• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK WACANA AGAMA MENURUT NASR HAMID ABU ZAYD

N/A
N/A
Menguji IPB

Academic year: 2024

Membagikan "KRITIK WACANA AGAMA MENURUT NASR HAMID ABU ZAYD "

Copied!
122
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan, terlihat bahwa kajian kritik wacana keagamaan yang dilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd merupakan bidang kajian yang sangat menarik dan menantang. Latar belakang ideologi pemikiran Abu Zayd sendiri – yakni perjuangan wacana Islam kontemporer di Mesir – tidak akan disinggung dalam pembahasan ini.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini tidak memberikan kontribusi berarti bagi perkembangan kajian Islam, terutama karena mengkaji refleksi Nasr Abu Zayd dalam mengkritisi wacana keagamaan serta penerapannya dalam analisis wacana pemikiran Islam. Selain itu, kami berharap penelitian ini juga dapat memperkaya literatur mengenai isu-isu kontemporer dalam metodologi kajian Islam, khususnya yang ditawarkan oleh Nasr Hamid Abu Zayd.

Telaah Pustaka

Bagi 'Ali Harbin, hal ini sebenarnya bertentangan dengan klaim Abu Zayd sendiri yang mempelajari teks Al-Qur'an melalui sistem budaya sentralnya. Di sisi lain, hal ini akan menempatkan Abu Zayd pada posisi yang tidak jauh berbeda dengan ulama klasik yang dikritiknya dalam menyikapi teks Al-Qur'an.

Metode Penelitian

Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini ingin mengkaji pemikiran Nasr Abu Zayd mengenai kritik terhadap wacana keagamaan guna mengetahui secara pasti posisi metodologisnya yang sebenarnya. Sebagai kajian deskriptif, penelitian ini mencoba menjelaskan secara gamblang dan gamblang metode kritik terhadap wacana keagamaan yang dikemukakan Nasr Abu Zayd.

Sistematika Pembahasan

Terakhir, pada langkah kelima, dilakukan upaya untuk merumuskan metodologi kritik terhadap wacana keagamaan tersebut, yang sedapat mungkin sesuai dengan pemikiran tokoh yang sedang kita pelajari. Di AKU AKU AKU. Bab 1 membahas tentang landasan metodologis kritik wacana keagamaan, yakni konsep teks dan mekanisme pembacaan.

Asas Tekstualitas

Dalam kehidupan beragama, dampak pengabaian status tekstualitas di atas sangatlah serius dan tidak terbatas pada persoalan metodologi saja. Sebagaimana disebutkan di atas, proses mediasi ini juga mempunyai “kekuatan” tersendiri dalam merepresentasikan realitas.

Agama Sebagai Praktek Wacana

Tantangan paling nyata terhadap idealisme konseptual terletak pada pandangan tentang perubahan tatanan sosial yang membentuk realitas. Pengalaman mistik non-linguistik dan non-konseptual ini tentu saja tidak perlu dipertanyakan di sini, sama seperti hal yang sama tidak dilakukan terhadap realitas secara umum.

Memahami Pendekatan Analisis Wacana

Yang mungkin unik dari model analisis wacana ini adalah penekanannya pada pragmatik bahasa. Mengomentari hubungan kedua disiplin ilmu ini dan perbedaannya dari model analisis wacana yang dikembangkan oleh Francis, R.

Eksperimentasi Metodologis Nasr Hamid Abu Zayd

Nasr Abu Zayd menerima seluruh asumsi dasar al-Khuli tentang Al-Qur'an dan selanjutnya memadukannya dengan kajian tekstual terkini. Asumsi ini juga digunakan Abu Zayd dalam rangka mengembangkan metodologi kritik wacana keagamaan, yaitu dengan mengajukan pertanyaan “desain teks dan mekanisme membaca” sebagai landasan metodologisnya36. Oleh karena itu, dengan menekankan “determinisme tekstual”37 dalam metodologinya, Abu Zayd berharap mendapatkan dukungan ilmiah dalam analisis wacana keagamaan.

