• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Guru Mengembangkan Kemampuan Regulasi Emosi Anak Usia 4-6 Tahun Melalui Kegiatan Meditasi di TK Bumi Bambini

N/A
N/A
AROGIO Dharma

Academic year: 2025

Membagikan "Strategi Guru Mengembangkan Kemampuan Regulasi Emosi Anak Usia 4-6 Tahun Melalui Kegiatan Meditasi di TK Bumi Bambini"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN REGULASI EMOSI ANAK USIA 4-6 TAHUN

MELALUI KEGIATAN MEDITASI (STUDI KASUS DI TK BUMI BAMBINI, TANGERANG SELATAN)

SKRIPSI

Pradita Muntari Wawi 11190184000064

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2023

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana para guru di TK Bumi Bambini, Tangerang Selatan mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak usia 4-6 tahun lewat kegiatan meditasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus, dengan teknik mengumpulkan data melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber berjumlah dua belas orang, yang terdiri dari enam guru TK A dan enam guru TK B. Data menunjukkan bahwa guru mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak melalui meditasi dengan cara: 1) guru menciptakan suasana yang tenang agar anak dapat fokus dan rileks; 2) kegiatan meditasi rutin dilakukan sebelum pembelajaran; 3) guru memberikan pemahaman sederhana pentingnya meditasi pada anak; 4) guru memberikan waktu dan ruang ketika anak tidak bisa meregulasi emosinya dengan baik; dan 5) guru menjadikan meditasi sebagai kebiasaan positif untuk meregulasi emosi anak.

Guru menciptakan suasana yang tenang dengan mematikan lampu dan memutarkan musik yang lembut dan menenangkan, guru membantu anak-anak untuk berkonsentrasi pada pernapasan mereka dalam kegiatan meditasi, dan membimbing anak-anak untuk berimajinasi dengan diri mereka sendiri berada di tempat yang tenang dan nyaman. Guru melakukan kegiatan meditasi secara rutin sebelum anak-anak masuk ke dalam kelas. Meditasi dapat membantu anak-anak untuk lebih fokus dan siap untuk mendengarkan guru di kelas. Guru menjelaskan meditasi kepada anak - anak dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Hal ini dilakukan agar anak - anak dapat memahami manfaat meditasi dan tertarik untuk melakukannya. Guru memiliki cara yang sama dalam menangani anak-anak yang tidak dapat mengontrol emosinya. Mereka akan memisahkan anak tersebut dari teman - temannya dan membawanya ke ruangan yang tenang. Tujuannya adalah untuk menenangkan emosi anak tersebut dan membantunya untuk memahami apa yang terjadi. Kegiatan meditasi yang dilakukan secara rutin dan konsisten dapat memberikan efek yang signifikan dalam membantu anak untuk mengembangkan kemampuan regulasi emosinya. Meditasi dapat membantu anak untuk meningkatkan kesadaran akan emosinya, belajar untuk menerima emosinya, dan mengontrol emosinya dengan lebih baik.

Kata Kunci: meditasi, regulasi emosi, strategi guru

(7)

ABSTRACT

This research was conducted to find out how teacher at Bumi Bambini Kindergarten, South Tangerang develop the ability to regulate emotions in children aged 4-6 years through meditation activities. This study uses a case study research method, with data collection techniques through interviews and documentation.

There were twelve resource persons, consisting of six Kindergarten A teachers and six Kindergarten B teachers. The data shows that teachers develop children's emotional regulation abilities through meditation by: 1) the teacher creates a calm atmosphere so that children can focus and relax; 2) routine meditation activities are carried out before learning; 3) the teacher provides a simple understanding of the importance of meditation to children; 4) the teacher provides time and space when the child cannot regulate his emotions properly; and 5) the teacher makes meditation a positive habit to regulate children's emotions.

The teacher creates a calm atmosphere by turning off the lights and playing soft and soothing music, the teacher helps the child concentrate on breathing during meditation activities, and guides the child to imagine himself in a quiet and comfortable place. The teacher carries out routine meditation activities before the children enter the classroom. Meditation can help children be more focused and ready to listen to the teacher in class. The teacher explains meditation to the children in a simple and easy to understand way. This is done so that children can understand the benefits of meditation and are interested in doing it. Teachers also have the same way of dealing with children who cannot control their emotions. They will separate the child from his friends and take him to a quiet room. The goal is to calm the child's emotions and help him understand what is happening. Meditation activities that are carried out regularly and consistently can have a significant influence in helping children develop their ability to regulate emotions. Meditation can help children to increase awareness of their emotions, learn to accept their emotions, and control their emotions better.

Keywords: meditation, emotion regulation, teacher strategy

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala Puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah Swt.

Karena atas segala ridha dan rahmat-Nya kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Strata (S1) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak lupa shalawat dan salam senantiasa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Keluarga dan para sahabatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah terlibat dalam membantu menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini, yaitu antara lain:

1. Ibu Siti Nurul Azkiyah, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin dan segenap dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Dewi Salistina, M.A., selaku ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang telah memberikan motivasi dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Prof. Maila Dinia Husni Rahiem, M.A., Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi penuh sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

4. Segenap dosen program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan takzim penulis kepada beliau yang telah menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Semoga senantiasa diberikan keberkahan oleh Allah Swt.

5. Bapak Parno, Ibu Muniroh, dan Polanko kakak tercinta yang selalu memanjatkan do’a, memberikan segenap dukungan, dan rasa kasih

(9)

sayangnya kepada penulis. Terimakasih banyak atas perjuangan mereka selama ini.

6. Seluruh teman-teman seperjuangan PIAUD angkatan 2019 yang selalu membantu memberikan semangat dan motivasi agar penulis terpacu untuk segera menyelesaikan studi.

7. Sekolah TK Bumi Bambini yang menjadi ide gagasan penulis dalam merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini.

8. Semua Guru TK Bumi Bambini yang mau berpartisipasi dan bersedia dalam proses wawancara dalam penelitian.

9. Seluruh pihak yang telah mendukung, berpartisipasi, dan membantu, baik materi maupun non materi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT. senantiasa membalas kebaikan mereka dan melipat gandakan pahalanya. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca demi terwujudnya kesempurnaan dalam proposal skripsi ini. Semoga dengan adanya proposal skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.

Tangerang Selatan, 5 September 2023

Pradita Muntari Wawi

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II ... 9

KAJIAN TEORI ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Teori Regulasi Emosi ... 7

2. Teori Mindfulness ... 12

3. Teori Psikologi Positif ... 16

4. Teori Khalwat ... 18

B. Kajian Pustaka ... 28

1. Meditasi ... 28

a. Definisi Meditasi ... 28

b. Macam - macam Meditasi ... 30

c. Tujuan Meditasi ... 34

d. Meditasi bagi Anak Usia Dini ... 36

2. Regulasi Emosi ... 39

a. Definisi Regulasi Emosi ... 39

b. Regulasi Emosi Anak Usia Dini ... 41

c. Mengembangkan Kemampuan Regulasi Emosi Anak Usia Dini .... 42

(11)

3. Penggunaan Meditasi dalam Mengembangkan Kemampuan Regulasi

Emosi Anak ... 44

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 45

BAB III ... 50

METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

B. Latar Penelitian (Setting) ... 52

C. Metode Penelitian ... 54

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 55

1. Prosedur Pengumpulan Data ... 55

a. Wawancara ... 56

b. Dokumentasi ... 57

2. Pengolahan Data ... 58

E. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 59

F. Analisis Data ... 60

BAB IV ... 63

A. Deskripsi Data ... 63

B. Pembahasan ... 75

BAB V ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Implikasi... 84

C. Saran... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 88 77

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

Tabel 3.1 : Jadwal Penelitian ... 40

Tabel 3.2 : Data Siswa dan Tenaga Pendidik ... 42

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 ... 39

Gambar 3.2 ... 51

Gambar 4.1 ... 52

Gambar 4.2 ... 77

Gambar 4.3 ... 77

Gambar 4.4 ... 78

Gambar 4.5 ... 78

Gambar 4.6 ... 78

Gambar 4.7 ... 79

Gambar 4.8 ... 79

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meditasi dalam perkembangan anak usia dini merupakan salah satu kegiatan yang memiliki manfaat yang baik. Meditasi dapat memberikan waktu tenang terhadap anak untuk belajar mengendalikan diri serta berkonsentrasi.

