melonjak tajam dari 4,4 persen (Maret 2020) menjadi 14,7 persen (April 2020). Hingga bulan Juli, tingkat pengangguran di AS masih bertahan pada 10,2 persen. Tunjangan pengangguran juga meningkat tajam dari USD12,7 miliar menjadi USD197,5 miliar. Sementara di Spanyol, diperkirakan 1,1 pekerja kehilangan pekerjaannya pada triwulan kedua 2020.
5.620.513
182.365 149.408
89.594 0
1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000
Amerika Serikat Brazil India Rusia Afrika Selatan Peru Meksiko Kolumbia Chile Spanyol Iran Argentina UK Arab Saudi Pakistan Banglades Prancis Italia Turki Jerman Iraq Filipina Indonesia Kanada Qatar Ekuador Bolivia Kazakhtan Ukraina Israel Mesir Rep. Dominika Tiongkok
17
Survey Badan Pusat Statistik (BPS) pada dampak Covid-19 menunjukkan 2,5 persen responden terkena PHK. Sementara 18,3 persen responden dirumahkan sementara.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat merasakan adanya penurunan pendapatan selama pandemi. Terutama pekerja yang bekerja di sektor transportasi dan pergudangan. Masyarakat miskin, rentan miskin, serta pekerja sektor informal yang berpendapatan rendah merupakan yang paling terdampak dari kondisi ini.
Situasi ini tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Oleh karena itu, masyarakat menahan konsumsinya dan memilih untuk menambah simpanan untuk berjaga-jaga menghadapi situasi di kemudian hari, terutama pada masyarakat dengan pendapatan rendah. Sementara masyarakat berpendapatan menengah dan tinggi cenderung mengalami peningkatan pengeluaran dengan perubahan pola belanja. Sebagian besar digunakan untuk belanja bahan makanan seiring dengan anjuran diam di rumah. Belanja pun banyak dilakukan secara online. Kondisi ini pada akhirnya semakin menekan permintaan masyarakat pada sektor-sektor tertentu.
Meskipun usaha kembali dibuka dan produksi kembali berjalan, jika permintaan tetap rendah justru akan menambah beban perusahaan. Hal ini terjadi di Amerika Serikat dimana beberapa sektor usaha telah kembali dibuka. Namun, pemilik usaha menghadapi situasi dimana permintaan masyarakat tetap rendah karena memilih menahan konsumsinya.
Kunci agar kondisi dapat berjalan normal kembali adalah dengan menghentikan krisis kesehatan ini. Masyarakat harus diberi rasa aman dan terjamin kesehatannya dalam melakukan aktivitas. Oleh sebab itu, berbagai perusahaan farmasi di berbagai negara berlomba-lomba menemukan vaksin secepatnya. Karena dengan adanya vaksin Covid-19, aktivitas akan dapat berjalan kembali dengan normal. Karena, meskipun penyebaran Covid-19 telah berhasil diperlambat di beberapa negara dengan berbagai dampaknya, masih ada potensi munculnya gelombang kedua. Ketika hal ini terjadi, pemerintah setempat akan kembali membatasi jalannya aktivitas. Akibatnya, perekonomian akan kembali berjalan lambat. Ketidakpastian masih tetap tinggi.
Namun, jika melihat langkah uji klinis yang panjang, sepertinya vaksin yang tepat dan aman baru dapat tersedia paling cepat pada awal tahun 2021. Hingga saat itu pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk bertahan. Pemerintah akan melanjutkan kebijakan demi mendorong perekonomian dan melindungi masyarakat dari dampak pandemi. Sementara masyarakat tetap mematuhi anjuran pemerintah dan tetap cermat dalam melaksanakan protokol kesehatan.
18
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
2.1 Produk Domestik Bruto
Perekonomian Indonesia terkontraksi 5,3 persen (YoY).
Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di berbagai daerah di Indonesia pada bulan April dan Mei, menekan aktivitas perekonomian di segala sektor.
Sebagian sektor usaha terpaksa merumahkan karyawannya.
Sementara masyarakat menahan
konsumsi hingga kondisi lebih stabil.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi hingga 5,3 persen (YoY).
Kontraksi ini merupakan yang terdalam setelah krisis tahun 1998.
Dari 17 sektor, tujuh sektor masih tumbuh positif meskipun sebagian besar melambat. Sektor informasi dan komunikasi tumbuh positif dan lebih cepat dibandingkan triwulan II tahun 2019.
