PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
- Konsep Budaya
 - Konsep Budaya Mappatabe
 - Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
 - Perkembangan Moral Anak Usia Dini
 - Aktualisasi Budaya Mappatabe di Lembaga Pendidikan
 
Kata tabe' diikuti dengan gerakan tangan kanan ke bawah menuju tanah sambil memandang orang tersebut dengan ramah dan tersenyum. Selain itu, budaya tabe hanya terdiri dari perkataan dan tindakan (taro no taro gau), dimana masyarakat Bugis harus bertindak berdasarkan perkataannya dalam kehidupan sehari-hari. Kata tabe' dan gerakan badan (tangan kanan) harus berjalan beriringan dan sejalan, agar maknanya bagi orang Bugis jauh lebih dalam.
Postur tabe dilakukan dengan cara memandang orang yang berpapasan lalu tersenyum, lalu sedikit menekuk badan dan meluruskan tangan di samping lutut. Sikap tabe terkesan sepele, namun sangat penting dalam kehidupan masyarakat di wilayah Sulawesi Selatan, khususnya bagi suku Bugis. Tabe' dapat menimbulkan rasa keakraban meskipun belum pernah bertemu atau mengenal satu sama lain.
Jika ada orang lain yang setingkat tanpa sikap tabu, maka diasumsikan orang tersebut tidak memahami adat istiadat sopan santun atau tata krama. Jika hal ini semakin dilupakan maka akan berdampak pada budaya tabu. yang akan hilang seiring berjalannya waktu, sehingga dampaknya akan menimpa anak cucu kita di kemudian hari. Maka sangat penting untuk menerapkan budaya tabe sebagai kode moral masyarakat Bugis karena modal manusia yang sesungguhnya adalah mempunyai budi pekerti yang baik dan menjunjung tinggi etika.
Kata tabe mempunyai arti menghargai dan menghargai orang lain, serta didalamnya terdapat dasar moral dan budi pekerti, sehingga tentunya budaya ini sangat baik jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Faktanya, budaya tabe. berperan besar dalam pembentukan karakter anak dalam pengembangan sopan santun dan hormat. Jadi, penerapan budaya tersebut dalam menghargai dan menghormati orang-orang di sekitar kita, demi terciptanya generasi muda bangsa yang cerdas, terpelajar, bermoral dan berbudaya.
Oleh karena itu, melalui pola didikan keluarga, budaya tabe akan tetap mengakar dalam masyarakat Bugis. Tabe' yang berarti meminta izin kepada orang lain, atau yang dalam masyarakat Bugis dikenal sebagai pola kesantunan.
Bagan Kerangka Pikir
Fenomena yang dimaksud adalah terkait penerapan budaya kehilangan map pada anak kelas B2 di RA DDI Majennang. Guru kelompok A mengenai budaya mappatabe harus diajarkan pada anak usia dini dan budaya mappatabe harus dilestarikan. Guru kelompok B1 terkait budaya mappatabe' sebagai sumber materi pembelajaran dan pembinaan norma-norma bagi anak usia dini.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa cara penerapan budaya mappatabe pada anak kelompok B2 di RA DDI Majennang adalah dengan menggunakan metode pembiasaan. Penulis mengambil kesimpulan bahwa cara penerapan budaya mappatabe pada anak kelompok B2 di RA DDI Majennang adalah dengan menggunakan metode keteladanan. Penulis mengambil kesimpulan bahwa cara penerapan budaya mappatabe pada anak kelompok B2 di RA DDI Majennang adalah dengan menggunakan metode bercerita.
Bagaimana pendekatan Anda terhadap proses pembelajaran budaya mappatabe pada anak usia dini? Peneliti : Pendekatan apa yang anda lakukan dalam proses pembelajaran budaya mappatabe pada anak usia dini? Ibu Ika Mustika Harun : Menurut saya, nilai-nilai yang terkandung dalam budaya mappatabe adalah nilai agama dan moral.
