• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah: Konsep Harta dalam Fikih Muamalah

N/A
N/A
Ricky Anjas Syahputra

Academic year: 2025

Membagikan "Makalah: Konsep Harta dalam Fikih Muamalah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KONSEP

HARTA

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Muamalah

Zulfan Efendi, M.Pd.I

Disusun Oleh : Kelompok 1

Nurfatihah NIM. 24862303044

Nur Hasanah NIM.

24862303241 Ricky Anjas Syahputra NIM.

24862303245

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep Harta ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Zulfan Efendi, M.Pd.I pada bidang mata kuliah Fikih Muamalah. Selain itu penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep Harta bagi penulis dan pembaca.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Zulfan Efendi, M.Pd.I selaku dosen pengampu pada bidang mata kuliah Fikih Muamalah yang telah membimbing sekaligus memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada materi ini. Penulis juga sama-sama mengucapkan terima kasih atas seluruh dukungan keluarga dan teman-teman dalam menyelesaikan makalah ini sehingga tidak ada hambatan dan permasalahan yang berat.

Penulis menyadari bahwasannya makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bintan, 17 Februari 2025

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan...1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Konsep Harta...2

2.2 Jenis-Jenis Konsep Harta...3

2.3 Unsur-Unsur Harta...9

2.4 Kedudukan dan Fungsi Harta...10

2.5 Status Uang Sebagai Harta...11

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan... 14

3.2 Saran...14 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harta dalam Islam bukan sekadar kekayaan, tetapi amanah dari Allah SWT. yang harus dikelola sesuai syariat. Islam menekankan kepemilikan yang halal, bebas dari riba’, dan ketidakadilan, serta pentingnya zakat dan sedekah untuk keseimbangan sosial.

Di era modern, pemahaman tentang harta dalam Islam semakin relevan, terutama dalam mengelola dan mendistribusikannya secara adil.

Oleh karena itu, makalah ini membahas konsep harta dalam Islam, jenis- jenis, unsur-unsur, kedudukan dan fungsi, serta macam-macam status uang sebagai harta.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian dari konsep harta?

2. Jelaskan apa saja jenis-jenis konsep harta?

3. Jelaskan apa saja unsur-unsur konsep harta?

4. Jelaskan kedudukan dan fungsi konsep harta?

5. Jelaskan macam-macam status uang sebagai harta?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian dari konsep harta.

2. Menjelaskan jenis-jenis konsep harta.

3. Menjelaskan unsur-unsur konsep harta.

4. Menjelaskan kedudukan dan fungsi konsep harta.

5. Menguraikan macam-macam status uang sebagai harta.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsep Harta

Konsep harta dalam Islam memiliki landasan yang kuat dan komprehensif, bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dalam perspektif Islam, harta (al-mal) didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan. Al-Qur’an sering menyebut harta sebagai sesuatu yang baik (khair), menunjukkan bahwa Islam memandang positif terhadap kepemilikan harta. Namun, definisi ini tidak terbatas pada aspek material semata. Hadits Nabi Muhammad SAW. memperluas pemahaman ini dengan menekankan bahwa harta sejati adalah yang memberi manfaat di dunia dan akhirat.

Karakteristik harta dalam perspektif Islam memiliki beberapa aspek unik, yang dimana ada 4 aspek yaitu:

1. Harta dipandang sebagai amanah atau titipan dari Allah SWT. Ini berarti manusia bukanlah pemilik mutlak, melainkan pemegang amanah yang bertanggung jawab atas pengelolaannya.

2. Harta memiliki fungsi sosial, di mana pemiliknya memiliki kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

3. Perolehan dan penggunaan harta harus sesuai dengan syariat, menekankan aspek halal dan menghindari yang haram.

4. Harta dilihat sebagai sarana, bukan tujuan, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pemahaman mendalam tentang konsep dasar harta dalam Islam ini menjadi fondasi penting dalam mengembangkan dan menerapkan sistem ekonomi Islam yang komprehensif. Konsep ini tidak hanya mempengaruhi perilaku ekonomi individu, tetapi juga membentuk kebijakan dan institusi ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ini juga membentuk

(6)

kebijakan dan institusi ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.1

2.2 Jenis-Jenis Konsep Harta

Menurut fuqaha’ harta dapat ditinjau dari beberapa bagian yang di setiap bagian memilki ciri khusus dan hukumnya tersendiri yang terbagi menjadi 10 jenis sebagai berikut:

1. Mal Mutaqawwim dan Ghair al-Mutaqawwim

Harta Mutaqawwim ialah, segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Pemahaman tersebut bermakna bahwa tiap pemanfaatan atas sesuatu berhubungan erat dengan ketentuuan nilai positif dari segi hukum, yang terkait pada cara perolehan maupun penggunaannya. Misalnya, kerbau halal dimakan oleh umat Islam, tetapi, apabila kerbau itu disembelih tidak menurut syara’, semisal dipukul. Maka daging kerbau itu tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.