Produk Domestik Bruto (PDB), 65 persen dipengaruhi oleh sektor industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Dari kelima sektor tersebut, hanya sektor pertanian yang masih tumbuh.
5,3 5,1
-5,3 -6,0
-4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019 2020
(persen)
19 Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi
Produksi Triwulan II Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik Sektor pertanian tumbuh melambat.
Sektor pertanian tumbuh 2,2 persen (YoY), didorong oleh meningkatnya produksi tanaman pangan karena adanya pergeseran puncak panen raya ke triwulan II tahun 2020. Produksi tanaman pangan naik 9,2 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Tanaman perkebunan juga tumbuh meskipun melambat (0,2 persen, YoY) didorong oleh peningkatan produksi kopi dan tebu di beberapa sentra produksi. Kelapa sawit juga meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari luar negeri untuk CPO. Peternakan terkontraksi 0,5
persen (YoY) disebabkan turunnya permintaan produk peternakan dari restoran dan hotel.
Subsektor kehutanan dan penebangan kayu tumbuh 2,2 persen (YoY), lebih lambat dibandingkan triwulan II tahun 2019. Perikanan juga terkontraksi 0,6 persen (YoY) yang disebabkan turunnya produksi ikan budidaya sebesar 15,0 persen (YoY).
Industri pengolahan terkontraksi 6,2 persen (YoY). Penurunan ini terutama disebabkan oleh kontraksi industri alat angkutan (34,3 persen, YoY) karena penurunan produksi kendaraan yang cukup tajam. Industri tekstil dan pakaian jadi juga terkontraksi hingga 14,2 persen (YoY) karena turunnya permintaan domestik maupun luar negeri. Industri tembakau juga terkontraksi 10,5 persen (YoY) disebabkan oleh turunnya produksi rokok. Industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 8,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (5,6 persen). Industri logam dasar juga masih tumbuh 2,8 persen (YoY).
Selama masa PSBB, beberapa gerai penjualan ditutup sementara yang berdampak pada omzet perdagangan ritel yang turun. Selain itu, penjualan semen dan produk domestik lainnya juga turun yang mengindikasikan berkurangnya pembangunan fisik di berbagai sektor.
-12,6
3,7 1,2 -3,2 -12,1
2,3 1,0
10,9 -22,0
-30,8 -7,6
-5,4 4,6 -5,5 -5,7 -6,2 -2,7
2,2
Jasa Lainnya Jasa Kesehatan & Keg. Sosial Jasa Pendidikan Adm. Pemerintahan Jasa Perusahaan Real Estat Jasa Keuangan & Asuransi Informasi & Komunikasi Akomodasi & Mamin Transportasi & Pergudangan Perdagangan Konstruksi Pengadaan Air Pengadaan Listrik & Gas Industri Pengolahan Industri Pertambangan Pertanian
(persen)
20 Pertumbuhan PDB perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor turun 7,5 persen (YoY).
Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Uraian Growth (%) Share thd Total
PDB (%) QtQ YoY
PDB Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
-6,7 -7,53 12,8
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya
-30,6 -29,8 1,9
Perdagangan Besar dan Eceran, bukan Mobil dan Motor
-1,1 -20,5 10,9
Produk Domestik Bruto -4,2 -5,3 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan II tahun 2020, kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat memberi dampak perlambatan ekonomi termasuk sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda yang memiliki peran sebesar 12,8 persen dalam perekonomian. Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami penurunan sebesar 6,7 persen (QtQ) dan 7,5 persen (YoY).
Penurunan pada sektor ini disebabkan penurunan yang dalam pada subsektor perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya dengan penurunan sebesar 30,6 persen (QtQ) dan 29,8 persen (YoY). Dengan demikian, pada semester I tahun 2020, sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor mengalami penurunan.
Pemberlakuan PSBB mengakibatkan penundaan sejumlah proyek infrastruktur. Hal tersebut mempengaruhi sektor konstruksi yang terkontraksi 5,4 persen (YoY).
Pembatasan mobilitas tekan sektor transportasi dan sektor akomodasi.
Sumber kontraksi tertinggi berasal dari sektor transportasi dan pergudangan yang diikuti oleh penyediaan akomodasi dan makanan minuman. Pengetatan mobilitas berdampak besar pada pariwisata yang erat dengan kedua sektor tersebut. Sektor transportasi dan pergudangan terkontraksi hingga 30,8 persen (YoY). Sementara sektor akomodasi dan makan minum terkontraksi 22,0 persen (YoY).
