PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menggunakan saksi non muslim dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bengkulu Kelas I A?
Batasan Masalah
Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan pendapat ulama fiqih tentang penggunaan saksi non muslim di Pengadilan Agama Bengkulu kelas I A dalam Putusan Nomor :.
Kegunaan Penelitian
Penelitian Terdahulu
Perbedaan yang penulis tulis dengan yang ditulis oleh Mochamad Fauzi adalah perbedaannya terletak pada pembahasannya, skripsi ini memfokuskan pembahasannya pada ahli waris yang berbeda agama. Perbedaan yang ditulis peneliti berbeda dengan yang ditulis oleh Rosmawati, dimana perbedaannya terletak pada penelitian sebelumnya yang menganalisis putusan yang menyangkut perkara perceraian karena nusyuz, sedangkan penelitian ini mencakup putusan yang menggunakan saksi non-Muslim. Penelitian kelima adalah artikel Mizani E-Jurnal IAIN Bengkulu yang ditulis oleh Asnaini dan Rochmatun pada tahun 2015 dengan judul.
Perbedaan yang ditulis peneliti berbeda dengan yang ditulis oleh Asnaini dan Rochmatun, dimana perbedaan tersebut terletak pada penelitian terdahulu yang mengkaji tentang proses pemeriksaan talak talak dan gugatan cerai di pengadilan agama, sedangkan penelitian ini menganalisis tentang pertimbangan hakim dalam kasus perceraian. menggunakan saksi non-Muslim. Hanya saja penelitian yang ditulis penulis memuat bukti-bukti dari saksi non-Muslim. Penelitian keenam adalah artikel Qiyas E-Journal IAIN Bengkulu yang ditulis oleh Lidya Febrianni pada tahun 2017 dengan judul “Hukuman Bagi Pihak yang Mengabaikan Putusan Pengadilan Agama.
Perbedaan yang ditulis peneliti berbeda dengan yang ditulis oleh Lidya Febriani, dimana perbedaan tersebut terletak pada penelitian terdahulu yang membahas masalah sanksi bagi pihak yang mengabaikan putusan pengadilan agama, sedangkan penelitian ini mencakup putusan dengan saksi non muslim. . . Namun penelitian yang ditulis oleh Anto Mutriady Lubis ini mempunyai kemiripan dengan penulis, yaitu sama-sama membahas dan memasukkan saksi-saksi non-Muslim di Pengadilan Agama sebagai subjek penyidikannya.14.
Metode penelitian
Undang-undang nomor 7 tahun 1889 tentang peradilan agama, ikhtisar hukum Islam dan kitab-kitab fiqih seperti ringkasan terjemahan kitab al-Umm oleh Imam Syafi'i dan terjemahan Fiqih Tujuh Madzhab oleh Syekh Muhammad Syaltut. Sumber data sekunder adalah data yang menunjang permasalahan yang akan dibahas, yang diambil dari bahan pustaka dan biasanya untuk melengkapi data primer yaitu: buku, artikel, majalah dan jurnal hukum seperti DOKTRIN: Jurnal hukum dan bahan informasi lain yang berkaitan. kepada saksi non muslim dengan cara menghubungkan suatu bahan hukum dengan bahan hukum lainnya dan untuk memperkuat data juga dilakukan wawancara. Muhhtar selaku Hakim Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu tentang Dasar Hukum dan Peninjauan Kembali Hakim yang Menerima Kesaksian Non Muslim dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu.
Oleh karena itu disajikan dalam bentuk tertulis yang sistematis untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat dan hukum Islam. Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari berkas perkara berupa Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor: 0136/Pdt.G/2016/PA.Bn. Analisis data merupakan proses pencarian dan penyusunan data yang diperoleh secara sistematis agar mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Sistematika Penulisan
Bab IV, pada bab ini peneliti akan membahas inti pembahasan mengenai temuan penelitian dan pembahasannya, sub bab pertama berisi tentang saksi non muslim dalam hukum acara perdata, sub bab kedua berisi pertimbangan hakim dalam penggunaan saksi non muslim dalam hukum acara perdata. Saksi Muslim dalam perkara Nomor 0136/Pdt.G/2016/PA.Bn subbab ketiga berisi tentang tinjauan hukum Islam tentang pertimbangan hakim dalam penggunaan saksi non-Muslim dalam perkara Nomor 0136/Pdt.G/ 2016 / PA.Bn.
LANDASAN TEORI
- Dasar Hukum Perceraian
- Sebab-Sebab Perceraian
- Macam-Macam Perceraian
- Akibat Hukum Setelah Terjadinya Perceraian
Apabila dilakukan perceraian, maka harus didasari oleh alasan yang kuat, karena itu adalah jalan terakhir yang diambil oleh suami istri, jika cara-cara lain yang telah dicoba sebelumnya tetap tidak dapat memulihkan keutuhan rumah tangga suami istri. 23 Hepi Duri Jayanti, Talak Tiga Di Luar Pengadilan Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Bagi Pegawai Negeri Sipil (Kajian Putusan Pengadilan Agama Arga Makmur Nomor 0207/Pdt.G/2015/PA.AGM), (QIYAS: Hukum Islam dan Peradilan Jilid 3, No h. Secara umum alasan-alasan di atas merupakan alasan-alasan yang sering digunakan oleh seseorang untuk mengajukan cerai, namun pada hakikatnya seseorang yang mengajukan cerai yakin orang tersebut tidak lagi mendapatkan kedamaian, keharmonisan dan kebahagiaan. rumah tangga mereka, sehingga tujuan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga bahagia, sakinah, mawadah, warohmah tidak dapat terwujud lagi.