Kegiatan anak yang cukup padat seperti sekolah, ekstrakurikuler, les, bermain bersama teman-temannya, lambat laun dapat memberikan dampak stress dalam diri anak. Meditasi pada anak dapat meregangkan otot yang kaku sehingga anak dapat merasakan rileks dalam dirinya serta berperan penting terhadap regulasi emosi.1 Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa anak-anak membutuhkan sebuah sarana untuk mengembangkan regulasi emosi. Salah satu sarana yang dapat digunakan adalah meditasi. Meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang bertujuan untuk melatih perhatian guna meningkatkan kesadaran, yang selanjutnya dapat membuat proses-proses mental menjadi lebih terkontrol.2

Meditasi sudah dikenal dan digunakan sejak dahulu dalam berbagai budaya dan agama, termasuk di Indonesia. Beberapa kegunaan meditasi yang dikenal di Indonesia adalah untuk menenangkan pikiran, mengurangi stres, mengelola emosi, dan mencapai kesadaran spiritual.3 Meditasi bukanlah hal baru bagi sejarah peradaban manusia. Sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu, meditasi sudah dikenal luas di seluruh peradaban tinggi di Mesir, China, Aztec, dan India sudah diyakini mempraktikkannya.4 Lebih jauh, sejarah mencatat bahwa ribuan tahun yang lalu, Pantajali, seorang tokoh spiritual India, sudah memiliki argumen cerdas tentang meditasi. Menurutnya, meditasi adalah proses aktualisasi diri (self

1 Rizki Joko Sukmono, Mendongkrak Kecerdasan Otak dengan Meditasi, (Jakarta Selatan: Visi Media Pustaka, 2011), h. 11.

2 Budi Prayitno, Meditasi, (Yogyakarta: KAKTUS, 2019), h. 67.

3 Tejena, N. R., & Sukmayanti, L. M. K. (2018). Meditasi meningkatkan regulasi emosi pada remaja. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 370-381.

4 Alex Iskandar MBA dan Dr. Endi Novianto, Mediate & Growrich: Sehat, Kaya, dan Bahagia Duniawi-Spiritual, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), h. 9.

(14)

realization). Karena pada waktu meditasi, manusia mengalami kesadaran penuh sebagai bagian dari Sang Maha Pencipta. Mekanisme self realization adalah suatu rahasia yang sangat dijaga oleh para praktisinya.5 Maka dari itu, meditasi merupakan tradisi yang sudah sama tuanya dengan sejarah manusia di bumi ini.

Tetapi juga sangat kontemporer karena meditasi sangat efektif untuk mencapai relaksasi yang harmonis antara mind body spirit dan menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang tidak bisa diobati dengan pengobatan modern.

Masa anak usia dini merupakan masa emas untuk seluruh aspek perkembangan manusia, termasuk perkembangan emosi. Perkembangan emosi pada anak usia dini merupakan proses yang berjalan secara perlahan di mana anak dapat mengatur dirinya ketika menemukan rasa nyaman.6 Campos mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut. Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi dapat berbentuk rasa senang, takut, marah, dan sebagainya. Karakteristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada orang dewasa, dimana karakteristik emosi pada anak itu antara berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba, terlihat lebih hebat atau kuat, bersifat sementara atau dangkal, sering terjadi, dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya, dan reaksi mencerminkan individualitas.7 Santrock mengungkapkan bahwa emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman masa lalu. Terutama ekspresi wajah dari emosi, disini dijelaskan bahwa emosi dasar seperti bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki ekspresi wajah yang sama pada budaya yang berbeda.8

5 Ibid., h. 9.

6 Martani, W., & Psikologi, F. (2012). Metode stimulasi dan perkembangan emosi anak usia dini.

Jurnal Psikologi, 39(1), 112-120.

7 W. John Santrock, Life-Span development Jilid 1: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:

Erlangga, 2012), h. 244.

8 Anzani, R. W., & Insan, I. K. (2020). Perkembangan sosial emosi pada anak usia prasekolah.

PANDAWA, 2(2), 180-193.

(15)

Akhir-akhir ini, meditasi menjadi semakin popular bahkan telah menjadi sedikit komersial. Dengan latihan meditasi dapat memecahkan masalah, dengan meditasi juga dapat mencapai tingkat pengendalian pikiran dan konsentrasi yang luar biasa, mendapatkan apa yang diinginkan dalam bentuk pengembangan lagi keinginan lain yang tiada henti. Meditasi merupakan suatu ilmu yang mengajarkan bahwa masalah apapun bisa diselesaikan dengan jalan yang lebih manusiawi, menyelesaikannya tanpa kekerasan. Jauh daripada itu, seseorang bisa mempertajamkan pandangan, analisis dan kecerdasan emosinya melalui meditasi.9

Meditasi dapat digunakan sebagai pembiasaan sebelum memulai proses belajar di sekolah. Meditasi bisa menjadi kegiatan rutin yang dapat dilakukan kepada anak usia dini sebelum mereka menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Sama seperti ilmu pengetahuan lainnya, meditasi dapat dipelajari oleh anak-anak dan juga melatihnya. Meditasi dapat mengajarkan kepada anak-anak bahwa manusia harus bersedia menerima kebijaksanaan yang akan diberikan kepada dirinya. Anak-anak belajar dengan cara mendengarkan dan berlatih.

Ketika mereka duduk diam dalam keheningan, kelak akan ada banyak informasi, berkah, cinta kasih, kekuatan, dan energi positif yang dilimpahkan ke dalam diri mereka. Semakin lama mereka bermeditasi, mereka akan menjadi lebih bijaksana dan lebih damai.

Meditasi dalam perspektif Islam dikenal dengan istilah "Muraqabah" yang berasal dari bahasa Arab, yang secara harfiah berarti "pengawasan" atau

"pengamat". Muraqabah adalah suatu praktik meditasi dalam Islam yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan menghadirkan kehadiran Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Praktik Muraqabah melibatkan fokus pada niat, pernapasan, dan pemantauan pikiran dan perasaan. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat ikatan dengan Allah SWT dan memperoleh rahmat dan hidayah-Nya. Selain itu, Muraqabah juga dianggap sebagai cara untuk mengendalikan emosi negatif dan memperkuat keyakinan. Dalam Islam, meditasi

9 Desy Agus Setiani, “ Meditasi Buddhis Theravada” (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2009), hal. 6.

(16)

Muraqabah juga dianggap sebagai cara untuk memperkuat kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan dalam menjalani hidup. Dalam praktik Muraqabah, seseorang diminta untuk duduk dalam posisi yang nyaman, menenangkan pikiran, dan memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan Allah SWT. Seseorang juga dapat membaca ayat-ayat Al-Quran, dzikir, atau doa untuk membantu memperkuat pengalaman meditasi. Dalam Islam, Muraqabah dianggap sebagai suatu praktik yang sangat penting bagi individu yang ingin memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan meningkatkan kesadaran spiritual mereka. Praktik meditasi ini dapat membantu seseorang mencapai kedamaian pikiran dan hati, serta membantu mereka memahami hakikat keberadaan mereka sebagai hamba Allah SWT.10

Regulasi emosi pada anak usia dini merujuk pada kemampuan anak untuk mengenali, mengatur, dan mengekspresikan emosinya dengan cara yang sesuai dan efektif. Kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan sosial, kognitif, dan psikologis anak. Anak yang mampu mengatur emosinya dengan baik cenderung lebih mampu berinteraksi sosial, menyelesaikan masalah, dan memperoleh keberhasilan akademis di kemudian hari. Beberapa cara yang dapat membantu anak usia dini dalam mengatur emosinya adalah mengajarkan anak untuk mengenali emosi dan mengidentifikasi penyebabnya, mendorong anak untuk berbicara tentang perasaannya dan memberikan dukungan yang positif, menyediakan lingkungan yang aman dan stabil yang memungkinkan anak untuk bereksplorasi dan mengekspresikan dirinya dengan bebas, memberikan contoh positif dengan menunjukkan cara yang baik dalam mengelola emosi, mendorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik, seperti olahraga dan bermain di luar ruangan, yang dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.11

Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang regulasi emosi. Berikut ini adalah beberapa contoh teori yang relevan. Teori

10https://yaqeeninstitute.org/read/paper/how-to-be-a-mindful-muslim-an-exercise-in-islamic- meditation di akses pada tanggal 12 Mei 2023 pukul 21.55 WIB

11 Cassidy, J., Werner, R. S., & Riggs, S. A. (2009). Emotion regulation and attachment.

Handbook of attachment: Theory, research, and clinical applications, 2, 503-531.

