MUHKAM DAN MUTASYABIH
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaid Tafsir II
Oleh :
Fatimah Azzahra (20211397) Fatimatuz Zahro (20211399) Kristina Hutabarat (20211425)
Dosen Pengampu:
Bpk. Ulin Nuha, M.A.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1444H/2023
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyusun makalah ini yang berjudul Muhkan dan Mutasyabih. Walaupun dalam proses penyusunan makalah, penulis mendapatkan beberapa hambatan dan masalah tetapi dengan bantuan beberapa pihak dan atas seizin Dzat yang Maha kuasa akhirnya penulis berhasil menyusun makalah ini.
Makalah ini dibuat sebagai tugas terstuktur semester enam dan juga digunakan sebagai pelengkap materi yang akan di laksanakan ketika jam pelajaran Qawaid Tafsir II.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ulin Nuha, M.A. yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan dan akan diterima penulis dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Tangsel, 16 Mei 2023
Penulis
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 1
C. Tujuan Masalah ... 1
BAB II PEMBAHASAN ... 2
A. Kaidah-Kaidah Tentang Muhkan Dan Mutasyabih Dalam Al-Qur’an ... 2
1. Kaidah yang pertama ... 2
2. Kaidah yang kedua ... 3
3. Kaidah yang ketiga ... 5
B. Contoh-Contoh Ayat Muhkam dan Mutasyabih ... 7
a. Ayat muhkam adalah memiliki makna ayat jelas dan terang; tidak tersamar sama sekali. ... 7
b. Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam. ... 8
BAB III ... 11
PENUTUP ... 11
DAFTAR PUSTAKA ... 12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang dijadikan pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman al-Qur’an dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercakup dalam ulum al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah agar Al-Qur’an menjadi pemberi peringatan bagi alam semesta. Ia menggariskan bagi makhluk-Nya akidah yang benar dan prinsip-prinsip yang lurus dalam ayat-ayat yang tegas keterangannya dan jelas ciri-cirinya. Itu semua merupakan karunia-Nya kepada umat manusia, di mana Ia menetapkan bagi mereka pokok-pokok agama untuk menyelamatkan akidah mereka dan menerangkan jalan lurus yang harus mereka tempuh.
Muhkam Mutasyabih ayat hendaknya dapt dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian atau pemahaman al-Qur’an. Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalm memahami ayat-ayat al-Qur’an khususnya dalam ranah Muhkam dan Mutasyabih, maka kelompok kami menyusun makalah yang membahas tentang kedua hal tersebut. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan Muhkam dan Mutasyabih, akan dijelaskan dalam bab berikutnya yaitu bab pembahasan.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan kaidah-kaidah Muhkam dan Mutasyabih dalam Al-Qur’an ?
2. Menjelaskan contoh-contoh Muhkan dan Mutasyabih ? C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kaidah-kaidah Muhkan dan Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui contoh-contoh Muhkan dan Mutasyabih.
2 BAB II PEMBAHASAN
A. Kaidah-Kaidah Tentang Muhkan Dan Mutasyabih Dalam Al-Qur’an
Kaidah-kaidah tafsir yang berkaitan dengan ayat-ayat muhkan dan mutasyabih terbagi menjadi tiga kaidah, yaitu :
1. Kaidah yang pertama
ُمي ِرَ ا
كلا نآ ْرُ قلُ ٍراَبِتْعاِب هِبا َشَتُم ُهُضْعَبَو ُمَ
كْح ُ
م ُه ُض ْعَب َو ، ٍراَبِتْعاِب ُهِبا َشَتُم ُهُّ
لُ
كَو ، ِراَبِتْعاِب مَ كَح ُ
م ُهَّ
لُ ك
. ٍثِلاَ ث Artinya: Al-Qur'an bisa dipandang muhkam seutuhnya, bisa mutasyabih seluruhnya, bisa pula muhkam dan sebagian mutasyabih.
Maksud dari kaidah ini mengatakan bahwa, :
a. Al-Qur’an itu muhkam, maksudnya adalah jika ditinjau dari segi kerapian dan koherensi, kesolidan dan keakuratan susunan ayatnya, maka semua ayat Al-Qur’an itu adalah muhkam.1 Artinya yaitu maknanya jelas, susunannya kokoh, sangat tinggi hukum dan hikmahnya, dan amat tinggi nilai keindahannya. Khabarnya benar dan nyata saat disampaikan, tidak ada dusta dan kontradiksi, kandungan hukumnya adil dan tidak ada kedzaliman.