Dalam risalahnya yang membahas tafsir mistik Ibnu 'Arab!,40 Abu Zayd juga sampai pada kesimpulan yang sama. Sedangkan permasalahan kedua terkait mekanisme membaca dipelajari oleh Abu Zayd khususnya dalam bukunya Isykdliyydt al-Qird'ah wa Aliyydt at-. Ta'wil42 Poin penting yang dikemukakan Abu Zayd mengenai mekanisme pembacaan ini adalah proses decoding teks dalam konteks yang berbeda.

Berangkat dari kedua landasan metodologis tersebut, Abu Zayd kemudian menganalisis secara kritis dan dekonstruktif berbagai wacana keislaman yang bercirikan masih dominannya pembacaan teks-teks keagamaan yang tendensius. 43 Selain pemikiran Mu'tazilah dan Ibnu 'Arab!, wacana klasik lain yang dikaji Abu Zayd antara lain: al-Ghazali, al-Jurjani, Srbawayh dan asy-Syafi'i.

LANDASAN METODOLOGI KRITIK WACANA AGAMA

Teks dan Realitas

  • Teks Sebagai Produk Budaya
  • Teks dan Produksi Kebudayaan

Abu Zayd tampaknya mewakili, dengan tingkat ambiguitas tertentu, model pertama dari dua model analisis wacana yang diusulkan di atas. Kegembiraan seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika Anda benar-benar memahami maksud Abu Zayd. Dengan pernyataan di atas, Abu Zayd tidak ingin mengingkari status ketuhanan Al-Qur'an, melainkan berencana menunjukkan inti permasalahannya jika diinginkan kajian ilmiah terhadap Al-Qur'an.

Abu Zayd menggambarkan hubungan fungsional tersebut antara lain dalam penjelasannya tentang fenomena wahyu pada masyarakat Arab pra-Islam. Bagi Nasr Abu Zayd sendiri, vitalitas teks ini lebih ditekankan pada aspek yang disebutkan pertama kali sebagai bagian dari ciri kebahasaan teks itu sendiri. Ketika sebuah teks mengungkapkan budaya melalui sistem linguistik, maka teks tersebut, menurut Abu Zayd, bukanlah pembawa budaya yang pasif atau salinan budaya yang mekanis.

Untuk menjelaskan vitalitas struktur linguistik teks ini, dan kemampuannya untuk merekonstruksi sistem linguistik budayanya, Abu Zayd mengacu pada perbedaan terkenal Ferdinand de Saussure antara 'langue' dan 'parole'. Atas dasar ini, kekuatan (al-i'jdz) teks Al-Qur'an tidak perlu kembali ke status ketuhanan sumbernya bagi Abu Zayd.

Problem Pembacaan

  • Kerangka Teoritik
  • Makna dan Signifikansi Baru
  • Hermeneutika Objektif

Dalam kaitan ini, menurut Abu Zayd, ada dua misi yang harus dijalankan oleh kritik wacana. Berdasarkan hal ini, penerapan kritik terhadap wacana keagamaan, dalam pandangan Abu Zayd, merupakan perwujudan kutub yang berlawanan dari semua sistem oposisi yang disebutkan di atas. Referensi teoretis ini memberi Abu Zayd dua poin strategis terkait kritik terhadap wacana keagamaan tersebut.

Dari sini terlihat bahwa konsepsi teks ini menempati posisi sentral dalam keseluruhan metodologi kritik terhadap wacana keagamaan Nasr Abu Zayd. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa landasan metodologis kritik terhadap wacana keagamaan Abu Zayd didasarkan pada pemahaman terhadap teks dan bacaannya. Hal lain yang perlu diperhatikan dari metodologi Abu Zayd adalah mengenai pendaratan wacana sebagai bagian dari fase kritik terhadap wacana keagamaan.