(17)

Proses Regulasi Emosi (Emotion Regulation Process Theory), teori ini menggambarkan regulasi emosi sebagai serangkaian proses yang melibatkan pemantauan, penilaian, dan modulasi emosi. Teori ini menekankan peran penting kognisi dalam regulasi emosi, termasuk pemahaman emosi, strategi koping, dan pengaruh konteks sosial. Teori Regulasi Emosi Dinamis (Dynamic Emotion Regulation Theory), teori ini menekankan aspek dinamis dan fleksibel dari regulasi emosi. Menurut teori ini, regulasi emosi bukan hanya tentang mencoba mengubah atau menghilangkan emosi, tetapi juga tentang fleksibilitas dalam menyesuaikan respons emosional dengan situasi yang berubah. Teori Regulasi Emosi Komprehensif (Comprehensive Emotion Regulation Theory), teori ini menekankan bahwa regulasi emosi melibatkan proses kognitif, afektif, dan perilaku yang saling terkait. Teori ini menggambarkan regulasi emosi sebagai serangkaian strategi dan mekanisme yang digunakan individu untuk mengelola emosi mereka. Teori Konteks Regulasi Emosi (Contextual Emotion Regulation Theory), teori ini menekankan peran konteks sosial dan lingkungan dalam regulasi emosi. Teori ini mengemukakan bahwa regulasi emosi dipengaruhi oleh faktor- faktor eksternal seperti norma sosial, dukungan sosial, dan tuntutan situasional.

Teori Sistem Regulasi Emosi (Emotion Regulation System Theory), teori ini mengatakan bahwa regulasi emosi diatur oleh sistem-sistem dalam otak yang bertanggung jawab untuk pemrosesan emosi. Teori ini mengidentifikasi beberapa sistem regulasi emosi yang berbeda, termasuk sistem yang mengaktifkan, menghambat, dan mengatur ulang emosi.12

Namun, pada anak usia dini kemampuan dalam mengendalikan regulasi emosi masih kurang. Menurut Nurhusni Kamil dan Raden Rachmy Diana dalam Journal of Science, Education and Studies, banyak faktor yang menjadi penyebab emosi anak menjadi tidak seimbang yang mengakibatkan anak mudah mendapatkan emosi negatif salah satunya adalah perkembangan zaman dengan

12 Eisenberg, N., Cumberland, A., & Spinrad, T. L. (1998). Parental Socialization of Emotion.

Psychological Inquiry, 9(4), 241-273.

(18)

kemajuan media digital. Emosi yang negatif atau tidak stabil sangat mempengaruhi perkembangan anak dan perlu diperhatikan.13

Regulasi emosi anak adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk mengatur, mengevaluasi, memodifikasi dan dapat mengkomunikasikan perasaan emosional dengan tepat, dimana terdapat proses intrinsik dan ekstrinsik yang mendasarinya. Kemampuan regulasi emosi bukanlah kemampuan yang datang dengan tiba-tiba melainkan suatu proses yang melibatkan interaksi antar individu dengan lingkungannya (Bandura dalam Santrock 2009). Dengan demikian kemampuan regulasi dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal, unsur internal antara lain berupa temperamen, sedangkan unsur eksternal berupa lingkungan.14 Maila D.H. Rahiem dalam jurnal tentang anak usia dini, “menunjukkan data bahwa orang tua dapat membantu anak meregulasi emosi dengan cara: 1) menenangkan dengan memberi perhatian kepada anak, 2) mendiskusikan dan mendengarkan penjelasan penyebab emosi, 3) menasehati dan memberi penjelasan, 4) mengalihkan emosi anak dengan kesenangan anak, dan 5) membujuk dan memberikan anak keinginannya atau hadiah.”15 Karena guru merupakan orang tua bagi anak di sekolah, maka sebagai guru perlu menambah pengetahuan tentang regulasi emosi anak untuk menciptakan anak didik yang mampu meregulasi emosi dengan baik.

Sehingga peneliti akan mengeksplorasi lebih jauh dan mendalam untuk membuktikan sejauh mana kegiatan meditasi dapat mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak usia 4-6 tahun. Penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti mengangkat kegiatan meditasi mindfulness dalam kebiasaan anak usia dini yang dilakukan untuk bisa mengembangkan regulasi emosi. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi solusi dalam perkembangan diri anak ketika mereka sulit untuk memahami emosi apa yang sedang ada dalam dirinya.

13 Kamil, Nurhusni. "Stimulasi Perkembangan Emosi Anak Melalui Permainan “Ekspresi Wajah”

pada Kelompok A." J-SES: Journal of Science, Education and Studies 2.1 (2023).

14 Desi Sukma Puspita Sari, Melatih Regulasi Emosi Pada Anak Pra Sekolah Dengan Bermain:

Literature Review, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol 2(1), 2022, h. 16.

15 Maila D.H. Rahiem, Orang Tua dan Regulasi Emosi Anak Usia Dini, Aulad: Journal On Early Childhood, Vol. 6(1), 2023, h. 44.

(19)

B. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah regulasi emosi yang dihadapi anak anak usia 4-6 tahun yang menjadi perhatian peneliti dan mendorong peneliti melakukan penelitian ini antara lain:

1. Guru belum banyak menggali regulasi emosi anak 2. Meditasi masih menjadi kegiatan awam di PAUD

3. Meditasi di Bambini tidak begitu efektif karena terlalu padat

4. Masih sedikit adanya pemahaman kepada orang tua bahwa meditasi penting bagi pengembangan regulasi emosi anak usia dini

5. Anak belum mampu mengendalikan regulasi emosinya sendiri C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pembahasannya hanya tentang penggunaaan meditasi untuk pengembangan kemampuan regulasi emosional anak usia 4-6 tahun yang dilakukan oleh guru di TK Bumi Bambini, Tangerang Selatan.

Rumusan masalah penelitian adalah: “Bagaimana guru di TK Bumi Bambini mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak usia 4-6 tahun lewat kegiatan meditasi?”

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi bagaimana guru di TK Bumi Bambini mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak usia 4-6 tahun lewat kegiatan meditasi. Penelitian ini memiliki kegunaan yang signifikan bagi guru, manajemen sekolah, orang tua, anak dan pemerintah pembuat kebijakan pendidikan.

1. Kegunaan bagi guru: Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi dalam mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak usia dini.

2. Kegunaan bagi manajemen sekolah: Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan TK Bumi Bambini dapat dikenal oleh masyarakat secara luas.

(20)

3. Kegunaan bagi orang tua: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi orang tua terkait kemampuan regulasi emosi anak dan manfaat meditasi bagi perkembangan anak usia dini.

4. Kegunaan bagi anak: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi titik terang dari identifikasi masalah yang terjadi pada anak usia dini.

5. Kegunaan bagi pemerintah pembuat kebijakan pendidikan: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi semua pihak, serta memberikan sumbangan data dan informasi terkait kejadian meditasi dan kemampuan pengembangan regulasi emosi anak.

(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

Empat teori yang menjadi landasan penelitian ini adalah Teori Regulasi Emosi, Teori Mindfulness, Teori Psikologi Positif, dan Teori Khalwat.

1. Teori Regulasi Emosi

Banyak teori yang menjelaskan pengertian tentang regulasi emosi, salah satunya adalah Thomson, yang mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses intrinsik dan ekstrinsik melalui pemantauan, pengevaluasian dan pemodifikasian, reaksi-reaksi emosi sesuai dengan tujuan dari individu yang bersangkutan.16 Menurut Whitebeard & Basilio, regulasi emosi berperan untuk memodulasi ekspresi emosi (positif dan negatif) dalam berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan aturan sosial.