Himbauan agar tetap di rumah serta kebijakan pemerintah dalam larangan mudik lebaran juga menyebabkan kontraksi pada sektor transportasi menjadi yang terdalam. Penurunan kinerja terjadi pada semua moda transportasi. Moda angkutan yang paling terdampak adalah angkutan udara yang turun hingga 80,0 persen (YoY). Angkutan kereta api turun 63,7 persen (YoY). Sementara pada aliran barang, penundaan aktivitas kargo pada masa pandemi menyebabkan turunnya kinerja pos dan kurir sebesar 38,7 persen (YoY).
21 Ditutupnya tempat rekreasi dan hiburan, bandar udara, pembatasan perjalanan menyebabkan sepinya pengunjung hotel dan restoran.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik turun hingga level terendah selama triwulan kedua ini. Kondisi tersebut memukul sektor akomodasi hingga terkontraksi sebesar 44,2 persen (YoY). Sementara penyediaan makan minum turun 16,8 persen (YoY). Selama pandemi ini, masyarakat memiliki kecenderungan untuk memasak dan makan di rumah sehingga permintaan ke restoran pun menurun. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi probabilitas terpapar Covid-19.
Jasa keuangan, jasa kesehatan, dan pendidikan tetap tumbuh.
Jasa keuangan dan asuransi tumbuh melambat sebesar 1,0 persen (YoY) dibandingkan triwulan II tahun 2019 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY).
Asuransi dan dana pensiun tumbuh tinggi sebesar 7,1 persen (YoY) yang juga sebagai pendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan.
Sementara itu, jasa perantara keuangan terkontraksi 1,0 persen (YoY) setelah tumbuh hingga 13,7 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh 3,7 persen (YoY). Kinerja ini terkait dengan kondisi pandemi yang mendorong permintaan kesehatan.
Sektor informasi dan komunikasi tumbuh tertinggi.
Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi (10,9 persen, YoY) didorong oleh peningkatan belanja iklan televisi dan digital. Selain itu, pelaksanaan work from home maupun pembelajaran daring dari rumah meningkatkan jumlah pelanggan penyedia jasa internet maupun TV interaktif berbayar.
Pengadaan air dan real estat juga tetap tumbuh masing-masing sebesar 4,5 dan 2,3 persen (YoY). Pertumbuhan pada sektor pengadaan air didorong oleh naiknya penggunaan air rumah tangga terkait dengan meningkatnya aktivitas di rumah.
Seluruh komponen pembentuk PDB sisi pengeluaran terkontraksi.
Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
Seluruh komponen pengeluaran mengalami kontraksi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
-17,0 -11,7
-8,6 -6,9 -6,9 -5,5
-20,0 -15,0 -10,0 -5,0 0,0 Impor Ekspor PMTB
Konsumsi Pemerintah LNPRT
Konsumsi RT (persen)
22 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan banyak perusahaan berdampak pada turunnya pendapatan masyarakat dalam jumlah besar. Kondisi tersebut menurunkan pengeluaran masyarakat secara signifikan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah juga turun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak sejalan dengan pengeluaran rumah tangga karena sumber pertumbuhan ditopang oleh konsumsi masyarakat.
Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan II tahun 2020 turun 5,5 persen dibandingkan triwulan II tahun 2019. Hampir seluruh subkomponen terkontraksi kecuali perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta kesehatan dan pendidikan. Kontraksi paling dalam terjadi pada subkomponen restoran dan hotel
diikuti oleh transportasi dan komunikasi.
Masyarakat menahan konsumsinya pada triwulan II yang tercermin dari turunnya penjualan eceran. Penjualan mobil penumpang dan sepeda motor juga turun tajam. Di sisi lain, meningkatnya aktivitas di rumah mendorong volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami penurunan baik dibandingkan triwulan
sebelumnya, maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada triwulan II tahun 2020, PMTB yang berkontribusi 30,6 persen dalam perekonomian, mengalami penurunan sebesar 9,7 persen (QtQ) dan 8,6 persen (YoY). Investasi bangunan serta mesin dan perlengkapan merupakan komponen utama penyusun PMTB dengan distribusi masing-masing sebesar 23,8 persen dan 2,9 persen.
Namun komponen tersebut mengalami penurunan pada triwulan II tahun 2020.