Harta Ghairal-Mutaqawwim ialah, segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya. Harta dalam pengertian ini, dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda terssebut dan cara memperolehnya maupun penggunaannya. Misalnya babi termasuk harta ghair mutaqawwim, karena jenisnya. Sepatu yang di peroleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim, karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk pembangunan tempat pelacuran, termasuk ghair mutaqawwim karena penggunaannya yang dilanggar syara’.

1 Febby Nursyahadah and others, ‘HARTA DALAM EKONOMI ISLAM’, Jurnal Ilmiah Multidisiplin Terpadu, 8.10 (2024), pp. 48–53.

(7)

2. Mal Mitsli dan Mal Qimi

Harta Mitsli ialah, sesuatu yang memiliki persamaan di pasar atau mempunyai persamaan tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon. Dengan perkataan lain, pengertian kedua jenis harta diatas ialah mitsli berarti jenisnya mudah ditemukan atau diperoleh dipasaran dan qimi suatu benda yang jenisnya sulit didapatkan serupanya secara persis, walau bisa ditemukan, tetapi jenisnya berbeda dalam nilai harga yang sama. Jadi, harta yang ada duanya disebut mitsli dan harta yang tidak duanya secara tepat disebut qimi.

3. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal

Harta Istihlak ialah, harta dalam kategori harta sekali pakai, artinya manfaat dari benda tersebut hanya bisa digunakan sekali saja. Harta Istihlak dibagi menjadi dua, yaitu Istihlak Haqiqi dan Istithlak Huquqi. Istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas dzatnya habis sekali digunakan. Misalnya makanan, minuman, kayu bakar, dan sebagainya. Sedangkan istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi dzatnya masih ada. Misalnya uang, uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikan.

Harta Isti’mal ialah, harta yang dapat digunakan berulang kali, artinya wujud benda tersebut tidaklah habis atau musnah dalam sekali pemakaian, seperti kebun, tempat tidur, baju, sepatu, dan lain sebagainya. Dengan demikian, perbedaan antara dua jenis harta tersebut diatas, terletak pada dzat benda itu sendiri. Mal istihlak habis dzatnya dalam

(8)

sekali pemakaian dan mal isti’mal tidak habis dalam sekali pemanfaatan (bisa dipakai berulang-ulang).

4. Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul

Harta Manqul ialah, segala sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ke tempat lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpidahan dan perubahan tersebut. Harta dalam kategori ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan, kendaraan, macam- macam benda yang ditimbang dan diukur. Harta Ghair al- Manqul atau al-Aqar ialah, segala sesuatu yang tetap, yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ke tempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah, dan lainnya.

5. Mal ‘Ain dan Mal Dayn

Harta ‘Ain ialah, harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, kendaraan, dan yang lainnya.

Harta ‘ain dibagi menjadi 2 bagian:

1) Harta ‘Ain Dzati Qimah ialah, benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ‘ain dzati qimah meliputi:

a) Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya,

b) Benda yang dianggap harta yang tidak boleh diambil manfaatnya,

c) Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya,

d) Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari sepadannya yang serupa, e) Benda yang dianggap harta berharga dan

dapat dipindahkan (bergerak), dan

(9)

f) Benda yang dianggap harta berharga dan tidak dapat dipindahkan (tetap).

2) Harta ‘Ain Ghayr Dzati Qimah ialah, benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki nilai atau harga misalnya sebiji beras.

Sedangkan harta dayn ialah, kepemilikan atas suatu harta dimana harta terseebut masih berada dalam tanggung jawab seseorang, artinya si pemilik hanya memiliki harta tersebut, namun ia tidak memiliki wujudnya dikarenakan barada dalam tanggungan orang lain.

6. Mal ‘Aini dan Mal Naf’i (manfaat)

Harta al-‘Aini ialah, benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud) misalnya rumah, ternak, dan lainnya.