Pikiran dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh emosi individu tersebut. Ketika individu sedang mengalami emosi yang negatif biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran.17 Menurut Papalia & Martorell, regulasi emosi dalam diri anak digambarkan sebagai kemampuan dalam mengenali emosi diri sendiri dan orang lain serta kemampuan mengkomunikasikan perasaannya. Regulasi emosi adalah kemampuan seseorang untuk menyadari dan mengatur pikiran dan perilakunya dalam emosi yang berbeda, baik emosi yang positif maupun emosi yang negatif. Seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang baik mampu mengendalikan dorongan untuk tidak

16 Fox, N. A. (Ed.). (1994). The development of emotion regulation: Biological and behavioral considerations (Vol. 59). Chicago, IL, USA:: University of Chicago Press.

17 Desi Sukma Puspita Sari, Melatih Regulasi Emosi Pada Anak Pra Sekolah Dengan Bermain:

Literature Review, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol 2(1), 2022, h. 14.

(22)

melakukan perilaku impulsif, seperti membahayakan diri, perilaku sembrono, atau agresif fisik saat mengalami tekanan emosional.18

Menurut Reivich & Shatte regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif maupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Reivich dan Shatte mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapat membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres.19

Ada tiga aspek dalam regulasi emosi yang memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku yang ditampakkan. Adanya stimulus penyebab munculnya emosi positif atau negatif dapat menampilkan perilaku yang tepat jika individu mampu meregulasi emosinya. Aspek pertama, yaitu penilaian emosi dalam regulasi emosi melatih individu untuk dapat menyadari emosi negatif yang dirasakannya, mengidentifikasinya dan menginterpretasikan emosi negatif sehingga individu tersebut mampu menyikapi emosi yang muncul dengan perilaku yang tepat. Menurut Gross & Thompson, anak- anak mampu mengubah emosi negatifnya jika dilatih untuk melakukan penilaian emosi. Anak yang mampu menilai emosi yang dirasakan, termasuk mengetahui penyebab dan akibat yang muncul dari emosi negatif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilakunya. Ditambahkan oleh Nuryanti

18 Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation processes:

implications for affect, relationships, and well-being. Journal of personality and social psychology, 85(2), 348.

19 Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7 essential skills for overcoming life's inevitable obstacles. Broadway books.

(23)

(2008), bahwa anak- anak masa sekolah secara kognitif sudah mulai mampu memahami hubungan sebab akibat dan seiring bertambahnya usia, anak sudah mampu mengenali emosinya sendiri.20

Aspek kedua yaitu pengaturan emosi juga mempengaruhi perubahan perilaku individu terhadap emosi negatif yang dirasakan.

Pengaturan emosi dapat dilakukan dengan cara latihan dan relaksasi. Gross

& Thompson menyatakan bahwa latihan dan relaksasi merupakan cara untuk dapat mengatur emosi negatif, misalnya rasa marah dan sedih dan dapat digunakan untuk mengurangi perilaku psikologis yang mengganggu misalnya sifat agresif atau depresif. Individu yang mampu mengatur emosi negatifnya akan lebih mudah untuk mengendalikan emosi dan menemukan cara-cara yang tepat untuk menyikapi emosi tersebut, sehingga memunculkan perilaku yang tepat pula. Sejalan dengan tahap perkembangan emosi, anak pada masa sekolah juga mulai belajar untuk mengontrol dan mengendalikan emosi negatif yang dirasakan, sehingga proses regulasi emosi sudah dapat diterapkan untuk anak-anak pada masa sekolah.

Aspek yang ketiga yaitu pengungkapan emosi juga mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu. Secara umum, anak-anak dan orang dewasa akan lebih mampu untuk meregulasi emosinya ketika menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan emosinya.21 Selain itu pengungkapan emosi juga mempengaruhi perubahan perilaku yang maladaptif, seperti depresif dan agresif. Pengungkapan emosi, termasuk mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan akan membantu individu, termasuk anak-anak pada masa sekolah untuk mengungkapkan kebutuhan- kebutuhan emosionalnya. Anak-anak pada masa sekolah sudah mampu untuk mendeskripsikan pengalaman dan mengutarakan apa yang

20 Nuryanti, Lusi, Psikologi Anak, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), Hal. 96

21 Gross, J. J., & Thompson, R. A., Emotion regulation: Conceptual foundations and an overview.

In J. J. Gross (Ed.), Handbook of emotion regulation, New York: Guilford Press, 2007), p. 3-24

(24)

dipikirkan dan dirasakan sehingga ketika anak berhasil mengungkapkan emosinya dengan tepat maka perilaku yang muncul juga tepat.

Teori ini menjadi landasan teori penelitian ini karena erat kaitannya dengan masalah yang ada yaitu bagaimana anak mampu mengenal, mengatur, serta mengontrol emosi yang dirasakan baik emosi positif maupun negatif dalam diri, untuk akhirnya diekspresikan dengan baik dan tepat sesuai dengan tuntutan sosial. Sedangkan regulasi emosi pada anak dapat diartikan dengan kemampuan anak dalam mengenali emosi diri dan orang lain serta mengkomunikasikan perasaannya dengan cara yang tepat. Guru sebagai orang tua anak di sekolah, merupakan unsur eksternal yang sangat berpengaruh terhadap regulasi emosi pada anak.

Dengan demikian kemampuan regulasi dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal. Unsur internal antara lain berupa temperamen, sedangkan unsur eksternal berupa lingkungan.

2. Teori Mindfulness

Teori Mindfulness adalah teori perhatian dan kesadaran dalam setiap momen yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk hidup. Tujuan dari mindfulness itu sendiri adalah untuk mencapai kesadaran penuh dalam menjalani hidup, memaafkan diri, mencintai diri, dan menjalani hari dengan penuh rasa syukur. Jika kita mampu melakukan teknik mindfulness dengan baik maka kita akan memperoleh petunjuk secara otomatis dari diri kita sendiri, menghilangkan pikiran-pikiran dan perasaan pada saat ini yang berkaitan dengan masa lalu dan masa yang akan datang melalui proses yang sistematis yaitu self-observation, self-enquiry, dan mindful action.22

Teori ini dijelaskan oleh Jon Kabat-Zinn, merupakan tokoh yang memperkenalkan mindfulness ke dalam dunia medis dan psikologi. Dalam bukunya yang berjudul Wherever You Go, There You Are: Mindfulness

22 Kabat-Zinn, J., Wherever You Go, There You Are: Mindfulness Meditation in Everyday Life, (Hachette UK, 2009)

(25)

Meditation in Everyday Life, ia mendefinisikan mindfulness sebagai kesadaran dan pemberian perhatian secara pribadi dalam setiap momen.

Tujuan dari mindfulness adalah untuk mencapai kesadaran penuh dalam menjalani hidup, memaafkan diri, mencintai diri, dan menjalani hari dengan penuh rasa syukur.23 Mindfulness juga dapat membantu meningkatkan kesadaran metakognitif, mengatasi kesehatan mental, mengendalikan emosi, dan menjaga kesehatan jantung.

Metode penerapan teori mindfulness yang sering diterapkan adalah Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT) dan Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR). Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) diperkenalkan oleh Jon Kabat-Zinn pada awal tahun 1980-an sebagai terapi yang ditujukan bagi penderita sakit kronis. Sedangkan Mindfulness- Based Cognitive Therapy (MBCT) dikembangkan oleh John Teasdale, Zindel Segal, dan Mark Williams sebagai terapi untuk mencegah kekambuhan pada orang yang memiliki depresi. Kedua program ini melibatkan latihan meditasi dan yoga yang difokuskan pada kesadaran dan perhatian pada saat ini.24

Menurut sejarah, mindfulness disebut sebagai hati (the heart) dalam meditasi Buddha. Mindfulness adalah inti dari ajaran Buddha yang berasal dari bahasa sansekerta dari kata "dharma" yang mempunyai makna

"ketaatan" semacam "hukum- hukum yang wajib dipatuhi" ataupun secara simpel "suatu cara", yang dalam Cina diucap sebagai "Tao". Mindfulness adalah pemusatan perhatian (atensi) dasar yang mendasari segala aliran praktek meditasi orang-orang Buddha. Setelah lebih dari 40 tahun, tradisi Buddha ini menyebar di dunia Barat, serta dari tahun-ke tahun masing- masing generasi di dunia Barat mempraktekkan tata cara mindfulness dalam kehidupan sehari hari.25

23 Ibid.

24 Mengenal Lebih Dekat Tentang Mindfulness Based Therapy, (spesialis1.psikiatri.fk.unair.ac.id) diakses pada tanggal 30 Maret 2023 pukul 21.08.