MS. Sri Muliani: Menurut saya, cara penerapan budaya mappatabe pada anak usia dini adalah dengan menggunakan pola kebiasaan. Ibu Hastuti: Menurut saya, budaya Mappatabe harus selalu diajarkan kepada anak-anak usia dini agar tidak tergerus oleh zaman modernisasi. Bu Fatfiro: Menurut saya budaya mappatabe harus selalu diajarkan kepada anak-anak dan jangan selalu memberikan mereka telepon seluler.
Jenis Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Fokus Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Cara penerapan budaya mappatabe pada anak kelompok B2 dalam pengembangan nilai agama dan moral melalui metode pembiasaan yaitu 9 anak berkembang sangat baik (Amirah, Arfian, Azzam, Farid, Iman, Iskir, Gilang, Safran, Sifa) dan 5 anak berkembang sesuai harapan (Amanda, Fadil, Restu, Wirda, Wildan), metode keteladanan yaitu 7 anak berkembang sesuai harapan (Amirah, Azzam, Iman, Iskir, Safran, Sifa, Wildan) dan 7 anak berkembang sesuai harapan (Amanda, Arfian, Farid, Fadil, Gilang Restu, Wirda), dan metode bercerita 8 anak berkembang sangat baik (Amirah, Azzam, Fadil, Iman, Iskir, Safran, Gilang, Wildan) dan 6 anak berkembang sesuai harapan (Amanda, Arfian, Farid, Sifa, Restu, Wirda). Ibu Sri Muliani: Menurut saya, nilai-nilai dalam budaya mappatabe adalah nilai agama dan moral.
Teknik Pengumpulan Data
Uji Keabsahan Data
Menurut Sugiyono, tujuan metode pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif adalah untuk memberikan dasar analisis yang akurat guna menjamin kebenaran data yang ditemukan.7 Dengan demikian, peneliti melakukan pengujian keabsahan data sebagai berikut. Penulis memperluas observasinya untuk memperoleh data yang valid dari sumber data dengan meningkatkan intensitas perjumpaan dengan narasumber yang dijadikan informan, dan melakukan penelitian dalam kondisi yang wajar dan tepat waktu. Dalam hal ini penulis melakukan kunjungan rutin ke lokasi penelitian untuk mencari data. Tepat. Penggunaan referensi yang cukup disini berarti adanya dukungan untuk membuktikan data yang ditemukan.
Member check pada hakekatnya adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti dari penyedia data. Tujuan dari member check ini adalah untuk mengetahui sejauh mana data yang dikumpulkan sesuai dengan yang diberikan oleh penyedia data. Dalam penelitian ini penulis melakukan member check terhadap seluruh sumber data khususnya sumber atau informan mengenai penggunaan budaya kehilangan folder.
Teknik Analisis Data
Ketika peneliti memulai penelitian, tentu saja mereka akan mendapatkan data yang banyak dan relatif beragam bahkan sangat rumit. Laporan disusun berdasarkan data yang diperoleh, direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang paling penting, dipusatkan pada hal-hal yang penting. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal yang paling penting, mencurahkan pada hal yang penting.
Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya. Jadi bagi peneliti pemula dalam melakukan reduksi data dapat berdiskusi dengan teman atau orang lain yang dianggap ahli. Melalui diskusi ini akan berkembang wawasan para peneliti sehingga dapat mereduksi data-data yang mempunyai nilai signifikan temuan dan pengembangan teori.
Melalui analisis data, data diorganisasikan, disusun menjadi suatu pola hubungan, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Dengan demikian, cara penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks naratif. Fungsi penyajian data tidak hanya untuk memudahkan dan memahami apa yang terjadi, tetapi juga untuk merencanakan pekerjaan selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.