Harta al-Naf’i ialah, harta yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan. Ulama’

Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa harta ‘ain dan harta naf’i memiliki perbedaan dan manfaat yang dianggap sebagai harta mutaqawwim karena manfaaat adalah maksud yang diharapkan dari kepemilikan suatu harta benda.

7. Mal Mamluk, Mubah, dan Mahjur

a) Harta Mamluk, harta ini terbagi menjadi dua macam yaitu:

Pertama, harta perorangan yang berpautan dengan hak bukan pemilik, misalkan rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, misalkan seorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja. Kedua, harta perkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang berkongsi memiliki sebuah pabrik

(10)

dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain.

Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, semisal dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik tersebut haruslah dikelola bersama.

b) Harta Mubah ialah, harta yang dimana tiap-tiap manusia boleh memiliki sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya, sesuai dengan kaidah:

Kaidah diatas sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi:

, نم جرخأ , يش

هنمأ أف هن هكلمي

“Barangsiapa membebaskan tanah tak bertuan, maka ia memilkinya.”.

c) Harta Mahjur ialah, harta yang oleh syara’ dilarang untuk dimilki sendiri dan diberikan pada orang lain.

Adakalanya harta tersebut berupa wakaf atau harta secara khusus diberikan untuk masyarakat umum seperti untuk pembangunan jalan, kuburan, masjid, sekolah, dan lain sebagainya.

8. Harta yang Dapat Dibagi dan Harta yang Tidak Dapat Dibagi Harta yang dapat dibagi ialah, harta yang tidak

menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, jagung, tepung, dan sebagainya. Sedangkan harta yang tidak dapat dibagi ialah, harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kemeja, mesin, dan sebagainya.

(11)

9. Harta Pokok dan Harta Hasil

Harta pokok ialah, harta yang memungkinkan muncul harta lain. Sedangkan harta hasil ialah, harta yang muncul dari harta lain (harta pokok).

Harta pokok juga bisa disebut modal, misalnya uang, emas, dan yang lainnya. Contohnya harta pokok dan harta hasil ialah, bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan bulunya merupakan harta hasil atau kerbau yang beranak, anaknya dianggap sebagai tsmarah (harta hasil) dan induknya yang melahirkan disebut harta pokok.

10. Mal Khas dan Mal ‘Am

1 Harta Khas ialah, harta pribadi dan tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.

2 Harta ‘Am ialah, harta milik umum yang boleh diambil manfaatnya secara bersama-sama. Harta yang dapat dikuasai terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, harta yang termasuk milik perorangan. Kedua, harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perorangan.

Harta yang dapat masuk menjadi milik perorangan, ada dua macam yaitu:

Harta yang bisa menjadi milik perorangan, tetapi belum ada sebab pemilikan, misalmnya binatang buruan di hutan. Lalu harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab kepemilikan, misalnya ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara memancing.

Harta yang tidak masuk milik perorangan adalah harta yang menurut syara’ tidak boleh

(12)

dimiliki, misalnya sungai, jalan raya, dan yang lainnya.

Dari kesepuluh pembagian jenis-jenis harta yang telah penulis uraikan di atas, secara garis besar konsep harta dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mal at-Tam yaitu, harta yang merupakan hak milik sempurna baik dari segi wujud benda tersebut maupun manfaatnya, pengertian harta ini disebut juga Milk at-Tam, berarti kepemilikan sempurna atas unsur hak milik dan penggunaannya.

Mal Ghair al-Tam yaitu, harta yang bukan merupakan hak milik sempurna baik dari segi wujud benda tersebut maupun dari segi manfaatnya, pengertian harta ini disebut juga Milk an-Naqis, berarti kepemilikan atas unsur harta hanya dari satu segi saja. Semisal hak pakai rumah kontrakan dan sebagainya.2

2.3 Unsur-Unsur Harta dalam Ekonomi Islam

Menurut para fuqaha’, harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua unsur, yaitu:

Unsur ‘aniyyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah ialah, bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yun). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.

Sedangkan unsur ‘urf ialah, segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau oleh sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat yang bersifat madiyyah maupun ma’nawiyyah.3

2 A. Chairul Hadi and M. Mujiburrahman, Investasi Syariah, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011).

3 Hadi and Mujiburrahman, Investasi Syariah.

(13)

2.4 Kedudukan dan Fungsi Harta dalam Ekonomi Islam

Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam. Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi.

Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta. Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh karena itu, harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan karena itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. telah memberikan pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.

Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah SWT. menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya untuk dibelanjakan pada jalan Allah. Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak dijelaskan dalam al-Qur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya sebagai wakil dan pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai pemilik, tetapi pada hakikatnya adalah sebagai penerima yang bertanggung jawab dalam perhitungnnya.

Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah terbebas dari hitungan.

Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk.

Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya.

(14)

Tidak jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang syara’

(ketetapan Allah) dan desak-desakan, atau ketetapan yang disepakati oleh manusia. Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.4

2.5 Status Uang Sebagai Harta

1. Uang sebagai Alat Tukar (Medium of Exchange)

Ketika uang digunakan sebagai alat tukar, maka yang terjadi adalah membeli barang dengan uang dan menjual barang dengan uang. Proses ini pada akhirnya akan membuat spesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa, di mana setiap manusia akan melakukan produksi sesuai dengan bakat dan keahliannya masing- masing kemudian menjual hasil produksinya tersebut dengan uang yang bisa disimpan dan dibelanjakan, baik pada saat itu atau pada masa yang akan datang, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Peran dan fungsi uang sebagai alat tukar atau media pertukaran dapat diterima dalam ekonomi Islam, karena memang uang harus berfungsi demikian, harus terus bersirkulasi dan tidak boleh diendapkan. Uang merupakan public property, uang adalah flow concept, sehingga peredarannya harus terus dilakukan untuk kemanfaatan manusia dalam rangka pertukaran barang dan jasa dalam ekonomi.

2. Uang sebagai Alat Penyimpan Nilai atau Daya Beli (Store of Value) Uang sebagai alat penyimpan nilai atau daya beli memang sangat fleksibel untuk dijadikan penyimpan kekayaan, karena

4 Nandang Ihkwvanudin (Universitas Islam Bandung) Siti Khadijah, ‘FILOSOFI KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA DALAM ISLAM’, Jurnal Ad-Da’wahal Ad-Da’wah, 19.02 (2021), pp. 73–82

<https://ejournal.iprija.ac.id/index.php/Ad-DAWAH/article/view/7>.

(15)

sifatnya yang liquid dan tidak ada biaya penyimpanan terhadapnya.

Sebagai contoh, seorang nelayan yang mempunyai tangkapan ikan yang sangat banyak tidak akan mungkin dapat menyimpan ikan hasil tangkapannya terlalu lama, karena akan membusuk dan rusak.

Tetapi bila ia tukarkan dengan uang (menjualnya) lalu mendapatkan uang, maka dapat menyimpan uang itu, baik untuk keperluan konsumsi saat ini maupun yang akan datang. Karena tidak ada biaya penyimpanan terhadap uang dalam ekonomi konvensional, maka syarat yang paling utama adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai yang stabil. Apabila nilai uang itu berubah dan mengalami penurunan, (harga-harga barang dan jasa naik atau terjadi inflasi apalagi hyperinflasi), maka daya tarik untuk menyimpan kekayaan dalam bentuk uang akan menurun pula. Sebaliknya, bila nilai uang stabil atau menguat, maka uang akan dicari orang untuk disimpan sebagai kekayaaan.

3. Uang sebagai Alat Satuan Hitung (Unit of Account) atau Alat Pengukur Nilai (Measure of Value)

Uang sebagai alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur nilai (measure of value) tentu akan mempermudah proses tukar menukar dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti mobil dan gandum, pesawat terbang dan beras dan lain sebagainya.

Dalam hal ini uang yang digunakan untuk menentukan nilai dari suatu komoditas yang dipertukarkan berperan sebagai common denominator atau sebutan persamaan bagi seluruh barang-barang ekonomis dan nilai barang-barang yang dipertukarkan yang diperhitungkan dengan satuan mata uang. Dalam sistem perekonomian barter, peran dan fungsi uang sebagai alat satuan hitung nilai tetap diperlukan. Uang itu seperti cermin, tidak berwarna, tetapi dapat merefleksikan warna. Uang tidak mempunyai harga tetapi dapat merefleksikan semua harga. Peran dan fungsi uang sebagai alat satuan hitung nilai dapat diterima dalam ekonomi

(16)

Islam. Meskipun uang sebagai alat satuan hitung nilai atau alat standar pengukur nilai tidak mempunyai ukuran standar tetap bagi dirinya sendiri, namun ia dapat mempermudah pertukaran barang dan jasa dalam ekonomi sebagaimana fungsi uang sebagai alat tukar atau media pertukaran.