25 Kabat-Zinn, J., “Mindfulness-Based Intervention in Context: Past, Present, and Future”, Jurnal Clinical Psychology: Science and Practice, Vol. 10, No. 2, 2003, Hal. 145.

(26)

Meditasi dan mindfulness memiliki keterkaitan yang erat. Meditasi adalah praktik yang melibatkan pengembangan kesadaran dan konsentrasi yang mendalam, sedangkan mindfulness adalah salah satu bentuk meditasi yang fokus pada pengalaman saat ini dengan kesadaran penuh dan tanpa penilaian. Meditasi dapat menjadi jalan untuk mengembangkan kemampuan mindfulness. Dalam meditasi, seseorang secara aktif melatih diri untuk mengalihkan perhatian mereka ke objek fokus, seperti pernapasan, mantra, atau sensasi tubuh, dan membiarkan pikiran yang muncul lewat tanpa terperangkap di dalamnya. Dengan mengamati dan membiarkan pikiran muncul dan pergi tanpa ikut terlibat, meditasi membantu mengembangkan keterampilan kesadaran dan non-reaktivitas yang penting dalam praktik mindfulness.26

Mindfulness, di sisi lain, adalah kesadaran penuh dan terbuka terhadap pengalaman saat ini tanpa penilaian atau identifikasi diri yang kuat dengan pikiran dan emosi. Praktik mindfulness dapat dilakukan dalam meditasi formal, seperti meditasi duduk, berjalan, atau meditasi berfokus pada tubuh atau pernapasan. Namun, mindfulness juga dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari, seperti makan, berjalan, atau berinteraksi dengan orang lain. Banyak penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa praktik meditasi yang melibatkan mindfulness dapat memiliki berbagai manfaat, termasuk pengurangan stres, peningkatan kesejahteraan psikologis, peningkatan regulasi emosi, peningkatan konsentrasi, dan perbaikan dalam hubungan sosial. Studi-studi ini telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara meditasi dan mindfulness serta manfaat yang mungkin diperoleh melalui praktik-praktik tersebut.27

Baer mendefinisikan mindfulness bagaikan pengamatan yang tidak memberikan penilaian terhadap stimulus internal serta eksternal yang

26 Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-based interventions in context: Past, present, and future.

Clinical psychology: Science and practice, 10(2), 144-156.

27 Chiesa, A., & Serretti, A. (2010). A systematic review of neurobiological and clinical features of mindfulness meditations. Psychological Medicine, 40(08), 1239-1252.

(27)

sedang dirasakan seseorang dengan pengamatan yang objektif.28 Konsep mindfulness dalam ranah psikologi dipandang sebagai suatu proses psikologis serta proses meditasi yang sanggup meningkatkan pemahaman serta atensi terhadap proses kognitif, emosi, serta pengalaman somatis dengan meningkatkan kemampuan nonjudgmental dan penerimaan.29

Ahli lain yaitu Wood mengatakan jika mindfulness adalah suatu kondisi dimana individu benar-benar hadir dalam situasi tertentu. Ketika dalam keadaan penuh kesadaran, individu tidak bisa membiarkan pikirannya melayang pada kejadian di hari kemarin atau rencana di hari esok. Individu hanya fokus pada kegiatan yang dilakukan pada hari ini.30 Sedangkan menurut Bolgaes mindfulness memproses hal dan menyingkirkan pikiran yang membuat manusia tidak sadar akan apa yang sedang terjadi. Mindfulness melatih supaya manusia memperhatikan apa yang sedang ia pikirkan, dirasakan, dan sensasi yang dirasakan, serta melatih supaya manusia tidak menghindari pengalaman yang dialaminya.31

Teori ini menjadi landasan teori penelitian ini karena mindfulness merupakan proses yang membawakan mutu atensi kepada pengalaman disini-saat ini tanpa butuh mengelaborasi, tanpa evaluasi, serta penerimaan pada pikiran, perasaan, maupun sensasi yang timbul dari pusat kondisi siuman terjaga dikala ini. Orang yang mempunyai mindfulness bisa mengatur diri dan tidak merespon reaktif tiap wujud peristiwa baik positif, negatif, maupun netral, sehingga bisa menanggulangi tiap perasaan yang tertekan dengan memunculkan kesejahteraan diri.

28 Baer, R. A., “Mindfulness training as a clinical intervention: A conceptual and empirical review”, Jurnal Clinical Psychology: Science and Practice, Vol. 1, No.2, 2003, Hal. 126.

29 Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., & Carmody, J., “Mindfulness : A Proposed operational definition”, Jurnal Clinical Psychology: Science and Practice, Vol. 11, No.3, 2004,, Hal. 231.

30Wood, J. T., Komunikasi Interpersonal : Interaksi Keseharian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), Ed. 6.

31 Bögels, S. M., & Hellemans, J., “Mindful parenting in mental health care: Effects on parental and child psychopathology, parental stress, parenting, coparenting, and marital functioning”, Springer Journal of Mindfullness, Vol. 5, No.5, 2013,, Hal. 538.

(28)

3. Teori Psikologi Positif

Martin E. P Seligman, seorang profesor psikologi di Universitas Pennsylvania dan pernah menjabat sebagai Presiden American Psychological Association (APA) mulai berpikir bahwa manusia tidak hanya dapat dipelajari dari sisi negatifnya saja, tetapi juga dari sisi positifnya. Martin E. P Seligman menilai selama ini kajian psikologi sering diwarnai dengan topik negatif tentang manusia. Martin E. P Seligman juga berpendapat bahwa psikologi bukan hanya studi tentang penyakit, kelemahan, dan kerusakan, tetapi psikologi juga studi tentang kebahagiaan, kekuatan, dan kebajikan (Seligman, 2005). Psikologi positif adalah perspektif ilmiah tentang bagaimana membuat hidup lebih berharga. Martin E. P Seligman dalam pidato pelantikannya mengatakan bahwa sebelum perang dunia II, psikologi memiliki tiga misi yaitu menyembuhkan penyakit mental, membuat hidup lebih bahagia, dan mengidentifikasi serta membina bakat mulia dan kejeniusan. Setelah perang dunia II, dua misi psikologi yang terakhir diabaikan Berdasarkan kondisi tersebut maka ditegakkan tiga tonggak utama psikologi positif, yaitu studi tentang emosi positif, studi tentang sifat-sifat positif, terutama tentang kekuatan dan kebajikan, dan studi tentang lembaga-lembaga positif yang mendukung kebaikan.32

Model PERMA (Positive Emotion, Engagement, Relationships, Meaning, Accomplishment) dalam konteks psikologi positif dikembangkan oleh Martin Seligman. Martin Seligman merupakan seorang psikolog terkenal yang merupakan salah satu pendiri psikologi positif modern.

Model PERMA adalah kerangka kerja dalam psikologi positif yang dikembangkan oleh Martin Seligman. Model ini mengidentifikasi lima elemen kunci yang berkontribusi terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Singkatan PERMA mewakili masing-masing elemen tersebut.Positive Emotion (Emosi Positif): Emosi positif seperti

32 Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. (2005). Positive psychology progress:

Empirical validation of interventions. American Psychologist, 60(5), 410-421.

(29)

kegembiraan, kepuasan, kasih sayang, dan rasa syukur berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan seseorang.