Hampir seluruh komponen penyusun PMTB mengalami penurunan kecuali investasi produk kekayaan intelektual yang tumbuh sebesar 0,2 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Komponen PMTB berupa kendaraan, peralatan lainnya, serta mesin dan perlengkapan memiliki penurunan terbesar yaitu masing-masing sebesar 36,0 persen (QtQ), 29,3 persen (QtQ) dan 12,5 persen (QtQ).
-10,0 -8,0 -6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019 2020
(persen)
PDB Konsumsi RT PMTB
23 Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, seluruh komponen penyusun PMTB mengalami penurunan dengan penurunan terbesar pada kendaraan, peralatan lainnya, serta CBR (Cultivated Biological Resources) dengan penurunan masing-masing sebesar 34,1 persen (YoY), 26,1 persen (YoY), dan 14,9 persen (YoY). Sementara itu, investasi bangunan terhambat oleh pengerjaan pembangunan di sebagian besar provinsi yang ditunda dan menyebabkan kontraksi 5,3 persen (YoY). Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif, PMTB mengalami kontraksi sebesar 8,6 persen (YoY), pada triwulan II tahun 2020.
Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Uraian
Nilai*
Q2 2020
Growth (%) Share thd Total PDB (%) QtQ YoY
Pembentukan Modal Tetap Bruto
791,2 -9,7 -8,6 30,6 Bangunan 614,3 -7,4 -5,3 23,8 Mesin dan
Perlengkapan 76,8 -12,5 -12,9 2,9 Kendaraan 31,1 -36,0 -34,1 1,1 Peralatan
lainnya 10,2 -29,3 -26,1 0,4 Cultivated
Biological Resources
39,9 -8,2 -14,9 1,6 Produk
Kekayaan Intelektual
18,9 0,2 -11,5 0,8 Produk
Domestik Bruto 2.589,6 -4,2 -5,3 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik
*dalam triliun Rp (ADHK)
Pengeluaran konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menahan penurunan PDB juga terkontraksi 6,9 persen (YoY) yang disebabkan oleh turunnya realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai. Hal tersebut terjadi karena adanya penundaan dan pembatalan kegiatan Kementerian dan Lembaga sejak awal triwulan II tahun 2020. Turunnya realisasi belanja pegawai disebabkan oleh perubahan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dimana jumlah penerima dikurangi dan komponen tunjangan kinerja tidak dimasukkan.
Sementara itu, bantuan sosial pemerintah meningkat di tengah pandemi ini.
Pengeluaran LNPRT turun 6,9 persen pada triwulan ini. Kontraksi LNPRT dipengaruhi oleh pergeseran pilkada tahun 2020 dan base effect dari adanya pilpres pada tahun 2019.
Ekspor barang dan jasa terkontraksi 11,7 persen (YoY). Sebagai dampak dari PSBB yang menutup tempat rekreasi dan bandara, ekspor jasa terkontraksi hingga 52,7 persen (YoY).
Ekspor barang nonmigas turun 7,5 persen (YoY) seiring dengan turunnya volume ekspor komoditas utama.
Sementara ekspor barang migas masih tumbuh 3,8 persen (YoY).
Sejalan dengan ekspor, kinerja impor juga turun sebesar 17,0 persen (YoY).
Impor jasa terkontraksi paling dalam hingga 41,4 persen (YoY) yang disebabkan oleh turunnya aktivitas ekspor impor barang yang
24 mempengaruhi jasa angkutan. Kinerja impor barang turun 13,0 persen (YoY) yang didominasi oleh turunnya impor barang migas (26,2 persen, YoY).
Sementara itu, impor barang nonmigas terkontraksi 10,3 persen (YoY) terutama pada mesin-
mesin/pesawat mekanik,
mesin/peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, serta besi dan baja.
Baik ekspor maupun impor Indonesia pada bulan April dan Mei tahun 2020 turun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pada bulan Juni nilai ekspor sudah lebih tinggi.
Sementara kinerja impor masih di bawah Juni 2019. Secara keseluruhan net export pada triwulan II tahun 2020 masih tumbuh. Pertumbuhan tersebut didorong oleh turunnya kinerja impor yang lebih dalam dari ekspor.