4. Uang sebagai Ukuran Standar Pembayaran yang Ditangguhkan (Standard of Deferred Payment)

Uang sebagai alat standar pembayaran yang ditangguhkan.

Dengan kata lain, uang terkait dengan transaksi pinjam meminjam atau transaksi kredit, yang artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar nanti. Dalam ekonomi Islam perilaku semacam ini tentu tidak diperbolehkan, dan uang yang difungsikan sebagai alat ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan juga dilarang. Islam mengajarkan hidup sederhana, sehingga ketika tidak ada uang untuk dibelanjakan pada hari ini sebaiknya tidak memaksakan diri untuk melakuan pembelian, terutama yang bersifat konsumtif, sampai suatu saat yang tepat. Yaitu, ketika uang sudah diperoleh, dan pertukaran barang dengan barang atau uang dengan barang boleh dilakukan. Dengan uang tunai di tangan orang bisa melakukan spekulasi di pasar uang atau pasar obligasi dengan harapan memperoleh keuntungan. Kenyataan inilah yang membuat orang bersedia membayar harga atau bunga tertentu untuk penggunaan uang sekarang dan dibayar pada masa yang akan datang. Fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of value), sehingga dapat disimpan dan ditimbun yang sewaktu waktu dapat dipakai untuk berspekulasi di pasar uang. Akan tetapi sekali lagi, peran ini tak dapat diterima dalam ekonomi Islam.5

5 Ahmad Mansur, ‘Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional’, Al- Qānūn, 12.1 (2009), pp. 156–79.

(17)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep harta dalam Islam memiliki landasan yang kuat dan komprehensif, yang dimana itu bersumber dari Al-Quran dan Hadits.

Konsep harta (al-mal) dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan. Konsep harta juga memiliki banyak jenis-jenisnya dan berunsur dari unsur ‘aniyyah dan unsur ‘urf.

Harta juga memiliki kedudukan dan fungsi yang dimana kedudukannya dalam Islam sebagai bagian penting salah satunya untuk memenuhi hajat dan harta dapat menjadi penunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Dengan demikian status uang sebagai harta dapat didefinisikan dari fungsi dan peran uang itu sendiri, yaitu sebagai alat pertukaran, unit penghitung, penyimpan nilai, dan sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, besar harapan penulis kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran yang membangun, sehingga pada kesempatan selanjutnya penulis dapat menyusun makalah lebih baik dari sebelumnya.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, A. Chairul, and M. Mujiburrahman, Investasi Syariah, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011)

Mansur, Ahmad, ‘Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional’, Al-Qānūn, 12.1 (2009), pp. 156–79

Nursyahadah, Febby, Fera Julianti Marusnia, Nurul Syakira, and Kamelia Saputri,

‘HARTA DALAM EKONOMI ISLAM’, Jurnal Ilmiah Multidisiplin Terpadu, 8.10 (2024), pp. 48–53

Siti Khadijah, Nandang Ihkwvanudin (Universitas Islam Bandung), ‘FILOSOFI KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA DALAM ISLAM’, Jurnal Ad- Da’wahal Ad-Da’wah, 19.02 (2021), pp. 73–82

<https://ejournal.iprija.ac.id/index.php/Ad-DAWAH/article/view/7>

Referensi

Dokumen terkait

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Pendidikan Islam)..

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang yang membahas tentang Hukum Kepailitan dalam Hukum Dagang

Makalah ini berjudul “Konsep Khiyar dan Gadai” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Informasi Bisnis, disusun oleh kelompok Azkiyatul Khusna dan Nia Nurhidayah, kelas ES 4A jurusan Ekonomi

Makalah ini membahas tentang alkohol sebagai bagian dari tugas mata kuliah Filsafat

Makalah ini membahas tentang korupsi sebagai tugas mata kuliah Anti

Makalah ini membahas tentang konseling kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling di Universitas Islam Negeri Datokarama

Makalah ini membahas tentang hukum jual beli dalam perspektif fiqih, disusun sebagai tugas mata kuliah Fiqih di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Makalah ini membahas tentang etika keperawatan yang disusun oleh kelompok mahasiswa S1 Farmasi STIKES Buleleng sebagai tugas mata kuliah Konsep Dasar