Engagement (Keterlibatan), keterlibatan mencakup pengalaman pengaliran (flow) dimana seseorang sepenuhnya terfokus, terlibat, dan terasa terhubung dengan aktivitas yang dilakukan. Ketika seseorang mengalami keterlibatan, waktu berlalu dengan cepat, dan mereka merasa terlibat sepenuhnya dalam kegiatan tersebut. Relationships (Hubungan), hubungan sosial yang positif dan bermakna dengan orang lain memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan manusia. Memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, merasa dicintai, dan memberi dukungan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan. Meaning (Makna), menemukan makna dalam hidup adalah elemen penting dalam mencapai kesejahteraan. Ini melibatkan memiliki tujuan dan nilai-nilai yang mendalam, mengejar aktivitas yang konsisten dengan keyakinan pribadi, dan merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Accomplishment (Prestasi), mencapai tujuan dan merasakan pencapaian memberikan rasa kepuasan dan kebahagiaan. Menetapkan tujuan yang bermakna, mengejar pertumbuhan dan perkembangan pribadi, serta meraih keberhasilan dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Model PERMA menekankan pentingnya memperhatikan dan mengkultivasi setiap elemen ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memperkuat dan memanfaatkan elemen-elemen PERMA, individu dapat meningkatkan kualitas hidup, meraih kesejahteraan, dan mengembangkan kehidupan yang lebih bermakna dan bahagia.

Tujuan dari psikologi positif adalah memberikan pandangan tentang manusia dari sisi lain, yaitu dengan cara menampilkan sifat-sifat indah dari manusia. Intervensi psikologi positif dapat melengkapi intervensi yang ada pada kajian psikologi yang dinilai masih tradisional, hal itu untuk mengurangi penderitaan dan membawa puncaknya kepada

(30)

kebahagiaan.33 Sesungguhnya berbagai kekuatan yang dimiliki tiap orang dalam dirinya merupakan senjata utama dalam terapi. Hal inilah yang akhirnya semakin mendorong Martin E. P Seligman dan para tokoh psikologi positif lainnya untuk membangun kualitas-kualitas terbaik dalam hidup, tidak hanya sekedar memperbaiki hal-hal buruk yang telah terjadi.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka muncul aliran psikologi modern yang dinamakan psikologi positif. Bidang psikologi positif terdiri dari pengalaman subjektif yang positif, kesejahteraan (well-being), kepuasan, keterlibatan (flow), kegembiraan, kebahagiaan, dan pandangan kognitif yang konstruktif mengenai masa depan, seperti optimisme, harapan, dan keyakinan.34

4. Teori Khalwat

Khalwat berasal dari kata khala yang artinya menyendiri atau mengasingkan diri. Menurut Imam Syafi’i khalwat ialah menyepi untuk mendekatkan diri kepada Allah.35 Ahmad bin Muhammad bin Ajibah Al- Hasani dalam Iqazhul Himam fi Syahril Hikam, berkata khalwat ialah

“kekosongan diri dari makhluk, terhimpun keinginan dan cita-cita hanya kepada Sang Pencipta, dan kuatnya azam (beribadah dengan khusyuk) dan ketentuan keteguhan.”36 Adapun makna lain dari khalwat ialah pengasingan diri dari hiruk pikuk keramaian ke suatu tempat yang sunyi sepi, seperti di dalam kamar tertutup atau di dalam gua untuk menenangkan diri ataupun pikiran.37

Jika ditinjau dari segi bahasa, khalwat berasal dari bahasa arab ةولخ -

وليخ –

لاخ ) bentuk kata benda), yang berarti menyepi. Jika kata khalwat

33 Seligman, M. E. P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology: An introduction.

American Psychologist, 55(1), 5-14.

34 Seligman, M. E. P. (2011). a: A Visionary New Understanding of Happiness and Well-being.

Free Press.

35 Bayu Hermadi, Humanisme Sebagai Dasar Pembentukan Etika Religius: Dalam Perspektif Ibnu Athā’Illah Al-Sakandarī, Jurnal Islam Nusantara, Vol. 02, No. 01, 2018, hal. 8

36 Abdul Mujib, Syafi’ah, Ahmad Ismail, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), hal. 239

37 KH Adul Aziz Masyhuri, Kamus Super Lengkap Istilah-Istilah Agama Islam, (Yogyakarta:

DIVA Press, 2018), hal. 237

(31)

disandingkan dengan seorang manusia, maka maknanya ialah menyendiri di suatu tempat tanpa ada gangguan-gangguan apapun, hanya menyisakan dirinya seorang. Sedangkan khalwat menurut istilah para sufi ialah perbincangan rahasia (berinteraksi dalam bentuk ibadah) dengan yang Maha Besar dimana tidak ada seorangpun yang melihat.38 Pengertian secara istilah ini oleh mereka disebut sebagai hakikat khalwat.

Khalwat juga tidak dapat dipisahkan dari perjalanan spiritual para nabi mulai dari perjalanan spiritual Nabi Musa yang bermunajat di bukit Tursina hingga empat puluh hari untuk membuktikan kenabiannya, Nabi Yunus yang bermunajat selama empat puluh hari di dalam perut ikan Nus (Paus), lalu Nabi Yusuf yang dipenjara. Baginda Nabi Muhammad juga mengikuti perjalanan spiritual ini yang berkhalwat di Gua Hira selama empat puluh hari untuk menerima wahyu dari Allah SWT. Bahkan tidak hanya Islam, agama lain juga melaksanakan khalwat, seperti Budha yang bertapa di bawah pohon Bo, atau pengasingan diri yang juga dilakukan oleh para pendeta Kristen sebagai praktik spiritual utama mereka.39

Allah SWT Berfirman:

ًليِك َو ُهْذ ِخَّتٱَف َوُه َّلَِّإ َهََٰلِإ َلَ ِب ِرْغَمْلٱ َو ِق ِرْشَمْلٱ ُّب َّر ٩

"(Dialah) Tuhan timur dan barat, tidak ada tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung." (QS. Al-Muzzammil: 9)

Abu Su’ud dalam menafsirkan ayat di atas, sebagai berikut:

“Hendaklah engkau terus berzikir kepada Allah pagi siang dan malam dengan bentuk zikir apapun, seperti tasbih, tahlil, yahmid, dan sebagainya. Nabi mengkonsentrasikan segenap kemauan dan tekad untuk ber-muraqabah kepada Allah dan hal itu tidak mungkin beliau lakukan kecuali dengan mengosongkan hati dari segala hambatan dan penghalang, serta memutuskan segala hubungan dengan selain Allah.”40

38 Shofawan Najmu dan Irham Shofwan, Diam, (Depok: Mutiara Allamah Utama, 2014), hal. 29

39 Dewi Ainul Mardhiyah, Terapi Psikospiritual dalam Kajian Sufistik, Vol. 14, No. 2, 2016, hal.

239

40 Abu Su’ud, Tafsir Abu Su’ud ‘ala Hamisy at-Tafsir al-Kabir, Voll VIII, hal. 338

(32)

Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW., berlaku baginya dan umatnya, kecuali perintah-perintah tertentu yang dikhususkan baginya. Jadi, maksud dari ayat diatas adalah perintah untuk mengingat-Nya berlaku bagi Rasulullah beserta umatnya.41

Peneliti menyimpulkan bahwa, khalwat adalah suatu cara untuk membersihkan jiwa agar suci dan menyambungkan antara akal dan hati dengan mengasingkan diri dari keramaian dunia serta memfokuskan akal dan hati hanya untuk terus beribadah kepada Allah, mengingat-Nya dan meninggalkan pikiran-pikiran yang dapat mengganggu selama pelaksanaan khalwat. Dalam praktiknya, khalwat sendiri mempunyai dua macam, yaitu khalwat umum dan khalwat khusus. Adapun khalwat umum adalah seorang mukmin menyepikan diri dari hiruk-pikuk duniawi dan berzikir kepada Allah dengan lafadz dzikir apa saja, membaca Al-Quran, melakukan muhasabah serta untuk bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi. Sedangkan, khalwat khusus adalah khalwat yang bertujuan untuk sampai ke maqam ihsan dan makrifat. Khalwat model ini tidak dapat dilakukan tanpa bimbingan seorang mursyid, karena tugas mursyid yakni mendiktekan lafal dzikir tertentu kepada muridnya. Lalu, menjaga hubungan dengan murid untuk menghilangkan keraguan yang ada didalam hati seorang murid, memotivasinya untuk sampai kepada tahap makrifat melenyapkan hijab, bisikan yang ada dalam jiwanya dan membawa dari alam ciptaan menuju Sang Pencipta. Adapun inti dari bimbingan dengan seorang mursyid ialah, agar dapat membentuk karakter muridnya sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dan senantiasa meningkatkan kepekaan hati serta menjauhkan diri dari hal buruk yang dapat mengotori jiwa dengan senantiasa sadar bahwa dunia ini adalah persinggahan sementara.42