Metode kritik Nasr Hamid Abu Zayd terhadap wacana keagamaan didasarkan pada model analitis dalam disiplin linguistik. Secara operasional, analisis dalam kritik terhadap wacana keagamaan Nasr Abu Zayd dapat dibagi menjadi tiga langkah.

METODOLOGI KRITIK WACANA AGAMA

Analisis Mikro-Struktural

  • Berpusat Pada Teks Al-Qur'an
  • Bertumpu Pada Kuasa Teks
  • Visi Tentang Keserba-mencakupan Teks
  • Reproduksi Teks
  • Peralihan Makna (At-Tahwil ad-DaldlT)
  • PembakuanMakna(Tasbital-Ma'nd)
  • Perluasan dan Penyempitan Makna

Menurut Abu Zayd, wacana keagamaan dalam penataan wacananya selalu bertolak dari dalil teks dan otoritasnya (an-nass wa al-hdkimiyyah Jika wacana dalam kebudayaan Yunani dibangun atas dasar prinsip rasionalitas, maka religius). . Wacana tersebut dibangun dan didorong oleh sentralitas teks Al-Qur’an di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh perwujudan wacana keagamaan ini selalu terobsesi dengan keinginan “Naskah” – yang mengadaptasi ungkapan Emmanuel Subangun.12. Dengan demikian, wacana keagamaan memperoleh keabsahannya dari praanggapannya terhadap “kehadiran” teks Al-Qur’an dalam perwujudan wacananya, terlepas dari bagaimana “kehadiran” itu dilakukan.

Hierarki ini menentukan bahwa suatu wacana dapat disebut religius hanya jika wacana tersebut berhasil, dengan satu atau lain cara, "menyajikan" teks Al-Qur'an dalam tatanan tekstualnya. Namun, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini, dalam kaitannya dengan persoalan seperti ini pun, wacana keagamaan tetap mempertahankan sentralitas teks Al-Qur'an sebagai satu-satunya kerangka acuan untuk menjawab semua persoalan. Konsekuensi dari hal tersebut di atas, dalam wacana keagamaan selalu terdapat kecenderungan untuk selalu mengandalkan kekuatan teks dalam menyikapi persoalan-persoalan di bidang politik, sosial, dan pemikiran.

Jika dalam wacana mistik persoalan pluralitas teks diselesaikan dengan mengemukakan pandangan panteisme,22 maka wacana keagamaan mengembangkan prosedur wacana yang berbeda, yaitu melalui reproduksi teks (tawlid an-nass). Atas dasar itu, wacana keagamaan mengembangkan strategi makna yang berbeda, yaitu makna yang bersifat final dan diungkapkan dalam teks-teks otoritatif dari masa lalu.

Analisis Makro-Struktural

Namun kritik wacana dalam analisis Abu Zayd tidak sebatas mengungkap “keteraturan” wacana tersebut saja, namun harus dilanjutkan dengan upaya lebih jauh untuk menemukan lingkungan sejarah yang membingkai “keteraturan” tersebut. Sedangkan dalam analisis makrostruktural ini, fokus kritik wacana ditujukan untuk mengungkap makna eksternal dari wacana yang menjadi arena lahirnya wacana itu sendiri. Di sinilah kritik wacana harus memperoleh “wawasan” sehingga dapat menempatkan wacana yang ditelitinya pada konteks historis yang benar.

Kritik wacana ditujukan untuk mengungkap sistem episteme relevan yang ditransformasikan ke dalam berbagai ekspresi pengetahuan dan disiplin ilmu yang berbeda33. Selain itu, dan yang tidak kalah pentingnya, kritik wacana juga harus mampu merekonstruksi wacana yang dikaji sedemikian rupa sehingga dapat menempatkannya pada konteks ideologi yang membentuknya. Menurut Abu Zayd, ada sejumlah praanggapan yang harus diperhatikan ketika mengkritisi wacana keagamaan, baik pada tataran tatanan tekstual wacana tersebut, terlebih lagi untuk mengungkap makna eksternalnya.