Semua perintah yang disebutkan mengandung kebaikan dan hidayah dan semua larangan mengandung keburukan dan kesesatan. Jadi Muhkam pada pembahasan kaidah pertama ini merupakan Muhkam pada segi Bahasa.2 b. Al-Qur’an itu Mutasyabih, maksudnya yaitu maknanya tidak terlalu jelas,
sulit dan membutuhkan penjelasan lagi untuk memahaminya baik itu seseuatu yang baik, benar, petunjuk yang lurus, mengandung manfaat atau mungkin bermakna yang sebaliknya.3
1 Fikri Mahmud, QAWA’ID TAFSIR: Kaidah-kaidah Menafsirkan Al-Qur’an (Azka Pustaka, 2021), h. 64.
2 salman harun, Kaidah-Kaidah Tafsir (PT Qaf Media Kreativa, n.d.), h. 729.
3 harun, h.729.
3
c. Allah mensifati Al-Qur’an sebagiannya muhkam dan sebagian lainnya dalalahnua mutasyabih. Maksudnya ialah makya ihkam dan tasyabuh nya itu sesuai dengan apa yang tertera pada pengertian istilah tersebut.4
Contohnya:
a. Al-Qur’an yang digambarkan sebagai Muhkam, seperti didalam QS. Hud ayat 1:
بتكرلاَ
ْْت َم ِك ْحَ أ
ُْهُتيَ أ
ْ مثُ
ْْتَ ل ِ صُ
ْْن ِم ف ن ُدَ
ل ميكح ريبخ
Alif laam raa, (imlah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun de ngan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.
b. Al-Qur’an yang digambarkan sebagai Mutasyabih, terdapat di dalam QS. Al- Zumar ayat 26:
للها
َْ ل زن
َْن َس ْحَ
ِْثي ِدَحْلا أ اًبَ
ْاهِبا َشَتُّم ت ِك
ْي ِناَث م
Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur-an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang.
c. Al-Qur’an yang digambarkan sebagai Muhkam sebagian dan Mutasyabih sebagian yang lain, seperti didalam QS. Ali Imran ayat 7:
َْو ُه
يذلا
لزنا بت ِكلاكيلع
ُْهْن ِم
َْتنأ
ْ ت َمَ ك ْح ُ
ت
ْ نُه
ُّْمُ
ْ ِبَ أ ت ِكْ
لا
ُْر َخُ
ْ ت ٰهِبٰشَتُم أ َو
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu di an tara (ist) nya ada ayat-ayat yang muhkam, Itulah pokok-pokok isi Al quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabih.5
2. Kaidah yang kedua
ِهِبا َشَتُمْلاِب ُناَمْيِإْ لا َو ، ِمَ
ك ْح ُمْ لاِب ُ
ل َم َعْ لا ُّب ِجَ
ي
4 harun, h.729.,
5 salman harun, Kaidah-Kaidah Tafsir (PT Qaf Media Kreativa, n.d.), h. 730.
4
Artinya: "Wajib mengamalkan ayat yang muhkam dan mengimani ayat yang mutasyabih."
Maksud dari kaidah kedua ini adalah, jika ayat tersebut sudah diketahui dengan jelas (Muhkam) maka wajib untuk mengamalkannya, baik iru merupakan suatu tuntutan yang berupa perintah ataupun larangan. Contoh perintah yaitu seperti: shalat, puasa, zakat, haji, bermu’amalah. Sedangkan contoh larangan seperti: memakan harta orang lain dengan cara haram, berzina, berbohong, dll.
Namun apabila firman Allah itu belum jelas (mutasyabih), maka wajib bagi kita untuk membenarkannya dan mengimaninya jika firman itu merupakan berita (kalam khabar). Misalnya yaitu, sifat-sifat Allah, dan lain- lain yang dikabarkan-Nya didalam Al-Qur’an. sesuatu yang belum jelas atau menimbulakan keraguan dan kebimbangan maknanya, terdapat dua kemungkinan, yaitu:6
a. Sesuatu Sesuatu yang benar-benar tidak ada jalan untuk mengetahui hakikatnya, meski secara lafzhi dapat diketahui artinya. Ini- lah yang disebut mutasyabih haqiqi, karena hanya Allah jua yang mengetahui hakikatnya.
Menyikapi hal semacam ini, se bagai muslim wajib beriman dan berserah diri.