Seorang murid tidak boleh beranggapan bahwa, khalwat adalah akhir pendakian. Khalwat adalah langkah awal dalam perjalanan menuju

41 Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hal. 164

42 A. R. Adham Khal.iq, Menuju Tuhan Melalui Tarekat: Kajian tentang Pemikiran Tasawuf, Jurnal Yaqzhan, Vol. 4, No. 1, 2018, hal. 13

(33)

Allah. Setelah melakukan khalwat pertama, seorang murid dituntut untuk melakukan tahapan khalwat berikutnya, dia juga harus melakukan mujahadah (memerangi nafsu) yang panjang dan mudzakarah (pengambilan manfaat) secara terus-menerus dengan mursyidnya dengan penuh semangat jujur dan istiqomah, mursyid pula harus tekun melakukan zikir dengan nama Allah setiap pagi dan petang hari serta pada setiap waktu luang yang dimilikinya.43 Dengan demikian, hal itu dapat menggabungkan dua tingkatan ihsan yakni muraqabah dan musyahadah sebagaimana yang diisyaratkan oleh nabi, dalam sabdanya, “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka Allah melihatmu.” (HR Bukhari).

a. Khalwat Perspektif Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali (lahir 450 H / 1058 M - wafat 505 H / 1111 M) adalah seorang ulama Islam yang paling terkemuka dengan keluasan ilmunya dan produktif menghasilkan karya-karya dalam bidang filsafat dan tasawuf yang telah menyebar ke seluruh dunia, tidak hanya diakui oleh satu atau dua umat saja, namun diakui oleh seluruh umat islam di dunia. Kontribusinya di dunia keilmuan sangatlah besar.

Al-Ghazali berpendapat, bahwa khalwat itu meneladani akhlak Rasulullah SAW yang pernah melakukan khalwat di gua Hira sebelum menerima wahyu pertama, di jabal Sur sesudah diangkat menjadi Rasul. Al-Ghazali sendiri pun pernah melakukan khalwat sebanyak tiga kali, masing-masing selama empat puluh hari setiap tahun dan menjalaninya dengan shalat dan puasa. Khalwat yang dinamainya Al-Arbainiyyah (sifat empat puluh) ini mempunyai tujuh etis (khuluqiyyah), yaitu penyucian jiwa dan penyingkiran tabir- mabir (hijab) jasmani. Khalwat ini bukan untuk mencapai

43 Abdul Qadir Isa, Haqa’iq at-Tashawuf terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis, Hakikat Taswuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hal. 180

(34)

mukasyafah atau menerima keluarbiasaan dan keajaiban yang kadang-kadang muncul.44

Keputusan Al-Ghazali untuk khalwat diawali ketika mulai mengalami krisis rohani. Kegundahan yang dirasa membuatnya ragu dalam segala hal, seperti akidah, kesehatannya menurun, selera makan hilang, bahkan suaranya pun tidak ada lagi. Sampai pada akhirnya meletakkan jabatannya sebagai pemimpin (rektor) di Madrasah Baghdad yang telah dipimpin selama empat tahun.

Al-Ghazali kemudian diam-diam meninggalkan Baghdad menuju Syam. Hampir dua tahun lamanya Al-Ghazali menghabiskan waktu untuk berkhalwat dan beruzlah di sebuah menara masjid di Damaskus. Didalam khalwatnya lebih banyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan serta menyucikan hati dan jiwa, merenung, bertafakur, bertadabbur, dan mencari jalan kebenaran.

Hingga kemudian, kegelisahan dirasa berubah menjadi ketenangan yang luar biasa. Keraguan yang sebelumnya menghantui Al-Ghazali berubah menjadi sebuah keyakinan. Keyakinan yang sempat menghilang diperoleh kembali. Tak hanya itu, pemikirannya pun menjadi lebih jernih. Hingga menemukan jalan kebenaran yang dicari, yaitu jalan kebenaran yang dapat menghantarkan Al-Ghazali ke tingkat derajat yang lebih tinggi, serta jalan kebenaran yang membawa Al-Ghazali kepada hakikat kebenaran yang diyakini disebut tasawuf.45 Dengan tujuan penyucian jiwa serta pengayaan setiap orang yang mau mendengarkannya dan menemuinya.46

Al-Ghazali salah satu diantara ulama-ulama saleh yang terlibat khalwat secara sungguh-sungguh dan mendalam. Terutama selama

44 M. Abdul Mujieb, Syafi’ah, HLM. Ahmad Ismail, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Hikamah PT. Mizan, 2009), hal. 240

45 Shafwan Najmu dan Irham Shafwan, DIAM: Mengungkapkan Keajaiban dan Manfaat ‘Uzlah di Tengah Ingar Bingar Dunia, (Depok: Mutiara Allamah Utama, 2014) hal. 45

46 Akmal Bashori, Ruang Bathin Fiqih Al-Ghazali: Studi atas kitab Ihya ‘Ulumuddin, (Yogyakarta: Bintang Pustaka Madani, 2020) hal. 54

(35)

sepuluh tahun mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia dalam pengembaraannya, pada akhirnya lahirlah sebuah kitab fenomenal, sebuah kitab yang tak hanya diakui oleh satu atau dua orang, tetapi oleh seluruh umat islam di dunia, yaitu kitab Ihya Ulumuddin.

Al-Ghazali berkata, “Adapun faedah dari khalwat adalah menghilangkan segala hal yang menyibukkan serta mengganggu pendengaran dan penglihatan. Sebab, keduanya adalah koridor hati.

Hal itu ibarat, sebuah danau yang ke dalamnya mengalir air yang bau, kotor dan menjijikkan dari sungai-sungai panca indra. Tujuan dari riyadhah (latihan jiwa) adalah menguras danau itu dari semua air tersebut dan dari lumpur yang dihasilkannya. Dengan demikian, dari danau tersebut akan memancar air yang bersih dan jernih.

Bagaimana mungkin air danau itu akan dapat terkuras, jika sungai- sungai tetap mengalir ke arahnya? Jika demikian halnya, air akan terus bertambah dan bukan malah berkurang. Oleh karena itu, panca indera harus dikekang kecuali dari kebutuhan dan semua itu tidak mungkin bisa dilakukan kecuali dengan khalwat”.47

b. Khalwat Perspektif Abdul Qadir Isa

Khalwat menurut Syekh Abdul Qadir Isa (lahir 1338 H / 1920 M - wafat 1412 H / 1991 M) adalah memutuskan hubungan manusia dan meninggalkan segala aktivitas duniawi untuk waktu tertentu agar hati dapat dikosongkan dari segala aktivitas hidup yang tidak ada habisnya dan akal dapat beristirahat dari kesibukan sehari-hari yang tidak ada ujungnya. Selain itu, khalwat adalah dzikir kepada Allah dengan hati dan khusyu, serta tafakur tentang nikmat dan karunianya di waktu siang dan malam hari.48 Hal ini dilakukan oleh murid di bawah bimbingan seorang mursyid yang makrifat kepada Allah, yang dapat mengajarkan apabila murid tidak tau, mengingatkannya

47 Abu Hamid Al- Ghazali, Ihya Ulumuddin, vol. III, hal. 66

48 Abdul Qadir Isa, Haqa’iq at-Tashawuf terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis, Hakikat Taswuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hal. 162

(36)

apabila murid lalai, memotivasinya apabila murid malas, dan membantunya untuk membatasi segala gangguan dan apa-apa yang terlintas dalam hatinya.

Dalam pelaksanaan khalwat tidak ada batas maksimal waktu.