Dan hal ini terutama ditentukan oleh pandangan dunia, sistem pengetahuan, posisi sosial dan posisi ideologis kelompok sosial yang memproduksinya. Tugas kritik wacana adalah, melalui apa yang tercermin dalam wacana tersebut, mencoba merekonstruksi seluruh kompleks situasi yang memunculkan wacana tersebut ke dalam penjelasan yang deskriptif dan sistematis.

Wacana Tanding

Dari uraian di atas terlihat bahwa corak pendekatan linguistik sangat mewarnai metodologi yang dirumuskan oleh Abu Zayd. Dalam hal ini, Abu Zayd banyak memanfaatkan kontribusi kritik sastra, terutama kerangka teoritisnya mengenai aspek referensial teks. Kajian Abu Zayd hanya sebatas pada analisis sinkronis, yaitu berkaitan dengan keadaan struktural teks atau wacana pada suatu waktu.

Dengan mengemukakan wacana tandingan ini, Abu Zayd sebenarnya tidak meninggalkan struktur wacana yang dikritiknya—bahkan ia melanggengkannya. Dalam mengembangkan metodologinya, Abu Zayd banyak menggunakan teori kritik sastra, terutama yang menekankan pada aspek referensial teks. Dari sini metodologi Abu Zayd bertumpu pada dua landasan metodologis, yaitu persepsi terhadap teks dan mekanisme membacanya.

Karena titik tolaknya berasal dari ilmu linguistik, maka penelitian Abu Zayd pada prinsipnya sinkron. Dengan kelebihan dan keterbatasannya, metodologi yang dikemukakan Abu Zayd sangat penting dalam konteks perkembangan pemikiran Islam kontemporer.

Ulasan Singkat

PENUTUP

Saran-saran

Mengingat kontribusi yang diberikan oleh metodologi kritik wacana keagamaan ini, saran-saran berikut disajikan di sini. Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat dalam praktik wacana keagamaan harus memiliki tingkat otokritik tertentu untuk memastikan: apakah benar agama yang berbicara di sana atau mungkin yang lain. 34 “menjadi mitra yang kuat bagi pemikiran keagamaan” – sebagaimana tertuang dalam pengantar karya sastra avant-garde.

IAIN yang didorong oleh semangat profetik agama, harus turut serta mewujudkan kritik terhadap wacana keagamaan dan memperjelas kecenderungan ideologi agama dalam wacana tersebut. 1994 Falsafah at-Ta'wil : Dirasah fi Ta'wil al-Qur'an 'Inda Muhyiddin bin 'Arabi. 1994 Isykaliyyat al-Qira'ah wa Aliyyat at-Ta'wil Beirut: Al-Markaz as-Saqafi al-'Arabi.

1996 Al-lttijdhdt al-'Aqli fi at-Tafsir: Dirdsah fi Qadiyyah al-Majdz ft al-Qur'an 'Inda al-Mu'tazilah. 1994 Naqd Mata'in Nasr Abu Zayd fl al-Qur'an wa as-Soennah wa as-Suhabah wa Aimmah al-Muslimin.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis untuk menganalisis kerangka berpikir Nas{ r H{ a> mid Abu> Zayd dalam membangun hermeneutikanya

Dengan menegaskan tekstualitas Alquran, Abu> Zayd hendak mengaitkan kembali kajian ilmu Alquran dengan konteks studi kritik sastra. Artinya, layaknya teks-teks lain,

Tentang konsep warisan yang mana teks al-Qur’an menyebutkan bahwa bagian laki-laki dua kali bagian perempuan, Abu Zayd mengatakan bahwa teks-teks tersebut tidak boleh dibaca

Dan ketiga unsur tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, karenanya paradigma besar dari konsep yang ditawarkan oleh Nasr Hamid adalah teks al-Qur’an tidak

Peminjamannya dari dialektika hermeneutika Gadamer diarahkan untuk pengkajian teks al-Qur’an, di mana di dalamnya dia mencoba melakukan pembacaan atau lebih tepatnya pembacaan ulang