Dalam masalah syiqaq iaitu perselisihan rumahtangga yang tidak dapat didamaikan lagi, hanya perceraian sahaja jalan terbaik. Perceraian hanya berlaku apabila perlu, contohnya kerana perangai wanita itu sangat buruk dalam syarikatnya dan tidak boleh diharapkan lagi sebagai isteri. Syariat Islam telah menetapkan bahawa kedua-dua suami dan isteri hendaklah segera melakukan usaha penanggulangan apabila gejala tiba-tiba muncul yang boleh dijangka boleh mengganggu kehidupan rumah tangga mereka, seperti yang terdapat dalam firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 34.
Padahal pada hakikatnya hukum Islam tidak mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di muka pengadilan. Dalam pelaksanaannya perceraian harus didasari oleh alasan yang kuat, sebab hal ini merupakan upaya terakhir suami istri, apabila cara-cara lain yang telah dicoba sebelumnya masih belum mampu mengembalikan keutuhan keluarga suami istri. Mengenai alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama pada Penjelasan Pasal 116 Kompendium Hukum Islam.
Salah satu pihak mempunyai cacat fisik atau penyakit yang menghalanginya untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami atau istri; Talak talak merupakan salah satu cara yang dibenarkan dalam hukum Islam untuk putusnya ikatan perkawinan, dalam talak talak suami mempunyai kedudukan sebagai pemohon, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) juncto Pasal 67 huruf a UU No. . Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memuat ketentuan sebagai berikut: “Suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya, wajib mengajukan permohonan ke pengadilan untuk sidang guna menyatakan ikrar cerai.” Menurut mazhab Syafi'i, talaq bid'i adalah perceraian yang diwajibkan pada saat haid atau setelah melahirkan.32 Pasal 122 Instruksi Presiden Republik Indonesia no. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam bahwa “tawaran adalah perceraian yang haram dilakukan pada saat isteri sedang haid atau isteri dalam keadaan suci tetapi telah dirusak pada waktu haram tersebut.”
Talak ba'in kubro, yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Perceraian ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dikawinkan kembali, kecuali perkawinan itu dilangsungkan setelah perempuan itu menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian. Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 149 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, akibat perceraian dinyatakan sebagai berikut. Ayah bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, jika ayah sebenarnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut.
SAKSI DALAM PERCERAIAN
Landasan Hukum Saksi
Mengenai kedudukan saksi non-Muslim dalam hukum acara yang berlaku di pengadilan agama, penerapannya sama dengan di pengadilan umum. Dalam hukum perdata, tidak ada undang-undang yang mengatur penggunaan saksi non-Muslim dalam perkara perceraian.Dalam hukum perdata, siapapun dapat menjadi saksi apabila saksi tersebut memenuhi syarat formil dan materiil. Sementara itu, di antara pemeriksaan pengadilan agama, tentu ada kasus yang memerlukan bantuan pihak lain dalam penyelesaiannya, seperti autopsi dokter, termasuk keterangan saksi non-Muslim.
Saksi non-Muslim dapat diterima karena situasi saat ini dimana masyarakat bercampur di segala bidang, sehingga bukan tidak mungkin non-Muslim dapat menyaksikan peristiwa yang terjadi. Bahwa saksi telah memenuhi syarat hukum atau syarat formil dalam landasan hukumnya dan tidak ada aturan khusus yang mengatur saksi non muslim. Hukum Islam Sekilas tentang pertimbangan hakim dalam penggunaan saksi non-Muslim dalam perkara no. 0136/Pdt.G/2016/Pa.Bn.
Pada poin ketiga, hakim menyampaikan bahwa saksi telah memenuhi syarat formal dan substantif kerangka hukum, serta tidak ada aturan khusus bagi saksi non-Muslim. Adapun putusan hakim yang menggunakan keterangan non-Muslim tentunya harus memenuhi syarat formal dan substantif. Berdasarkan hal di atas, kehadiran saksi non-Muslim dalam perkara perceraian merupakan sesuatu yang dianggap baik.
Dengan demikian kesaksian non-Muslim dalam tinjauan istihsan dapat mengutamakan kemaslahatan, sehingga bagi saksi non-Muslim penulis setuju dengan pendapat hakim untuk membolehkan kesaksian non-Muslim di pengadilan agama. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pertimbangan hakim terhadap saksi non muslim dalam perkara perceraian pada Putusan Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu Nomor 0136/Pdt.G/2016/PA.Bn, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut. Pertimbangan hakim menggunakan saksi non-Muslim dalam proses perceraian di Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Begitu pula dengan kesaksian non-Muslim, karena kesaksian non-Muslim tersebut telah memenuhi syarat formil dan substantif, maka kesaksian non-Muslim tersebut dapat diterima di Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu sepanjang kesaksian tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Mengenai kesaksian non-Muslim di kalangan ahli hukum memang terdapat perbedaan pendapat, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak. Kesaksian dari non-Muslim juga dapat diterima dalam keadaan darurat, baik selama perjalanan maupun menginap.
Aziz, Firiana, Nur ‟‟ Status Saksi Non Muslim di Peradilan Agama Studi Banding Ibnu Qayyim dan Hukum Acara Perdata”, UIN Alauiddin Maakaksar: Skripsi, Madzhab Perbandingan dan Program Studi Hukum, 2015. Anto Mutriady, Lubis, Anto “The Kedudukan saksi non muslim dalam pandangan Islam dan hukum acara perdata sebagai alat bukti dalam perkara di pengadilan agama”, Jurnal Doktrina Vo1, No.