Namun, sunah memberikan petunjuk bahwa khalwat dilakukan selama empat puluh hari, sebagaimana dalam perjanjian yang pernah terjadi pada nabi Musa a.s. Khalwat memiliki manfaat yang beragam. Menurut Syekh Abdul Qadir Isa pengaruh yang sangat penting dan yang dapat mengetahuinya hanyalah orang yang telah melaksanakannya dan menuai manfaatnya.

c. Khalwat Perspektif Abdul Qadir Al-Jaelani

Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani (lahir 470 H / 1077 - wafat 561 H / 1166 M), khalwat (kesendirian, mengasingkan diri) bukan hanya berarti mengasingkan diri dari manusia ramai, berada dalam kesendirian mengingat Allah (‘uzlah par excellence). Namun khalwat lebih bersifat aplikatif, yang berarti amal perbuatan semata- mata hanya untuk Allah, sebagai sarana pengamalan hati mendekatkan diri kepada Allah.49

Jadi menurutnya, khalwat yang dikehendaki dalam perjalanan menuju Allah adalah khalwat hati dari segala makhluk, dimana khalwat dalam bentuk uzlah, namun jika didalam hati masih berisi ruang bagi makhluk dan dunia materi, maka khalwat menjadi tidak berguna. Memang menyepi tetapi tanpa hadir, dan tanpa sikap baik kepada Allah, bukan berarti ber-uzlah bersama hawa nafsu dan syaitan yang menemaninya.50

49 Muhammad Shal.ukhin, 17 Jalan Mencapai Mahkota Sufi Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, (Yogyakarta: Penerbit Mutiara Media, 2009), hal. 350

50 Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Fath Al-Rabbani wa Faidh al-Rahmani (bagian kedua) Terj.

Aguk Irawan dan Kamran Asad al-Irsyadi, NGAJI HATI: Panduan Menata Kalbu Sebagai Bekal Menjadi Kekasih Allah, (Jakarta: PT Serembi Semesta Distribusi, 2019), hal. 86

(37)

d. Khalwat Perspektif Jalaluddin Rumi

Menurut Maulana Jalaluddin Rumi (lahir 604 H / 1207 M - wafat 672 H / 1273 M), sesungguhnya manusia dengan khalwat metafisik tidak perlu dilakukan dengan meninggalkan makhluk karena khalwat semacam ini adalah bagaikan orang berjalan kaki, dimana satu kakinya yang lain berada pada poros kemanusiaan (an- nasut). Setiap saat, ia selalu melakukan “naik” dan “turun” secara bersamaan. Inilah khalwat yang dikenal oleh para nabi dan orang- orang suci.51

Sebuah syair indah gubahan Maulana Jalaluddin Rumi ini tampaknya dapat menjadi cahaya yang menerangi cakrawala pemikiran:

“Setiap orang yang memiliki akal pasti memilih dasar sumur.

Karena kejernihan hati terkandung di dalam khalwat.

Sesungguhnya kegelapan sumur yang pekat jauh lebih baik daripada kegelapan penciptaan.

Jadi sungguh tidak beruntung orang yang mengikuti jejak makhluk, atau tidak sampai ujung dan tidak mampu melihat ke dalam hati kecil.”52

Dalam syair diatas Maulana Jalaluddin Rumi menjelaskan bahwa kehidupan atau interaksi antar makhluk tak lepas dari dosa dan perbuatan buruk. Maka ada kalanya manusia harus sadar untuk menghindari (khalwat) dari hiruk-pikuk tersebut supaya hati kembali bersih. Sebab jika tidak, manusia akan terjebak dan larut oleh tipu daya kehidupan yang akan berakhir dengan kehampaan hati dan merugilah.

Khalwat merupakan amalan rohani yang telah dilakukan oleh para nabi sejak dulu, agar mendapatkan petunjuk yang haq dari Allah.53 Karena

51 Muhammad Fethullah Gulen, Kalbin Zumrut Tepeleri-I terj. Fuad Syaifuddin Nur, Tasawuf Untuk Kita Semua, (Jakarta: Republika Penerbit, 2013), hal. 55

52 Maulana Jalaluddin Rumi, Matsnawi Mainawi, (Bahasa Persia) jilid 1, bait 1298 dan 1299, hal.

66

(38)

kehidupan yang glamour, hedonis, materialis instan dan penuh dengan rasa keangkuhan dan kesombongan menyebabkan manusia menjadi lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ‘abdun dan khalifah Allah SWT terlalu sibuk mengejar kesenangan duniawi, konsentrasi total pada usaha, kerja dan karirnya yang menyebabkan lalai terhadap Tuhannya serta menjadikan cahaya hidayah sulit untuk menyinari hati yang sudah gelap dan mati.54 Maka dari itu, khalwat diharapkan dapat menjadi air penyejuk bagi jiwa yang kehausan akan petunjuk dari-Nya. Didalam jiwa manusia juga terdapat metafisik Tuhan yang tertanam dalam dirinya sebab pengaruh pengamalan khalwat.

An-Nawawi dalam Bustan Al-’Arifin (h.47), memetik pengakuan Al-Syafie terhadap kepentingan khalwat, “Barangsiapa ingin pintu hatinya dibukakan oleh Allah swt, hendaklah dia berkhalwat, sedikit makan, tidak berteman dengan golongan jahil dan tidak bergaul dengan ulama yang tidak memiliki kearifan dan tidak berakhlak”. Begitu pula dengan Al- Ghazali dalam ‘Ihya Ulumuddin (Vol 3) menjelaskan:

“Faedah khalwat ialah untuk menghindarkan segala hal yang menyibukkan serta mengekang pendengaran dan penglihatan (daripada hal-hal yang sia-sia) kedua-duanya ialah koridor hati”. Selanjutnya, dalam Munqidz min adh- Dhalal: “Ketika khalwat, tersingkaplah bagiku hal-hal yang tidak dapat mungkin dihitung banyaknya. Meneruskan khalwat aku mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya para sufi sejati yang sebenar-benarnya berada dijalan Allah SWT”.55

Dalam Ihya ‘Ulumuddin, setidaknya ada lima faedah melakukan khalwat. Pertama, tersedianya waktu luang untuk mencurahkan segenap tenaga dalam beribadah, bertafakur, dan menikmati munajat Allah swt yang berpengaruh ke kehidupan manusia agar meninggal dunia dengan

53 Muhammad Fethullah Gulen, Kalbin Zumrut Tepeleri-I terj. Fuad Syaifuddin Nur, Tasawuf Untuk Kita Semua, (Jakarta: Republika Penerbit, 2013), hal. 53

54 Muhammad Basyrul Muvid, Tasawuf dan Covid 19, (Jawa Barat: Penerbit Adab, 2020) hal. 88

55 Nordi Achie, Fitnah Shufi: Fatamorgana Tasawuf Fenomena Tarekat, (Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya, 1947), hal. 228

Gambar

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan
Gambar 3.1. Peta lokasi TK Bumi Bambini
Gambar 4.1. Hasil Penelitian - Cara mengembangkan kemampuan regulasi emosi  anak usia 4-6 tahun melalui kegiatan meditasi

Referensi

Dokumen terkait

dengan judul “ PENGARUH KEGIATAN CHAMPION DAY TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK (STUDI KASUS) PADA KELOMPOK B PRA TK-TK LAZUARDI KAMILA GLOBAL ISLAMIC SCHOOL

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur modifikasi perilaku penyisihan sesaat dalam mengembangkan kemampuan emosional anak usia dini kelompok A TK

Kemampuan Emosi Anak Usia Dini Melalui Media Mendongeng Di Kelompok B TK Aisyiyah Cabang Kartasura Tahun Ajaran 2017/2018.” Dengan menggunakan media mendongeng

Strategi guru dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal pada aspek empati anak yaitu menanamkan kepada untuk mengenali perasaan dan keinginan untuk membantu

dengan judul “ PENGARUH KEGIATAN CHAMPION DAY TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK (STUDI KASUS) PADA KELOMPOK B PRA TK-TK LAZUARDI KAMILA GLOBAL ISLAMIC SCHOOL

Berdasarkan hasil penelitian tentang mengembangkan kemampuan kecerdasan logika matematika anak usia dini melalui permain flashcard di TK Laboratorium UPI Kampus

KESIMPULAN Kemampuan upaya pengelolaan emosi anak usia usia 5- 6 tahun itu dapat di stimulasi oleh orang tua dengan 4 strategi; 1 Strategi orang tua yang dilakukan agar anak dapat

Jurnal Pendidikan Tambusai 10170 Pengaruh Metode Bermain Bowling Aritmatika untuk Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Usia Dini di TK Az- Zahra Yeni Astuti 1, Dadan Suryana²