25
Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 – Triwulan II/2020 (persen, YoY)
2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1 2020:2
Produk Domestik Bruto 4,9 5,0 5,1 5,2 5,07 5,05 5,02 4,97 2,97 -5,32
Konsumsi Rumah Tangga 5,0 5,0 4,9 5,1 5,0 5,2 5,0 5,0 2,8 -5,5
Konsumsi LNPRT -0,6 6,6 6,9 9,1 17,0 15,3 7,4 3,5 -5,1 -7,8
Konsumsi Pemerintah 5,3 -0,1 2,1 4,8 5,2 8,2 1,0 0,5 3,7 -6,9
PMTB 5,0 4,5 6,2 6,6 5,0 4,6 4,2 4,1 1,7 -8,6
Ekspor Barang dan Jasa -2,1 -1,6 8,9 6,6 -1,6 -1,7 0,1 -0,4 0,2 -11,7
Impor Barang dan Jasa -6,2 -2,4 8,1 11,9 -7,5 -6,8 -8,3 -8,1 -2,2 -17,0
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 3,8 3,4 3,9 3,9 1,8 5,3 3,1 4,3 0,0 2,2
Pertambangan dan Penggalian -3,4 0,9 0,7 2,2 2,3 -0,7 2,3 0,9 0,5 -2,7
Industri Pengolahan 4,3 4,3 4,3 4,3 3,9 3,5 4,1 3,7 2,1 -6,2
Industri Pengolahan Nonmigas 5,1 4,4 4,9 4,8 4,8 4,0 4,7 3,9 2,0 -5,7
Listrik dan Gas 0,9 5,4 1,5 5,5 4,1 2,2 3,8 6,0 3,9 -5,5
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, Daur Ulang 7,1 3,6 4,6 5,6 9,0 8,3 4,9 5,4 4,6 4,6
Konstruksi 6,4 5,2 6,8 6,1 5,9 5,7 5,7 5,8 2,9 -5,4
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 2,5 4,0 4,5 5,0 5,2 4,6 4,4 4,2 1,6 -7,6
Transportasi dan Pergudangan 6,7 7,4 8,5 7,1 5,5 5,9 6,7 7,6 1,3 -30,8
Akomodasi dan Makan Minum 4,3 5,2 5,4 5,7 5,9 5,5 5,4 6,4 2,0 -22,0
Informasi dan Komunikasi 9,7 8,9 9,6 7,0 9,1 9,6 9,2 9,7 9,8 10,9
Jasa Keuangan dan Asuransi 8,6 8,9 5,5 4,2 7,2 4,5 6,2 8,5 10,6 1,0
Real Estate 4,1 4,7 3,6 3,5 5,4 5,7 6,0 5,9 3,8 2,3
Jasa Perusahaan 7,7 7,4 8,4 8,6 10,4 9,9 10,2 10,5 5,4 -12,1
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
4,6 3,2 2,0
7,0 6,4 8,9 1,9 2,1 3,2 -3,2
Jasa Pendidikan 7,3 3,8 3,7 5,4 5,6 6,3 7,8 5,5 5,9 1,2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,7 5,2 6,8 7,2 8,6 9,1 9,2 7,8 10,4 3,7
Jasa lainnya 8,1 8,0 8,7 9,0 10,0 10,7 10,7 10,8 7,1 -12,6
PDB Harga Berlaku (Rp Triliun) 11.526 12.402 13.590 14.838 3.784 3.964 4.067 4.019 3.923 3.688 PDB Harga Konstan (Rp Triliun) 8.983 9.434 9.913 10.425 2.625 2.735 2.819 2.770 2.703 2.590 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
26
Investasi
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami penurunan pada triwulan II tahun 2020.
Pada triwulan II tahun 2020, total realisasi investasi PMA dan PMDN mencapai Rp191,9 triliun, atau menurun sebesar 10,7 persen (QtQ) dan 4,3 persen (YoY). Penurunan tersebut disebabkan adanya penurunan baik pada realisasi PMA yang mencapai Rp97,6 triliun atau menurun sebesar 4,4 persen (QtQ) dan 6,9 persen (YoY) maupun PMDN yang mencapai Rp94,3 triliun atau menurun sebesar 16,4 persen (QtQ) dan 1,4 persen (YoY).
Tabel 5 Realisasi Investasi Uraian
Nilai Q2 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Realisasi Investasi
(%) QtQ YoY Realisasi
Investasi 191,9 -10,7 -4,3 100,0 Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN)
94,3 -16,4 -1,4 49,1
Penanaman Modal Asing (PMA)*
97,6 -4,4 -6,9 50,9 Berdasarkan Sektor
Primer 21,4 -32,0 -41,9 11,1 Sekunder 65,6 -0,4 8,6 34,2 Tersier 105,0 -10,7 1,6 54,7 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
*kurs: Rp14.400/USD
Berdasarkan sektornya, realisasi total investasi tertinggi terjadi pada sektor tersier yaitu sebesar Rp105,2 triliun, diikuti pada sektor sekunder yaitu sebesar Rp65,5 triliun, dan sektor primer yaitu sebesar Rp21,4 triliun.