Adapun untuk memahami apa dan bagaimana hakikatnya, diserahkan ke pada- Nya. Tidak selayaknya seorang hamba Allah memasuki lapangan itu dan mancari-cari takwilnya, demi menghindari fitnah penyimpangan dan kesesatan.
b. Sesuatu yang dapat diketahui dan terjangkau oleh ahli ilmu sangat mendalam dengan pemikiran yang luas dan mendalam seraya merujuk dan mengembalikannya kepada nash-nash yang muhkam, sementara orang lain dapat belajar darinya dan bertanya kepadanya. Ayat Mutasyabih dari jenis ini disebut mutasyabih idhafi.
6 harun, h. 732-733.
5 Contohnya:
a. Contoh Muhkam
Contoh-contoh ayat-ayat muhkam sangat banyak jumlahnya, seperti ayat- ayat yang terkait perintah berbuat kebajikan, ber- ibadah, memahami sifat-sifat Allah dari segi maknanya, dan ayat tentang hari kiamat.
b. Contoh mutasyabih haqiqi
Yaitu, apa yang wajib diimani oleh seorang muslim karena tak ada jalan untuk mengetahui hakikatnya. Bagian ini mencakup semua apa yang dikabarkan Allah tentang diri-Nya sendiri, hari akhir, malaikat, dan lain-lain. Meski makna lafzhi atau harfiahnya dapat dimengerti, namun tidak diketahui oleh manusia hakikat yang sebenarnya.
c. Contoh mutasyabih nisbi atau idhafi
Hal ini mencakup berbagai macam gambaran yang berma- cam-macam, seperti nash-nash Al-Qur’an yang diduga terdapat kontradiksi, misalnya antara QS. Ar-Rahman [55]: 39 de- ngan QS. Al-Shaffat [37]: 24:
ْ ذيمؤيف ال
ُْ لَ
أ ْسُي
ْْن َع
ْ ةِبْنَذ
ْ ُسن ِإ
ْاَ ل َو
ْ
نا َج
Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya
ْْم ُهوُ ف ِقو
ْْم ُهنَ أ
َْ نوُ
لوُئ ْس م
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) Karena Sesungguhnya mereka akan ditanya.7
3. Kaidah yang ketiga
َنْيِب َطا َخُمْلا ى َدَ َج ل ٌة َم ْو ُهْ
ف َم ِنآ ْرقُ ْ
لا ِصو ُصُن ِر ِها َو َظ ُعي ِم . Artinya: “Makna lahiriah seluruh nash Al-Qur'an dapat dipahami oleh para mukhathab”
7 Salman harun, Kaidah-Kaidah Tafsir (PT Qaf Media Kreativa, n.d.), h. 733.
6
Maksud dari kaidah ini adalah secara dzahir makna ayat Al-Qur’an itu semuanya dapat dipahami oleh semua yang mendengarnya, termasuk pada ayat-ayat mutasyabihat.8 Karena Allah Swt. menurunkan kitab sucinya dengan bahasa Arab yang fasih dan jelas kepada seorang Nabi dan Rasul-Nya dari suku Arab dan ditujukan kepada lawan bicara-Nya, yaitu umat dan bangsa Arab. Semua itu telah dirancang sedemikian rupa agar kandungan isi kitab suci itu menjadi pedoman, petunjuk, dan pembimbing ke arah kebenaran.
Hal ini menjadi penting sekali dan agar berfungsi seperti yang dikehendaki Allah Swt., maka ia mesti dapat dipahami maknanya secara terinci, sehingga dapat menjadi hujjah dan argumen yang kokoh serta menolak berbagai sanggahan dan sikap keberatan. Akan tetapi makna haqiqi dari ayat mutasyabihat tersebut hanyalah Allah Swt yang mengetahuinya.9
Contohnya:
QS. Ibrahim [14]: 4:
ا َم َو اَنْ
ل َس ْرَ
ْْن ِم أ
ِْلو ُس ر ال ِإ
ِْنا َسِلِب
ِْه ِم ْوقَ
َْن ِ يَبُيِل
ْْم ُهَ ل
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepa da mereka.
QS.al-Nahl [16]: 64:
ا َمو اَنْ
ل َزنَ أ
َْكْيَ لَع بتكلا
ْال ِإ
َْن يَبُ تِل
ُْم ُهَ ي ِذلا ل ا ْوفُ َ
لَت ْخا
ِْهْي ِف ى ًد ُه َو
ًْة َم ْح َر َو
ْ م ْوَ قِل
َْ نوُن ِم ْؤي
Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang Mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bog kaum yang beriman.