Indikator peneliti telah memahami apa yang disajikan adalah jawaban dari pertanyaan: tahukah Anda konten apa yang disajikan? 10. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Mile dan Huberman adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Oleh karena itu, kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat memberikan jawaban terhadap rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal, namun bisa juga tidak, karena sebagaimana telah disebutkan, permasalahan dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti terjun ke lapangan. pernah. , kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Kebudayaan Mappatabe di RA DDI Majennang, berdasarkan hasil wawancara, pernyataan dari Ibu. Ika Mustika Harun selaku guru RA DDI Majennang yang mengatakan. Budaya Mappatabe merupakan budaya dimana masyarakat Bugis harus meyakini adanya moral yang luhur terhadap sesamanya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Ny. Sri Muliani selaku guru RA DDI Majennang menyampaikan tentang budaya mappatabe sebagai sumber bahan ajar dan norma pelatihan bagi anak usia dini masing-masing.
Budaya Mappatabe merupakan etika suku Bugis sehingga harus dilestarikan agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Jadi, dalam proses pembelajaran atau kegiatan sehari-hari di RA DDI Majennang, berdasarkan hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa budaya mappatabe sudah diterapkan. Namun anak kelompok B2 belum maksimal atau perlu dikembangkan dalam penerapan budaya mappatabe' yang berkaitan dengan aspek nilai agama dan moral.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa gambaran budaya mappatabe’ di RA DDI Majennang merupakan budaya masyarakat Bugis dengan sikap dan gerak seseorang yang menanamkan nilai-nilai agama dan moral yang saling menghargai dan menghargai. Budaya Mappatabe bermakna menghargai dan menghargai orang lain serta mencakup dasar moral dan tata krama, sehingga budaya ini sangat tepat. Berdasarkan hasil wawancara bagaimana penerapan budaya mappatabe', seperti yang dikatakan oleh Ibu Atira selaku guru RA DDI Majennang, bahwa.
Tingkat kinerja anak yang diamati peneliti dalam penerapan budaya mappatabe' untuk mengembangkan nilai agama dan moral melalui metode keteladanan adalah 7 anak berkembang sangat baik (Amirah, Azzam, Iman, Iskir, Safran, Sifa, Wildan) dan 7 anak berkembang sesuai harapan (Amanda, Arfian, Farid, Fadil, Gilang Restu, Wirda). Menurut saya, penerapan budaya mappatabe pada anak adalah metode bercerita dengan menceritakan kisah-kisah keteladanan dan mengambil pesan moral darinya. Tingkat kinerja anak yang diamati peneliti dalam penerapan budaya mappatabe' untuk mengembangkan nilai agama dan moral melalui metode bercerita adalah 8 anak berkembang sangat baik (Amirah, Azzam, Fadil, Iman, Iskir, Safran, Gilang, Wildan ) dan 6 orang anak mempunyai harapan serupa (Amanda, Arfian, Farid, Sifa, Restu, Wirda).
Pembahasan
Ibu Atira : Budaya Mappatabe adalah budaya yang diwariskan secara turun temurun untuk menunjukkan rasa hormat dan menghargai orang lain. Ibu Atira : Menurut saya, nilai agama dan moral, karena budaya mappatabe, menunjukkan rasa hormat dan menghargai orang lain. Ibu Atira : Agar budaya mappatabe selalu dikenang dan sangat penting sebagai sumber belajar bagi anak-anak.
Budaya mappatabe ini sangat penting, antara lain berjalan/meminta permisi, memberi contoh dan berlatih kepada anak. MS. Sri Muliani: agar budaya mappatabe' menjadi model pembelajaran dan selalu diutamakan sehingga dapat membentuk karakter anak usia dini. MS. Hastuti: menurut saya norma perkembangan anak usia dini dalam budaya Mappatabe adalah perilaku yang positif dan mengajarkan anak tentang aspek nilai agama dan moral.
Nyonya. Hastuti: Menurut saya budaya mappatabe merupakan sumber bahan pembelajaran bagi anak usia dini karena budaya inilah yang menjadi landasan pembelajaran pada anak sejak kecil. Ibu Fatfiro : Menurut saya budaya mappatabe merupakan sumber bahan pembelajaran bagi anak usia dini karena budaya tersebut merupakan teladan perilaku bagi anak.
PENUTUP
Saran
Siswa hendaknya menyadari pentingnya budaya Mappatabe bagi siswa khususnya pada anak usia dini, karena anak usia dini merupakan awal dari jenjang pendidikan selanjutnya.