Sektor primer mengalami penurunan terbesar yaitu sebesar 32,0 persen (QtQ) dan 41,9 persen (YoY), didorong penurunan baik PMA maupun PMDN di sektor tersebut.
Pada sektor sekunder, total realisasi investasi terbesar ada pada Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya, diikuti oleh Industri Makanan, serta Industri Kimia dan Farmasi.
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya;
Industri Makanan; dan Industri Kimia dan Farmasi memiliki kontribusi terbesar yaitu masing-masing sebesar 31,5; 27,5; dan 14,8 persen terhadap total investasi pada sektor sekunder.
Pada triwulan II tahun 2020, ketiga sektor dominan tersebut memiliki realisasi investasi tertinggi yaitu Rp20,7 triliun untuk Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya; Rp18,0 triliun untuk industri Makanan; dan Rp9,7 triliun untuk industri Kimia dan Farmasi.
Namun demikian, ketiga industri dominan tersebut memiliki perkembangan yang beragam.
Dibandingkan dengan triwulan I tahun 2020, pada triwulan II tahun 2020,
27 Industri Lainnya; Industri Kendaraan Bermotor dan Peralatan Transportasi Lainnya; Industri Tekstil; dan Industri Makanan mengalami pertumbuhan, sedangkan, industri-industri lainnya mengalami penurunan. Pada triwulan II tahun 2020, penurunan terbesar secara triwulanan terjadi pada Industri Mineral Non Metal; Industri Kayu; dan Industri Karet dan Plastik.
Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor Sekunder
Uraian
Nilai Q2 2020
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd Sektor Sekunder QtQ YoY (%)
Industri Makanan 18,0 53,0 4,9 27,5 Industri Tekstil 1,8 70,2 -7,8 2,7 Industri Barang
Kulit dan Industri Alas Kaki
0,7 -12,5 203,4 1,1 Industri Kayu 0,3 -57,0 -71,3 0,4 Industri Kertas dan
Printing 2,8 -10,0 63,5 4,2
Industri Kimia dan
Farmasi 9,7 -4,8 2,3 14,8
Industri Karet dan
Plastik 1,8 -41,4 -13,1 2,8
Industri Mineral
Non Metal 1,8 -58,2 -26,3 2,8
Industri Kendaraan Bermotor dan Peralatan Transportasi Lainnya
3,9 77,7 -30,2 5,9
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
20,7 -18,8 38,4 31,5
Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran, Presisi, Optik dan Jam
1,6 -22,0 -44,6 2,5
Industri Lainnya 2,5 127,3 178,5 3,8 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Secara tahunan, Industri Barang Kulit dan Industri Alas Kaki dan Industri
Lainnya tumbuh tinggi masing-masing sebesar 203,4 persen (YoY) dan 178,5 persen (YoY). Industri Kertas dan Printing; Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya; Industri Makanan; serta Industri Kimia dan Farmasi tumbuh pada triwulan II tahun 2020. Namun demikian, Industri Kayu; Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran, Presisi, Optik dan Jam;
Industri Kendaraan Bermotor dan Peralatan Transportasi Lainnya;
Industri Mineral Non Metal; Industri Karet dan Plastik; dan Industri Tekstil mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Realisasi PMA terbesar adalah Listrik, Gas dan Air.
Sektor listrik, gas, dan air; serta Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya merupakan sektor utama penopang investasi PMA dengan share masing- masing sebesar 21,6 persen dan 19,6 persen dari total investasi PMA. Pada triwulan II tahun 2020, sektor listrik, gas, dan air tumbuh sebesar 61,7 persen (QtQ) dan 4,0 persen (YoY).
Sedangkan, sektor industri logam dasar, barang logam, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menurun 16,4 persen (QtQ) dan meningkat sebesar 48,5 persen (YoY).
Selain kedua sektor utama tersebut, pada triwulan II tahun 2020, meskipun hanya memiliki share sebesar 7,4 persen dari keseluruhan PMA, investasi PMA pada sektor industri makanan memiliki pertumbuhan