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa ia menjadi hujah yang kokoh dan kuat, yang perlu ditegakkan dan sekaligus menjadi penyanggah yang andal
8 Mahmud, QAWA’ID TAFSIR, h. 65.
9 harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 735.
7
untuk menggugurkan argu men orang-orang yang tidak mengimani dan mengimani Al Qur’an al-Karim.10
B. Contoh-Contoh Ayat Muhkam dan Mutasyabih
a. Ayat muhkam adalah memiliki makna ayat jelas dan terang; tidak tersamar sama sekali.
Menurut Yahya ibnu Ya’mur, yang dimaksud dengan Ummul Kitab ialah yang menyangkut fardu-fardu, perintah, dan larangan, serta halal dan haram. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat-ayat yang muhkam adalah ayat-ayat yang menasakh (merevisi), ayat-ayat yang menerangkan tentang halal dan haram, batasan-batasan dari Allah, serta semua hal yang berpengaruh dan diamalkan. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar ketika ia mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Di antara (isi)nya ada ayat- ayat muhkamat. (Ali Imran:7) Ayat-ayat yang muhkam merupakan hujah Tuhan, dan pemeliharaan bagi hamba-hamba Allah, serta untuk mematahkan hujah lawan yang batil. Ayat-ayat ini tidak dapat dibelokkan pengertiannya dan tidak dapat ditakwilkan dengan pengertian yang menyimpang dari apa adanya.
Contoh ayat Muhkam dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِإ ُساَّنلا اَهُّيَ أ اَي اوُ
ف َرا َعَتِل َ
لِئاَبق َو اًبو ُع ُش ْمَ ُ كاَنْ
ل َع َج َو ٰىثْنَ ُ أ َو ٍرَ
كَذ ْن ِم ْمُ كاَنقْ َ
ل َخ اَّن
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku supaya kamu saling kenal mengenal” [Al-Hujuraat/49 : 13]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
َنوُقَّتَت ْمُ كَّ
ل َعَ ل ْمُ
كِلْبَ
ق ْن ِم َني ِذَّ
لا َو ْمُ كقَ َ
ل َخ ي ِذَّ
لا ُمُ
كَّبَر او ُد ُب ْعا ُساَّنلا اَهُّيَ أ اَي
10 salman harun, Kaidah-Kaidah Tafsir (PT Qaf Media Kreativa, n.d.), h. 735-736.
8
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang- orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al-Baqarah/2 : 21]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
اَب ِ رلا َم َّرَحَو َعْيَبْلا ُ َّللَّا َّل َحَ أ َو
“Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” [Al- Baqarah/2 : 275]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
ُةَ قِنخْن ُمَ ْ
لا َو ِهِب ِ َّ
للَّا ِرْيَغِل َّلِهُ
أ ا َم َو ِريِزْنِخْلا ُمْحَلَو ُم َّدلاَو ُةَتْيَمْلا ُمُكْيَلَع ْتَمِ ر ُح
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik” [Al-Maidah/5 : 3]
b. Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam.
Pertama: Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اًمْ
ل ِع ِهِب نو ُطي ِحَ ُ ي اَ
ل َو ْم ُهفَ ْ
ل َخ ا َم َو ْم ِهي ِدْيَ
أ َنْيَب ا َم ُمَ ل ْعَي
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya”
[Thahaa/20 : 110]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
لا َو ُه َو ۖ َرا َصْبَ أْ
لا ُك ِرْدُي َو ُهَو ُرا َصْبَأْلا ُهُكِرْدُت اَل ُريِبَخْلا ُفي ِطَّل
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” [Al- An’am/6 : 103]
9
Oleh karena itu ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ٰى َوَت ْسا ِش ْرَعْلا ىَلَع ُنَٰمْح َّرلا
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy”
[Thahaa/20 : 5]
Bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala bersemayam ? Beliau menjawab :
“Bersemayam menurut bahasa telah diketahui artinya, hakikatnya tidak diketahui, iman kepadanya hukumnya wajib dan mempertanyakannya adalah bid’ah” Bentuk Mustasyabih yang ini tidak mungkin untuk dipertanyakan sebab tidak mungkin untuk bisa diketahui hakikatnya.
Kedua: Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang- orang yang mendalam ilmunya saja. Bentuk Mutasyabih yang ini boleh dipertanyakan tentang penjelasannya karena diketahui hakikatnya, karena tidak ada satu katapun dalam Al-Qur’an yang artinya tidak bisa diketahui oleh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
َني ِقت ُمَّ ْ
لِل ٌة َظ ِع ْو َم َو ى ًدُهَو ِساَّنلِل ٌناَيَب ا َذ َٰه
“(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” [Ali-Imran/3 : 138]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
﴿ُهَنآ ْرُ
ق ْعِبَّتاَف ُهاَنْ أ َرَ
ق ا َذ ِإفَ ١٨
ُهَنا َيَب اَنْيَ لَع َّ
ن ِإ َّمث﴾ُ
“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu.
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” [Al- Qiyaamah/75 : 18-19]
Contoh-contoh untuk bentuk ini sangat banyak sekali, salah satunya dalam
10 Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ا ًجا َو ْزَ أ ْمُ
ك ِسفْنُ َ أ ْن ِم ْمُ
كَ ل َ
ل َع َج ۚ ِض ْرَ أْ
لا َو ِتا َواَم َّسلا ُر ِطافَ َسْيَ
ل ۚ ِهي ِف ْمُ كُؤ َرْ
ذَي ۖ ا ًجا َو ْزَ
أ ِما َعْنَأْلا َنِمَو
ُري ِصَبْ
لا ُعي ِم َّسلا َوُهَو ۖ ٌء ْي َش ِهِلْث ِمَ ك
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikanNya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Asy-Syura/42 : 11]
Ahli Ta’thil salah dalam memahaminya, mereka pahami, bahwa yang dimaksud adalah tidak ada sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka beranggapan, bahwa adanya sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharuskan keserupaan dengan makhluk, mereka menolak banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka juga menolak, bahwa kesamaan makna tidak mengharuskan adanya keserupaan.
Sementara orang-orang yang mendalam ilmunya atau para ulama adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang benar, mereka tahu bagaimana mengkorelakasikan ayat-ayat Mutasyabihah ini sehingga maknanya sesuai dengan ayat-ayat yang lain, akhirnya Al-Qur’an seluruhnya menjadi Muhkam tidak ada yang tersamar sama sekali. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa mutasyabihat dalam hal kebenarannya tidak memerlukan adanya pengertian lain dan takwil yang terkandung di balik makna lahiriahnya;
Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan ayat-ayat mutasyabihat ini, sebagaimana Allah menguji mereka dengan masalah halal dan haram. Pada garis besarnya ayat-ayat mutasyabihat tidak boleh dibelokkan kepada pengertian yang batil dan tidak boleh diselewengkan dari perkara yang hak.11
11Ade Siti Dirakania, dkk., Makalah Ayat-ayat mukham dan Mutasyabih (Universitas Islam As-Syafi'iyah: Jawa Barat, 2019) hlm.4-9.
11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Dari definisi-definisi tentang muhkam dan mutasyabih di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah suatu lafadz yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat berdiri sendiri serta mudah dipahami. Sedangkan mutasyabih adalah suatu lafadz yang artinya samar, maksudnya tidak jelas dan sulit bisa ditangkap karena mengandung penafsiran yang berbeda-beda dan bisa jadi mengandung pengertian arti yang bermacam-macam. Adapun penyebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an adalah ketersembunyian dalam makna dan lafal. Sedangkan macam-macam ayat mutasyabih ada tiga; ayat yang tidak dapat diketahui artinya kecuali oleh Allah, ayat yang dapat diketahui artinya dengan jalan pembahasan, dan ayat yang dapat diketahui artinya oleh ulama tertentu.
Di antara hikmah ayat-ayat muhkamat adalah memberi rahmat pada manusia, khususnya orang yang bahasa Arabnya lemah, memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya juga memudahkan mereka menghayati makna maksudnya agar mudah melaksanakan ajaran-ajarannya. Sedangkan hikmah dari ayat-ayat mutasyabihat salah satunya adalah menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabih sebab semakin sukar pekerjaan seseorang maka akan semakin besar jugalah pahalanya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Harun, salman. Kaidah-Kaidah Tafsir. PT Qaf Media Kreativa, n.d.
Mahmud, Fikri. QAWA’ID TAFSIR: Kaidah-kaidah Menafsirkan Al-Qur’an. Azka Pustaka, 2021.
Siti Dirakania, Ade , dkk., Makalah Ayat-ayat mukham dan Mutasyabih (Universitas Islam As-Syafi'iyah: Jawa Barat, 2019)